Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PENANGANAN KASUS MALPRAKTIK MEDIS

DI PENGADILAN PIDANA
DALAM PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN

Albertus Drepane Soge


Magister Hukum Kesehatan Universitas Gajah Mada
Email: albertussoge88@gmail.com
Abstract
Legislation on Health Law is a Lex Specialist law that contains exceptional norms for legal
protection for providers and receivers of health services. In fact, Health Law legislations
such as Law Number 36 of 2009 on Health and Law Number 29 of 2004 on Medical
Practice are not used consistently to resolving medical malpractice cases in the Criminal
Court, thus causing injustice and legal uncertainty. The purpose of this research is to
explain the theory and legal analysis related to manage medical malpractice cases in
the Criminal Court from Health Law perspective. This research uses normative juridical
method. The results of this research are the existence of wrong application of law and a
long period of time in resolving cases of suspected medical malpractice in the Criminal
Court which are detrimental to disputing parties, so that a reform is needed to manage
medical malpractice cases.
Keywords: Health Law; medical malpractice; Criminal Court

Intisari
Peraturan perundang-undangan Hukum Kesehatan merupakan hukum Lex Spesialis
yang mengandung norma eksepsional untuk perlindungan hukum bagi providers
dan receivers dari pelayanan kesehatan. Dalam kenyataannya, perundang-undangan
Hukum Kesehatan seperti UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tidak digunakan secara konsisten
untuk menyelesaikan kasus malpraktik medis di Pengadilan Pidana, sehingga
menyebabkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Tujuan dari penelitian ini
adalah menjelaskan teori dan analisis hukum terkait penanganan kasus malpraktik
medis di Pengadilan Pidana dalam perspektif Hukum Kesehatan. Penelitian ini
menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah terdapatnya
penerapan hukum yang salah dan jangka waktu yang lama dalam penyelesaian kasus
dugaan malpraktik medis di Pengadilan Pidana yang merugikan para pihak yang
bersengketa, sehingga diperlukan reformasi dalam penanganan kasus malpraktik
medis.
Kata Kunci: Hukum Kesehatan; malpraktik medis; Pengadilan Pidana

A. Pendahuluan (UUPK) merupakan undang-undang Lex


UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Spesialis yang memberikan perlindungan
Kesehatan (UUK) dan UU Nomor 29 dan kepastian hukum kepada pasien,
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dokter dan dokter gigi (dokter). Ide pokok
1 **
Penulis adalah alumnus Magister Hukum Kesehatan Pascasarjana UGM, dengan alamat korespondensi:
albertussoge88@gmail.com.

81
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

yang ditetapkan dalam konsideran dari Konflik antara pasien dan dokter
kedua undang-undang tersebut adalah sewaktu menjalankan praktik kedokteran
kesehatan sebagai hak asasi manusia yang mengakibatkan pihak pasie n
dan merupakan salah satu unsur dari merasa dirugikan selama ini selalu
kesejahteraan umum. Kesehatan harus diang gap oleh masyarakat umum
diwujudkan dalam bentuk pemberian sebagai malpraktik medis (medical
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh malpractice) padahal sebenarnya tidak
masyarakat melalui penyelenggaraan selalu merupakan malpraktik medis.
pembangunan kesehatan yang berkualitas Istilah maupun pengertian malpraktik
dan terjangkau biayanya oleh masyarakat. ini semakin merebak terdengar dan
Berdasarkan konsideran tersebut, muncul kepermukaan setelah masyarakat
dokter haruslah menjalankan dan menjadi semakin kritis dan sadar akan
menjunjung tinggi penyelenggaraan hak-hak yang dimilikinya.
pembangunan kesehatan yang berkualitas Malpraktik atau malapraktik dalam
dan terjangkau biayanya oleh masyarakat, Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
tetapi kenyataan yang terjadi adalah praktik kedokteran yang dilakukan salah
sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh atau menyalahi undang-undang atau
perkembangan ilmu pengobatan pada kode etik. Asal kata malpraktik tidak
abad ke delapan belas sampai dengan ke hanya ditujukan pada profesi kesehatan
sembilan belas (bahkan sampai sekarang) saja, tetapi juga profesi-profesi lain pada
yang mendapat pengaruh perubahan umumnya, namun setelah secara umum
sosial (urbanisasi; industrialisasi) mulai digunakan di luar negeri maka
dan pertumbuhan ilmu ekonomi istilah ini sekarang diasosiasikan atau
(permintaan-penawaran) sehingga ditujukan pada profesi kesehatan.3
menimbulkan pola ko mersialisme Pemahaman malpraktik medis
dan kon su meris me dalam bidang sampai sekarang masih belum seragam
pengobatan. 1 Pola komersialisme dan dan dari sisi kepastian hukumnya pun
konsumerisme ini yang mengakibatkan belum ada, hal ini terlihat dengan belum
aneka persoalan sosial di bidang diaturnya malpraktik medis secara
pengobatan yang tumbuh menjadi tegas dalam peraturan perundang-
konflik kepentingan antara pasien dan undangan kesehatan yang ada sekarang.
dokter yang memasuki norma etika Permasalahan ini ditambah dengan
dan atau norma hukum beserta sanksi- belum dilakukannya kodifikasi standar
sanksinya baik yang lunak maupun yang pelayanan profesi kesehatan. Hal ini
keras.2 disebabkan karena pelayanan kesehatan
1
Leo G. Reeder, “ The Patient-Client as a amat kompleks 4 , mulai dari dampak
Consumer: Some Observations on the Changing
3
Professional-Client Relationship”, Health and Afandi, et al., “Mediasi: Alternatif Penyelesaian
Social Behavior, Vol. 13, No. 4, Desember 1972, Sengketa Medis”, Majalah Kedokteran Indonesia,
hlm. 407-408. Vol. 59, No. 5, Mei 2009, hlm. 189-190.
2 4
Bambang Poernomo, Tanpa Tahun, Hukum Thomas G. Kannampallil, et al., “Considering
Kesehatan, Aditya Media, Yogyakarta, hlm. 2. complexity in healthcare systems”, Biomedical

