Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

VOLUME 09 No. 02 Juni l 2006 Halaman 52 - 57


Hargianti Dini Iswandari: Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Makalah Kebijakan

ASPEK HUKUM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN:


SUATU TINJAUAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 9/2004
TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

LEGAL ASPECT OF MEDICAL PRACTICE:


REVIEW BASED ON MEDICAL PRACTICE ACT NO.9/2004

Hargianti Dini Iswandari


Program Magister Hukum Kesehatan
Univesitas Soegiopranoto Semarang, Jawa Tengah

ABSTRACT garaan praktik kedokteran. Peraturan perundang–


The community is not just an object but also as a subject of undangan merupakan salah satu wujud hukum,
health services, therefor, the implementation of public health sementara hukum sendiri mengandung pengertian
services is the responsibility of government and community. A
strategic public policy such as Medical Practice Act No. 29 of yang lebih luas dari sekedar wujud tersebut.
2004, is expected to overcome problems related to health Sekalipun segala hal telah ditata menurut ukuran
services. Two basic issues of this regulation, firstly, to protect perundang-undangan yang baik, di dalam praktiknya
community from an exploitative and unethical of medical practice masih terdapat berbagai kekurangan sehingga
which may decrease community trust toward medical
professions; secondly, to provide a legal certainty and legal diperlukan pemahaman yang memadai dan masih
protection of medical profession against an excessive dimungkinkan pengubahan peraturan perundang-
community litigation. undangan tersebut. Hermien1 menyatakan bahwa
ketentuan dalam Undang-Undang (UU) No.23/1992
Keywords: Medical Practice Act, medical ethic
tentang Kesehatan (UUK) serta peraturan pelak-
ABSTRAK sanaannya, belum mencerminkan hukum kesehat-
Masyarakat bukan hanya menjadi objek melainkan juga subjek an. Selanjutnya Van der Mijn2 menyatakan bahwa
penyelenggaraan kesehatan, oleh karenanya, penyelenggara- ‘Hukum Kesehatan’ meliputi ketentuan yang secara
an pelayanan kesehatan masyarakat merupakan tanggung langsung mengatur masalah kesehatan, penerapan
jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Kebijakan ketentuan hukum pidana, hukum perdata, serta
publik yang strategis seperti Undang-Undang No. 29/2004
tentang Praktik Kedokteran (UUPK), diharapkan dapat meng- hukum administratif yang berhubungan dengan
atasi permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan masalah kesehatan.
praktik kedokteran. Dua permasalahan yang mendasari pe-
nyusunan Undang-Undang tersebut, yang pertama adalah “ ……a body of rules that relates directly to
memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap praktik the case for health as well as to the applica-
kedokteran yang ekploitatif dan tidak memenuhi etika kedokteran tion of general civil, criminal and adminis-
sehingga mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat trative law“
terhadap profesi medik, yang kedua, memberikan kepastian
dan perlindungan hukum bagi profesi dokter dari gugatan Hukum kedokteran memiliki ruang lingkup
masyarakat yang berlebihan.
seperti di bawah ini:
Kata kunci: UUPK, etika kedokteran a. Peraturan perundang–undangan yang secara
langsung dan tidak langsung mengatur masalah
PENGANTAR bidang kedokteran, contohnya: UUPK
Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) b. Penerapan ketentuan hukum administrasi,
sering dipahami sebagai (sama dengan) hukum hukum perdata dan hukum pidana yang tepat
kedokteran atau juga hukum kesehatan (health law/ untuk hal tersebut
medical law). Pandangan tersebut muncul bila c. Kebiasaan yang baik dan diikuti secara terus-
hukum dimaknai ’sebatas peraturan’ untuk meme- menerus dalam bidang kedokteran, perjanjian
nuhi kebutuhan praktis, yaitu untuk menyelesaikan internasional, serta perkembangan ilmu penge-
permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam tahuan dan teknologi yang diterapkan dalam
hubungannya dengan tenaga kesehatan yang inti praktik kedokteran, menjadi sumber hukum
permasalahannya berkaitan dengan penyeleng- dalam bidang kedokteran

