Anda di halaman 1dari 8

Tugas Individu Hari : Rabu

MK. Hukum Kesehatan Tanggal : 18 Agustus 2021

SEJARAH HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA DAN PERAN HUKUM


KESEHATAN BAGI TENAGA GIZI

Disusun oleh :

INTAN ARIBA NURULHUDA P031913411056

D III Gizi TK 3B

DOSEN PENGAJAR:

Dra. Lily Restusari, M.Farm, Apt

Alkausyari Aziz, SKM, M,Kes

POLTEKKES KEMENKES RIAU

JURUSAN GIZI
2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan
hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep
pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya
pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan,
bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada
upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan
kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan
apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan
peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus
menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan
terjangkau serta mendorong kemandirianmasyarakat untuk hidup sehat. Kegiatan-kegiatan
tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat
hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan
yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima
pelayanan kesehatan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan hukum kesehatan, apa
yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan bidang
kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang. Diharapkan jawaban atas pertanyaan
tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal
terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang
mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum
melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai
dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum.
Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan
pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan
waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan sejarah Hukum Kesehatan di Indonesia!
2. Jelaskan peran hukum Kesehatan bagi tenaga gizi!

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah hukum Kesehatan di Indonesia
2. Mengetahui apa saja peran hukum Kesehatan bagi tenaga gizi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Hukum Kesehatan di Indonesia
Pada awalnya masyarakat menganggap penyakit sebagai misteri, sehingga tidak ada
seorangpun yang dapat menjelaskan secara benar tentang mengapa suatu penyakit menyerang
seseorang dan tidak menyerang lainnya. Pemahaman yang berkembang selalu dikaitkan
dengan kekuatan yang bersifat supranatural. Penyakit dianggap sebagai hukuman Tuhan atas
orang-orang yang yang melanggar hukumNya atau disebabkan oleh perbuatan roh-roh jahat
yang berperang melawan dewa pelindung manusia. Pengobatannya hanya bisa dilakukan oleh
para pendeta atau pemuka agama melalui do’a atau upacara pengorbanan
Pada masa itu profesi kedokteran menjadi monopoli kaum pendeta, oleh karena itu
mereka merupakan kelompok yang tertutup, yang mengajarkan ilmu kesehatan hanya di
kalangan mereka sendiri serta merekrtu muridnya dari kalangan atas. Memiliki kewenangan
untuk membuat undang-undang, karena dipercayai sebagai wakil Tuhan untuk membuat
undang-undang di muka bumi. Undang-undang yang mereka buat memberi ancaman
hukuman yang berat, misalnya hukuman potong tangan bagi seseorang yang melakukan
pekerjaan dokter dengan menggunakan metode yang menyimpang dari buku yang ditulis
sebelumnya, sehingga orang enggan memasuki profesi ini.
Mesir pada tahun 2000 SM tidak hanya maju di bidang kedokteran tetapi juga memiliki
hukum kesehatan. Konsep pelayanan kesehatan sudah mulai dikembangkan dimana
penderita/psien tidak ditarik biaya oleh petugas kesehatan yang dibiayai oleh masyarakat.
Peraturan ketat diberlakukan bagi pengobatan yang bersifat eksperimen. Tidak ada hukuman
bagi dokter atas kegagalannya selama buku standar diikuti. Profesi kedokteran masih di
dominasi kaum kasta pendeta dan bau mistik tetap saja mewarnai kedokteran
Sebenarnya ilmu kedokteran sudah maju di Babylonia (Raja Hammurabi 2200 SM)
dimana praktek pembedahan sudah mulai dikembangkan oleh para dokter, dan sudah diatur
tentang sistem imbalan jasa dokter, status pasien, besar bayarannya. (dari sini lah Hukum
Kesehatan berasal, bukan dari Mesir). Dalam Kode Hammurabi diatur ketentuan tentang
kelalaian dokter beserta daftar hukumannya, mulai dari hukuman denda sampai hukuman
yang mengerikan. Dan pula ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti budak yang mati
akibat kelalian dokter ketika menangani budak tersebut.
Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu kedokteran modern) telah berhasil
menyusun landasan bagi sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu:
a. Adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek kedokteran
yang bersifat coba-coba
b. Adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan pasien
serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap euthanasia
dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter dilarang mengambil
keuntungan
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap dokter.
Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar, pintu pendidikan bagi
profesi kedokteran telah terbuka lebar dan dibuka di mana-mana, kemajuan di bidang
kedokteran menjadi sangat pesat, sehingga perlu dibatasi dan dikendalikan oleh perangkat
hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum dan etika berfungsi sebagai alat untuk
menilai perilaku manusia, obyek hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan lahir, sedang
etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah, etika untuk kesempurnaan
manusia, sanksi hukum bersifat memaksa, etika berupa pengucilan dari masyarakat.