82
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

penerapan pelayanan kesehatan pada Pen erap an huku m yang s a lah


tiap individu manusia yang berbeda-beda tersebut menyebabkan ketidakpastian
sampai dengan aneka ragam teknologi hukum dalam penyelesaian kasus dugaan
pada tiap sarana pelayanan kesehatan pelanggaran hukum yang dilakukan
dan kemampuan setiap komunitas dokter dokter. Hal ini akan merugikan pasien dan
ataupun tenaga kesehatan lainnya. dokter serta selanjutnya menimbulkan
Upaya rumah sakit yang menerbitkan ketidakpercayaan masyarakat pada
standar yang berbeda dengan rumah penegakan hukum.6 Untuk itu, diperlukan
sakit lainnya juga akan menyebabkan suatu kajian yang menjelaskan teori dan
kesulitan dalam membedakan malpraktik analisis hukum terkait penanganan kasus
medis dengan kelalaian, kecelakaan malpraktik medis di Pengadilan Pidana
dan kegagalan di lapangan, sehingga dalam perspektif Hukum Kesehatan,
pembuktian malpraktik medis akan sehingga didapatkan persamaan persepsi
semakin sulit jika pasien berpindah- dikalangan praktisi dan penegak hukum.
pindah rumah sakit. Hukum Kesehatan B er d a s a r ka n l a t a r b e l a ka n g
bermula dari adanya sifat hubungan permasalahan di atas, maka dapat
dokter dan pasien dalam pelayanan dirumuskan suatu rumusan masalah
kesehatan yang kompleks tersebut, yaitu: Bagaimanakah penanganan kasus
s eh i n g ga p e ra t u r a n p er u n d a n g - malpraktik medis di Pengadilan Pidana
undangannya bersifat khusus. dalam perspektif Hukum Kesehatan?
UUK dan UUPK sebagai bagian dari Penelitian ini menggunakan metode
perundang-undangan Hukum Kesehatan yur id is n o rmatif 7, yaitu den gan
yang bersifat khusus, seharusnya mendeskripsikan norma-norma pidana
digunakan oleh Polisi, Jaksa, dan terkait Hu kum K e seh ata n da lam
Hakim dalam menyelesaikan sengketa UUK, UUPK, KUHP, dan peraturan
antara pasien dan dokter. Namun, pada perundang-undangan lainnya. Penelitian
tahun 2009 sampai dengan 2015, Jaksa ini juga menjabarkan hasil putusan
dan Hakim menggunakan pasal-pasal pengadilan terkait dengan kasus dugaan
kejahatan umum dalam KUHP untuk malpraktik medis yang dilakukan dokter.
menangani kasus dugaan malpraktik Selanjutnya, hasil studi yuridis normatif
medis yang dilakukan dokter. Kasus- tersebut akan dianalisis secara kualitatif.
kasus tersebut yaitu perkara dengan
terdakwa dr. Taufik Wahyudi Mahady
(tahun 2009 s/d 2013), dr. Wida Parama Republik I ndonesi a, “Search Keywords:
malpraktek+medis+medik”, https://putusan.
Astiti (tahun 2010 s/d 2012), dr. Dewa mahkamahagung.go.id/main/pencarian/?q=mal
Ayu Sasiary Prawani (tahun 2011 s/d praktek+medis+medik, diakses 15 Agustus 2019.
6
Shinta Agustina, “Implementasi Asas Lex Specialis
2014), dan dr. Ester Rugun Manurung Derogat Legi Generali Dalam Sistem Peradilan
Pidana”, Masalah-Masalah Hukum, Vol. 44, No.
Sirait (tahun 2015).5 4, Oktober 2015, hlm. 504.
7
Tommy Hendra Purwaka, 2007, Metodologi
Informatics, Vol. 44, Juli 2011, hlm. 943. Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Atma
5
D i r ek t o ri Pu tu san Mah kam ah Agu n g Jaya, Jakarta, hlm. 27-30.

83
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

B. Pembahasan dapat menimbulkan tindakan medis


1. Pelayanan Kesehatan dan Hukum yang berlainan. Hal ini terjadi karena
Kesehatan pada hakikatnya kondisi pasien tidak
Kesehatan merupakan hak asasi senantiasa tetap dari waktu ke waktu
dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan
manusia, setiap orang berhak atas
taraf hidup yang memadai untuk sekitarnya.
kesehatan dan kesejahteraan diri beserta Tubuh pasien akan selalu berubah
keluarganya. Hal ini dikemukakan ke kondisi yang membaik maupun
dalam Pasal 25 Deklarasi Umum Hak memburuk, bahkan dalam penyakit akut
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- atau gawat perubahan tersebut terjadi
Bangsa. Pasal tersebut menyatakan dalam bilangan detik. Demikian juga
bahwa negara mengakui hak setiap orang pada penyakit yang sama pada orang
untuk memperoleh standar tertinggi yang berbeda dapat menampilkan gejala
yang dapat dicapai atas kesehatan fisik yang berbeda. Terapi yang sama untuk
dan mental. penyakit yang sama pada orang yang
Ilmu Kedokteran dan dokter adalah berbeda dapat memberikan hasil yang
unsur yang penting dalam upaya berbeda.
meningkatkan kesehatan manusia, Selain penguasaan ilmu kedokteran
khususnya bagi kesehatan perorangan. yang kompleks tersebut, dokter harus
Menurut Bab III huruf A Peraturan memutuskan berapa banyak waktu dan
Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 upaya untuk dicurahkan kepada pasien
Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi tertentu, beserta tes medis dan perawatan
Dokter Indonesia, area kompetensi yang dibutuhkan. Dokter juga harus
dokter dibangun dengan pondasi yang mempertimbangkan kemungkinan hasil
terdiri atas profesionalitas yang luhur, yang berhasil adalah sepadan dengan
mawas diri dan pengembangan diri, efektifitas pembiayaannya. Keputusan
serta komunikasi efektif; dan ditunjang dan pertimbangan yang sangat kompleks
oleh pilar berupa pengelolaan informasi, ini akan dibuat oleh dokter berdasarkan
landasan ilmiah ilmu kedo kteran, pada pelatihan dan pengalaman masing-
keterampilan klinis, dan pengelolaan masing dokter selama bertahun-tahun
masalah kesehatan. (yang tentunya berbeda-beda pula).8
Bera g a mn y a k o mpe te nsi yang Sa l a h s atu un sur ter p ent ing
harus dikuasai oleh seorang dokter kesuksesan atau kegagalan pengobatan
tersebut mudah menimbulkan persepsi adalah ketersediaan dan jangkauan
yang berbeda antara pasien dengan (akses) penyelenggaraan pelayanan
dokter. Seorang pasien yang sama dalam kesehatan (dokter dan tenaga kesehatan
kondisi yang berbeda, atau seorang 8
Yaneer Bar-Yam, “Improving the Effectiveness
pasien diperiksa oleh dokter yang of Health Care and Public Health: A Multiscale
Complex Systems Analysis”, American Journal of
sama namun pada waktu yang berbeda Public Health, Vol. 96, No. 3, Maret 2006, hlm.
462.

84
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

l ainn y a) yan g ber m ut u t erha d ap tentang Kesehatan, dan UU Nomor 29


pasiennya. Penyelenggaraan pelayanan Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
kesehatan ini dilakukan melalui sarana- sudah merintis hukum yang bersifat
sarana pelayanan kesehatan seperti balai Lex Spesialis. Hukum yang bersifat
pengobatan, klinik, puskesmas, rumah Lex Spesialis ini yang menjadi karakter
sakit maupun praktik pribadi dokter. Hukum Kesehatan, yaitu mengandung
M e m a s u k i p ar uh ke d ua abad norma eksepsional untuk perlindungan
ke-20 praktik medis yang bersifat hukum bagi providers dan receivers
paternalistik membuka jalan untuk dari pelayanan kesehatan dan tidak
prinsip-prinsip otonomi pasien. Hal tercakup dalam lingkup hukum forensik
ini ditandai dengan perubahan sosial (kedokteran forensik, kedokteran
tentang “hak asasi manusia”, dan sejak itu kehakiman) maupun hukum kodifikasi
tumbuh juga hubungan “kontraktual”. 9 (pidana, perdata, acara). 10 Dari uraian
Lahirnya Piagam Atlantik (Atlantic’s ini dapat dirumuskan bahwa medical
Charter ) 1942, Piagam PBB ( The malpractice bukan diartikan sebagai
United Nation’s) 1945, Deklarasi HAM tindak pidana dari kodifikasi hukum
(The Universal Declaration of Human pidana, atau wanprestasi dari kodifikasi
Right) 1948 mendeklarasikan human hukum perdata, melainkan malpraktik
right-social welfare dan disambung dari perundang-undangan “Health Law”.
ICESCR (International Covenant on Petugas profesi kesehatan yang
Economic, Social and Cultural Rights) melaksanakan pelayanan kesehatan
1966 dengan konsep social security menggunakan standar profesi dan protap,
(jaminan sosial) memuat nilai-nilai pada suatu saat bisa melakukan medical
norma yang memberikan jaminan hak malpractice (pelayanan kesehatan yang
untuk hidup sejahtera dalam hukum, tidak berhasil). Medical malpractice
sosial, dan termasuk juga kesehatan. selalu berpasangan dengan medical
Perkembangan HAM yang mendasari practice (pelayanan kesehatan yang
pelayanan kesehatan manusia tersebut berhasil) sehingga medical malpractice
terdiri dari: (1) The right to health care. juga merupakan bagian dari pelayanan
(2) The right to self determination. (3) kesehatan dan bukan merupakan sebuah
The right to information. (4) The right to kejahatan. Lebih lanjut harus dibedakan
protect of privacy. (5) The right to second kesalahan profesi kesehatan yang tidak
opinion. masuk lingkungan profesi dan yang
P e r u n d a n g - u n d a n g a n Hu kum masuk lingkungan profesi.11
Kesehatan In don esia seperti UU
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, UU Nomor 36 Tahun 2009

9
Nadi a N. Sawi c ki , “ Choo si ng Medi cal
10
Malpractice”, Washington Law Review, Vol. 93, Bambang Poernomo, Op.cit., hlm. 5.
2018, hlm. 896-897. 11
Ibid., hlm. 11.

85
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

2. Tinjauan Mengenai Malpraktik umum malpraktik yang dilakukan


Medis professional dapat didefinisikan sebagai
a. Definisi Malpraktik Medis berikut:
Aturan mengenai kesalahan profesi ” professional misconduct or
unreasonable lack of skill, failure
tenaga kesehatan dirumuskan dalam of one rendering professional
Pasal 11 Huruf b UU Nomor 6 Tahun services to exercise that degree
1963 tentang Tenaga Kesehatan. Aturan of skill and learning commonly
ini masih tetap berlaku sepanjang tidak applied under all circumstances
in the community by the average
bertentangan dengan ketentuan dalam
prudent reputable member of the
UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga profession with the result of injury,
Kesehatan. Menurut pasal tersebut loss or damage to the recipient of
perumusan mengenai kesalahan profesi these services or to those entitled
tenaga kesehatan adalah: (1) melalaikan to rely upon them”.13
kewajiban; (2) melakukan sesuatu hal Artinya, malpraktik adalah perbuatan
yang seharusnya tidak boleh diperbuat salah dari seorang profesional yang tidak
oleh seseorang tenaga kesehatan, sepatutnya, kegagalan memberikan
baik mengingat sumpah jabatannya pelayanan profesi untuk menggunakan
maupun mengingat sumpah sebagai tingkat keahlian dan pengetahuan yang
tenaga kesehatan; (3) melanggar sesuatu biasanya diterapkan pada semua situasi
ketentuan menurut atau berdasarkan dalam masyarakat oleh anggota profesi
undang-undang ini. yang mempunyai reputasi keahlian
Per um u s a n p a s a l in i m ir i p rata-rata dengan akibat luka, kehilangan
dengan pengertian malpraktik yang atau kerugian bagi penerima pelayanan-
disimpulkan oleh J. Guwandi, yaitu: (1) pelayanan tersebut atau bagi mereka
dapat digolongkan termasuk kelompok yang memang mengandalkan atau
“kelalaian” atau tidak mela ku kan menyandarkan nasibnya pada pelayanan-
sesuatu yang seharusnya dilakukan pelayanan tersebut.
( negligence, nonfeasance, passive Soerjono Soekanto menerangkan
inaction); (2) mengenai suatu “tindakan bahwa istilah malpractice berarti
yang dilakukan” tetapi seharusnya kekeliruan profesional yang mencakup
tidak dilakukan (misfeasance, active ketidakmampuan melakukan kewajiban
misconduct); (3) ada ketentuan dari segi profesional, atau lalai melakukan
yuridisnya.12 kewajiban profesional. Beliau juga
Black (seiring dengan pendapat menyatakan bahwa pada hakikatnya
Muladi) 14 menyatakan bahwa secara medical malpractice terjadi apabila ada
12
kelalaian. Kelalaian tersebut dianggap
J. Guwandi, 2005, Hukum Medik (Medical Law),
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas terjadi apabila hal-hal tertentu yang
Indonesia, Jakarta, hlm. 20. seharusnya dilakukan ternyata tidak
13
Muladi, “Malpraktes Ditinjau dari Segi Hukum
14
Pidana”, Makalah, Fakultas Hukum UNDIP, 1985, Garner, et al, 1990, Black’s Law Dictionary, 6th
hlm. 2. ed. St. Paul (MN), West Group.

86
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

dilakukan, atau hal-hal yang seharusnya Selanjutnya, Stamm menjelaskan


tidak dilakukan malahan dilaksanakan. 14 bahwa malpraktik medik timbul dengan
World Medical Association (WMA) adanya kelalaian, yaitu sebagai berikut:
sudah menarik istilah medical malpractice “medical malpractice is a form of
sejak pernyataannya mengenai medical tort law, civil wrongs that do not
arise from contracts. Malpractice
malpractice yang diadopsi oleh the 44th generally aligns under negligence,
World Medical Assembly di Marbella, a form of tort law that provides
Spain, pada September 1992 dihapuskan civil remedies for alleged wrongful
oleh the WMA General Assembly, di acts that result in injury to person
or property”.16
Santiago tahun 2005. Lebih lanjut,
sehubungan dengan medical malpractice, Berdasarkan kutipan di atas, medical
WMA membuat pernyataan mengenai malpractice adalah sebuah bentuk tort
Medical Liability Reform (reformasi law (hukum sengketa atau gugatan),
pertanggungjawaban medis) pada the yang merupakan kesalahan perdata yang
56th WMA General Assembly, di Santiago, tidak timbul dari kontrak. Malpraktik
Chile, Oktober 2005 yang ditegaskan umumnya merupakan kelalaian, suatu
kembali oleh the 200th WMA Council bentuk tort law yang memberikan ganti
Session, di Oslo, Norway, April 2015. rugi perdata atas dugaan tindakan salah
Dalam pernyataannya tersebut, yang mengakibatkan cedera pada orang
General Assembly WMA menerangkan atau sesuatu milik seseorang.
bahwa medical liability timbul karena Pendapat-pendapat tersebut di
medical negligence (kelalaian medis) atas searah dengan pendapat yang
dan an untoward result (hasil yang mengatakan bahwa dalam kepustakaan
tidak diinginkan; dokter tidak dapat Hukum Kesehatan sebagian besar para
dikenakan tanggungjawab medis). ahli dan peneliti mengikuti pendapat
Medical negligence yaitu: bahwa malpraktik itu merupakan suatu
“injury caused by negligence is perbuatan profesi dalam menjalankan
the direct result of the physician’s tugas yang memiliki unsur lalai atau
failure to conform to the standard negligence. Sebagian lainnya menyatakan
of care for treatment of the patient’s
condition, or the physician’s lack bahwa malpraktik mempunyai pengertian
of skill in providing care to the yang lebih luas daripada negligence,
patient”, sedangkan an untoward hal ini dianut oleh J. Guwandi yang
result yaitu “an injury occurring mengatakan bahwa selain mencakup
in the course of medical treatment arti kelalaian, istilah malpraktik juga
that was not the result of any lack
of skill or knowledge on the part mencakup tindakan-tindakan yang
of the treating physician, and for dilakukan dengan sengaja (intentional,
which the physician should not dolus, opzettelijk) dan melanggar undang-
bear any liability”. undang.17
15
Soerjono Soekanto, “Kelalaian dan Tanggung 16
Jason A. Stamm, et al., “Medical Malpractice:
Jawab Hukum Dokter”, Harian Sinar Harapan, Reform for Today’s Patients and Clinicians”, The
27 Agustus 1985, hlm. 6. American Journal of Medicine, Vol. 129, No.1,
Januari 2016, hlm. 20.
17
J. Guwandi, Op.cit., hlm. 20.

87
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

b. Kesalahan Melaksanakan Tugas Profesi Kesehatan


Gambar 1.
Ragaan Tentang Kesalahan Melaksanakan Tugas Profesi Kesehatan

Sumber : Bambang Poernomo18

Penentuan kesalahan melaksanakan ditentukan dengan menggunakan


tugas profesi kesehatan harus dibedakan keenam elemen Medical Malpractice yang
menjadi Kesalahan Medis (kesalahan tertera dalam Gambar 1.
melaksanakan tugas profesi atas dasar Kes a l a h a n d a l a m a r t i L e gal
ketentuan profesi kesehatan yang Malpractice tersebut jangan dikacaukan
profesional) dan Kesalahan Yuridis dengan bentuk umum kesalahan lain
(kesalahan melaksanakan tugas profesi yaitu Unlawfull Profession dan Usual
atas dasar ketentuan peraturan undang- Unlawfull yang dikenakan sanksi
undang atau hukum). Apabila suatu pidana. Pada Legal Malpractice kesalahan
perbuatan profesi tidak memenuhi melaksanakan tugas profesi kesehatan
cakupan unsur-unsur standar profesi, dilakukan dengan kelalaian sedangkan
maka fase berikutnya akan masuk pada pada Unlawfull Profession dan Usual
penentuan adanya Medical Malpractice Unlawfull kesalahan tersebut dilakukan
atau malpraktik yang terbagi menjadi dengan kesengajaan sehingga merupakan
E t h ic a l M a l p ra c t i c e ( ke s a l a h an suatu kejahatan atau pelanggaran
berdasarkan nilai atau kaidah etika) dan (Offences Againts Medical Treatment).
Legal Malpractice (kesalahan berdasarkan Kesalahan dalam Legal Malpractice
nilai atau kaidah hukum). Ada atau tidak dilakukan dalam lingkup pelayanan
adanya Medical Malpractice tersebut kesehatan dan profesi, sedangkan dalam
18
Bambang Poernomo, Op.cit., hlm. 22. Unlawfull Profession dan Usual Unlawfull

88
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

kesalahan dilakukan di luar lingkup 3. Sanksi Pidana Bagi Dokter yang


pelayanan kesehatan dan profesi. Melakukan “ Offences Againts
Teori ini didukung oleh pernyataan Medical Treatment”
WMA m en g en a i Res o l u t i o n on Tujuan sanksi pidana menurut Packer
Criminalisation of Medical pada the 194th yaitu ”the criminal sanction is at one prime
WMA Council Session, di Bali, April 2013, guarantor and prime threatener of human
bahwa “doctors who commit criminal acts freedom. Used providently and humanely
which are not part of patient care must it is guarantor; used indiscriminately and
remain as liable to sanctions as all other coercively, it is threatener”.19 Sanksi pidana
members of society”. WMA menyatakan dalam UUK dan UUPK (serta KUHP)
bahwa dokter yang melakukan tindakan digunakan untuk memberikan jaminan
kriminal yang bukan bagian dari perlindungan hukum terhadap pasien
pelayanan kesehatan pasien harus tetap dan dokter, selain itu juga digunakan
dikenakan sanksi sama seperti semua untuk mengancam para pelanggar atau
anggota masyarakat lainnya. pelaku kejahatan agar tidak melakukan
Selanjutnya, penentuan kesalahan perbuatan tersebut.
melaksanakan tugas profesi kesehatan Pada ragaan dalam Gambar 1, dokter
seperti yang tergambar pada ragaan di akan dikenakan sanksi pidana jika
atas dilakukan secara gradasi. Maksudnya melakukan Kesalahan Kriminal yang
ad ala h untuk ti da k m e n ci pta k an terdiri dari Unlawfull Profession dan
keresahan atau hambatan karena hukum Usual Unlawfull. Kesalahan tersebut
dalam pandangan sempit-subyektif dilakukan dengan kesengajaan untuk
yang dapat mengakibatkan terjadinya motif tertentu. Hal ini sejalan dengan
negative defensive professional-practice hukum pertanggungjawaban medis
atau berakibat bekerja terlalu melindungi di UEA (United Arab Emirates) yang
dirinya sendiri sehingga berdampak menyatakan bahwa
mengurangi dinamika kreatifitas petugas “[…] the medical professionals
profesi kesehatan. Negative defensive will be liable in the event they
professional-practice dikemukakan dalam commit any medical error with
an intention and motive of any
pernyataan WMA mengenai Medical profit-making activity or other
Liability Reform pada the 56 th WMA benefit”, yang artinya adalah
General Assembly. Pada angka 8 huruf setiap dokter akan bertanggung
f WMA General Assembly menyatakan jawab jika mereka melakukan
kesalahan medis dengan maksud
bahwa
dan motif untuk mencari untung
“[…] defensive medicine may pose atau manfaat lainnya.20
(the multiplication of medical
acts or, on the contrary, the
abstention of the physicians, the
disaffection of young physicians 19
Packer, “The Limits of The Criminal Sanction”,
for certain higher risk specialties Stanford University Press, California, 1968, hlm.
or the reluctance by physicians 366.
20
Slayde Baker, et al., “A Guide to Medical
or hospitals to treat higher-risk Negligence Claims and Liability in the GCC 2018-
patients)”. 2019”, Court Uncourt, 2018, hlm. 19.

89
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

Bentuk-bentuk Unlawfull dalam UUK, UUPK, dan KUHP yaitu sebagai berikut:
Tabel 1.
Perbandingan Bentuk-Bentuk Unlawfull dalam UUK, UUPK, dan KUHP
Deskripsi UUK UUPK KUHP

Rumusan • sengaja tidak memberikan • dokter yang sengaja • membuat surat palsu /
Tindak pertolongan pertama terhadap melakukan praktik memalsukan surat (Ps. 263)
pasien yang dalam keadaan kedokteran tanpa memiliki
Pidana • dokter yang sengaja
gawat darurat (Ps. 190) surat tanda registrasi
memberikan surat
• tanpa izin melakukan (Ps. 75) keterangan palsu dan setiap
praktik pelayanan kesehatan • dokter yang sengaja orang yang memakai surat
tradisional yang menggunakan melakukan praktik keterangan palsu tersebut
alat dan teknologi (Ps. 191) kedokteran tanpa memiliki (Ps. 267)
surat izin praktik (Ps. 76)
• sengaja memperjualbelikan • sengaja membuka rahasia
organ atau jaringan tubuh (Ps. • sengaja menggunakan kedokteran (Ps. 322)
192) identitas gelar atau bentuk
• euthanasia aktif (Ps. 344)
lain yang menimbulkan
• sengaja melakukan bedah
kesan dokter yang memiliki • abortus provokatus
plastik dan rekonstruksi (Ps.
surat tanda registrasi dan kriminalis (Ps. 346-349)
193)
surat izin praktik (Ps. 77) • menyebabkan kematian
• sengaja melakukan aborsi (Ps.
• sengaja menggunakan karena kealpaan (Ps. 359)*
194)
alat, metode pelayanan • menyebabkan luka berat
• sengaja memperjual belikan kesehatan yang karena kealpaan (Ps. 360)*
darah (Ps. 195) menimbulkan kesan dokter
yang memiliki surat tanda • kejahatan pada Ps. 359
• sengaja memproduksi atau
registrasi dan surat izin & 360 dilakukan dalam
mengedarkan sediaan farmasi
praktik (Ps. 78) menjalankan suatu jabatan
dan/atau alat kesehatan yang
atau pekerjaan (Ps. 361)*
tidak memenuhi standar (Ps. • dokter yang sengaja
196) tidak memasang papan • penipuan (Ps. 378)
• sengaja memproduksi atau nama, tidak membuat
mengedarkan sediaan farmasi rekam medis, dan tidak
dan/atau alat kesehatan yang memenuhi kewajiban (Ps.
tidak memiliki izin edar (Ps. 79)
197) • Pimpinan sarana pelayanan
kesehatan / korporasi
• melakukan praktik kefarmasian
yang dengan sengaja
tanpa keahlian dan
mempekerjakan dokter
kewenangan (Ps. 198)
tanpa surat izin praktik
• sengaja memproduksi atau (Ps. 80)
memasukkan rokok ke dalam
wilayah NKRI dengan tidak
mencantumkan peringatan
kesehatan (Ps. 199)
• sengaja menghalangi program
pemberian air susu ibu
eksklusif (Ps. 200)
• Tindak pidana bidang
kesehatan yang dilakukan oleh
korporasi (Ps. 201)

