Anda di halaman 1dari 8

Lex Crimen Vol. VIII/No.

8/Ags/2019

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan,


PELAKU KEJAHATAN DI BIDANG KESEHATAN1 dan lebih spesifik lagi hukum kesehatan
Oleh : Josua Gideon Kawenas2 mengatur antara pelayanan kesehatan, dokter,
rumah sakit, puskesmas dan tenaga-tenaga
ABSTRAK kesehatan lain dengan pasien. Hukum
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk kesehatan pada saat ini dapat dibagi menjadi 2
mengetahui apa yang menjadi dasar hukum (dua) bagian, yaitu hukum kesehatan publik
pelayanan kesehatan dan bagaimana (public health law) dan hukum kedokteran
penegakan hukum pidana bagi pelaku (medical law). Hukum kesehatan publik lebih
kejahatan/tindak pidana di bidang kesehatan. menitik beratkan pada pelayanan kesehatan
Dengan menggunakan metode penelitian masyarakat atau mencakup pelayanan
yuridis normative, disimpulkan: 1. Pengaturan kesehatan rumah sakit, sedangkan untuk
mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia hukum kedokteran, lebih mengatur tentang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 pelayanan kesehatan pada individual atau
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang- seorang saja, akan tetapi semua menyangkut
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik tentang pelayanan kesehatan.3
Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun Dalam rangka menuju pada pertumbuhan
2009 tentang Rumah Sakit, dan Peraturan dan perkembangan kehidupan bangsa untuk
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang mencapai cita-citanya, sebagai salah satu
Jaminan Kesehatan. 2. Penegakan hukum modal pokok yang mempunyai peranan
pidana bagi pelaku kejahatan/tindak pidana di penting adalah kesehatan masyarakat. Untuk
bidang kesehatan seperti dokter dan tenaga mempertinggi derajat kesehatan dan
medis lainnya dapat dilakukan dengan kecerdasan rakyat, pembangunan kesehatan
menerapkan pasal-pasal tentang perbuatan- masyarakat perlu ditingkatkan secara terpadu
perbuatan yang dilakukan dengan kesengajaan dan berkesinambungan. Melalui sistem
dan kealpaan atau kelalaian yang diatur dalam kesehatan nasional telah dinyatakan, proses
KUHP dan UU No. 29 Tahun 2004 tentang perubahan orientasi nilai dan pemikiran
Praktik Kedokteran serta UU No. 36 Tahun 2009 termaksud selalu berkembang sejalan dengan
tentang Kesehatan. Pasal-pasal yang ada dalam perkembangan teknologi dan sosisal budaya.
KUHP adalah: Pasal 267, 294 ayat (2), Pasal 304, Upaya kesehatan yang semula berupa upaya
Pasal 531, Pasal 322, Pasal 299, Pasal 346 – penyembuhan penderita, secara berangsur-
Pasal 349, Pasal 344 dan Pasal 345 tentang angsur berkembang kearah kesatuan upaya
‘kesengajaan’ dan Pasal 359, Pasal 360 serta kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan
Pasal 361 tentang ‘kealpaan atau kelalaian’; peran serta masyarakat yang mencakup
sedangkan pasal-pasal dalam UU No. 29 Tahun upaya peningkatan (promotif), pencegahan
2004 adalah: Pasal 79 huruf ‘c’ yang menunjuk (preventif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang
pada Pasal 51 yang berisikan kewajiban- menyeluruh, terpadu dan
kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang berkesinambungan.4
dokter dan Pasal 192 sampai dengan Pasal 199 Sejalan dengan ini, Undang-Undang
UU No. 36 Tahun 2009. Republik Indonesia No. 36 tahun 2009
Kata kunci: Penegakan Hukum Pidana, Pelaku tentang Kesehatan menyatakan, “setiap
Kejahatan, Kesehatan orang berhak untuk memperoleh derajat
kesehatan yang optimal serta berkewajiban
PENDAHULUAN untuk ikut serta didalam memelihara dan
A. Latar Belakang meningkatkan derajat kesehatan”.
Di Indonesia, hukum kesehatan berkembang Penyelenggaraan pembangunan kesehatan
seiring dengan dinamika kehidupan manusia, meliputi upaya kesehatan dan sumber dayanya,
hukum kesehatan lebih banyak mengatur harus dilakukan secara terpadu dan