52 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 2 Juni 2006


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

d. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan f. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan
hukum tetap, menjadi sumber hukum dalam dokter gigi yang melanggar etika profesi.
bidang kedokteran.
Keanggotaan KKI meliputi unsur-unsur dari
Uraian di atas menunjukkan bahwa UUPK organisasi profesi, asosiasi terkait, wakil dari peme-
hanya salah satu aspek hukum yang berkaitan rintah (departemen kesehatan dan departemen
dengan penyelenggaraan praktik kedokteran dan pendidikan nasional), serta wakil tokoh masyarakat.7
tidak dapat disebut sebagai hukum kedokteran Selanjutnya, untuk melaksanakan ketentuan dalam
ataupun hukum kesehatan. UUPK, KKI diberi kewenangan untuk menjabar-
kannya dalam peraturan KKI. Dalam hubungannya
UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN dengan penyelenggaraan registrasi dokter dan dokter
(UUPK) gigi, saat ini KKI telah mengeluarkan Peraturan KKI
Pengaturan penyelenggaraan praktik kedok- No. 1/2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter
teran dilandaskan pada asas kenegaraan, keilmuan, Gigi serta Keputusan KKI No. 1/2005 tentang
kemanfaatan, kemanusiaan dan keadilan. 3 Ke- Pedoman Registrasi Dokter dan Dokter Gigi.
beradaan UUPK dimaksudkan untuk: (1) memberikan Dari pengertian dan lingkup hukum kedokteran
perlindungan kepada pasien, (2) mempertahankan sebagaimana diuraikan di atas, berikut ini akan
dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diuraikan aspek hukum administrasi, hukum perdata,
diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan (3) dan hukum pidana berkaitan dengan penyeleng-
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, garaan praktik kedokteran.
dokter dan dokter gigi.4 Untuk mencapai tujuan
tersebut, diatur pembentukan dua lembaga inde- Aspek Hukum Administrasi dalam Penyeleng-
penden yaitu Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan garaan Praktik Kedokteran
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Setiap dokter/dokter gigi yang telah menyelesai-
(MKDKI), masing-masing dengan fungsi, tugas dan kan pendidikan dan ingin menjalankan praktik
kewenangan yang berbeda. kedokteran dipersyaratkan untuk memiliki izin. Izin
Keberadaan KKI yang terdiri dari Konsil Kedok- menjalankan praktik memiliki dua makna, yaitu: (1)
teran dan Konsil Kedokteran Gigi, dimaksudkan izin dalam arti pemberian kewenangan secara formil
untuk melindungi masyarakat pengguna jasa (formeele bevoegdheid), dan (2) izin dalam arti
pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pemberian kewenangan secara materiil (materieele
pelayanan dokter dan dokter gigi. Fungsi KKI meliputi bevoegdheid). Secara teoretis, izin merupakan
fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, dan pembolehan (khusus) untuk melakukan sesuatu
pembinaan. Sebagai implementasi dari fungsi yang secara umum dilarang.8 Sebagai contoh: dokter
tersebut maka KKI mempunyai tugas5: boleh melakukan pemeriksaan (bagian tubuh yang
a. Melakukan registrasi dokter dan dokter gigi harus dilihat), serta melakukan sesuatu (terhadap
b. Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter bagian tubuh yang memerlukan tindakan dengan
dan dokter gigi persetujuan) yang izin semacam itu tidak diberikan
c. Melakukan pembinaan terhadap penyeleng- kepada profesi lain.
garaan praktik kedokteran. Pada hakikatnya, perangkat izin (formal atau
material) menurut hukum administrasi adalah:
Dalam menjalankan tugas tersebut KKI memiliki a. Mengarahkan aktivitas artinya, pemberian izin
kewenangan6 untuk: (formal atau material) dapat memberi kontribusi,
a. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi ditegakkannya penerapan standar profesi dan
dokter dan dokter gigi standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh
b. Menerbitkan dan mencabut surat tanda regis- para dokter (dan dokter gigi) dalam pelaksanaan
trasi dokter dan dokter gigi praktiknya
c. Mengesahkan standar kompetensi dokter dan b. Mencegah bahaya yang mungkin timbul dalam
dokter gigi rangka penyelenggaraan praktik kedokteran,
d. Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedok- dan mencegah penyelenggaraan praktik
teran dan kedokteran gigi kedokteran oleh orang yang tidak berhak9
e. Melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan c. Mendistribusikan kelangkaan tenaga dokter/
etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi dokter gigi, yang dikaitkan dengan kewenangan
profesi pemerintah daerah atas pembatasan tempat
praktik dan penataan Surat Izin Praktik (SIP)

