Anda di halaman 1dari 8

Katarak ditengarai menjadi penyebab sebagian besar gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia,

termasuk di Indonesia. Mengutip hasil survei kebutaan di Indonesia yang dikembangkan oleh
International Center of Eye Health (ICEH) dan direkomendasikan oleh WHO melalui metode Rapid
Assasment of Avoidable Cataract (RAAB), yang memberikan gambaran situasi aktual dan data akurat
prevalensi kebutaan serta gangguan penglihatan. Survei yang dilakukan di 15 Propinsi Indonesia pada
populasi usia 50 tahun, mendapatkan angka prevalensi kebutaan tertinggi sebesar 4,4,% (Jawa Timur)
dan terendah sebesar 1,4% (Sumatera Barat), yang mana sebanyak 64-95% disebabkan oleh katarak.

'Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropis yang mendapatkan pancaran sinar ultraviolet
(UV) lebih banyak, sehingga memengaruhi daya tangkap mata', kata Menkes.

Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah
penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun. Oleh sebab itu, percepatan penanggulangan buta akibat
katarak yang paling tepat adalah dengan melakukan operasi katarak dengan hasil operasi yang optimal,
dengan mengangkat lensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa buatan sehingga penglihatan
dapat kembali normal. Operasi ini tidak memakan biaya yang terlalu mahal dan telah masuk ke dalam
skema jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.

Kebutuhan operasi katarak di Indonesia lebih kurang 240.000 orang setiap tahunnya. Sementara itu,
kemampuan untuk melakukan operasi katarak diperkirakan baru mencapai 180.000/tahun sehingga
setiap tahun selalu bertambah backlog. Besarnya backlog katarak disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya adalahkarena akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata masih terbatas
terutama di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan
kesehatan dan SDM kesehatan yang memadai, salah satunya keberadaan dokter spesialis mata. Jika kita
tidak segera mengatasi backlog katarak ini maka angka kebutaan di Indonesia semakin lama akan
semakin tinggi.

http://www.depkes.go.id/article/view/17020600001/deteksi-dini-pupil-mata-putih-cegah-kebutaan-
pada-anak.html

Kebutaan akibat katarak masih mendominasi tingkat kebutaan di Indonesia. Pasalnya tingkat kebutaan
ini masih cukup tinggi, hingga mencapai tiga persen. Katarak merupakan penyumbang terbesar
kebutaan di Indonesia yang hampir mencapai 60 persen.

Gangguan pengelihatan seperti katarak merupakan penyebab kebutaan tertinggi di Indonesia,


maka peta jalan yang akan diluncurkan juga memuat strategi percepatan penanggulangan katarak
antara lain : 1) meningkatkan jumlah skrining dan operasi katarak secara optimal; 2) mendorong
setiap daerah untuk melaksanakan penanggulangan katarak dengan mempertimbangkan aspek
demografi dan prevalensi kebutaan, dan 3) memperkuat sistem rujukan mulai dari masyarakat,
fasilitas kesehatan primer, fasilitas kesehatan sekunder sampai dengan fasilitas pelayanan
kesehatan tersier.

Untuk penanggulangan gangguan penglihatan lainnya diperlukan beberapa langkah strategis


antara lain : 1) menjamin anak sekolah dengan gangguan penglihatan dapat terkoreksi, 2)
mengembangkan pola pelayanan kesehatan komprehensif penderita retinopati diabetikum,
glaukoma dan low vision, dan 3) mengembangkan konsep rehabilitasi penglihatan yang
komprehensif dan inklusif.

''Dalam meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan mata yang komprehensif dan
bermutu, kami mempersiapkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas
maupun Rumah Sakit yang diperkuat dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional untuk
operasi katarak.'' Ujar Nila.

Hari Penglihatan Sedunia tahun 2017 mengambil tema-nasional Mata Sehat, Investasi Bangsa.
Tema ini relevan dengan upaya Pemerintah mencegah dan mengendalikan kebutaan di Indonesia
dengan melibatkan seluruh jajaran lintas sektor, organisasi profesi, kalangan swasta, dunia usaha
serta seluruh lapisan masyarakat. Sebab, gangguan penglihatan dan kebutaan masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Hasil Survei Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness atau RAAB tahun 2014 2016 di 15
provinsi menunjukkan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan adalah kelainan refraksi 10-
15% dan katarak 70-80%. Data ini mendasari fokus program penanggulangan gangguan penglihatan dan
kebutaan di Indonesia, pada penanggulangan katarak dan kelainan refraksi.