3 Budi Sampurno, Laporan Akhir Tim Penyusunan


1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing: Dr. Theodorus H.W. Kompendium Hukum Kesehatan, BPHN, Jakarta, 2011,
Lumenon, SH, Mhum; Dr. Denny B. A. Karwur, SH, MSi hlm. 2
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 4Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan

15071101181 RI, Jakarata, 1984, hlm-3.

31
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

berkesinambungan guna mencapai hasil yang ini adalah berdasarkan pada data sekunder,
optimal. Upaya kesehatan yang semula dititik dimana data yang diperoleh dalam
beratkan pada upaya penyembuhan bagi mendukung penelitian ini adalah didapatkan
penderita secara berangsur-angsur dari bahan hukum primer berupa: Kitab
berkembang kearah kesatuan upaya Undang-Undang Hukum Pidana, UU N 23
pembangunan kesehatan untuk seluruh Tahun 1992 yang dirubah dengan UU No. 36
masyarakat dengan peran serta masyarakat Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UU No. 29
yang bersifat menyeluruh, terpadu dan Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; bahan
berkesinambungan yang mencakup: hukum sekunder berupa : literatur-literatur,
1) upaya peningkatan (promotif); tulisan para ahli yang berhubungan dengan
2) upaya pencegahan (preventif); materi dari skripsi serta bahan hukum
3) upaya penyembuhan (kuratif); dan tertier yakni : kamus-kamus yang ada.
4) upaya pemulihan (rahabilitatif).5 Bahan-bahan hukum yang terkumpul ini
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugas kemudian diolah dan di analisis secara
pelayanan kesehatannya terhadap pasien, tidak kualitatif.
tertutup kemungkinan melakukan kesalahan
ataupun kekeliruan yang dapat menimbulkan PEMBAHASAN
kerugian bagi pasien, seperti ketinggalan A. Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan
perban dalam perut pasien yang menjalani Pengaturan mengenai pelayanan kesehatan
operasi, kesalahan melakukan operasi pada kaki di Indonesia secara tersirat terdapat dalam
passien yang sebetulnya sehat, melakukan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
tindakan aborsi, atau juga melakukan bedah Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun
plastik dan rekonstruksi untuk tujuan 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-
mengubah identitas seseorang dan perbuatan Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
tindak pidana lainnya atau kejahatan lainnya. Sakit, dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
Untuk hal-hal yang demikian sudah 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
sepantasnya bahwa penegakan hukum harus Memperhatikan UU No. 36 Tahun 2009
ditegakkan, tenaga kesehatan dapat dikenakan tentang Kesehatan, tidak ditemukan
sanksi terhadap kesalahan atau kekeliruannya perumusan pengertian mengenai pelayanan
yang sudah berupa suatu tindak kesehatan. Dalam Ketentuan Umum Pasal 1
pidana/kejahatan. angka 11 hanya dirumuskan pengertian
mengenai upaya kesehatan bahwa :
B. Rumusan Masalah “Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
1. Apa yang menjadi dasar hukum dan/atau serangkaian kegiatan yang
pelayanan kesehatan? dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
2. Bagaimanakah penegakan hukum pidana berkesinambungan untuk memelihara dan
bagi pelaku kejahatan/tindak pidana di meningkatkan derajat kesehatan
bidang kesehatan? masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan,
E. Metode Penelitian pengobatan penyakit dan pemulihan
Dalam penelitian ini, masalah didekati kesehatan oleh pemerintah dan atau
dengan pendekatan yuridis normatif atau masyarakat”.6
disebut juga penelitian kepustakaan (library Usaha untuk mewujudkan derajat
research), dengan penekanan pada kesehatan yang optimal bagi masyarakat, maka
pendekatan medik kolegal yaitu pendekatan pemerintah menyelenggarakan upaya atau
melalui hukum mengenai permasalahan pelayanan kesehatan dengan pendekatan
medik. pemeliharaan, peningkatan kesehatan
Karena penelitian ini merupakan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penelitian yuridis normatif, maka penelitian penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
5
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan;
Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, 6 UURI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