90
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

Bentuk kesengajaan kesengajaan kesengajaan & kealpaan


Kesalahan (culpa) / kelalaian*

Jenis • penjara & denda untuk • penjara & denda untuk penjara, kurungan, &
Pidana perorangan perorangan denda untuk perorangan
• denda & tambahan untuk • denda & tambahan untuk
korporasi korporasi

Pidana • penjara 15 tahun • penjara 10 tahun • penjara 20 tahun


Maksi- • denda Rp 1,5 M (dikalikan • denda Rp 300 Jt (dikalikan • kurungan 1 tahun 3 bulan
mum 3 jika dijatuhkan terhadap 3 jika dijatuhkan terhadap
• denda Rp 9.000,-
Tertinggi korporasi) korporasi)

Catatan:
• UUK di-Judicial Review dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 12/PUU-
VIII/2010, Nomor 34/PUU-VIII/2010, Nomor 34/PUU-VIII/2010, dan Nomor
57/PUU-IX/2011.
• UUPK di-Judicial Review dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 4/
PUU-V/2007 & Nomor 40/PUU-X/2012.
• Rancangan KUHP baru masih dalam proses pembahasan di DPR.
• *Pasal-pasal ini digunakan oleh Jaksa dan Hakim dalam menyelesaikan kasus
dugaan malpraktik medis, namun seharusnya pasal-pasal ini tidak termasuk Usual
Unlawfull karena bentuk kesalahannya adalah kealpaan (culpa)/kelalaian.

Tab e l 1 di atas m en ja ba rk an Pasal 322 KUHP sudah diatur dalam


perbandingan sanksi pidana dalam Pasal 79 Huruf c UUPK yaitu dokter
UUK dan UUPK (undang-undang wajib merahasiakan segala sesuatu yang
khusus), serta KUHP (undang-undang diketahuinya tentang pasien, bahkan
umum). Sanksi pidana yang ada dalam juga setelah pasien itu meninggal dunia.
KUHP sudah tercakup dalam UUK dan Abortus provokatus kriminalis dalam
UUPK, misalnya dokter yang sengaja Pasal 346 s/d 349 KUHP juga sudah
memberikan surat keterangan palsu diatur dalam Pasal 194 UUK.
pada Pasal 267 KUHP sudah diatur Mengenai bentuk kesalahan, sanksi
dalam Pasal 79 Huruf c UUPK yaitu pidana dalam UUK dan UUPK dilakukan
dokter wajib memberikan pelayanan dengan kesengajaan sedangkan dalam
medis sesuai dengan standar profesi KUHP s e l ain di l akukan den gan
dan standar prosedur operasional, yang kesengajaan ada juga pasal-pasal yang
salah satunya mengatur mengenai surat dilakukan dengan kealpaan (culpa) atau
keterangan medis. Dokter yang sengaja kelalaian. Hal ini tidak sejalan dengan
membuka rahasia kedokteran pada teori kesalahan dalam Hukum Kesehatan

91
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

(lihat gambar 1), karena bentuk kesalahan Hal ini tidak sesuai dengan maksud
Unlawfull hanya dilakukan dengan Pasal 28 Huruf G Ayat (1) UUD 1945
kesengajaan. Mengenai jenis pidananya, yang berbunyi “setiap orang berhak atas
UUK dan UUPK sudah mengatur perlindungan diri pribadi, keluarga,
mengenai pidana denda dan pidana kehormatan, martabat, dan harta benda
tambahan untuk korporasi sedangkan yang di bawah kekuasaannya, serta berhak
KUHP belum mengatur mengenai atas rasa aman dan perlindungan dari
pidana untuk korporasi. ancaman ketakutan untuk berbuat atau
Selanjutnya, jumlah pidana denda tidak berbuat sesuatu yang merupakan
maksimum tertinggi dalam K U HP hak asasi”. Sebaliknya, masyarakat yang
adalah sebesar Rp 9.000,-, yang jika membutuhkan pelayanan kesehatan juga
disesuaikan dengan Pasal 3 Peraturan dirugikan karena pelayanan kesehatan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 merupakan hak asasi manusia, dan
tentang Penyelesaian Batasan Tindak diatur dalam Pasal 28 Huruf H Ayat (1)
Pidana Ringan dan Jumlah Denda UUD 1945 yang berbunyi “setiap orang
dalam KUHP menjadi Rp 9.000.000,- berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
(Rp 9.000,- dikalikan 1.000). Jumlah bertempat tinggal, dan mendapatkan
ini masih sangat kecil dibandingkan lingkungan hidup baik dan sehat
dengan pidana denda dalam UUK dan serta berhak memperoleh pelayanan
UUPK. Hal-hal tersebut menunjukkan kesehatan”.
bahwa KUHP sudah kurang memberikan Berdasarkan analisis sanksi pidana
perlindungan hukum bagi providers dan dalam UUK, UUPK, KUHP dan
receivers dari pelayanan kesehatan. penjabaran filsafat hukum pidana dalam
Perkembangan Hukum Kesehatan UUD 1945 yang digunakan MK di atas
di Indonesia memasuki tahap baru maka dapat disimpulkan bahwa setiap
dengan adanya Putusan Mahkamah orang (khususnya dokter) dikenakan
Konstitusi Nomor 4/PUU-V/2007 pada sanksi pidana jika melakukan kesalahan
tanggal 19 Juni 2007. Dalam putusannya, kriminal yang dilakukan dengan unsur
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kesengajaan, dan dilakukan di luar
bahwa pidana penjara dan kurungan lingkup penyelenggaraan pelayanan
bagi dokter dan dokter gigi dalam Pasal kesehatan. Kesimpulan berikutnya
75, 76, dan 79 UUPK dihapuskan. MK adalah KUHP sebagai undang-undang
berpendapat bahwa sanksi kurungan umum seharusnya tidak digunakan
dan penjara dalam UUPK tersebut lagi untuk mengadili kasus dugaan
tidak sesuai dengan filsafat hukum malpraktik medis karena sudah ada UUK
pidana dan telah menimbulkan perasaan dan UUPK sebagai undang-undang
tidak aman dan ketakutan karena tidak khusus yang mengatur hal serupa dan
proporsionalnya pelanggaran yang lebih memberikan perlindungan dan
dilakukan dengan ancaman pidananya. kepastian hukum bagi providers dan
receivers dari pelayanan kesehatan.

92
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

4. Praktik Pengadilan Pidana Kasus Dugaan Malpraktik Medis yang Dilakukan


Dokter
Menurut data putusan pengadilan yang diambil dari website Direktori Putusan
Mahkamah Agung RI, terdapat 21 putusan pengadilan pidana terkait kasus dugaan
malpraktik medis yang dilakukan oleh dokter. Secara keseluruhan, 21 putusan tersebut
terbagi menjadi 8 kasus sebagai berikut:
Tabel 2.
Putusan Pengadilan Pidana Terkait Kasus Dugaan Malpraktik Medis
Jangka
No. Nomor Putusan Terdakwa Dakwaan Putusan Akhir*
Waktu **
1 890 K/Pid.Sus/2017 dr. Harun R Pasal 75 ayat (1) & Membebaskan dari 2016 s/d
(Tingkat Kasasi); 233/ Pasal 76 UUPK segala dakwaan 2017 (1
Pid.B/2016/PN.Blt tahun)
(Tingkat Pertama)

2 2008 K/Pid.Sus/2016 dr. Trifena Pasal 196 & 197 Menjatuhkan 2014 s/d
(Tingkat Kasasi); 116/ UUK pidana 2017 (3
Pid/2015/PT.Bdg tahun)
(Tingkat Banding); 1382/
Pid.B/2014/PN.Bdg
(Tingkat Pertama)

