Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN BIOETIKA, HAK ASASI MANUSIA

(HAM) DAN HUBUNGAN ANTAR MANUSIA

Oleh

NIM:

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HANGTUAH
SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................4


2.1 Konsep Dasar Bioetika..............................................................................4
2.1.1 Pengertian Bioetika............................................................................4
2.1.2 Sejarah Etika Kedokteran...................................................................5
2.1.3 Prinsip- Prinsip Bioetik......................................................................5
2.2 Konsep Dasar HAM (Hak Asasi Manusia)................................................7
2.2.1 Pengertian HAM................................................................................7
2.2.2 Deklarasi Universal HAM (DUHAM)..............................................8
2.3 Konsep Dasar Hubungan Antar Manusia................................................10
2.3.1 Pengertian Hubungan Antar Manusia (Human Relation)................10
2.3.2 Tujuan hubungan antar manusia......................................................11

BAB III PEMBAHASAN HUBUNGAN BIOETIKA , HAM (HAK ASASI


MANUSIA), DAN HUBUNGAN ANTAR MANUSIA.......................................13
3.1 Kaidah Praktik Kedokteran Dalam Hubungan Dengan HAM Dan
Hubungan Antar Manusia........................................................................13
3.2 Pernyataan Universal Mengenai Bioetika Dan Hak-Hak Asasi Manusia18

DAFTAR BACAAN..............................................................................................21

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai salah satu disiplin ilmu, bioetika belum genap berusia setengah

abad. Kurang lebih satu dekade sebelum kelahiran bioetika di Amerika Serikat,

dunia pelayanan kesehatan mengalami kemajuan pesat. Berbagai teknologi

kesehatan mulai diperkenalkan, sementara praktik transplantasi organ, terutama

transplantasi hati mulai dipraktikkan di rumah sakit-rumah sakit. Pertambahan

jumlah penduduk yang pesat ikut menuntut perubahan pola pelayanan kesehatan,

sementara penelitian dan pengembangan teknologi kesehatan dengan melibatkan

manusia sebagai subjek penelitian tidak jarang menimbulkan masalah sosial dan

etis yang harus dipecahkan. Inilah latar belakang sosial yang mendorong Senator

Walter F. Mondale dari Minnesota mengumumkan rencana pembentukan apa

yang kemudian disebut sebagai A Commission on Ethical and Social Implications

of Health Science and Development. Melalui sebuah survei singkat diperoleh data

bahwa masyarakat memang menginginkan terbentuknya komisi ini, dan dengan

dukungan 16 senator lainnya akhirnya Senat mengeluarkan Joint Resolution 145

yang merekomendasikan terbentuknya komisi dimaksud. Komisi ini diberi

mandat untuk bekerja selama setahun dengan melakukan studi komprehensif

untuk meneliti apa dampak legal, sosial, dan etis dari penelitian medis.1

1
Lo B. 2005. Resolving Ethical Dilemmas: A Guide for Clinicians. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.

1
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari

hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di

antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial

(social group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama.

Kelompok atau group adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu sama

lain, pada umumnya hanya untuk melakukan pekerjaan, untuk meningkatan

hubungan antar individu, atau bisa saja untuk keduanya. Sebuah kelompok suatu

waktu dibedakan secara kolektif, sekumpulan orang yang memiliki kesamaan

dalam aktifitas umum namun dengan arah interaksi terkecil.2

Hak Asasi Manusia, yang lebih dikenal dengan istilah HAM merupakan

hak dasar yang utama sebagai seorang manusia. Sebagai warga negara, manusia

memiliki jaminan HAM yang wajib dijunjung tinggi oleh negara dan pemerintah

yang berkuasa di dalamnya. Aspek HAM ini mencakup aspek sipil, politik,

ekonomi, sosial, serta moral.

Pemerintah menjalankan tugasnya yang tercakup dalam negara yang

diaturnya. Di sini, pemerintah memiliki dua fungsi, sebagai aperture dan profesi.