hlm. 2. Laksana, Jakarta, 2013, hlm. 11.

32
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

secara menyeluruh, terpadu dan Dalam penjelasan Pasal 2 disebutkan bahwa


7
berkesinambungan”. Dalam UU No. 36 Tahun perlindungan dan keselamatan pasien adalah
2009 dalam Bab Ketentuan umum dijelaskan bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran
apa yang dimaksud dengan pelayanan tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan
kesehatan promotif, preventif dan kuratif dan semata, tetapi harus mampu memeberikan
rehabilitatif sebagai berikut: peningkatan derajat kesehatan dengan tetap
Pasal 1 angka 12:8 memperhatikan perlindungan dan keselamatan
“Pelayanan kesehatan promotif adalah pasien.13
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan Pasal 3 menyebutkan bahwa Pengaturan
pelayanan kesehatan yang lebih praktik kedokteran bertujuan untuk:14
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi a. memberikan perlindungan kepada pasien;
kesehatan.” b. mempertahankan dan meningkatkan mutu
Pasal 1 angka 13:9 pelayanan medis yang diberikan oleh dokter
“Pelayanan kesehatan preventif adalah dan dokter gigi; dan
suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu c. memberikan kepastian hukum kepada
masalah kesehatan/penyakit. masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Pasal 1 angka 14:10 Selain apa yang sudah disebutkan pada
“Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu Pasal 3 di atas, maka pasien dalam menerima
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai
pengobatan yang ditujukan untuk hak:15
penyembuhan penyakit, pengurangan a. mendapatkan penjelasan secara lengkap
penderitaan akibat penyakit, pengendalaian tentang tindakan medik sebagaimana
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
kualitas penderita dapat terjaga secara b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi
optimal.” lain;
Pasal 1 angka 15:11 c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan
“Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kebutuhan medik;
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk d. menolak tindakan medik; dan
mengembalikan bekas penderita ke dalam e. mendapatkan isi rekam medik.
masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap
untuk dirinya dan masyarakat semaksimal Pelaku Tindak Pidana Di Bidang Kesehatan
mungkin sesuai dengan kemampuannya’.
Sedangkan dalam UU No. 29 Tahun 2004 Tindak pidana di bidang kesehatan atau
Tentang Praktik Kedokteran, juga tidak dikenal juga dengan tindakan medik merupakan
ditemukan perumusan mengenai pelayanan kesalahan pengambilan tindakan medis yang
kesehatan. Namun bila diperhatikan pada Bab II dilakukan oleh tenaga medis profesional
tentang Azas dan Tujuan, pada Pasal 2 dan maupun tenaga medis amatir baik disengaja
Pasal 3 dapat ditemukan mengenai atau tidak disengaja atau dokter (tenaga medis)
perlindungan kepada pasien dan meningkatkan tersebut melakukan praktik yang buruk.16
mutu pelayanan medik. Terdapat 4 (empat) hal penting yang berkaitan
Pasal 2 menyebutkan bahwa “praktik dengan kejadian malpraktik tersebut, yakni:
kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila 1. Adanya kegagalan tenaga medis untuk
dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, melakukan tata laksana sesuai standar
keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta terhadap pasien. Standar yang
perlindungan dan keselamatan pasien.”12 dimaksud mengacu pada standar
prosedur operasional yang ditetapkan.
7 H.Hendrojono Soewono, Op-Cit.
8 UU No. 35 Tahun 2009, Op-Cit.
9 Ibid. 13 Ibid, hlm. 91.
10 Ibid, hlm. 12. 14 Ibid, hlm. 56
11 Ibid. 15 Ibid.
12 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, 16 Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Kedokteran dan

Citra Umbara, Bandung, 2013, hlm. 55 Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta, 1999.