Katarak merupakan penyebab utama  gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia dan di dunia.
Dari semua kebutaan pada masyaraka, lebih dari 50% disebabkan oleh katarak. Padahal katarak dapat
disembuhkan melalui operasi dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan sudah dijamin oleh BPJS. Jadi 
yang terpenting adalah kesadaran dan kemauan dari masyarakat akan pentingnya kesehatan mata
sehingga mau memeriksakan kesehatan matanya ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, kata
Menkes Nila F. Moeloek pada acara Bakti Sosial Operasi Katarak dalam rangka Hari Ulang Tahun Indosiar
ke 21 dan KORBRIMOB Polri ke 70, bekerja sama dengan Perdami di Depok, Jawa Barat (9/1).

Katarak merupakan proses degeneratif yang sangat dipengaruhi oleh faktor usia, oleh karena itu kasus
ini akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah lanjut usia. Walaupun katarak juga dapat
diderita oleh bayi dan anak, yang disebabkan oleh proses dalam kandungan seperti infeksi dan
malnutrisi selama usia anak-anak, namun kasus ini sangat jarang dijumpai.
Menkes  menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
baik di Puskesmas maupun Rumah Sakit. Hal ini juga diperkuat  dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional bagi masyarakat miskin termasuk untuk operasi katarak. Pelayanan Kesehatan Mata
diselenggarakan mulai dari pelayanan kesehatan primer di Puskesmas dan pelayanan rujukan di Rumah
Sakit. Di samping itu kita juga memiliki  Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) di 10 provinsi yang
juga dapat melayani operasi katarak, terangnya.

Di Indonesia hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid Assessment of Avoidable
Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3 provinsi (NTB, Jabar dan Sulsel)  tahun 2013 -2014 didapatkan
prevalensi kebutaan pada masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut  adalah 3,2 %
dengan penyebab utama adalah katarak (71%).

Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah
penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun. Sementara itu kemampuan kita untuk melakukan operasi
katarak setiap tahun diperkirakan baru mencapai 180.000/tahun sehingga setiap tahun selalu
bertambah backlog katarak sebesar lebih kurang 70.000. Jika kita tidak segera mengatasi backlog
katarak ini maka angka kebutaan di Indonesia semakin lama akan semakin tinggi, tegas Menkes.

Besarnya backlog katarak dis ebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata masih terbatas terutama di daerah-daerah terpencil,
perbatasan dan  kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dan SDM kesehatan yang
memadai termasuk keberadaan dokter spesialis mata.

Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan


Penglihatan dan Kebutaan dan Rencana Aksi Nasional untuk Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan
Kebutaan. Upaya ini sejalan dengan komitmen global Vision 2020: The Right to Sight yang dicanangkan
oleh WHO,  bahwa pada tahun 2020 diharapkan setiap penduduk mempunyai hak untuk dapat melihat
secara optimal.

Pada tahun ini Indonesia juga telah membentuk Komite Mata Nasional untuk penanggulangan gangguan
penglihatan dan kebutaan. Komite Mata ini merupakan wadah koordinasi antara semua pihak yang
terkait dalam upaya kesehatan mata baik dari unsur Pemerintah, swasta dan masyarakat. Komite ini
diharapkan dapat membantu Pemerintah dalam upaya untuk penanggulangan gangguan penglihatan
dan kebutaan sampai ke daerah-daerah.

Pada umumnya katarak susah dicegah, yang bisa dicegah adalah kebutaan karena katarak. Kebutaan itu
bisa dihindari dengan cara dioperasi.

''Operasi katarak adalah operasi paling efektif, paling efisien, paling menimbulkan benefit paling tinggi
daripada tindakan prosedur lainnya, sehingg orang yang tadinya tidak produktif jadi produktif lagi,''
tambahnya.
Saat ini pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bersama seluruh stakeholders
termasuk Komisi Mata Nasional (Komatnas) sudah menyusun satu peta jalan penanggulangan gangguan
penglihatan di Indonesia.