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 2 Juni 2006 l 53


Hargianti Dini Iswandari: Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

d. Melakukan proses seleksi, yakni penilaian ad- consent. Objek, dalam hubungan hukum tersebut
ministratif, serta kemampuan teknis yang harus adalah pelayanan kesehatan kepada pasien.
dipenuhi oleh setiap dokter dan dokter gigi Dikaitkan dengan UUPK, perangkat hukum informed
e. Memberikan perlindungan terhadap warga consent tersebut diarahkan untuk:
masyarakat terhadap praktik yang tidak dilaku- a. Menghormati harkat dan martabat pasien
kan10 oleh orang yang memiliki kompetensi melalui pemberian informasi dan persetujuan
tertentu. atas tindakan yang akan dilakukan
b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan
Dari sudut bentuknya, izin diberikan dalam kemampuan hidup sehat
bentuk tertulis, berdasarkan permohonan tertulis c. Menumbuhkan sikap positif dan iktikad baik,
yang diajukan. Lembaga yang berwenang menge- serta profesionalisme pada peran dokter (dan
luarkan izin juga didasarkan pada kemampuan untuk dokter gigi) mengingat pentingnya harkat dan
melakukan penilaian administratif dan teknis martabat pasien
kedokteran. Pengeluaran izin dilandaskan pada d. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan
asas–asas keterbukaan, ketertiban, ketelitian, sesuai standar dan persyaratan yang berlaku.
keputusan yang baik, persamaan hak, kepercayaan,
kepatutan dan keadilan. Selanjutnya apabila syarat- Suatu hubungan hukum dianggap sah apabila
syarat tersebut tidak terpenuhi (lagi) maka izin dapat memenuhi syarat subjektif dan objektif, yaitu
ditarik kembali. kesepakatan untuk saling mengikatkan diri (van
Telah terjadi beberapa perubahan mendasar degeenen die zich verbinden), dan kecakapan untuk
yang berkaitan dengan perizinan di dalam UUPK, saling memberikan prestasi (dengan berbuat atau
yaitu: tidak berbuat) mengenai suatu hal atau suatu sebab
a. Digunakan terminologi Surat Tanda Registrasi yang diperbolehkan (bekwaamheid om eene
(STR) yang diterbitkan oleh KKI11, sebagai verbintenis aan te gaan).15 Dari sudut kecakapan
pengganti terminologi Surat Penugasan (SP) (bekwaam), ketidakseimbangan pengetahuan dan
b. Untuk mendapatkan STR pertama kali dilakukan kemampuan (different of knowledge and ability)
uji kompetensi oleh organisasi profesi (dengan mungkin akan menempatkan pasien pada posisi