2.2 Peran Hukum Kesehatan Bagi Tenaga Gizi


Pelayanan gizi merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang wajib diberikan pada
pasien yang datang berobat ke RS. Pasien memiliki hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang
sesuai karena didasarkan atas hak atas kesehatan yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
Hak tersebut wajib dipenuhi oleh RS dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada di
dalamnya. Hak atas pemeliharaan kesehatan dalam arti luas diakui umum sebagai hak sosial, satu
dan lain karena pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan sebagai sistem
memberikan ruang dan peluang kepada setiap orang untuk berpartisipasi dalam kesempatan yang
diberikan, disediakan atau ditawarkan oleh pergaulan hidup. Sesungguhnya hak atas
pemeliharaan kesehatan memiliki ruang lingkup yang sangat luas jika dibandingkan dengan hak
pelayanan kesehatan, yang pada hakekatnya merupakan hak orang sakit, setidak-tidaknya hak
orang yang mencari pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal
2 menyebutkan bahwa tenaga gizi termasuk dalam tenaga kesehatan dan Undang – Undang
Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pasal 11 ayat (9) disebutkan bahwa tenaga gizi
terdiri atas nutrisionis dan dietisien (PERSAGI, AIPGI, & AIPVOGI, 2018).

Hukum kesehatan berperan penting bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga gizi sebagai
pelindung hak dan kewajiban. Adapun hak dan pelindung tenaga kesehatan yaitu (Purnama,
2017) :
0. Hak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dalam UU Kesehatan
pasal 53 ayat (1) yang ketentuan tersebut dijabarkan dalam PP Tenaga Kesehatan Pasal 24 ayat
(1) dan (2).
a. Hak memperoleh penghargaan yang diatur dalam PP Tenaga Kesehatan Pasal 25.
b. Hak untuk membentuk ikatan profesi yang diatur dalam PP Tenaga Kesehatan Pasal 26.
c. Hak memperoleh pembinaan yang diatur dalam PP Tenaga Kesehatan Pasal 28 s.d. 31.
d. Hak untuk memperoleh lebih dahulu pertimbangan dari MDTK bila ada dugaan bahwa
tenaga kesehatan melakukan kesalahan dalam pengabdian profesinya. Sebagai tindak lanjuti
melalui Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996 Pasal (2) dan (5).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak dan kewajiban baik
perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari
pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman
standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum
lainnya. (UU No.23 tahun 1992).
Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa hukum kesehatan
memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral
dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di
bidang kesehatan. Dan tentunya hukum kesehatan tersebut tidak terlepas dari landasan-landasan
hukum, profesi, etika dan sumpah beserta peraturan undang-undang yang berlaku
1.
DAFTAR PUSTAKA

Hermien Hadiati Koeswadji, 1998, Hukum Kedokteran, Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam
Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 22.

PERSAGI, AIPGI, & AIPVOGI. (2018). Standar Kompetensi Nutrisionis. 7–10. Retrieved from
https://aipgi.org/home/wp-content/uploads/2019/04/Starkom-NUTRISIONIS.pdf

Hanafiah, M.J, Amir, A.1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai