Anda di halaman 1dari 4

LITERATURE REVIEW JURNAL

Nama : Roro Wilis


NIM : 1312100005

ASPEK HUKUM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN: SUATU TINJAUAN


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 9/2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
Dua permasalahan yang mendasari penyusunan Undang-Undang tersebut, yang pertama adalah
memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap praktik kedokteran yang ekploitatif dan tidak
memenuhi etika kedokteran sehingga mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap profesi
medik, yang kedua, memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi profesi dokter dari gugatan
masyarakat yang berlebihan.
Van der Mijn2 menyatakan bahwa langsung mengatur masalah kesehatan, penerapan ketentuan hukum
pidana, hukum perdata, serta hukum administratif yang berhubungan dengan masalah kesehatan. the case
for health as well as to the application of general civil, criminal and administrative Hukum kedokteran
memiliki ruang lingkup seperti di bawah ini:
a. langsung dan tidak langsung mengatur masalah bidang kedokteran, contohnya: UUPK
b. Penerapan ketentuan hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana yang tepat untuk hal
tersebut
c. Kebiasaan yang baik dan diikuti secara terus- menerus dalam bidang kedokteran, perjanjian
internasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan dalam praktik
kedokteran, menjadi sumber hukum dalam bidang kedokteran
Uraian di atas menunjukkan bahwa UUPK hanya salah satu aspek hukum yang berkaitan dengan
penyelenggaraan praktik kedokteran dan tidak dapat disebut sebagai hukum kedokteran ataupun hukum
kesehatan. UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN (UUPK) Pengaturan penyelenggaraan
praktik kedokteran dilandaskan pada asas kenegaraan, keilmuan, kemanfaatan, kemanusiaan dan keadilan.
3 Keberadaan UUPK dimaksudkan untuk:
(1) memberikan perlindungan kepada pasien,
(2) mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi, dan
(3) memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diatur pembentukan dua lembaga independen yaitu Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), masing-masing
dengan fungsi, tugas dan kewenangan yang berbeda. Keberadaan KKI yang terdiri dari Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi, dimaksudkan untuk melindungi masyarakat pengguna jasa
pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan dokter dan dokter gigi, Dalam menjalankan tugas
tersebut KKI memiliki kewenanganMuntuk:
a. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi
b. Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi
c. Mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi
d. Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi
e. Melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi
f. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang melanggar etika profesi.
Aspek Hukum Administrasi dalam Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Setiap dokter/dokter gigi yang
telah menyelesaikan pendidikan dan ingin menjalankan praktik kedokteran dipersyaratkan untuk memiliki
izin, Pada hakikatnya, perangkat izin (formal atau material) menurut hukum administrasi adalah:
a. Mengarahkan aktivitas artinya, pemberian izin (formal atau material) dapat memberi kontribusi,
ditegakkannya penerapan standar profesi dan standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh para dokter
(dan dokter gigi) dalam pelaksanaan praktiknya
b. Mencegah bahaya yang mungkin timbul dalam rangka penyelenggaraan praktik kedokteran, dan
mencegah penyelenggaraan praktik kedokteran oleh orang yang tidak berhak
c. Mendistribusikan kelangkaan tenaga dokter/ dokter gigi, yang dikaitkan dengan kewenangan
pemerintah daerah atas pembatasan tempat praktik dan penataan Surat Izin Praktik (SIP).

Link jurnal: https://media.neliti.com/media/publications/22476-ID-aspek-hukum-penyelenggaraan-


praktik-kedokteran-suatu-tinjauan-berdasarkan-undang.pdf
ASPEK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN

Permasalahan yang mendasari penyusunan undang-undang tersebut, pertama adalah memberikan