3 03/Pid.B/2015/PN.Jkt.Brt dr. Ester R Pasal 77 & 80 ayat Menjatuhkan < 1 tahun


(Tingkat Pertama) (1) UUPK; pidana
Pasal 197 & 198 (berdasarkan Pasal
UUK; dalam UUPK &
Pasal 378 KUHP UUK)
jo Pasal 55 ayat
(1) Ke-1 & 64 ayat
(1) KUHP

4 210 PK/Pid.Sus/2014 dr. Bambang S Pasal 76 & 79 Melepaskan dari 2011 s/d
(Peninjauan Kembali); Huruf c UUPK segala tuntutan 2015 (4
1110 K/Pid.Sus/2012 hukum tahun)
(Tingkat Kasasi);
79/Pid.Sus/2011/PN.Kd.
Mn
(Tingkat Pertama)

5 79 PK/Pid/2013 dr. Dewa Ayu; Pasal 263 ayat (1) Membebaskan dari 2011 s/d
(Peninjauan Kembali); dr. Hendry S; dr. & (2), 359, 361 segala dakwaan 2014 (3
365 K/Pid/2012 Hendy S KUHP; tahun)
(Tingkat Kasasi); Pasal 76 UUPK; jo
90/Pid.B/2011/PN.Mdo Pasal 55 ayat (1)
(Tingkat Pertama) Ke- 1 KUHP

6 590 K/Pid/2012 dr. Wida P Pasal 359 jo. Menjatuhkan 2010 s/d
(Tingkat Kasasi); Pasal 361 KUHP pidana 2012 (2
638/Pid/2011/PT.Sby tahun)
(Tingkat Banding);
1165/Pid.B/2010/PN.Sda
(Tingkat Pertama)

93
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

7 113 PK/Pid/2012 dr. Taufik W Pasal 360 Menjatuhkan 2009 s/d


(Peninjauan Kembali) ayat (1) & (2) jo. pidana 2013 (4
455 K/Pid/2010 Pasal 361 KUHP tahun)
(Tingkat Kasasi);
181/Pid/2009/PT.Bna
(Tingkat Banding);
109/Pid.B/2009/PN.Bna
(Tingkat Pertama)

8 172 K/Pid.Sus./2008 dr. Basid Baki Pasal 80 ayat Menjatuhkan 2007 s/d
(Tingkat Kasasi); (1) UU 23/1992 pidana 2008 (1
267/Pid.B./2007/PN.Tpi (sekarang sudah tahun)
(Tingkat Pertama) diganti dg. UUK)

Catatan:
* Putusan dari tingkat proses pengadilan atau upaya hukum yang terakhir
** Jangka waktu penyelesaian = (tahun pembacaan putusan tingkat terakhir – tahun
registrasi putusan tingkat pertama)

Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat Dalam bidang hukum pidana hal ini
bahwa dalam kasus nomor 3, 5, 6, dan merupakan penerapan dari asas lex
7 Jaksa membuat dakwaan dengan specialis derogat legi generali. Asas ini
menggunakan pasal-pasal dalam KUHP diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP,
Buku II tentang Kejahatan, yaitu Pasal yaitu sebagai berikut:
263 ayat (1) dan (2) (pemalsuan surat); “Bila suatu perbuatan, yang
Pasal 359 (menyebabkan kematian masuk dalam suatu aturan pidana
yang umum, diatur pula dalam
karena kealpaan); Pasal 360 ayat (1) dan
aturan pidana yang khusus, maka
(2) (menyebabkan luka berat karena hanya yang khusus itulah yang
kealpaan); Pasal 361 (Pasal 359 dan diterapkan”.
360 dilakukan dalam menjalankan
Artinya adalah jika terjadi suatu
suatu jabatan atau pekerjaan); Pasal 378
perbuatan yang melanggar dua ketentuan
(penipuan). Hakim juga menjatuhkan
hukum pidana atau lebih, yang salah
pidana dengan pasal-pasal K U H P
satunya adalah ketentuan pidana umum,
pada kasus nomor 6 dan 7. Pasal yang
dan yang lainnya adalah ketentuan
digunakan yaitu Pasal 359, 360 ayat (1)
pidana khusus, maka ketentuan pidana
dan (2), serta Pasal 361.
khusus itulah yang dikenakan kepada
Pasal-pasal ini sudah seharusnya pelakunya.21
tidak digunakan oleh Jaksa dan Hakim
Penerapan hukum yang keliru
dalam menangani kasus-kasus dugaan
tersebut d i se ba b k a n oleh adanya
malpraktik medis yang dilakukan dokter,
ketidaksamaan persepsi di antara penegak
karena sudah ada perundang-undangan
hukum tentang asas lex specialis derogat
khusus yang mengatur sanksi terhadap
legi generali, ketentuan hukum pidana
para dokter maupun tenaga medis.
21
Shinta Agustina, Op.cit, hlm. 505.

94
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

khusus, serta model surat dakwaan kasus malpraktik medis yang lambat
dalam menerapkan asas tersebut. 22 Fakta membuat pasien frustrasi, meniadakan
bahwa masih didakwakannya ketentuan pencegahan perilaku dokter yang buruk,
pidana umum dalam surat dakwaan dan juga meniadakan peningkatan hasil
di samping ketentuan pidana khusus pelayanan kesehatan pasien.26
dikarenakan adanya pandangan para Lebih lanjut, sengketa kesehatan yang
penegak hukum bahwa asas tersebut diselesaikan melalui proses pengadilan
baru diterapkan pada tahap persidangan, yang terbuka untuk publik akan memberi
tepatnya setelah pembuktian. 23 Dampak peluang character assasination yang
dari penerapan hukum yang keliru ini merugikan reputasi dokter maupun
adalah munculnya ketidakpastian hukum pemberi layanan kesehatan. 27 Mengenai
yang mengakibatkan ketidakpercayaan hal ini WMA juga memberikan pendapat
masyarakat pada penegakan hukum.24 sebagai berikut:
Hal lain yang diperhatikan oleh “A culture of litigation is growing
peneliti adalah jangka waktu penyelesaian around the world that is adversely
affecting the practice of medicine
kasus dugaan malpraktik medis. Dari
and eroding the availability
tabel 2 dapat dilihat bahwa jangka waktu and quality of health care
penyelesaian kasus yang terlama 4 tahun services. Some National Medical
dan yang tercepat adalah kurang dari 1 Associations report a medical
tahun. Menurut Ali Budiardjo, dalam liability crisis whereby the lawsuit
culture is increasing health care
banyak kasus di pengadilan negeri
costs, restraining access to health
rata-rata waktu penyelesaiannya adalah care services, and hindering
antara 4 hingga 6 bulan, di pengadilan efforts to improve patient safety
tinggi dapat mencapai 12 bulan dan di and quality”. 28
Mahkamah Agung mencapai 2 sampai Dengan adanya semua kelemahan dan
dengan 3 tahun.25 kekurangan dalam proses penyelesaian
Semakin lama proses penyelesaian kasus dugaan malpraktik medis di
kasus-kasus dugaan malpraktik medis pengadilan pidana ini, maka diperlukan
tersebut maka semakin besar pula waktu, adanya reformasi dalam penanganan
tenaga, dan biaya yang dikeluarkan kasus dugaan malpraktik medis yang
oleh para pihak yang bersengketa, dilakukan oleh dokter.
sehingga akan merugikan pihak pasien
maupun dokter. Proses penyelesaian
26
Jason A. Stamm, et al., Op.cit, hlm. 20.
22
Shinta Agustina, et al., 2010, Persepsi Aparat 27
Setiati Widihastuti, et al., “Mediasi dalam
Penegak Hukum Tentang Pelaksanaan Asas Lex Penyelesaian Sengketa Kesehatan di Jogja
Specialis Derogat Legi Generali Dalam Sistem Mediation Center”, Sosia, Vol. 14, No. 1, Mei
Peradilan Pidana, Laporan Penelitian, LPPM- 2017, hlm. 18.
Unand, Padang, hlm. 42. 28
WMA, Statement on Medical Liability Reform
23
Shinta Agustina, Op.cit, hlm. 509. Adopted, diadopsi oleh the56th WMA General
24
Ibid., hlm. 504. Assembly, Santiago, Chile, Oktober 2005 dan
25
Ali Budiardjo, et al.,1999, Reformasi Hukum di ditegaskan kembali oleh the200th WMA Council
Indonesia, Jakarta Cyberconsult, hlm. 116. Session, Oslo, Norway, April 2015.

