RUMAH SAKIT
PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO
Jl. Mayor Sunaryo No. 37 Sukoharjo 57512
Telp. IGD : (0271) 5991165, Info : (0271) 593979, Fax : (0271) 5991158
Email : pku.sukoharjo@gmail.com, Website : pkusukoharjo.com
RUMAH SAKIT
PKU MUHAMMADIYAH
SUKOHARJO
Jl. Mayor Sunaryo No. 37, Sukoharjo 57512 | Telp. (0271) 593979 | Fax.
(0271) 5991158
Email. pku.sukoharjo@gmail.com | Website. www.pkusukoharjo.com
KEPUTUSAN DIREKTUR RS PKU MUHAMMADIYAH
SUKOHARJO
NOMOR : /KEP/DIR/III.6.AU/PKUSKH/2017
TENTANG
PANDUAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO
MENIMBANG :
a. Bahwa peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif
dan sistematik untuk memantau serta menilai mutu serta kewajaran asuhan
terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan
pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
b. Bahwa rumah sakit perlu menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat
terhadap peningkatan pelayanan secara bertahap melalui upaya program
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
c. Bahwa rumah sakit harus memenuhi elemen-elemen yang dipersyaratkan
dalam standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas perlu ketetapan Direktur tentang
Pedoman Pelayanan Komite Mutu di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.
MENGINGAT :
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
d. Peraturan Menteri Kesehatan 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit;
e. Keputusan menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RS PKU Muhammadiyah
Sukoharjo sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi
setiap tahunnya.
KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Sukoharjo
Pada tanggal : Januari 2017
Machmud Surjanto
NBM : 10947636
Lampiran :Keputusan Direktur RS PKU
Muhammadiyah Sukoharjo
Tentang Panduan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
Nomor : .........................
Tanggal : .........................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif dan sistematik untuk
memantau dan menilai mutu serta kewajaran asuhan terhadap pasien, menggunakan peluang
untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
(Jacobalis S, 1989).
Dalam upaya memberikan pelayanannya, rumah sakit dituntut memberikan pelayanan
sebaik-baiknya sebagai public service. Hal tersebut didasarkan pada tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu. Semakin meningkatnya
tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
mutu pelayanan kesehatan, maka fungsi rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan
secara bertahap terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi kepuasan
terhadap pasien, keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, peningkatan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit perlu
dilakukan. RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo perlu menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat terhadap peningkatan pelayanan secara bertahap melalui upaya program
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Minimal
Pelayanan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki peran yang
sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit sesuai Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) tahun 2011 dan Standar Akreditasi Rumah Sakit Joint Commition Internasional
(JCI) edisi ke 4 berlaku Januari 2011, bahwa PMKP (Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien) merupakan kriteria mayor dalam memenuhi standar dari elemen-elemen yang ada,
yaitu harus terpenuhi minimal 80 %, dari total masing masing elemen penilaian yang harus
dipenuhi sesuai standar akreditasi. Berdasarkan elemen tersebut rumah sakit harus
memenuhi elemen-elemen yang disyaratkan dalam standar PMKP. Oleh karena itu
disusunlah Pedoman Layanan Mutu dan Keselamatan Pasien tahun 2017.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Sebagai panduan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RS
PKU Muhammadiyah Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai panduan dalam pelayanan Komite Peningkatan Mutu sehingga lebih
terprosedur.
b. Sebagai pelaksanaan sistem monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator
mutu pelayanan rumah sakit.
D. Batasan Operasional
1. Indikator mutu
Indikator mutu adalah suatu cara untuk menilai penampilan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan mutu, dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variable
yang digunakan untuk menganalisis suau perubahan. Menurut WHO, indikator adalah
variable untuk mengukur perubahan.
a. Penyusunan indikator mutu terdiri atas:
1) Usulan dari unit rumah sakit
2) Pemilihan 10 (sepuluh) komut indikator mutu dan diusulkan ke direktur
3) Penetapan kebijakan tentang indikator mutu
4) Pelaksanaan sesuai kebijakan, panduan, pedoman, dan SPO tentang indikator
mutu
b. Jenis indikator mutu
1) Indikator klinis
2) Indikator manajerial
3) Indikator sasaran keselamatan pasien rumah sakit
4) JCI Library of Measure
c. Kamus Profil Indikator Mutu
Adalah kumpulan profil yang ada di dalam indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan pelayanan. Kamus profil indikator berisi poin-poin indikator mutu dari
tiap unit rumah sakit dimana didalamnya mencakup judul, dimensi mutu, tujuan,
definisi operasional, nominator, denominator, frekuensi pengumpulan data, periode
analisa, sumber data, PIC, standar dari indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan indikator mutu.
d. Sosialisasi Indikator Mutu
Adalah proses pemberitahuan isi dari indikator mutu pada unit terkait untuk
dilaksanakan di unit masing-masing. Hasil pencapaian indikator mutu
disosialisasikan kepada unit terkait agar unit tersebut dapat melakukan tindak lanjut
atas angka capaian indikator mutu yang telah didapat.
e. Trial Indikator Mutu
Adalah proses uji coba indikator mutu pada unit terkait untuk dinilai validitas,
reliabel, sensitivitas dan spesifik pada suatu indikator mutu yang telah dibuat.
f. Implementasi Indikator Mutu
Adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah indikator mutu yang sudah
disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaaan sudah dianggap fix.
g. Validasi Indikator Mutu
Adalah sebuah data atau informasi yang sesuai dengan keadaan senyatanya. Hasil
pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait dilakukan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa setiap prosedur, kegiatan atau mekanisme yang digunakan dalam
prosedur dan pengawasan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan/sesuai target
(minimal sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit).
h. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu
Adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan indikator mutu
unit dan melaporkan data tersebut kepada Direktur berupa laporan lengkap
pelaksanaan indikator mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan.