33
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

2. Kurangnya ketrampilan para tenaga (1) diatur sesuai dengan ketentuan


medis17 peraturan peundang-undangan.
3. Adanya faktor pengabaian.
4. Adanya cidera yang merupakan akibat Penanganan terhadap masalah yang diduga
salah satu dari ketiga faktor tersebut di malpraktek, Mahkamah Agung melalui Surat
atas. Edarannya (SEMA) tahun 1982 telah memberi
Standar prosedur operasional haruslah arahan kepada aparat Hakim, bahwa
diikuti oleh seorang tenaga medis agar tindakan penanganan terhadap kasus dokter atau tenaga
medis yang dilakukannya tidak tergolong kesehatan lainnya yang diduga melakukan
sebagai tindak pidana. Adapun standar tersebut kelalaian atau kesalahan dalam melakukan
dikenal juga dengan standar profesi tindakan atau pelayanan medis, agar jangan
kedokteran. langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi
Pasal 24 ayat (1) UU No. 36 tahun dimintakan dulu pendapat dari Majelis Kode
2009 tentang Kesehatan menentukan bahwa Etik Kedokteran (MKEK).
dalam melakukan tugasnya, tenaga Peran MKEK ini dalam Undang-Undang
kesehatan berkewajiban mematuhi standar Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.
profesi dan menghormati hak-hak pasien. Keppres Nomor 56 Tahun 1995 Tentang Majelis
Dokter yang merupakan tenaga kesehatan Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), diberi
termasuk dalam kelompok sebagaimana yang kewenangan untuk menentukan ada tidaknya
ditentukan dalam penjelasan ketentuan kelalaian atau kesalahan dokter. MDTK
tersebut. Salah satu bentuk kegiatan dokter diharapkan lebih obyektif pendapatnya karena
dalam melaksanakan profesinya adalah lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non
melakukan tindakan medis. struktural yang beranggotakan unsur-unsur dari
Standar profesi tersebut berlaku sebagai Ahli Hukum, Ahli Kesehatan, Ahli Agama, Ahli
pedoman yang harus digunakan dalam Psikologio dan Ahli Sosiologi.
melaksanakan profesi secara baik dan benar. Dalam pelayanan medik, maka seorang
Apabila dokter melakukan kelalaian atau dokter hanya berusaha semaksimal mungkin
pelanggaran terhadap standar profesi medik melakukan penyembuhan atau paling tidak
dalam melaksanakan profesinya dan akibat mengurangi beban penyakit pasiennya. Dokter
dari kelalaian itu menimbulkan kerugian bagi tidak mungkin menjanjikan hasil kepada
pasien atau keluarganya, pasien berhak pasiennya, karena banyak faktor yang dapat
untuk memperoleh ganti rugi sesuai dengan mengakibatkan tidak berhasilnya pelayanan
ketentuan Pasal 58 UU No. 36 tahun 2009 kesehatan tersebut, seperti misalnya, sifat dan
tentang Kesehatan yang berbunyi:18 macam penyakit, usianya, komplikasinya, taraf
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi tingkat penyakit yang berbeda-beda dan hal-hal
terhadap sesesorang, tenaga kesehatan, yang meliputi daya tahan tubuh. Dengan kata
dan/atau penyelenggaraan kesehatan yang lain, tidak ada kepastian dalam upaya
menimbulkan kerugian akibat kesalahan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan dokter. Walau demikian untuk menghindarkan
yang diterimanya. dokter dari tuntutan pasien atau keluarga
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pasien atas kegagalan melakukan pelayanan
pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga medisnya, maka dokter dituntut agar dalam
kesehatan yang melakukan tindakan melakukan pelayanan kesehatannya secara
penyelematan nyawa atau pencegahan berhati-hati dan harus bersandarkan pada
kecacatan seseorang dalam keadaan standar profesi, standar pelayanan medis dan
darurat. standar pelayanan prosedur operasional.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat kedokteran selain mengatur masalah hukum
administrasi juga banyak mengatur tentang
17 Safitri Hariyani, Sengketa Medik, Alternatif Penyelesaian sanksi pidana bagi dokter yang melakukan
Antara Dokter Denagn Pasien, Diadit Media, Jakarata, kesalahan dalam melakukan praktek
2005, hlm. 48.
18 UURI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Laksana, kedokterannya.
Jogjakarta, 2013, hlm. 36.

34
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

Pasal-pasal yang berisi sanksi pidana Beberapa pasal yang tercantum dalam
terdapat pada Pasal 75 sampai dengan Pasal KUHP dapat dikenakan dalam kasus malpraktek
80, namun yang berkaitan langsung dengan yaitu yang berkaitan dengan kesengajaan dan
profesi medis terdapat pada Pasal 79 huruf c kealpaan/kelalaian. Di dalam KUHP, pasal-pasal
yang berbunyi sebagai berikut: tersebut dapat dipakai oleh pasien atau
“Dipidana dengan pidana kurungan paling keluarganya untuk menuntut dokter atas
lama 1 (satu) tahun atau denda paling malpraktek medik yang diduga telah
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh dilakukannya.
juta rupiah), setiap dokter atau dokter Pasal-pasal yang berkaitan dengan
gigi yang: ‘kesengajaan’ misalnya:
c. dengan sengaja tidak memenuhi 1. Pasal 267 KUHP, tentang surat keterangan
kewajiban sebagaimana dimaksud palsu.
dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, Dalam praktek, begitu mudahnya seorang
huruf c, huruf d, atau huruf e”. dokter memberikan surat keterangan sehat
Ketentuan Pasal 51 tersebut merupakan kepada seseorang walaupun tanpa melalui
ketentuan terhadap kewajiban-kewajiban yang pemeriksaan dalam atau laboratorium atau
harus dilakukan oleh seorang dokter atau pemeriksaan pendukung lainnya. Hal semacam
dokter gigi dalam melaksanakan praktek ini sudah termasuk kategori membuat surat
kedokteran, manakala kewajiban ini tidak keterangan palsu manakala seseorang yang
ditaati maka berakibat sanksi pidana dibuatkan surat sehat tersebut ternyata
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 79 UU mengidap penyakit dalam yang tidak terdeteksi
No. 29 Tahun 2004. hanya dengan sekedar melakukan pemeriksaan
Pasal 51 UU No. 29 Tahun 2004 berbunyi luar.
sebagai berikut:
“Dokter atau dokter gigi dalam 2. Pasal 294 ayat (2) KUHP, tentang perbuatan
melaksanakan praktek kedokteran cabul.
mempunyai kewajiban: Khusus untuk dokter yang disangka
a. memberikan pelayanan medis sesuai melakukan malpraktek medik, maka unsur dari
standar profesi dan standar prosedur Pasal 294 ayat (2) KUHP yang dapat digunakan
operasional serta kebutuhan medis adalah tentang perbuatan cabul dengan
pasien; pasiennya. Karena dapat saja terjadi seorang
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter dokter yang sedang memeriksa pasiennya di
gigi lain yang mempunyai keahlian ruangan tertutup, terangsang dan melakukan
atau kemampuan yang lebih baik, perbuatan cabul seperti mencium, meraba-raba
apabila tidak mampu melakukan atau bahkan menyetubuhi.
suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang 3. Pasal 304 dan Pasal 531 KUHP, tentang
diketahuinya tentang pasien, bahkan membiarkan seseorang yang seharusnya
juga setelah pasien itu meninggal ditolong.
dunia; Sebagai sebuah profesi, maka dokter
d. melakukan pertolongan darurat atas memiliki kewajiban hukum untuk selalu
dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia memberikan pertolongan terhadap orang yang
yakin ada orang lain yang bertugas menderita sakit. Maka apabila ternyata seorang
dan mampu melakukannya; dan dokter mengetahui ada orang yang sedang
e. menambah ilmu pengetahuan dan menderita sakit namun tidak melakukan
mengikuti perkembangan ilmu pertolongan berupa perawatan, maka dokter
kedokteran atau kedokteran gigi. dapat dikenakan dan dituntut dengan kedua
Manakala kewajiban-kewajiban pasal tersebut di atas.
sebagaimana tercantum pada Pasal 51 di atas 4. Pasal 322 KUHP, tentang pelanggaran
tersebut tidak dilakukan, maka dokter atau rahasia oleh dokter.
dokter gigi terancam pidana sebagaimana Kewajiban menyimpan rahasia jabatan
diatur pada Pasal 79 huruf c seperti yang seperti dimaksudkan Pasal 322 KUHP ini tidak
sudah disebutkan. khusus diperuntukkan hanya untuk dokter