95
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

5. Penanganan Kasus Malpraktik Pengaduan yang diperiksa juga hanya


Medis sebatas pelanggaran disiplin dokter,
M e n ur u t Hu k um Kes e h a t a n bukan merupakan pengaduan pidana
kesalahan melaksanakan tugas profesi dan perdata 32 sehingga masyarakat akan
kesehatan sebenarnya merupakan lebih memilih untuk menyelesaikan
sengketa medis dengan inti tuntutan kasus dugaan malpraktik medis di
ganti rugi atau kompensasi lainnya pengadilan.
yang bisa berwujud atau berbentuk Tali Sebagaimana diuraikan dalam sub
Asih. Penanganannya harus diselesaikan keempat, dengan adanya kekurangan
melalui “positives defences medical dan kelemahan dalam proses pengadilan
profession” (intern justice) atau ditangani pi da na ma ka d i p e r l u k a n a da n ya
oleh profesi kesehatan dan mediasi reformasi dalam penanganan kasus
terlebih dahulu tanpa campur tangan dugaan malpraktik medis yang dilakukan
aparat penegak hukum umum.29 oleh dokter. Terkait hal ini Jepang sudah
Hal ini sudah diakomodasi dalam melakukan beberapa reformasi, beberapa
Pasal 66 ayat (1) UUPK yang mengatur diantaranya yaitu pendirian pengadilan
bahwa “Setiap orang yang mengetahui khusus di delapan wilayah perkotaan
atau kepentingannya dirugikan atas tempat semua kasus malpraktik medis
tindakan dokter atau dokter gigi dalam diselesaikan secara cepat dan membuat
menjalankan praktik kedokteran dapat sistem asuransi pertanggungjawaban
mengadukan secara tertulis kepada Ketua medis dengan premi yang rendah.33
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Pengadilan khusus malpraktik
Indonesia (MKDKI)”. Mahkamah Agung medis tersebut mempunyai para
juga sudah membuat Peraturan MA hakim yang memperoleh pengalaman
Nomor 1 Tahun 2016 yang mewajibkan tentang masalah-masalah medis dengan
dilakukannya mediasi untuk sengketa membangun hubungan kerja dengan
yang diajukan ke pengadilan, namun kalangan spesialis medis yang dijadikan
khusus untuk sengketa Perdata. saksi ahli, dan bersifat independen.
Pengaturan ini masih belum efektif Selanjutnya untuk penyelesaian ganti
karena adanya sikap “deny dan defend” rugi, Jepang memiliki sistem asuransi
yang menyebabkan pertanyaan dan pertanggungjawaban medis dengan
masalah pasien sering tidak terjawab, Indonesia Nomor 32 Tahun 2015 tentang Tata
sehingga kesalahan medis sering tidak Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran
Disiplin Dokter dan Dokter Gigi (Berita Negara
dikenali, dan keselamatan pasien tidak Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 617).
32
Pasal 7 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
tertangani. 30 Pemeriksaan pengaduan di Nomor 32 Tahun 2015 tentang Tata Cara
MKDKI dilakukan secara tertutup oleh Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin
Dokter dan Dokter Gigi (Berita Negara Republik
anggota internal dari profesi medis. 31 Indonesia Tahun 2015 Nomor 617).
33
Robert B. Leflar, “The Regulation of Medical
29
Bambang Poernomo, Op.cit., hlm. 26. Malpractice in Japan”, Clinical Orthopaedics and
30
Jason A. Stamm, et al., Op.cit, hlm. 20. Related Research, Vol. 467, No. 2, Februari 2009,
31
Pasal 14 dan 28 Peraturan Konsil Kedokteran hlm. 443.

96
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

premi yang rendah dan tidak bervariasi ACOs merupa k an sekelo mpo k
sesuai dengan spesialisasi dokter atau dokter, Rumah Sakit, dan penyedia
wilayah geografis praktik.34 l a ya na n k e s e h a t a n l ai nn y a yan g
Jepang memili ki wadah untuk bertanggungjawab secara bersama untuk
menanggung semua risiko dokter swasta memberikan pelayanan kesehatan yang
secara nasional, yaitu sistem asuransi berkualitas. Dokter yang berada dalam
ganti rugi Japan Medical Association ACOs akan memberikan data klinik
(JMA). Pada sistem asuransi ini dokter mereka untuk menilai pola praktek
dengan spesialisasi berisiko tinggi yang mereka sendiri, karena penghasilan
relatif sedikit jumlahnya akan disubsidi mereka terkait dengan insentif yang akan
oleh mayoritas dokter yang berpraktik diberikan berdasarkan kualitas hasil dan
dengan risiko rendah. Sebagian besar kepuasan pasien.39
dokter di Jepang adalah karyawan rumah Dengan adanya perubahan paradigma
sakit (bukan dokter swasta), dengan dan metode pembayaran yang baru
demikian pertanggungjawaban medis tersebut maka muncullah konsep baru
mereka pada dasarnya ditanggung oleh dalam penanganan malpraktik medis,
premi yang dibayarkan rumah sakit.35 yaitu konsep Collective Accountability
Konsep reformasi penanganan d an Ent e r p r i s e L i abi l i t y y a n g
m a l pra kt i k m e di s ya n g s e d a n g dikombinasikan dengan medical error
berkembang di US lebih komprehensif. 36 Communication dan Resolution Programs
Sejak tahun 2014, jumlah dokter di US (CRPs). Collective Accountability adalah
yang menjadi dokter Rumah Sakit mulai sebuah pengakuan bahwa kesalahan
meningkat secara signifikan.37 Kualitas dalam pelayanan kesehatan terjadi
dan hasil pelayanan kesehatan diukur karena masalah sistem, bukan hanya
secara rutin, dan penggantian biaya karena kelalaian dokter secara individu.
beralih ke “value-based purchasing”, Dengan demikian providers pelayanan
yaitu biaya p ela y an an ke se hata n kesehatan dan pasien harus bekerja sama
dengan pemberian insentif untuk dalam berbagi tanggung jawab untuk
kualitas pelayanan yang dihasilkan. transparansi dan pencegahan kesalahan.
Perubahan paradigma yang sekarang Konsep ini sangat erat berkaitan dengan
berpusat pada kualitas hasil pelayanan Enterprise Liability, yaitu suatu doktrin
kesehatan pasien menimbulkan metode hukum yang menyerahkan tanggung
pembayaran baru yaitu Accountable jawab kepada organisasi pelayanan
Care Organizations (ACOs) dan bundled kesehatan untuk kesalahan medis yang
payments.38 terjadi di fasilitasnya dan dokter secara
34
Ibid., hlm. 445. individu dibebaskan dari tanggung jawab
35

36
Ibid., hlm. 445-446. tersebut.40
Jason A. Stamm, et al., Op.cit, hlm. 20.
37
Merritt Hawkins. “Merritt Hawkins Physician
Data”. http://www.merritthawkins.com/
39
Candidates/BlogPostDetail.aspx?PostId.40004, Ibid., hlm. 22.
diakses 4 September 2019. 40
Ibid., hlm. 23.
38
Jason A. Stamm, et al., Op.cit, hlm. 22.