A. Indikator mutu
Adalah suatu cara untuk menilai penampilan suatu kegiatan yang berkaitan dengan mutu
dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk
menganalisis suatu perubahan. Menurut WHO, indikator adalah variable untuk mengukur
perubahan.
1. Penyusunan indikator mutu terdiri atas pemilihan indikator mutu, penetapan
kebijakan, panduan, dan SPO tentang indikator mutu.
Penyusunan indikator mutu sesuai kamus profil indikator, penetapan kebijakan,
panduan, serta SPO tentang indikator mutu, kemudian dilakukan pemilihan indikator
mutu pada 5 (lima) area prioritas dengan kriteria pemilihan pada unit-unit dengan kasus
high risk, high volume, high cost sesuai kebutuhan unit-unit rumah sakit, dengan target
minimal mengacu pada SPM Rumah Sakit. Indikator mutu terpilih dari unit diajukan
kepada komite mutu dengan format profil indikator.
2. Jenis indikator mutu
a. Indikator klinis
Indikator mutu area klinis adalah cara untuk menilai mutu atau kualitas dari suatu
kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang berkaitan langsung
dengan proses perawatan dan pelayanan terhadap penyakit pasien.
b. Indikator manajerial
Indikator mutu area manajerial adalah cara untuk menilai mutu atau kualitas dari
suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang berkaitan dengan
proses me-manage/mengatur dalam hal perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara
efektif dan efesien dengan penyelesaian pekerjaan inti melalui orang lain (definisi
menurut Mary Parker Follet). Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai
dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan
secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal/ target.
c. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Indikator mutu area sasaran keselamatan pasien adalah cara untuk menilai mutu
atau kualitas dari suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit, dalam
upaya menurunkan angka kejadian/ insiden untuk meningkatkan keselamatan pasien.
d. JCI Library of measure
Indikator mutu area JCI library of measure adalah cara untuk menilai mutu atau
kualitas dari suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang
berkaitan/berdasar pada ketentuan JCI library of measure dalam hal ini indikator
harus mencakup 5 (lima) indikator.
G. Petunjuk Pengisian
1. Sensus Harian Indikator Rumah Sakit (format sederhana unit terkait) dibagikan pada
semua institusi yang terkait seperti: ruang rawat inap, IGD, catatan medik/ unit rekam
medik atau unit lain.
2. Penanggungjawab pengisian format sensus harian adalah Kepala Bagian/Kasi/Kepala
Instalasi/Penanggung jawab unit terkait (laporan dibuat setiap bulan selambat-lambatnya
tanggal 3 bulan berikutnya).
3. Formulir laporan bulanan (form B) rumah sakit diisi oleh Kepala Bagian/Kasi/ Kepala
Instalasi/ Penanggung jawab unit terkait berdasarkan pada data-data yang ada pada form
A. Formulir ini harus sudah diserahkan selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya
pada Komite Mutu.
4. Pengisian laporan formulir C dari tiap-tiap unit dilakukan rekapitulasi indikator mutu
berdasarkan hasil data pengisian dari formulir B, dilaporkan kepada Komite Mutu
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
5. Formulir B dan Formulir C dari unit yang telah diisi lengkap dilaporkan kepada Komite
Mutu pada tanggal 10 bulan berikutnya, dan akan direkapitulasi hasil indikator mutu
utama/unit oleh Komite Mutu ke dalam Formulir C yang sudah disediakan.
6. Hasil analisa rekapitulasi (selesai di Komite Mutu sampai tanggal 15) dari indikator mutu
pelayanan rumah sakit oleh Komite Mutu harus dilaporkan pada Direktur selambat-
lambatnya tanggal 18 bulan berikutnya.
a. FORM A. Sensus Harian Indikator Mutu Dari Unit Kepada Komite Mutu
UNIT :
JUDUL INDIKATOR AREA : (Misal kelengkapan pengkajian awal pasien baru di
IGD dalam 24 jam Area Klinis)
BULAN :
TAHUN :
AREA MONITORING : (Rawat Jalan/ Rawat Inap, dll)
SUMBER DATA : (Check list/ Rekam Medis/ Asesmen Pasien Jatuh dll)
SAMPLE SIZE : (Populasi >1000, sampel 10%;
Populasi 100, sampel 30%;
Populasi <100, sampel 100%)
7. Data baik jika hasil ketidakakurasian data tidak melebihi dari 10%
8. Data hasil ketidakakurasian 10 %, maka dilakukan corrective action, kemudian
diimplementasikan kepada unit terkait. Setelah corrective action diimplementasikan,
lakukan proses pengumpulan data lagi sampai akurasi data mencapai >90%.
9. Data dari sasaran mutu baru setelah corrective action, dilakukan pengukuran frekuensi
analisa data oleh unit.
10. Penentuan frekuensi analisa data sasaran mutu corrective action sesuai dengan kebutuhan
dan urgensi dari proses pengumpulan data tersebut yang ditentukan oleh Direktur.
11. Tampilan data hasil analisa setelah corrective action dengan menggunakan data statistic
deskriptif pada tinjauan manajerial/ rapat pimpinan.
12. Komite Mutu melaporkan hasil analisa data corrective action kepada Direktur Rumah
Sakit untuk mendapatkan legalitas sesuai dengan tujuan validasi data terutama untuk
kepentingan publikasi pimpinan rumah sakit memastikan reliabilitas data.
R. Publikasi Data Indikator Mutu antara lain Website, Media Informasi, Mading dan
Sosialisasi Baik Tertulis Maupun Lisan
Hasil pencapaian indikator mutu dilakukan sosialisasi kepada unit terkait. Agar unit
terkait data melakukan tindak lanjut atas angka capaian indikator mutu yang telah didapat.
4. Improvement
Dari data yang telah dikumpulkan dilakukan perbaikan inovasi yang dapat memunculkan
trobosan baru dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien sehingga dapat
diputuskan proses perbaikan selanjutnya.
5. Redesign
Perbaikan dari keseluruhan proses yang ada dalam siklus monitoring dan evaluasi harus
bersifat mencakup pada semua aspek yang berkaitan dengan proses PMKP. Proses ini
terus berputar sehingga dapat memonitoring dan mengevaluasi suatu progam yang
berjalan sesuai dengan pedoman yang ada.
T. Pelaporan ke Direktur
Pelaporan hasil pelaksanaan indikator mutu di unit terkait yang telah direkapitulasi oleh
kepala ruang kepada komite mutu dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan sekali. Dari laporan tiap
unit, hasil pelaksanaan indikator mutu dilakukan validasi oleh komite mutu untuk kemudian
dilaporkan kepada Direktur setiap 3 (tiga) bulan sekali. Setiap tahun dilakukan pelaporan
hasil akhir pencapaian peningkatan mutu rumah sakit kepada pemilik RS.
DIREKTUR
PEMILIK RS
Algoritme
Algoritme merupakan format tertulis berupa flowchart dari pohon pengambilan
keputusan. Dengan format ini dapat dilihat secara cepat apa yang harus dilakukan pada situasi
tertentu. Algoritme merupakan panduan yang efektif dalam beberapa keadaan klinis tertentu
misalnya di ruang gawat darurat atau instalasi gawat darurat. Bila staf dihadapkan pada situasi
yang darurat, dengan menggunakan algoritme ia dapat melakukan tindakan yang cepat untuk
memberikan pertolongan.
Protokol
Protokol merupakan panduan tata laksana untuk kondisi atau situasi tertentu. Misalnya
dalam PPK disebutkan bila pasien mengalami atau terancam mengalami gagal napas dengan
kriteria tertentu perlu dilakukan pemasangan ventilasi mekanik. Untuk ini diperlukan panduan
berupa protokol, bagaimana melakukan pemasangan ventilasi mekanik, dari pemasangan
endotracheal tube, mengatur konsetrasi oksigen, kecepatan pernapasan, bagaimana pemantauan,
apa yang harus diperhatikan, pemeriksaan berkala apa yang harus dilakukan, dan seterusnya.
Dalam protokol harus termasuk siapa yang dapat melaksanakan, komplikasi yang mungkin
timbul dan cara pencegahan atau mengatasinya, kapan suatu intervensi harus dihentikan, dan
seterusnya.
Prosedur
Prosedur merupakan uraian langkah-demi-langkah untuk melaksanakan tugas teknis
tertentu. Prosedur dapat dilakukan oleh perawat (misalnya cara memotong dan mengikat
talipusat bayi baru lahir, merawat luka, suctioning, pemasangan pipa nasogastrik), atau oleh
dokter (misalnya pungsi lumbal atau biopsi sumsum tulang).
Standing orders
Standing orders adalah suatu set instruksi dokter kepada perawat atau profesional
kesehatan lain untuk melaksanakan tugas pada saat dokter tidak ada di tempat. Standing orders
dapat diberikan oleh dokter pada pasien tertentu, atau secara umum dengan persetujuan komite
medis. Contoh: perawatan pascabedah tertentu, pemberian antipiretik untuk demam, pemberian
anti kejang per rektal untuk pasien kejang, defibrilasi untuk aritmia tertentu.
BAB III
MONITORING DAN EVALUASI
3) Band Resiko
Band Risiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu
Biru, Hijau, Kuning dan Merah Bands akan menentukan investigasi yang akan
dilakukan.
b. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar Langkah-langkah RCA :
1) Identifikasi insiden
2) Pembentukan tim
3) Pengumpulan data
4) Pemetaan data
5) Identifikasi masalah
6) Analisis informasi
7) Rekomendasi dan solusi
c. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2) Membuat diagram proses.
3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan
dampaknya.
4) Memprioritaskan modus kegagalan.
5) Identifikasi akar masalah.
6) Redesain proses.
7) Analisis dan uji prose baru.
8) Implementasi dan monitor perbaikan proses.
d. Kembangkan sistem pelaporan
Cara melaksanakan dengan :
1) Pelaporan insiden rumah sakit (internal) : KPC, KTC, KTD, Sentinel dan KNC.
Maksimal 2x24 jam ke Komite KPRS pada kejadian insiden baik pasien
pengunjung, keluarga maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit dengan
pelaporan insiden internal secara tertulis.
2) Pelaporan insiden eksternal rumah sakit
e. Libatkan dan komunikasi dengan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan mengembangkan cara-cara komunikasi
yang terbuka dengan pasien misal:
1) Melibatkan pasien dan masyarakat dalam mengembangkan pelayanan yang lebih
aman, dengan cara informasi hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit.
2) Melibatkan pasien dalam proses perawatan dan pengobatan dirinya sendiri.
a) Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pasien sangat ingin dilibatkan
sebagai mitra dalam proses pengobatan dirinya sendiri (brosur)
b) Kemitraan ini berarti petugas kesehatan perlu melibatkan pasien dalam :
Menentukan diagnosa yang tepat.
Memutuskan pengobatan yang benar.
Mendiskusikan risiko.
Memastikan obat diberikan dengan benar dan monitor, dengan 5 tip utama
yaitu :
Berbagilah pertanyaan atau kepedulian tentang obatobatan yang anda
peroleh dan tanyakan tentang pilihan lain.
Ceritakan kepada profesi kesehatan tentang obat-obatan yang sedang
anda gunakan.
Ceritakan apabila anda menganggap obat-obatan tersebut tidak efektif
atau menimbulkan efek samping.
Tanyakan apabila anda tidak yakin bagaimana cara menggunakan
obat tersebut atau untuk berapa lama.
Tanyakan apabila anda memerlukan bantuan untuk memperoleh obat
tersebuit secara reguler.
3) Bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, doronglah untuk saling terbuka,
komunikasi dua arah antara profesional kesehatan dan pasien.
a) Keterbukaan pada saat terjadi insiden merupakan unsur fundamental dalam
kemitraan antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
b) Bila terjadi insiden, pasien atau keluarga sangat ingin mendapatkan informasi
tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
c) Mereka juga mengharapkan seseorang menyampaikan maaf.
4) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan pembuatan akar masalah atau
RCA dari kejadian insiden dengan matrix grading kuning dan merah yang telah
dilaporkan ke komite KPRS.
5) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan menggunakan redesain sistem
dengan FMEA dengan cara proaktif sebelum insiden terjadi di rumah sakit.
Situation. Apa yang ingin ditampilkan dalam situation adalah : apa yang terjadi pada diri pasien.
Keluhan atau tanda klinis yang mendorong untuk dilaporkan, misalnya sesak nafas, nyeri dada,
penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, dsb.
Background. Dalam unsur background, pertanyaan yang harus dijawab adalah latar belakang
klinis apa yang menyebabkan keluhan tersebut. Informasi yang terkandung dalam unsur
background, berupa data terapi yang sudah diberikan, diagnosis pasien dan data klinis pasien
yang mendorong perawat melaporkan pasien tersebut ke dokter. Data klinis pasien yang
dilaporkan dapat berupa data klinis terkait dengan gangguan sistem neurologis, kardiovascular,
gastrointestinal, hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Tentunya data klinis
yang dilaporkan yang mendukung problem pasien. Misalnya, pasien dengan penyakit paru
obstruktif : data klinis yang dilaporkan sebaiknya yang berhubungan dengan gangguan fungsi
respirasi, misalnya frekuensi nafas, saturasi, analisis gas darah.
Assessment. Assessment atau penilaian lebih difokuskan pada problem yang terjadi pada pasien,
sehingga apabila tidak segera diantisipasi akan menyebabkan kondisi pasien memburuk.
Misalnya, pada pasien dengan penyakit PPOK, kegawatan yang mungkin terjadi adalah gagal
nafas.
Tabel 3. Konsensus daftar nilai atau hasil kritis yang segera harus dikomunikasikan
(diringkas dan dimodifikasi dari Doris et al., 2005)
Definisi
Kategori Keterangan
Pemeriksaan
Glukosa Darah Tinggi (misal > 500 mg/dl), Rendah (misal
< 50 mg/dl)
Kalium Tinggi (missal > 160 mEq/L), Rendah
(missal < 120 mEq/L)
Bicarbonat Rendah (misal < 10 mEq/L)
CKMB Meningkat Meningkat
mengindikasi
kan adanya miokard
infark akut
Troponin Meningkat Mengindikasi kan
adanya
miokard infark akut
Lactat Acid Tinggi (misal > 5 mEq/L)
Ureum Tinggi (misal > 100 mg/dl)
Kreatinin Tinggi (misal > 4 mg/dl)
Gas darah PH tinggi (misal > 7,6), PH rendah (misal < Menilai tingkat
7,2) asidosis/basa
PO2 Rendah (misal < 60)
Elektrokardiogram Mengindikasikan kearah miokard infark
akut, aritmia maligna dsb
Sinar X dada Effusi pleura, pneumonia, pneumothorax,
dsb
CT Scan Perdarahan otak, stroke
hemorrhagies/non hemorrhagies
Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (high allert
medications)
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi.
2. Pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
3. Implementasi kebijakan dan prosedur.
4. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
5. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
A. Penandaan Area Operasi
Definisi
Merupakan suatu cara yang dilakukan oleh ahli bedah untuk melakukan penandaan area
operasi terhadap pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan.
Tujuan
Tujuan dilakukannya penandaan area operasi meliputi;
1) Meminimalkan risiko terjadinya kesalahan pada tempat dilakukannya operasi dan
pasien.
2) Meminimalkan risiko terjaadinya kesalahan prosedur operasi.
3) Menginformasikan dan membimbing ahli bedah operasi dalam hal metode yang
digunakan pada proses penandaan tempat operasi.
4) Memastikan bagian tubuh (anatomi) yang akan dilakukan tindakan operasi.
Proses
1) Membuat Tanda
a. Pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus dilakukan penandaan
area terlebih dahulu. Ketika proses penandaan, pasien dilibatkan dalam keadaan
terjaga/sadar dan sebaiknya proses penandaan dilakukan sebelum induksi
anestesi.
b. Tanda yang digunakan berupa garis panah yang menunjuk pada tempat area
operasi dan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi sayatan.
c. Tanda yang dibuat harus menggunakan spidol hitam permanen dan tidak
terhapus/tetap terlihat setelah dilakukan disinfeksi dan drapping.
d. Tempat operasi yang diberi tanda berupa prosedur yang melibatkan sayatan
(permukaan kulit, spesifik digit/lesi, lateral).
e. Semua tanda yang dibuat harus melihat catatan medis, identitas pasien dan hasil
pencitraan pasien berupa sinar X, foto CT Scan, pencitraan elektronik, atau hasil
tes lain yang sesuai, untuk memastikan tingkat kebenaran pada proses penandaan.
2) Siapa yang memberi tanda
a. Orang yang bertanggung jawab dalam memberikan tanda pada pasien yang akan
dilakukan prosedur operasi adalah dokter yang akan melakukan
tindakan/wakilnya.
b. Jika pada proses penandaan dilakukan oleh wakil/yang mewakili maka dokter
yang melakukan tindakan operasi harus hadir selama prosedur penandaan area
tersebut.
b. Operasi Bilateral
Penandaan bilateral boleh dilakukan untuk memastikan lokasi operasi, tetapi
sebenarnya prosedur tindakan ini tidak diperlukan. Jika memang proses
penandaan tidak dilakukan maka prosedur sebagaimana dimaksud pada 3.f harus
ditaati.
c. Operasi THT
Penandaan pada kulit yang akan dilakukan incise sangat tepat, tetapi tindakan ini
tidak tepat pada bagian mukosa atau jaringan didalam (THT) misalnya tindakan
tonsilektomi bilateral / adenoidectomy, laryngectomy. Dalam kasus ini 3.b / 3.c /
3.f berlaku. Untuk penandaan area bedah (THT) di mana sayatan kulit dibuat pada
operasi yaitu sisi tertentu tympanotomy dan sisi bedah harus ditandai dengan garis
yang sesuai.
d. Bedah Digital
Setiap digit yang dilakukan tindakan operasi harus memiliki tanda sedekat
mungkin ke daerarah operasi.
e. Anestesi lokal/ blok prosedur
Tempat prosedur dilakukan tindakan anestesi terutama pada blok lokal harus
ditandai sebelum pasien diberikan anestesi umum (jika ada yang harus diberikan)
oleh dokter anestesi. Tanda yang dibuat menggunakan spidol biru permanen, yang
berfungsi sebagai pembeda antara tanda yang diberikan oleh dokter bedah.
4) Peristiwa penting
Komunikasi tim yang efektif dan kerja tim yang efisien merupakan
komponen utama dari keselamatan pasien operasi. Untuk memastikan komunikasi
yang efektif mengenai status pasien, maka koordinator checklist harus memimpin
diskusi cepat dengan ahli bedah, staf anestesi dan staf perawat dari bahaya yang
diakibatkan oleh tindakan operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan meminta setiap
anggota tim untuk bertanya. Selama prosedur tindakan hanya rutinitas dan seluruh
tim saling mengenal, ahli bedah hanya dapat menyatakan, "Ini adalah kasus
rutinitas, X durasi"
a) Untuk dokter bedah : apa langkah-langkah kritis atau nonrutin?
Berapa lama akan terjadi mengambil? Apa kehilangan darah yang
diantisipasi?
Sebuah diskusi tentang "prosedur yang sulit (kritis) atau nonrutin"
dimaksudkan untuk menginformasikan kepada anggota tim mengenai langkah
yang akan dilakukan pada pasien beresiko kehilangan darah yang cepat,
cedera atau morbiditas utama lainnya. Ini juga merupakan kesempatan untuk
meninjau langkah-langkah yang mungkin memerlukan peralatan khusus,
implan atau persiapan.
b) Untuk anestesi: apakah ada pasien-masalah spesifik?
Pada pasien yang beresiko kehilangan darah, ketidakstabilan hemodinamik
atau morbiditas besar lainnya karena prosedur, anggota tim anestesi harus
meninjau keras rencana spesifik untuk resusitasi, dan menggunakan produk
darah. Hal ini dapat dipahami karena setiap operasi banyak mengandung
resiko yang sangat besar. Jika prosedur operasi tidak memiliki perhatian yang
spesifik dokter anestesi hanya bisa mengatakan, "Saya tidak memiliki
perhatian khusus mengenai kasus ini.
c) Untuk tim keperawatan: telah kemandulan (termasuk hasil indikator)
telah dikonfirmasi? Apakah ada peralatan isu atau masalah?
Perawat instrumen yang menyiapkan peralatan untuk tindakan operasi
harus mengkonfirmasi secara lisan bahwa instrumen yang disterilisasi telah
sukses. Setiap hasil yang diharapkan terhadap indikator sterilitas yang
sebenarnya harus dilaporkan kepada seluruh anggota tim dan ditangani
sebelum sayatan. Ini juga merupakan kesempatan untuk mendiskusikan
masalah pada peralatan dan persiapan lainnya. Jika tidak ada masalah tertentu
pada sterilitas instrument/teknologinya (autoclave), maka perawat instrument
cukup mengatakan, "Sterility telah diverifikasi dan saya tidak memiliki
masalah khusus".
5) Apakah pencitraan telah di pasang dengan benar?
Pencitraan sangat penting untuk memastikan tempat dimana dilakukan
tindakan operasi, termasuk ortopedi, prosedur tulang belakang, dada dan
reseksi tumor banyak. Sebelum dilakukan tindakan insisi kulit, koordinator
harus menanyakan kepada dokter bedah apakah pencitraan pada kasus ini
diperlukan? jika demikian, maka koordinator checklist secara lisan harus
mengkonfirmasikan bahwa pencitraan didalam ruangan harus ditampilkan
secara jelas dan benar untuk digunakan selama prosedur operasi. Jika
pencitraan diperlukan tetapi tidak tersedia, maka harus diperoleh. Dokter
bedah akan memutuskan apakah akan melanjutkan operasi tanpa pencitraan.
Pada tahap ini selesai dan tim dapat melanjutkan dengan incise kulit.
c. Sign out (Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi
Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi pemeriksaan keamanan harus
diselesaikan. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer informasi penting
kepada tim perawatan yang bertanggung jawab untuk pasien setelah tindakan
operasi. Pemeriksaan dapat dimulai oleh ahli bedah, anestesi atau perawat circuler
dan harus dilakukan sebelum dokter bedah meninggalkan ruangan. Hal ini dapat
bertepatan pada penutupan luka.
Rincian langkah pada tahap ini yaitu :
1) Perawat secara lisan menegaskan nama prosedur
Karena prosedur mungkin telah berubah atau diperluas selama operasi,
Koordinator Checklist harus mengkonfirmasikan dengan ahli bedah dan tim apa
prosedur yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan sebagai pertanyaan, "Apa
prosedur yang dilakukan?" Atau sebagai konfirmasi, "Kami melakukan prosedur
X, yang benar?"
2) Penyelesaian jumlah instrumen, spons dan jarum
Jumlah instrumen, spons dan jarum adalah kesalahan biasa, tapi berpotensi
bencana. Perawat instrument dan perawat sirkuler secara lisan harus
mengkonfirmasi kelengkapan instrumen, spons dan jumlah jarum. Jika ditemukan
jumlah yang tidak tepat maka tim harus waspada sehingga dapat diambil langkah
yang sesuai, seperti memeriksa linen, sampah dan luka atau, jika perlu, lakukan
foto radiografi.
3) Pelabelan spesimen
Pelabelan yang salah pada spesimen patologis dapat berpotensi bencana
bagi pasien, dan telah terbukti menjadi sumber kesalahan laboratorium. Perawat
sirkulasi harus mengkonfirmasi label yang benar dari setiap spesimen patologis
yang diperoleh selama prosedur operasi dengan membaca nama pasien, deskripsi
spesimen dan setiap tanda orientasi dengan suara keras.
4) Apakah ada masalah peralatan yang harus ditangani
Masalah peralatan bersifat universal di kamar operasi. Peralatan yang
tidak berfungsi dengan baik dapat didaur ulang, supaya dapat digunakan kembali.
Koordinator harus memastikan bahwa masalah peralatan yang timbul selama
operasi dapat diidentifikasi oleh tim.
5) Ahli bedah, ahli anestesi dan perawat meninjau kembali mengenai rencana
pemulihan dan pengelolaan bagi pasien
Dokter bedah, dokter anestesi dan perawat harus meninjau rencana
pemulihan pasca-operasi, fokus perencanaan pemulihan pada isu-isu intraoperatif
atau anestesi yang mungkin mempengaruhi status kesehatan pasien.
Dengan ini langkah terakhir checklist pasien selesai. Jika diinginkan, checklist dapat
ditempatkan dalam catatan pasien atau ditahan untuk diperiksa kualitasnya.
b. Kaji tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, perubahan ROM (Range Of Motion) dan
lakukan pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) khususnya pada pasien DM.
c. Pindahkan pasien dari posisi jatuh dengan aman dan perhatikan adanya risiko cedera
spinal dan kepala.
d. Beritahu dokter dan kepala ruang.
e. Observasi pasien secara berkala.
f. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dalam catatan keperawatan.
g. Lakukan pengkajian ulang risiko jatuh.
h. Komunikasikan kepada seluruh petugas kesehatan dan keluarga pasien bahwa pasien
mengalami jatuh dan berisiko untuk jatuh lagi.
i. Buat laporan insiden keselamatan pasien dan laporkan ke KKPRS dalam waktu 1x24
jam.
4. Lakukan investigasi pasien jatuh menggunakan format investigasi pasien jatuh untuk
mengetahui faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berkontribusi terhadap jatuhnya pasien.
C. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Manajemen Resiko Klinik
Meliputi sasaran terdiri atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan komite
keselamatan pasien terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan dan monitoring evaluasi
dan tindak lanjut terdiri atas:
1. Pelaporan insiden, sentinel, KTD,KTC, KNC dari masing-masing unit
a. Pelaporan Insiden
LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)
I. DATA PASIEN
Nama : .............................................................................................................
No MR : ................................ Ruangan : ........................................................
Umur * : 0-1 bulan > 1 bulan 1 tahun
> 1 tahun 5 tahun > 5 tahun tahun
> tahun 30 tahun > 30 tahun 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien :
Pribadi Asuransi Swasta
ASKES Pemerintah Perusahaan*
JAMKESMAS JAMKESDA
Tanggal Masuk RS : ..............................................Jam .......................................
b. Kejadian sentinel
1) Kejadian Sentinel adalah kejadian tak terduga (KTD) yang mengakibatkan kematian
atau cidera yang serius/ kehilangan fungsi utama fisik secara permanen yang tidak
terkait dengan proses alami penyakit pasien atau kondisi yang mendasarinya.
2) Kejadian sentinel harus di laporkan dari unit pelayanan rumah sakit ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam waktu 1x24 jam, setelah terjadinya insiden,
dengan melengkapi Formulir Laporan Insiden.
3) Kejadan sentinel yang harus di laporkan antara lain :
a) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan dengan proses
penyakit.
b) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang tidak berhubungan
dengan proses penyakit.
c) Salah lokasi, prosedur dan salah pasien saat pembedahan.
d) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.
e) Kekerasan/ perkosaan di tempat kerja yang mengakibatkan kematian, cacat
permanen, dan kasus bunuh diri di rumah sakit.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
1) Kejadian Tidak Diharapkan/KTD atau Adverse event adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
2) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse event) harus dilaporkan dari unit
pelayanan rumah sakit ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKPRS dalam
waktu 2x24 jam, setelah terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan
insiden .
3) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD antara lain:
a) Reaksi transfusi.
b) Efek samping obat yang serius.
c) Signifikan medical error.
d) Perbedaan signifikan diagnosa pre dan post operasi.
e) Adverse event atau kecenderungan saat dilakukan sedasi dalam/anasthesi.
f) Kejadian khusus yaitu outbreak infeksi.
g) Kesalahan obat.
d. Kejadian Tidak Cidera (KTC)
KTC/ Kejadian Tidak Cidera (No harm incident) adalah Insiden yang terpapar ke pasien,
tetapi tidak menimbulkan cidera.
e. Kejadian Nyaris Cidera
1) Kejadian Nyaris Cidera/ KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien.
2) Kejadian Near Miss/ Kejadian Nyaris Cidera/ KNC harus di laporkan dari unit
pelayanan rumah sakit ke komite keselamatan pasien dalam waktu 2x24 jam, setelah
terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan insiden.
3) Kejadian Near Miss/ KNC/Kejadian Tidak Cidera, antara lain:
a) Pengobatan
b) Identifikasi
c) Tindakan invasif
d) Diet
e) Transfusi
f) Radiologi
g) Laboratorium
2. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar
Pelaksanaan Asesmen risiko secara proaktif :
a. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2) Membuat diagram proses.
3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan dampaknya
4) Memprioritaskan modus kegagalan.
5) Identifikasi akar masalah.
6) Redesain proses
7) Analisis dan uji prose baru
8) Implementasi dan monitor perbaikan proses.
Bomb 3 1 1 1 4 2 1 1 3,30
Threat
Workplace 3 3 1 2 4 2 2 2 4,45
Violence
Tornado 0,00
Severe 0,00
Thunderstor
m
Winter 0,00
Storm
(Ice, Snow,
Low
temperature
s)
Flood 0,00
Fire 0,00
Power 0,00
Outage
Info 0,00
Systems
Failure
HVAC 0,00
Failure
Water 0,00
Service
Failure
Phone 0,00
Service
Failure
Medical 0,00
Vacuum
Failure
Disease 0,00
Outbreak
Mass 0,00
Casualty
Incident
Hazmat 0,00
Exposure
Supply 0,00
Shortage
VIP 0,00
Situation
Infant 0,00
Abduction
Average 3,00 2,00 1,00 1,50 4,00 2,00 1,50 1,50 0,39
Score
Peralatan
Dispenser sabun terpasang dan diisi. Handuk dispenser terpasang dan diisi.
Sinks fungsional. Benda tajam kontainer terpasang
dengan benar.
Housekeeping
Limbah dan kelebihan peralatan / Permukaan lantai dan bebas debu.
perlengkapan dihapus.
Ventilasi
Hubungan tekanan yang tepat Asupan udara / ventilasi bebas dari
diverifikasi. penutup pelindung.
3) Laporan Tahunan
Laporan Tahunan yang disusun oleh Komite Mutu meliputi :
a. Laporan kebijakan, panduan, pedoman dan SPO tentang mutu.
b. Laporan Indikator Mutu (Indikator Area Klinis, Area Manajerial, dan sasaran
keselamatan Pasien).
c. Laporan Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien (Insiden Keselamatan Pasien,
investigasi, Clinical Risk Management).
d. Laporan hasil kegiatan tentang Panduan praktek klinik dan clinical patway.
e. Laporan asesmen risiko secara proaktif.
f. Laporan Pendidikan dan Pelatihan PMKP.
g. Laporan Surveilance, Monitoring & Evaluasi PPI.
h. Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kontrak.
i. Laporan Monitoring dan evaluasi Penilaian Kinerja Unit dan Individu (Profesi
dan Staf).
j. Laporan hasil kegiatan program mutu lainnya.
k. Laporan hasil capaian kegiatan di bandingkan dengan program yang telah
disetujui dalam RKA tahun yang telah berjalan.
l. Laporan permasalah pelaksanaan program kegiatan mutu.
m. Laporan rekomendasi.
n. Tindak lanjut.
BAB IV
LOGISTIK
Contoh :
45-Mnj344-Prog17, untuk kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan PONEK di
kamar bedah
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih
aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
B. Tujuan
Terlaksananya data yang valid dalam proses kegiatan keselamatan pasien di seluruh
unit RS dalam rangka mendukung mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Monitoring tersebut dari masing-masing unit dalam pelaksanaan rekomendasi, tindak lanjut
dan redesain sesuai kebutuhan dalam rangka proses kegiatan keselamatan pasien sesuai
data yang valid.
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
A. Keselamatan Kerja
1. Pengertian
Keselamatan kerja adalah sebagian ilmu pengetahuan yang penerapannya sebagai
unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah
mengerjakan pekerjaannya. Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur
keamanan dan kesehatan kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti dalam
bekerja dan melaksanakan prosedur kerja.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 menyatakan bahwa tempat kerja wajib
menyelenggarakan upaya kesehatan kerja adalah tempat kerja yang mempunyai resiko
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai paling sedikit 10
(sepuluh) orang. Rumah sakit adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori
seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di unit komite mutu bertujuan
melindungi karyawan dan pelanggan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam
dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi,
yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan
martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari
perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini pegawai Unit Rekam Medis dan
perlindungan terhadap Rumah Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit.
Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai
dan meningkatkan produktivitas rumah sakit.
Pemerintah berkepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan semua usaha-
usaha masyarakat. Pemerintah berkepentingan melindungi masyaraktnya termasuk para
pegawai dari bahaya kerja. Sebab itu Pemerintah mengatur dan mengawasi pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin:
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dapat terjadi bila :
a. Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;
b. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi;
c. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin;
d. Tidak tersedia alat-alat pengaman;
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll.