35
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

semata, tetapi untuk semua profesi yang perawatan dokter. Penghilangan jiwa pasien
diwajibkan hukum. Khusus untuk dokter ini, dengan sengaja apapun alasannya tetap tidak
kewajiban tersebut diatur juga dalam UU No. dapat dibenarkan oleh hukum.
29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Selanjutnya pasal-pasal yang mengandung
yang mulai efektif berlaku sejak 6 Oktober 2005 unsur ‘kealpaan’ atau ’kelalaian’ yaitu:
yaitu dalam Pasal 51 huruf c yang berbunyi: Pasal 359, 360 dan 361 KUHP, tentang
“merahasiakan segala sesuatu yang akibat kelalaiannya mengakibatkan orang lain
diketahuinya tentang pasien, bahkan juga mati, atau luka. Untuk dapat menerapkan
setelah pasien itu meninggal dunia”. pasal-pasal di atas terhadap kasus malpraktek
5. Pasal 299, 346, 347, 348 dan 349 KUHP, medik, maka harus dibuktikan dulu adanya
tentang melakukan perbuatan abortus atau unsur kelalaian atau ketidak hati-hatian atau
membantu melakukan abortus. sembrono, serta harus dibuktikan pula unsur
Pasal-pasal di atas berkaitan dengan upaya tidak/kurang dipenuhi standar profesi, standar
abortus criminalis atau upaya menggugurkan pelayanan dan standar operasional prosedur.
kandungan tanpa adanya indikasi medis Terdapat perbedaan yang cukup signifikan
(abortus medicalis). Abortus medicalis ini antara perbuatan /tindak pidana biasa dengan
dibenarkan oleh hukum, dengan pertimbangan perbuatan/tindak pidana medis. Karena pada
bahwa kehamilan seorang ibu akan perbuatan/tindak pidana biasa yang perlu
mengakibatkan bahaya bagi keselamatan diperhatikan adalah akibatnya, sedangkan
jiwanya atau bayinya, maka dokter untuk perbuatan/tindak pidana medis adalah
memutuskan lebih memilih keselamatan ibunya penyebabnya. Dengan demikian, walaupun
dan mengorbankan bayinya. Permasalahan berakibat fatal, namun bila tidak didapati
yang mungkin akan muncul adalah dengan adanya kesalahan yaitu unsur kelalaian atau
semakin majunya teknologi kedokteran, maka kealpaan yang berkaitan dengan profesi
akan diketahui lebih dini bahwa janin dalam kedokteran, maka dokter tidak dapat dituntut.
kandungan ibu pertumbuhannya tidak Bersalah tidaknya dokter diukur dari
sempurna atau cacat misalnya, bolehkah apakah tindakan medik itu telah memenuhi
dengan alasan itu dokter menggugurkan bayi standar pelayanan medik, standar operasional
yang ada dalam kandungan si ibu? prosedur dan apakah adanya ‘contribution
Tindakan abortus criminalis, merupakan negligence’ dari pasien. Selain dari pada itu
perbuatan pidana dan diancam dengan pidana apakah kemampuan dokter tersebut telah
sebagaimana tercantum dalam KUHP. memenuhi kemampuan kedokteran pada
umumnya (kemampuan rata-rata) atau standar
6. Pasal 344 dan 345 KUHP, tentang euthanasia. profesi, juga apakah tindakan dokter tersebut
Pasal-pasal ini berkaitan dengan tidak melanggar kode etik kedokteran.
pertolongan membunuh diri atau dalam istilah Oleh karena itu apabila semua prosedur
kedokteran ‘euthanasia’. Euthanasia ini telah dilaksanakan dengan sempurna, maka
berkaitan dengan profesi dokter, karena sakit kegagalan dokter dalam melakukan tindakan
pasien yang tak mungkin lagi sembuh, atau medik tidak dapat dikategorikan dengan
sakit yang terus menerus, atau terlalu berat ‘medical malpractice’, namun harus
beban biaya pengobatannya di rumah sakit dikategorikan ‘resiko medik’ yang tidak dapat
sehingga baik pasien itu sendiri atau atas dituntut secara hukum.
permintaan keluarganya minta agar disuntik
mati saja. Hal semacam ini dalam sistem hukum PENUTUP
Indonesia masih masuk kategori terlarang atau
tidak dibenarkan. Hanya saja dalam prakteknya A. Kesimpulan
sering juga terjadi euthanasia dalam arti yang 1. Pengaturan mengenai pelayanan kesehatan
pasif, yaitu apabila menurut keadaannya pasien di Indonesia terdapat dalam Undang-
harus dirawat di rumah sakit dengan Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
menggunakan alat bantu oksigen, infus, cuci Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29
darah misalnya, karena sudah tidak sanggup Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
lagi membayar biaya rumah sakit maka Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
keluarganya memaksa untuk pulang tanpa tentang Rumah Sakit, dan Peraturan