sertifikat kompetensi)12 yang ’lemah’. Oleh sebab itu, yang harus diutamakan
c. Surat Tanda Registrasi (STR) diberikan oleh KKI dalam hubungan ini adalah terbentuknya saling
dan berlaku selama lima tahun serta dapat percaya dalam usaha membangun kesederajatan di
diperpanjang melalui uji kompetensi lagi13 antara kedua belah pihak.
d. Masa berlaku SIP sesuai STR. Dengan kata Hak individu di bidang kesehatan bertumpu pada
lain, bila masa berlaku STR sudah habis maka dua prinsip, yaitu: 1) hak atas pemeliharaan kese-
SIP juga habis.14 hatan (right to health care) dan 2) hak untuk menen-
tukan (nasib) sendiri (right to self determination). Hak
Sebagai implementasi dari UUPK, telah yang pertama berorientasi pada nilai sosial dan hak
dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor yang kedua berorientasi pada ciri atau karakteristik
1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelengga- individual.16 Hak dan kewajiban yang timbul dalam
raan Praktik Dokter dan Dokter Gigi untuk menata hubungan pasien dengan dokter (dan dokter gigi)
lebih lanjut masalah perizinan, termasuk aturan meliputi penyampaian informasi dan penentuan
peralihan yang bertujuan untuk menyelesaikan tindakan. Pasien wajib memberikan informasi17 yang
permasalahan yang mungkin timbul. berkaitan dengan keluhannya dan berhak menerima
informasi18 yang cukup dari dokter/dokter gigi (right
Aspek Hukum Perdata dalam Penyelenggaraan to information), selanjutnya pasien berhak meng-
Praktik Kedokteran ambil keputusan untuk dirinya sendiri (right to self
Setelah seorang dokter memiliki izin untuk determination). Dokter berhak mendapatkan infor-
menjalankan praktik, muncul ’hubungan hukum’ masi yang cukup dari pasien19 dan wajib memberikan
dalam rangka pelaksanaan praktik kedokteran yang informasi20 yang cukup pula sehubungan dengan
masing-masing pihak (pasien dan dokter) memiliki kondisi ataupun akibat yang akan terjadi. Se-
otonomi (kebebasan, hak dan kewajiban) dalam lanjutnya dokter berhak mengusulkan yang terbaik
menjalin komunikasi dan interaksi dua arah. Hukum sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya
memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak (ability and judgement) dan berhak menolak bila
melalui perangkat hukum yang disebut informed permintaan pasien dirasa tidak sesuai dengan