2. Tujuan
a. Untuk tercapainya kesehatan dan keselamatan karyawan saat bekerja dan setelah
bekerja
b. Untuk lebih meningkatkan kinerja saat omzet perusahaan
c. Kegiatan rumah sakit berjalan lancar tanpa adanya hambatan
d. Tingkat produktifitas yang optimal
3. Keselamatan Umum
a. Tempat kerja
Tempat kerja diperlukan ruang kerja yang sesuai dengan jumlah SDM suasana
tenang dan terdapat ruang untuk penempatan data, sarana prasarana dan SDM mutu
b. Ergonomis
Ergonomis lingkungan kerja SDI di unit mutu harus sesuai standart ergonomis dari
meja, kursi dan komputer/lap top.
c. Cahaya
Cahaya tempat kerja harus terang karena kegiatan banyak menginput data dan
analitik serta deskriptif.
d. Pencegahan mata
SDM mutu sering bekerja di depan komputer atau laptop yang terdapat resiko
radiasi cahaya komputer atau laptop maka perlu screen server laptop atau komputer
serta dukungan kaca mata dan vitamin untuk mata.
e. Tersengat listrik
Tempat kerja banyak peralatan yang berhubungan denga listrik sehingga resiko
tersengat listrik dan konsleting arus listrik sehingga mengakibatkan kerusakan data
atau sistem informasi sehingga diperlukan dukungan sarana ruang, tata lokasi listrik
dan bahan listrik yang sesuai standart.
f. Kebakaran
SDM dilatih pencegahan kebakaran dilingkungan RS.
g. Banjir
Di lakukan pencegahan banjir saat akan kerja, pulang kerja dan saat kerja bila
terjadi proses banjir dengan koordinasi petugas K3 atau petugas siaga bencana.
h. Keamanan data
Keamanan data mutu hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu yang
mempunyai kode di tiap-tiap ruang atau orang yang terlibat dalam mutu.
i. APD
Diperlukan jika kita melakukan moln itoring dan evaluasi saat melakukan
kunjungan kelapangan sesuai unit yang dituju di dalam perawatan/ pelayanan RS
sesuai kebutuhan antara lain. menggunakan masker, sarung tangan.
j. Cuci tangan standart WHO
Cuci tangan sesuai 5 (lima) momen yaitu saat monitoring ke ruang pelayanan
pasien:
1) Sebelum menyetuh pasien
2) Setelah menyentuh pasien
3) Sebelum melakukan tindakan aseptik/prosedur
4) Setelah kontak dengan cairan yang beresiko
5) Setelah kontak dengan lingkungan pasien
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
Agar upaya peningkatan mutu di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya
penigkatan mutu pelayanan.
Untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan proses PDSA di komite mutu kami
melakukan pengendalian mutu sebagai berikut :
1. Ketepatan sample indikator mutu dari unit
a. Definisi operasional
Ketepatan sampel indikator mutu dari unit adalah jumlah sampel dengan kriteria
bila mana seluruh populasi <100 dari total sampel dan bila mana populasi >100 adalah
sampel 30%.
b. Formula
Jumlah unit yang sampelnya sesuai populasi x 100%
Jumlah total unit yang melaksanakan dan
melaporkan pengukuran indikator mutu
c. Target 75%
d. Frekuensi 1 (satu) bulan
2. Ketepatan akurasi pengukuran data hasil validasi dari indikator mutu.
Kriteria:
a. Mengumpulkan data kembali oleh orang kedua*
b. Menggunakan sampel secara statistik*
c. Membandingkan antara data awal dengan data yang dikumpulkan kembali
d. Disebut baik bila akurasi levelnya minimal 90% atau tidak akurasi <10% dengan
rumus akurasi sebagai berikut :
e. Apabila perbandingan datanya tidak sama, penyebabnya harus dicatat dan tindakan
korektif harus dilaksanakan
f. Mengumpulkan sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan*
g. Jumlah sample untuk validasi jika populasi 180 records or greater maka sample 5%
atau maximum 50 sample. Dan jika jumlah populasi <180 records: maka 9 sample
atau jika populasi <9 maka sample 100%.
Definisi operasional
Jumlah unit validasi yang dengan akurasi minimal 90% dari yang dilakukan pengukuran
data validasi.
Formula
Jumlah unit yang dilakukan validasi dengan hasil akurasi 90% x 100%
Jumlah total unit yang melaksanakan validasi dan
melakukan pengukuran akurasi
a. Target :100%
b. Frekuensi pengukuran : 1 bulan
c. Target 75%
d. Frekuensi : 1 bulan
c. Target : 75%
5. Ketepatan pemaparan data indikator mutu di komite mutu (eksternal ke website tiap 3
bulan)
a. Definisi operasional
Data indikator mutu yang ditampilkan lewat web site maksimal dalam waktu 3 bulan
sekali dari data indikator mutu.
b. Target : 100%
c. Frekuensi :3 bulan
c. Target :75%
d. Frekuensi pengukuran 3 bulan.
BAB IX
PENUTUP
Telah disusun Buku Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien PKU
Muhammadiyah Sukoharjo, yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan bagian
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di PKU
Muhammadiyah Sukoharjo.
Buku Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien PKU Muhammadiyah
Sukoharjo ini disusun dengan harapan dapat menjadi acuan dan pedoman bagi kita, khususnya
yang bertugas di unit komite mutu. Pedoman kerja peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini
akan ditinjau ulang secara periodik, oleh sebab itu masukan yang bersifat membangun sangat
diharapkan.
Machmud Surjanto
NBM : 10947636