Fungsi aperture terwujud dalam upaya perlindungan terhadap hak sipil serta hak

politik warga negara. Hak tersebut merupakan hak yang berada di generasi

pertama. Fungsi yang satunya lagi, yakni profesi mengatasnamakan pemerintah

dalam menyusuri tugas-tugasnya. Dengan izin dan peraturan yang dibuat sendiri

oleh pemerintah, mereka memenuhi kebutuhan dan kedaulatan negara yang

diembannya. Profesi sebagai pemerintah menuntut untuk terjaminnya hak asasi

2
Komalasari V. 1989. Hukum dan Etika dalam Praktek Kedokteran. Jakarta: Sinar
Harapan.

2
manusia. Sesuai dengan asa subsidiaritas yang berarti pemerintah menitipkan

kewajibannya dalam melindungi hak warganya kepada profesi. Hak yang

dilindungi profesi adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak tersebut terdaftar

dalam deretan hak generasi kedua.

Hak sipil politik yang tegak dalam dunia kedokteran Indonesia dijalankan

dan dijunjung tinggi oleh assesing doctor. Assesing doctor merupakan dokter

yang bertugas untuk mengkaji hukum kedokteran sipil politik lebih dalam serta

mengangkatnya ke permukaan untuk mencari keadilan dan kebenaran, seperti

dokter forensik (lebih spesifik). Sedangkan hak ekonomi, sosial, dan budaya, yang

salah satunya membahas mengenai arti pentingnya kesehatan dan segala yang

tercakup di dalamnya, menjadi kewajiban yang dipegang oleh seorang treating

doctor. Treating doctor merupakan dokter yang mengabdi pada masyarakat,

mengobati dan mendengarkan setiap keluhan pasien, serta menjaga erat hubungan

pasien dengannya.

Salah satu hak asasi manusia yang penting ialah hak moral. Hak moral ini

dapat diakui sebagai hak hukum, melalui proses justifikasi yang cukup panjang.

Proses ini dapat dilakukan oleh presiden ataupun DPR. Hak moral dalam dunia

kedokteran Indonesia dikenal dengan istilah bioetik.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara bioetika, HAM dan hubungan antar manusia ?

3
1.3 Tujuan Penulisan

Menjelaskan hubungan antara bioetika, HAM dan hubungan antar manusia

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Bioetika

2.1.1 Pengertian Bioetika

Menurut Kusumaatmaja, hukum sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari

nilai (values) yang berlaku di suatu masyarakat; bahkan dikatakan bahwa

hukum itu merupakan pencerminan dari pada nilai-nilai yang berlaku dalam

masyarakat. Abel merumuskan definisi tentang bioetika yang

diterjemahkan Bertens sebagai berikut: Bioetika adalah studi

interdisipliner tentang problem problem yang ditimbulkan oleh

perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik pada skala

mikro maupun pada skala makro, lagipula tentang dampaknya atas masyarakat

luas serta sistim nilainya kini dan masa mendatang. Bioetika bersifat

pluralistik/terbuka karena pada bioetika kebudayaan dikedepankan, agamawan

didengar, suara-suara yang berbeda direspon, dan dialog yang rasional dibuka.

Bioetika (Biomedical ethics) merupakan cabang dari etika normatif dan

merupakan etika yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau

penelitian dibidang biomedik.3

3
William JR. Medical Ethics Manual. Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran Islam
Fakultas Kedokteran UMY. 2002

4
Istilah „etika‟ berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu bentuk tunggal kata

„etika‟ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai

banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,

kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir; sedangkan arti

ta etha yaitu adat kebiasaan. Dengan demikian etika mengacu pada nilai nilai atau

aturan yang berlaku dalam suatu kelompok manusia atau manusia perorangan.

Melalui tinjauan etis, kita dapat menilai suatu tindakan atau perbuatan

baik atau buruk4

2.1.2 Sejarah Etika Kedokteran

Etika kedokteran mempunyai riwayat sejarah yang sama panjang

dengan ilmu kedokteran itu sendiri. Bapak Ilmu Kedokteran yang berasal dari

Yunani yaitu Hipocrates (460-377 BC) telah meletakkan dasar untuk etika

kedokteran. Pengamatan sejarah memperlihatkan bahwa kode etik pertama

dalam bidang praktek medik telah dikeluarkan oleh bangsa yang hidup

di lembah Mesopotamia (Babylon) sekitar 2500 tahun sebelum masehi.5

2.1.3 Prinsip- Prinsip Bioetik

Beauchamp and Childress (1994) mengemukakan bahwa untuk

mencapai suatu keputusan etik diperlukan empat kaidah dasar moral dan

beberapa aturan di bawahnya. Keempat kaidah dasar moral tersebut ialah:6

4
Sampurna B, Syamsu Z, Dwidja T.Bioetik dan Hukum Kedokteran: Etik pada akhir
kehidupan. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007
5
Samil RS. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2001
6
Ibid

5
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak

pasien, terutama hak otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang

kemudian melahirkan doktrin informed consent. Dalam hal ini, seorang

dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia.

2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan

yang ditujukan demi kebaikan pasien. Dalam prisnip beneficience

tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, tetapi juga

perbuatan dengan sisi baik yang lebih besar daripada sisi buruk.

Dalam hal ini, seorang dokter harus berbuat baik, menghormati

martabat manusia, dan dokter tersebut harus berusaha secara maksimal

agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat.

3. Prinsip non-malficience, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini terkenal sebagai primum non

nocere atau “above all do no harm”. Nonmalficience ialah suatu prinsip

dimana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang

memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang berisiko paling

kecil bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan

keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

6
2.2 Konsep Dasar HAM (Hak Asasi Manusia)

2.2.1 Pengertian HAM

Berikut ini dipaparkan berbagai pendapat tentang HAM. Dari beberapa

pendapat ini walaupun ada perbedaan namun pada dasarnya mempunyai prinsip-

prinsip yang sama. HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang telah

diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya dalam

hidup masyarakat. Hak ini ada pada manusia tanpa membedakan bangsa, ras,

agama, golongan, jenis kelamin, karena itu bersifat asasi dan universal. Dasar dari

semua hak asasi adalah bahwa semua orang harus memperoleh kesempatan

berkembang sesuai dengan bakat dan citacitanya.7

Thomas Jefferson HAM pada dasarnya adalah kebebasan manusia yang

tidak diberikan oleh Negara. Kebebasan ini berasal dari Tuhan yang melekat pada

eksistensi manusia individu. Pemerintah diciptakan untuk melindungi

pelaksanaaan hak asasi manusia.8

Universal Declaration of Human Right Dalam pembukuan dari deklarasi

ini dinyatakan bahwa HAM adalah hak kodrati yang diperoleh oleh setiap

manusia berkat pemberian Tuhan Seru Sekalian Alam, sesungguhnya tidak dapat

dipisahkan dari hakekat manusia. Oleh karena itu setiap manusia berhak

memperoleh kehidupan yang layak, kebebasan, keselamatan dan kebahagiaan

pribadi.9

7
Mariam Budiharjo. (1985). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia
8
Majalah, What is Democracy, United State Information Agency, 1991.
9
Ibid

7
Filsuf-filsuf jaman Auflarung abad 17 – 18 HAM adalah hak-hak alamiah

karunia Tuhan yang dimiliki oleh semua manusia dan tidak dapat dicabut baik

oleh masyarakat maupun oleh pemerintah.

Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 Hak asasi adalah hak dasar

yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati, universal dan abadi sebagai

karunia Tuhan Yang Maha Esa yang berfungsi untuk menjamin kelangsungan

hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat yang tidak boleh

diganggu gugat dan diabaikan oleh siapapun.

2.2.2 Deklarasi Universal HAM (DUHAM)

Deklarasi Universal HAM (DUHAM) adalah dokumen dasar dari HAM.

Diadopsi pada tanggal 10 Desember 1948 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,

DUHAM merupakan referensi umum di seluruh dunia dan menentukan standar

bersama untuk pencapaian HAM. Meskipun DUHAM tidak memiliki kekuatan

resmi secara hukum, prinsip-prinsip dasarnya telah menjadi standar internasional

di seluruh dunia dan banyak negara memandangnya sebagai hukum internasional.