54 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 2 Juni 2006


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

norma, etika serta kemampuan profesionalnya. pembuktian sepanjang dilakukan dengan benar
Selain hal di atas, dokter wajib melakukan pen- sesuai ketentuan yang berlaku27.
catatan (rekam medik) dengan baik dan benar.21
Secara tegas UUPK telah mengatur materi D. Prinsip perlindungan kepada pasien berupa
muatan: kewajiban dokter menyimpan rahasia pasien
A. Prinsip keahlian dan kewenangan, diwujudkan yang diketahui baik secara langsung maupun
dalam materi pengaturan bahwasanya dokter tidak langsung.28 Sebenarnya masalah rahasia
(dan dokter gigi) harus menjalankan praktik kedokteran telah diatur dalam Peraturan Peme-
sesuai standar profesi, dan merujuk bila kondisi rintah No. 10/1966, jauh sebelum UUPK diundang-
yang terjadi, di luar keahlian dan kewena- kan. Menurut Keneth Mullan29, terdapat tiga
ngannya.22 Terdapat lima unsur standar profesi komponen yang menjadi persyaratan dalam
medik yang meliputi23: penyimpangan dari pengungkapan rahasia,
1. Ketelitian dan kecermatan sebagai berikut:
2. Standar medis
“ … first the information must have the
3. Kemampuan rata–rata necessary quality of confidence about it.
4. Tujuan tindakan Secondly the information must have been
5. Proporsionalitas tindakan. imparted in circumstances importing and
obligation of confidence. And finally, there
must be an unauthorized use of the
Batasan tersebut sangat penting untuk information….”
penilaian terjadinya penyimpangan (atau tidak).
Terminologi lain yang kurang lebih identik Rahasia pasien yang diketahui dokter (dan
dengan standar profesi, menurut Pozgar24 adalah dokter gigi) dapat diungkap (dibuka) bila:
4 D yaitu, apakah dokter (dan dokter gigi) men- 1. Ada izin dari pasien yang dinyatakan secara
jalankan sesuai tugasnya (duty), apakah ada tegas ataupun tidak
penyimpangan terhadap tugasnya (dereliction 2. Didasarkan pada perjanjian pasien, kepada
of duty), apakah ada kerugian (damage), dan siapa rahasia boleh diungkapkan
apakah ada hubungan sebab-akibat antara 3. Kewajiban membuka rahasia didasarkan
tindakan dan kerugian yang ditimbulkan (direct pada kekuatan suatu undang-undang
caution) 4. Pembukaan rahasia atas perintah hakim
5. Individu yang merupakan public figur.30
B. Prinsip otoritas pasien, diwujudkan dengan
pengaturan bahwasanya setiap tindakan E. Berbeda dengan hubungan hukum pada umum-
kedokteran atau kedokteran gigi harus nya, hubungan hukum antara pasien dengan
mendapat persetujuan. Persetujuan pasien baru dokter (dan dokter gigi) tidak diatur secara
dapat diberikan setelah menerima informasi dan khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum
memahami segala sesuatu yang menyangkut Acara Perdata (KUHAP). Pada dasarnya
tindakan tersebut.25 hubungan hukum antara pasien dengan dokter
(dan dokter gigi) adalah upaya maksimal untuk
C. Prinsip pencatatan (rekam medik) 26 yang penyembuhan pasien yang dilakukan dengan
wajib dibuat oleh dokter. Beberapa literatur cermat dan hati-hati (met zorg en inspanning),
menyatakan bahwa rekam medik mempunyai sehingga hubungan hukumnya disebut perikatan
nilai Administration, Legal, Finance, Research, ikhtiar (inspanning verbintenis). Pada awalnya
Education, dan Documentation (ALFRED). hal ini dipahami sebagai konstruksi hukum,
Dalam hukum acara perdata maupun pidana yang kemudian ditinjau kembali oleh Pemerintah
dikenal: alat bukti dengan tulisan, bertolak dari Belanda dengan memasukkan masalah
hal tersebut maka, selama ini rekam medik inspanningverbintenis ke dalam BW baru yang
sebagai catatan yang dibuat dokter (dan dokter menata hubungan hukum dokter dengan pasien.
gigi) dianggap dapat digunakan sebagai: alat Praktik kedokteran diselenggarakan
bukti dengan tulisan, meskipun di dalam berdasarkan kesepakatan antara dokter (atau
perkembangan selanjutnya, pendapat tersebut dokter gigi) dengan pasien dalam upaya untuk
masih mungkin ditinjau kembali. Rekam medik pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
bukan alat bukti menurut undang-undang, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit
meskipun dapat digunakan sebagai petunjuk dan pemulihan kesehatan.31 Terma berdasarkan
kesepakatan menunjukkan bahwa hubungan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 2 Juni 2006 l 55