perlindungan bagi masyarakat terhadap praktik kedokteran dan tidak sesuai dengan etika kedokteran
sehingga mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap profesi medik, Kedua, memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi profesi dokter dari gugatan masyarakat. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran sering dianggap sebagai hukum
kedokteran atau juga sebagai hukum kesehatan. Peraturan perundangan merupakan salah satu wujud
hukum, sementara hukum sendiri mengandung pengertian yang lebih luas daripada wujud tersebut,
sekalipun segala hal telah ditata memenuhi ukuran perundang-undangan yang baik di dalam praktiknya,
masih terdapat berbagai kekurangan sehingga diperlukan pemahaman yang memadai..
Pembahasan Hukum kesehatan meliputi ketentuan yang secara langsung mengatur masalah kesehatan,
penerapan ketentuan hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi yang berhubungan dengan
masalah kesehatan. Hukum kedokteran meliputi ruang lingkup:
1. Peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan tidak langsung masalah bidang kedokteran;
contohnya, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004;
2. Penerapan ketentuan hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana yang tepat untuk hal
tersebut;
3. Kebiasaan yang baik dan diikuti secara terus menerus dalam bidang kedokteran, perjanjian serta
perkembangan ilmu pengetahuan praktik kedokteran menjadi sumber hukum dalam bidang kedokteran;
4. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, menjadi sumber hukum dalam bidang
kedokteran
UUPK hanya salah satu aspek hukum yang berhubungan dengan penyelenggaraan praktik kedokteran.
Undang-Undang Republik Indonesai Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pengaturan
penyelenggaraan praktik kedokteran berlandaskan pada asas kenegaraan, keilmuan, kemanfaatan,
kemanusiaan, dan keadilan. Bentuknya izin diberikan dalam bentuk tertulis, berdasarkan permohonan
tertulis diajukan lembaga yang berwenang mengeluarkan izin juga didasarkan pada kemampuan untuk
melakukan penilaian administratif dan teknis kedokteran, Perangkat hukum "informed consent" tersebut
diarahkan untuk: 1. Menghormati harkat martabat pasien melalui pemberian informasi dan persetujuan
atas tindakan yang akan dilakukan; 2. Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat;
3. Menumbuhkan sikap positif dan itikad baik serta profesionalisme pada peran dokter dan dokter gigi
mengingat pentingnya harkat martabat pasien; 4. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai
standar dan persyaratan yang berlaku.. Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien dan
dokter meliputi penyampaian informasi dan penentuan tindakan.
Link jurnal: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/galuhjustisi/article/download/1245/1094
Hak Imunitas Dokter Dalam Penyelenggaraan Praktik Medis Di Rumah Sakit

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, dalam melaksanakan praktik kedokteran, dokter harus
memenuhi informed consent dan rekam medik sebagai alat bukti yang bisa membebaskan dokter dari
segala tuntutan hukum apabila terjadi dugaan malpraktik, adanya koordinasi antara MKDKI dan MKEK
atas pelanggaran kode edtik terhadap dokter yang diduga menyalahi standar profesi dan standar prosedur
dalam memberikan tindakan medis terhadap pasiennya. Hal ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan
praktik kedokteran tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu
memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memberikan perlindungan dan keselamatan
pasien. Keahlian dokter dinilai melalui pendidikan dan pelatihan, sertifikasi, registrasi dan lisensi,
pembinaan, pengawasan serta pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran dijalankan dengan
baik.2 Tanggung jawab hukum dokter dalam penyelenggaraan praktik kedokteran disebabkan oleh
kewenangan yang melekat dalam bidang profesinya, baik secara individu maupun kolektif. Kewenangan
yang dimaksud adalah kewenangan hukum dokter dalam menjalankan tugas profesinya untuk melakukan
pelayanan terhadap pasiennya yang sedang menderita.
Berdasarkan ketentuan di atas, apabila seorang dokter yang menyelenggarakan praktik kedokteran sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, mempunyai STR (Surat Tanda Registrasi), SIP
(Surat Izin Praktik), dan memberikan tindakan medis sesuai dengan standar profesi, standar operasional
prosedur tindakan medis, serta kebutuhan medis pasien tentunya dokter tersebut memperoleh
perlindungan hukum dan mempunyai hak imunitas dalam memberikan pelayanan medis di rumah sakit.
bagaimana hak imunitas dokter dalam menjalankan praktik medis di rumah sakit dan proses penyelesaian
sengketa medis? Proses pelayanan kesehatan profesi dokter sering dihadapkan dengan permasalahan
sengketa hukum, karena sertiap tindakan yang dilakukan oleh dokter teridentifikasi melanggar hukum
atas tindakan yang diberikan kepada pasiennya. Hal demikian membuat pasien melaporkan kepada pihak
yang berwenang atas tindakan dokter tersebut.4 Dalam rangka membuktikan dugaaan adanya tindakan
yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur tindakan dokter tentu hal tersebut terlebih dahulu
harus dibuktikan kepada MKDKI5 (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) untuk
mengetahui apakah dokter tersebut mempunyai kesalahan dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran.
Berdasarkan ketentuan di atas, apabila seorang dokter yang menyelenggarakan praktik kedokteran sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, mempunyai STR (Surat Tanda Registrasi), SIP
(Surat Izin Praktik), dan memberikan tindakan medis sesuai dengan standar profesi, standar operasional
prosedur tindakan medis, serta kebutuhan medis pasien tentunya dokter tersebut memperoleh
perlindungan hukum dan mempunyai hak imunitas dalam memberikan pelayanan medis di rumah sakit.
Link jurnal: https://journal.uii.ac.id/Lex-Renaissance/article/download/19743/pdf/56940

Anda mungkin juga menyukai