HAM telah dikodifikasi dalam berbagai dokumen hukum di tinmgkat

internasional, nasional, provinsi, dan kota/kabupaten. Di Kanada, HAM

didefinisikan dalam Piagam HAM dan Kebebasan Kanada serta dalam

perundangan dan peraturan yang diadopsi di tingkat provinsi. Sementara di

Indonesia, HAM didefinisikan dalam piagam HAM yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU 39/1999). Adapun

pelaksanannya harus sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD)

8
1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta Deklarasi Universal

HAM (DUHAM). DUHAM menuangkan hak dalam beberapa pasal yaitu:

Pasal 1. Hak atas kesetaraan

Pasal 2. Bebas dari diskriminasi

Pasal 3. Hak untuk hidup, bebas, keamanan pribadi

Pasal 4. Bebas dari perbudakan

Pasal 5. Bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi

Pasal 6. Hak untuk diakui sebagai manusia di depan hukum

Pasal 7. Hak untuk setara di depan hukum

Pasal 8. Hak untuk pemulihan oleh pengadilan yang berkompeten

Pasal 9. Bebas dari penangkapan tanpa alasan serta pengusiran

Pasal 10. Hak untuk didengarkan publik secara adil

Pasal 11. Hak untuk diangap tidak bersalah sampai ada keputusan bersalah

Pasal 12. Bebas dari intervensi masalah pribadi, keluarga, rumah tangga, dan

korespondensi

Pasal 13. Hak untuk bergerak bebas di dalam negeri maupun di luar negeri

Pasal 14. Hak untuk mendapat perlindungan di negara lain dari penganiayaan

Pasal 15. Hak memperoleh kebangsaan dan kebebasan untuk

menggantinya

Pasal 16. Hak untuk menikah dan berkeluarga

Pasal 17. Hak untuk memiliki harta benda

Pasal 18. Kebebasan beragama dan berkepercayaan

Pasal 19. Kebebasan berpendapat dan berinformasi

9
Pasal 20. Hak untuk berkumpul dan berasosiasi secara damai

Pasal 21. Hak untuk ikut serta dalam pemilu yang bebas

Pasal 22. Hak atas jaminan sosial

Pasal 23. Hak untuk bekerja yang diinginkan dan bergabung dengan persatuan

buruh

Pasal 24. Hak untuk beristirahat dan bersantai

Pasal 25. Hak atas standar hidup yang layak

Pasal 26. Hak atas pendidikan

Pasal 27. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya dan masyarakat

Pasal 28. Hak atas tata sosial yang menjamin HAM

Pasal 29. Tugas-tugas masyarakat yang penting untuk kebebasan dan

perkembangan penuh

Pasal 30. Bebas dari intervensi negara dan pribadi

2.3 Konsep Dasar Hubungan Antar Manusia

2.3.1 Pengertian Hubungan Antar Manusia (Human Relation)

Hugo Cabot dan Joseph A Kahl (1967): HAM adalah suatu sosiologi

yang konkret karena meneliti situasi kehidupan, khususnya masalah “interaksi”

dengan pengaruh dan psikologisnya. Jadi, interaksi mengakibatkan dan

menghasilkan penyesuaian diri secara timbal balik yang mencakup kecakapan

dalam penyesuaian dengan situasi baru.10

10
Allo Liliweri (1997), Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung.

10
H. Bonner (1975): interaksi adalah hubungan antara dua atau lebih

individu manusia dan perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, dan

memperbaiki perilaku individu lain atau sebaliknya.

Keith Davis “Human Relation at Work” adalah interaksi antara seseorang

dengan orang lain dalam situasi kerja dan dalam organisasi kekaryaan. Ditinjau

dari kepimpinannya, yang bertanggung jawab dalam suatukelompok merupakan

interaksi orang-orang menuju situasi kerja yang memotivasi untuk bekerjasama

secara produktif, sehingga dicapai kepuasan ekonomi, psikologis dan sosial.

11
Ferdinand Tonnies: menyatakan bahwa manusia dalam bermasyarakat mempunyai

dua jenis pergaulan yaitu

1. Gemeinscaft, hal yang dialami oleh orang lain dirasakan sebagaimana terjadi

pada dirinya oleh karena pergaulannya yang sangat akrab. Sifatnya statis,

pribadi, tidak rasional;

2. Gessellscaft, pergaulan yang mempertimbangkan untung dan ruginya

sehingga anggota bebas keluar masuk dari kelompok tersebut.