Hargianti Dini Iswandari: Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

hukum antara dokter (dan dokter gigi) dengan perundang-undangan yang ada untuk mencegah
pasien tidak ditekankan pada hasilnya (resultaat kekosongan hukum. Beberapa hal yang sudah (dan
verbintenis) melainkan pada upaya yang harus belum) dilaksanakan, menyertai pelaksanaan UUPK
dilakukan. Meskipun demikian, tersirat batasan adalah sebagai yang disebut di bawah ini:
bahwa ’upaya yang harus dilakukan’ adalah a. Telah dibentuk KKI melalui Keputusan Presiden,
’upaya yang sesuai dengan standar yang selanjutnya KKI dapat mengeluarkan peraturan
berlaku’. pelaksanaan UUPK.
b. Telah diatur mekanisme registrasi supaya
F. Aspek perdata lainnya adalah tuntutan ganti rugi pelayanan dokter dan dokter gigi tetap dapat
berdasarkan perbuatan melanggar hukum berjalan selama masa peralihan.
(onrechtmatige daad).32 Beberapa syarat yang c. Telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
harus dipenuhi untuk penerapan aspek ini No. 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang
adalah: 1) adanya perbuatan (berbuat atau tidak Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter
berbuat), 2) perbuatan itu melanggar hukum Gigi, yang berkaitan dengan peralihan SP
(tidak hanya melanggar undang-undang), menjadi STR, SIP yang lama menjadi SIP
kebiasaan dan kesusilaan, 3) ada kerugian, 4) menurut UUPK, serta kejelasan pengaturan tiga
ada hubungan sebab akibat antara perbuatan tempat praktik.
dengan kerugian, serta 5) ada unsur kesalahan. d. Belum tersusun Majelis Kehormatan Disiplin
Ukuran yang digunakan adalah kesesuaian Kedokteran Indonesia yang sangat penting
dengan standar profesi medik, serta kerugian untuk penegakan aturan dan ketentuan
yang ditimbulkan. Pengertian di atas menun- pelayanan oleh dokter atau dokter gigi.
jukkan bahwa sekalipun hubungan hukum
antara dokter (atau dokter gigi) dengan pasien SARAN
adalah ’upaya secara maksimal’, tetapi tidak a. Pencantuman ketentuan pidana di dalam UUPK
tertutup kemungkinan timbulnya tuntutan ganti seyogyanya tidak hanya dipandang dari ’sisi
rugi yang didasarkan pada perbuatan melanggar kepentingan’ dokter (dan dokter gigi) melainkan
lebih kepada upaya menciptakan ketertiban
hukum yang dokter (atau dokter gigi) harus
terhadap ketentuan yang sudah ada dan mem-
mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut
berikan kepastian hukum bagi masyarakat,
dari segi hukum perdata.
seperti yang tertuang dalam tujuan disusunnya
UUPK.
Aspek Hukum Pidana dalam Penyelenggaraan
b. Masih diperlukan ketentuan-ketentuan lain
Praktik Kedokteran
sebagai ’upaya pemaksa’ untuk memenuhi
Penataan hukum pidana dibutuhkan dalam
aspek perlindungan serta aspek administratif,
upaya melindungi masyarakat.Hakikat ketentuan
misalnya:
pidana adalah meminta pertanggungjawaban melalui
1. Kewajiban menyusun dan melaksanakan
tuntutan pidana untuk hal-hal yang telah ditentukan peraturan-peraturan internal rumah sakit
terlebih dahulu29. Dalam Kitab Undang-Undang (hospital bylaws dan medical staff bylaws)
Hukum Pidana (KUHP) telah disebutkan bahwa: dan institusi kesehatan lainnya.
dasar penambahan ketentuan pidana harus dengan 2. Kewajiban melaksanakan audit medik dan
undang-undang. Bertolak dari pengertian di atas audit manajemen secara berkala dengan
maka beberapa ketentuan pidana yang berkaitan baik dan benar pada setiap institusi kese-
dengan penyelenggaraan praktik kedokteran telah hatan, termasuk didalamnya, transparansi
diatur dalam KUHP, namun masih dibutuhkan pertanggungjawaban (accountability)
beberapa penambahan sesuai dengan kemajuan ilmu publik, serta pelaksanaan pelayanan medik
pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran. berdasarkan bukti (evidence based medi-
Oleh sebab itu, beberapa perbuatan yang dapat cine).
dikenai pidana dicantumkan di dalam UUPK.
Sekalipun pada awalnya kewajiban–kewajiban
PENUTUP tersebut akan dirasakan sebagai tekanan bagi
Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) profesional kesehatan, tetapi membiasakan dan
akan (dan harus) ditindaklanjuti dengan berbagai meningkatkan perilaku positif akan berdampak positif
peraturan pendukung, misalnya Peraturan Menteri pula bagi masyarakat sebagai pengguna jasa
Kesehatan dan Peraturan KKI. Sebelum diterbitkan maupun bagi profesional sebagai pelayanan
pengaturan lebih lanjut, tetap digunakan peraturan kesehatan.