Peta jalan tersebut telah diadopsi oleh Organisasi Internasional Pencegahan Kebutaan (IAPB) untuk
dijadikan contoh bagi negara lain.

''Peta jalan ini kalau memperlihatkan bagaimana strategi mengatasi gangguan penglihatan yang dimulai
dari tingkat Posbindu, fasilitas kesehatan Primer, dan RS tipe C sampai A,'' jelas dr. Sidik.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan permasalahan gangguan penglihatan harus dikembalikan
pada promotif dan preventif. Hal itu berhubungan dengan perilaku masing-masing individu karena
menurut Nila, bagaimana pun juga regulasi tentang kesehatan mata dibuat akan percuma kalau perlaku
setiap orang tidak berubah.

''Jadi lakukan perilaku hidup sehat seperti olahraga, makan buah, dan cek kesehatan secara berkala. Cek
kesehatan berkala itu penting, mata kalau sudah kena (bermasalah) karean sakit gula misalnya, butanya
bisa permanen. Jadi yang penting itu bukan ngobatin tapi cegah,'' tegas Nila.

"Tiga alasan utama penderita katarak belum dioperasi adalah karena ketidaktahuan, ketidakmampuan
dan ketidakberanian," lanjutnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Angka Kebutaan Katarak di Indonesia
Masih Tinggi, http://jogja.tribunnews.com/2018/03/06/angka-kebutaan-katarak-di-indonesia-
masih-tinggi.
Penulis: Noristera Pawestri
Editor: has

Menurut Andjelic (2012) bahwa hormon estrogen pada wanita mungkin mempengaruhi
pembentukan katarak. Hormon ovarian meningkatkan katarak yang didinduksi radiasi. Endogen
utama estrogen, ẞ-estradiol memiliki mitogenik dan efek anti-oksidatif pada konsentrasi
fisiologis, sedangkan tingkat farmakologi menginduksi stres oksidatif dan bertindak proapoptosis
dalam lensa. Suplemen hormon percobaan menunjukkan bahwa
estrogen bertanggungjawab dalam pembentukan katarak. Perbedaan hasil dalam penelitianini
disebabkan karena perbedaan tingkat hormon dan konsentrasi metabolit terhadap kerentanan
individu dalam pembentukan katarak

file:///C:/Users/USER/Downloads/9599-19087-1-SM.pdf

Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan masyarakat.Kebutaan karena


katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan masalah kesehatan global yang harus segera
diatasi, karena kebutaan dapat menyebabkan berkurangnya kualitas sumber daya manusia dan
kehilangan produktifitas. Kebutaan akibat katarak masih mendominasi tingkat kebutaan di
Indonesia.

Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah
penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun. Oleh sebab itu, percepatan penanggulangan buta akibat
katarak yang paling tepat adalah dengan melakukan operasi katarak dengan hasil operasi yang optimal,
dengan mengangkat lensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa buatan sehingga penglihatan
dapat kembali normal. Operasi ini tidak memakan biaya yang terlalu mahal dan telah masuk ke dalam
skema jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.

Hasil Survei Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness atau RAAB tahun 2014 2016 di 15
provinsi menunjukkan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan adalah kelainan refraksi 10-
15% dan katarak 70-80%. Data ini mendasari fokus program penanggulangan gangguan penglihatan dan
kebutaan di Indonesia, pada penanggulangan katarak dan kelainan refraksi.

Katarak merupakan proses degeneratif yang sangat dipengaruhi oleh faktor usia, oleh karena itu kasus
ini akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah lanjut usia. Walaupun katarak juga dapat
diderita oleh bayi dan anak, yang disebabkan oleh proses dalam kandungan seperti infeksi dan
malnutrisi selama usia anak-anak, namun kasus ini sangat jarang dijumpai.
"Tiga alasan utama penderita katarak belum dioperasi adalah karena ketidaktahuan, ketidakmampuan
dan ketidakberanian,

Faktor penyebab katarak termasuk katarak senilis dapat berasal dari beberapa faktor yaitu 1) faktor
yang tidak dapat dimodifikasi seperti jenis kelamin perempuan dan riwayat keluarga katarak, 2) kondisi
medis seperti diabetes, dehidrasi akut, gangguan atopik, hipertensi, asam urat (lebih dari 10 tahun), 3)
trauma mata, 4) penyakit mata lainnya, 5) konsumsi obat seperti kortikosteroid, statin, agen topikal
yang digunakan dalam pengobatan glukoma, dll serta 6) gaya hidup seperti kebiasaan merokok, paparan
sinar matahari, konsumsi alkohol, status gizi.