36
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Isfandyarie Anny, Malpraktek Dan Resiko
Jaminan Kesehatan. Medis, Prestasi Pustaka, Jakarta,
2. Penegakan hukum pidana bagi pelaku 2005.
kejahatan/tindak pidana di bidang Koeswadji. Hermien. H., Hukum Kesehatan
kesehatan seperti dokter dan tenaga medis (Studi tentang Hubungan Hukum
lainnya dapat dilakukan dengan dalam mana Dokter Sebagai Salah Satu
menerapkan pasal-pasal tentang perbuatan- Pihak), Citra Aditya Bhakti,
perbuatan yang dilakukan dengan Bandung, 1998.
kesengajaan dan kealpaan atau kelalaian Maramis Frans, Hukum Pidana Umum dan
yang diatur dalam KUHP dan UU No. 29 Tertulis di Indonesia, RajaGrafindo
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Persada, Jakarta, 2013
serta UU No. 36 Tahun 2009 tentang Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina
Kesehatan. Pasal-pasal yang ada dalam Aksara, Jakarta, 1983
KUHP adalah: Pasal 267, 294 ayat (2), Pasal Nasution Bahder Johan, Hukum Kesehatan;
304, Pasal 531, Pasal 322, Pasal 299, Pasal Pertanggungjawaban Dokter, Rineka
346 – Pasal 349, Pasal 344 dan Pasal 345 Cipta, Jakarta, 2005
tentang ‘kesengajaan’ dan Pasal 359, Pasal Poerwadarminta. WJS., Kamus Umum Bahasa
360 serta Pasal 361 tentang ‘kealpaan atau Indonesia, Balai Pustaka, 1976.
kelalaian’; sedangkan pasal-pasal dalam UU Poernomo Bambang, Azas-Azas Hukum Pidana,
No. 29 Tahun 2004 adalah: Pasal 79 huruf Ghalia Indonesia, Jakarta, cet. ke-3,
‘c’ yang menunjuk pada Pasal 51 yang 1978
berisikan kewajiban-kewajiban yang harus Prodjodikoro Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana
dilakukan oleh seorang dokter dan Pasal 192 di Indonesia, edisi ketiga, Refika
sampai dengan Pasal 199 UU No. 36 Tahun Aditama, Bandung, 2003
2009. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan, diakses dari
B. Saran www.jkn.kemkes.go.id pada tanggal
Penerapan sanksi pidana yang sudah 30 Mei 2019.
ditetapkan dalam peraturan perundang- Pelayanan Medis, diakses dari
undangan yaitu dalam KUHP, UU No. 29 Tahun id.m.wiktionary.org pada tanggal 28
2004 dan UU No. 36 Tahun 2009 harus Mei 2019. Pelayanan Medis, diakses
diterapkan semaksimal mungkin sebagai upaya dariwww.sribcd.com pada tanggal 28
penegakan hukum, agar tenaga medis, dokter Mei 2019.