56 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 2 Juni 2006


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

KEPUSTAKAAN 17. Pasal 53, Undang-Undang Republik Indonesia


1. Hermien Hadiati Koeswadji, Undang Undang No No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Asas – Asas 18. Pasal 52, Undang-Undang Republik Indonesia
dan Permasalahan Dalam Implementasinya. PT. No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Citra Aditya Bakti, Bandung.1996:13. 19. Pasal 50, Undang-Undang Republik Indonesia
2. Hermien Hadiati Koeswadji, loc cit, halaman 14. No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
3. Pasal 2, Undang-Undang Republik Indonesia No 20. Pasal 51, Undang-Undang Republik Indonesia
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
4. Pasal 3, Undang-Undang Republik Indonesia No 21. Pasal 46, Undang-Undang Republik Indonesia
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
5. Pasal 7, Undang-Undang Republik Indonesia No 22. Pasal 51, Undang-Undang Republik Indonesia
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
6. Pasal 8, Undang-Undang Republik Indonesia No 23. Leenen dalam Gezondheidszorg en Recht,
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Alpheen aan den Rijn, Brussel.1981:36.
7. Pasal 14, Undang-Undang Republik Indonesia 24. George D Pozgar, Legal Aspect of Health Care
No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Administration, Aspen Systems Corporation,
8. Bruggink, Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit London.1979:19-20.
de Rechtstheorie, Deventer, Kluwer. 1993: 72. 25. Pasal 45, Undang-Undang Republik Indonesia
9. Yang bersangkutan tidak memiliki kewenangan No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
secara formil maupun materiil. 26. Pasal 46,47, Undang-Undang Republik
10. Yang bersangkutan tidak memberikan Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
pelayanan sesuai standar kompetensi. Kedokteran.
11. Pasal 29 (1,2), Undang-Undang Republik 27. Bambang Purnomo, Hukum Kesehatan,
Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Program Pendidikan Pascasarjana Fakultas
Kedokteran. Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Aditya
12. Pasal 29 (3), Undang-Undang Republik Media. Yogyakarta. Tanpa Tahun: 44.
Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik 28. Pasal 47, 48, Undang-Undang Republik
Kedokteran. Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
13. Pasal 29 (4), Undang-Undang Republik Kedokteran.
Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik 29. Kenneth Mullan, Pharmacy Law & Practice,
Kedokteran. Blackstone Press Limited, London. 2000: 316.
14. Pasal 29 (4), Undang-Undang Republik 30. Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran,
Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Grafikatama Jaya, Jakarta. 1991: 49.
Kedokteran. 31. Pasal 39, Undang-Undang Republik Indonesia
15. Pasal 1320, Kitab Undang-Undang Hukum No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Perdata, Burgelijk Wetboek, Diindonesiakan 32. Pasal 1365, Kitab Undang-Undang Hukum
oleh: Prof R Subekti SH dan R Tjitrosudibio, PT Perdata, Burgelijk Wetboek, diindonesiakan
Pradnya Paramita, Jakarta.2002;32: 339. oleh: Prof R Subekti SH dan R Tjitrosudibio, PT
16. Leenen, Handboek Gezonheidsrecht, Rechten Pradnya Paramita, Jakarta.2002; 32: 346.
van Mensen in de Gezondheidszorg, Samson
Uitgeverij, Alpheen aan den Rijn, Nederland.
1981: 20.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 2 Juni 2006 l 57

Anda mungkin juga menyukai