Gambar 1. Distribusi Penyebab


Kebutaan Estimasi Global
(sumber : Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012 )

Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi kedua di dunia setelah Ethiopia dengan
prevalensi di atas 1%. Tingginya angka kebutaan di Indonesia tidak hanya mejadi masalah kesehatan
tetapi juga masalah sosial. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) (2012) katarak
merupakan penyebab kebutaan utama di dunia. Terdapat 39 juta orang yang buta di seluruh dunia,
dengan penyebab utama kebutaan yaitu katarak sebesar 51%. Selain itu, katarak merupakan penyebab
gangguan penglihatan kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar 33% (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 dan 2013, prevalensi penduduk
yang menderita katarak termasuk katarak senilis di Indonesia sebesar 1,8% (Kemenkes RI, 2007). Pada
tahun 2013, prevalensi katarak semua umur sebesar 1,8% atau sekitar 18.499.734 orang. Sementara
perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per tahun. Selain itu, penduduk Indonesia juga memiliki
kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis
(Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah tahun
2007 dan 2013, presentase penduduk yang terdiagnosis katarak termasuk katarak senilis mengalami
peningkatan sebesar 1,1% yakni pada tahun 2007 dengan prevalensi 1,3% (Kemenkes RI, 2007) dan
pada tahun 2013 prevalensi katarak meningkat menjadi 2,4%. Selain itu, pada tahun 2013, Provinsi Jawa
Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi katarak diatas angka nasional (1,8%)
dan merupakan provinsi dengan jumlah kebutaan terbanyak di Indonesia dengan penyebab utama
kebutaan adalah katarak (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan laporan dari sub bidang pelayanan
kesehatan Dinas Kesehatan Kota.9

Semarang mengalami fluktuatif. Pada tahun 2014 jumlah penderita katarak senilis sebanyak 194
penderita. Pada tahun 2015 penderita katarak senilis mengalami peningkatan sebesar 549 menjadi 734
penderita. Pada tahun 2016 penderita katarak senilis mengalami penurunan menjadi 593 penderita. 9

Kebutuhan operasi katarak di Indonesia lebih kurang 240.000 orang setiap tahunnya. Sementara itu,
kemampuan untuk melakukan operasi katarak diperkirakan baru mencapai 180.000/tahun sehingga
setiap tahun selalu bertambah backlog. Besarnya backlog katarak disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya adalahkarena akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata masih terbatas
terutama di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan
kesehatan dan SDM kesehatan yang memadai, salah satunya keberadaan dokter spesialis mata. Jika kita
tidak segera mengatasi backlog katarak ini maka angka kebutaan di Indonesia semakin lama akan
semakin tinggi.9

Sementara itu kemampuan kita untuk melakukan operasi katarak setiap tahun diperkirakan baru
mencapai 180.000/tahun sehingga setiap tahun selalu bertambah backlog katarak sebesar lebih kurang
70.000. Jika kita tidak segera mengatasi backlog katarak ini maka angka kebutaan di Indonesia semakin
lama akan semakin tinggi. 8

Besarnya backlog katarak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan mata masih terbatas terutama di daerah-daerah terpencil, perbatasan
dan  kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dan SDM kesehatan yang memadai
termasuk keberadaan dokter spesialis mata. 8

Pada umumnya katarak susah dicegah, yang bisa dicegah adalah kebutaan karena katarak. Kebutaan itu
bisa dihindari dengan cara dioperasi.

''Operasi katarak adalah operasi paling efektif, paling efisien, paling menimbulkan benefit paling tinggi
daripada tindakan prosedur lainnya, sehingg orang yang tadinya tidak produktif jadi produktif lagi,''
tambahnya.

Anda mungkin juga menyukai