97
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

Ke du a kon s ep in i kemud i an dan Usual Unlawfull yang dikenakan


digabungkan dengan CRPs, yang bertujuan sanksi pidana. Pada medical malpractice
untuk dengan cepat mengidentifikasi kesalahan melaksanakan tugas profesi
kesalahan medis, mengkomunikasikan kesehatan dilakukan dengan kelalaian,
kesalahan tersebut kepada pasien, sedangkan kesalahan pada Unlawfull
memberikan kompensasi yang sesuai, Profession dan Usual Unlawfull
dan meningkatkan keselamatan pasien di memiliki unsur kesengajaan, kejahatan
masa depan. Contoh implementasi CRPs atau pelanggaran (Offences Againts
yaitu adanya sistem “permintaan maaf ” Medical Treatment).
sebagai bagian dari strategi manajemen Menjawab rumusan masalah diatas
risiko yang transparan untuk kesalahan mengenai bagaimanakah penanganan
medis. Selain itu ada penerapan apology kasus malpraktik medis di Pengadilan
protection dan disclosure protection, yang Pi dana dala m p er s pe k t i f Hukum
menjamin dokter dapat menyatakan Kesehatan? Maka dapat dirumuskan
simpati atas kesalahan medis tanpa bahwa para penegak hukum belum
takut permintaan maaf itu digunakan di memahami karakter Hukum Kesehatan,
pengadilan.41 yaitu h ukum Lex S pesia lis yang
ACOs dengan budaya Collective mengandung norma eksepsional untuk
Accountability dan Enterprise Liability perlindungan hukum bagi providers
yang kuat dikombinasikan dengan dan receivers dari pelayanan kesehatan.
CRPs, memberikan solusi penanganan Hal ini terlihat dari adanya Jaksa dan
m a l pra kt i k m e di s s e c a ra le b i h Hakim yang masih meng guna kan
komprehensif di luar pengadilan. Konsep pasal-pasal mengenai kejahatan dari
ini akan meningkatkan transparansi, KUHP dalam penyelesaian kasus dugaan
komunikasi dokter dan pasien, serta malpraktik medis yang dilakukan oleh
mencegah kesalahan di masa depan.42 dokter di pengadilan. Selain adanya
penerapan hukum yang salah, jangka
C. Penutup waktu penyelesaian kasus yang lama di
Masyarakat dan para pene ga k pengadilan juga merugikan para pihak
hukum harus memahami bahwa medical yang bersengketa (pasien dan dokter).
malpractice (malpraktik medis) Oleh karena itu ada beberapa
selalu berpasangan dengan medical usulan alternatif reformasi penanganan
practice (pelayanan kesehatan yang malpraktik medis, yaitu (1) penyelesaian
berhasil) sehingga medical malpractice secara internal profesi kesehatan dengan
juga merupakan bagian dari pelayanan mediasi dan ganti rugi atau kompensasi
kesehatan dan bukan merupakan sebuah yang bisa berwujud Tali Asih; (2) membuat
kejahatan. Medical malpractice harus pengadilan khusus untuk menyelesaikan
dipisahkan dengan Unlawfull Profession kasus malpraktik medis; (3) membuat
41
Ibid., hlm. 22.
sistem asuransi pertanggungjawaban
42
Ibid., hlm. 24. medis dengan premi yang terjangkau;

98
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

(4) membuat lembaga serupa ACOs Agustina, Shinta, “Implementasi Asas


yang dapat menanggung tanggungjawab Lex Specialis Derogat Legi Generali
medis dari tiap anggotanya; disertai Dalam Sistem Peradilan Pidana”,
dengan (5) mengadopsi konsep Collective Masalah-Masalah Hukum, Vol. 44,
Accountability, Enterprise Liability dan No. 4, Oktober 2015.
CRPs. Semua alternatif tersebut dapat B. Leflar, Robert, “ The Regulation
dilakukan dengan membuat payung o f Me dic a l M a l p rac t ice in
hukum setingkat undang-undang , Japan”, Clinical Orthopaedics and
agar pengaturannya dapat mempunyai Related Research, Vol. 467, No. 2,
kekuatan mengikat dan berlaku d i Februari 2009.
seluruh wilayah Indonesia. Baker, Slayde, et al., “A Guide to Medical
Negligence Claims and Liability in
DAFTAR PUSTAKA
the GCC 2018-2019”, Court Uncourt,
Buku 2018.
Garner, et al, 1990, Black’s Law Dictionary, Bar- Yam, Yaneer, “Improving the
6th ed. St. Paul (MN), West Group. Effectiveness of Health Care and
Guwandi, J., 2005, Hukum Medik Public Health: A Multiscale Complex
(Medical Law), Balai Penerbit Systems Analysis”, American Journal
Fakultas Kedokteran Universitas of Public Health, Vol. 96, No. 3,
Indonesia, Jakarta. Maret 2006.
Poernomo, Bambang, Tanpa Tahun, G. Kannampallil, Thomas, et al. ,
Hukum Kesehatan, Aditya Media, “ C o n side r ing c o m p le x it y in
Yogyakarta. healthcare systems”, Biomedical
Pur waka, Tommy Hendra, 2007, Informatics, Vol. 44, Juli 2011.
Metodologi Penelitian Hukum, G. Reeder, Leo, “The Patient-Client as a
Penerbit Universitas Atma Jaya, Consumer: Some Observations on
Jakarta. the Changing Professional-Client
Relationship”, Health and Social
Artikel Jurnal Behavior, Vol. 13, No. 4, Desember
A. Stamm, Jason, et al., “Medical 1972.
Malpractice: Reform for Today’s N. Sawicki, Nadia, “Choosing Medical
Patients and Clinicians”, The Malpractice”, Washington Law
American Journal of Medicine, Vol. Review, Vol. 93, 2018.
129, No.1, Januari 2016. Packer, “The Limits of The Criminal
Afandi, et al., “Mediasi: Alternatif Sanction”, Stanford University Press,
Penyelesaian Sengketa California, 1968.
Medis”, Majalah Kedokteran Widihastuti, Setiati, et al., “Mediasi dalam
Indonesia, Vol. 59, No. 5, Mei 2009. Penyelesaian Sengketa Kesehatan di

99
Volume 35, Nomor 1
Juni 2019

Jogja Mediation Center”, Sosia, Vol. Peraturan Perundang-undangan


14, No. 1, Mei 2017. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Nomor 32 Tahun 2015 tentang Tata
Hasil Penelitian Cara Penanganan Kasus Dugaan
Agustina, Shinta, et al., 2010, Persepsi Pelanggaran Disiplin Dokter dan
Aparat Penegak Hukum Tentang Dokter Gigi (Berita Negara Republik
Pelaksanaan Asas Lex Specialis Indonesia Tahun 2015 Nomor 617).
Derogat Legi Generali Dalam
Sistem Peradilan Pidana, Laporan Lain-Lain
Penelitian, LPPM-Unand, Padang. WMA, Statement on Medical Liability
Budiardjo, Ali, et al.,1999, Reformasi Reform Adopted, diadopsi oleh the56th
Hukum di Indonesia , Jakarta WMA General Assembly, Santiago,
Cyberconsult. Chile, Oktober 2005 dan ditegaskan
kembali oleh the200th WMA Council
Makalah Session, Oslo, Norway, April 2015.
Muladi, “Malpraktes Ditinjau dari Segi
Hukum Pidana”, Makalah, Fakultas
Hukum UNDIP, 1985.

Artikel Koran
Soekanto, Soerjono, “Kelalaian dan
Tanggung Jawab Hukum Dokter”,
Harian Sinar Harapan, 27 Agustus
1985.

Internet
D ir e k t o r i Pu t u s a n M a h ka m a h
Ag un g R epu b li k In don esi a,
“ S e a r c h K e y w o r d s :
malpraktek+medis+medik”, https://
putusan.mahkamahagung.go.id/
main/pencarian/?q=malpraktek+me
dis+medik, diakses 15 Agustus 2019.
Hawkins, Merritt, “Merritt Hawkins
Physician Data”, http://www.
merritthawkins.com/Candidates/
BlogPostDetail.aspx?PostId.40004,
diakses 4 September 2019.

10
0

Anda mungkin juga menyukai