ataupun seseorang tidak akan melakukan Pengertian Pelayanan Kesehatan Pasien,
kejahatan/tindak pidana di bidang kesehatan Tujuan, Bentuk, Jenis, Syarat serta
karena nyawa manusia bukanlah untuk Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Dalam
dipermainkan. Pemberian Pelayanan, diakses dari
googleweblight.com pada tanggal 29 mei 2019.
DAFTAR PUSTAKA Raharjo Agus, Cyber Crime; Pemahaman Dan
Abdulsalam. R., Penegakan Hukum Di Lapangan Upaya Pencegahan Kejahatan
Oleh POLRI, Gagas Mitracatur Berteknologi, Citra aditya Bakti,
Gemilang, 1997. Jakarta, 200
AAMulana,2013, Sistem Pelayanan Kesehatan, Rahardjo. Satjipto., Masalah Penegakan
diakses dari Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis,
http://aamaulana96.blogspot.com/20 Sinar Baru, Bandung.
13/03/sistem-pelayanan- Sianturi S.R, Azas-Azas Hukum Pidana di
kesehatan.html?m=1, tanggal 29 Mei Indonesia dan Penerapannya, Alumni
2019. AHM-PTHM,Jakarta, 1989
Bemmelen. Van JM., Hukum Pidana I, Bina Sampurno Budi, Laporan Akhir Tim Penyusunan
Cipta, Jakarta, 1984. Kompendium Hukum Kesehatan,
Hariyani Safitri, Sengketa Medik, Alternatif BPHN, Jakarta, 2011
Penyelesaian Antara Dokter Denagn Sistem Kesehatan Nasional, Departemen
Pasien, Diadit Media, Jakarta, 2005 Kesehatan RI, Jakarta, 1984.

37
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

Soedjatmiko. H. M., Masalah Medik Dalam


Malpraktek Yuridik, Kumpulan
Makalah Seminar tentang Etika dan Hukum
Kedokteran, Malang, 2001.
Soekanto. Soerjono., Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali, Jakarta, 1986
Soewono H.Hendrojono, Batas
Pertanggungjawaban Malpraktik
dokter Dalam Transaksi Teraupetik,
Srikandi, Jakarta, 2007
Supriadi Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran,
Mandar Maju, Jakarta, 2001
Standar pelayanan Medik, diakses dari
www.slideshare.net pada tanggal 29
Mei
2019.

UURI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,


Laksana, Jakarta, 2013
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, Citra Umbara, Bandung,
2013
Wahid Abdul, dan Moh, Labib, Kejahatan
Mayantara(Cyber crime),
RefikaAditama, Jakarta, 2005
Wiradharma. Danny., Penuntun Kuliah
Kedokteran, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1996.

38

Anda mungkin juga menyukai