Hakikat dari hubungan antar manusia adalah komunikasi antarpribadi.

Hubungan antar manusia sebenarnya dilandaskan pada adanya kepentingan-

kepentingan individual. Hubungan antar manusia diartikan sebagai suatu proses

interaksi antar individu untuk mempertahankan keseimbangan agar tercipta suatu

keserasian, keselarasan dan kebahagiaan dalam tatanan kehidupan manusia.11

2.3.2 Tujuan hubungan antar manusia

Tujuan penggunaan hubungan antar manusia adalah memanfaatkan

pengetahuan tentang factor social dan psikologi dalam penyesuaian diri manusia

sedemikian rupa sehingga penyesuaian diri itu terjadi dengan serasi selaras

dengan ketegangan dan pertentangan sedikit mungkin

Tujuan hubungan antar manusia antara lain :12

1. Menemukan diri sendiri

Dengan melakukan hubungan dengan orang lain maka kita dapat

menemukan konsep diri kita, mengetahui apa yang menjadi kelemahan kita,

11
Davis, Keith (1989), Human Behaviour At Work, 8th ed, Singapore: McGraw -
Hill,Inc.
12
Umar, Nimran (1999), Perilaku Manusia, Edisi II, Malang: CV. Citra Media.

12
yang tidak bisa kita ketahui tanpa masukan dari orang lain. Sehingga dengan

masukan itu kita dapat mengetahui siapa diri kita dan memperbaiki apa yang

menjadi kekurangan kita.13

2. Menemukan dunia luar

Dunia luar yang tidak kita ketahui bisa kita dapatkan dan ketahui dengan

bergaul dengan orang lain,sehingga bisa membuka wawasan kita pada hal –

hal dilingkungan luar kita.

Membentuk dan memelihara hubungan yang bermakna dengan orang lain

Dengan menjalin hubungan antar manusia kita sebagai makhluk social akan

semakin meningkatkan hubungan dan dapat menghindari kesalahpahaman

yang mungkin terjadi karena komunikasi akan selalu terpelihara.14

13
Notoatmodjo S. 2012. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
14
Purwadianto, A. 2003. Kaidah Dasar Moral dan Teori Etika dalam Membingkai
Tanggungjawab Profesi Kedokteran. Jakarta: FK UI.

13
BAB III PEMBAHASAN

HUBUNGAN BIOETIKA , HAM (HAK ASASI MANUSIA), DAN

HUBUNGAN ANTAR MANUSIA

3.1 Kaidah Praktik Kedokteran Dalam Hubungan Dengan HAM Dan

Hubungan Antar Manusia

Kaidah Dasar Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran

etik. Empat prinsip yang ada di dalamnya harus spesifik. Pada praktiknya, satu

prinsip dapat dilaksanakan bersamaan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada

beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan

sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir

disebut dengan prima facie.15

Praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada empat kaidah dasar:16

a)  Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati

martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan

sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri

sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang

perlu mendapatkan perlindungan.

b)  Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter

juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan

15
Purwadianto A. 2004. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilema Etik
dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik. Prosiding Pertemuan Nasional Jaringan Bioetika &
Humaniora Kesehatan Indonesia III; 30 November-2
Desember 2004. Jakarta: FK UI.
16
Taher T. 2003. Medical Ethics: Manual Praktis Etika Kedokteran Untuk Mahasiswa,
Dokter dan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Gramedia.

14
kesehatannya (patient welfare). Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap

ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

Tindakan berbuat baik (beneficence), terbagi menjadi:17

· General beneficence :

1. melindungi & mempertahankan hak yang lain

2. mencegah terjadi kerugian pada yang lain,

3. menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain

· Specific beneficence :

1. menolong orang cacat,

2. menyelamatkan orang dari bahaya.

Tindakan berbuat baik yang lain ialah:

1. Mengutamakan kepentingan pasien

2. Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan

dokter/rumah sakit/pihak lain

3. Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)

4. Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap

baik terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).

c) Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah

memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.

Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.

1. Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti:

- Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien


17
Sagiran. 2006. Panduan Etika Medis. Yogyakarta: PSKI FK UMY

15
- Minimalisasi akibat buruk

2. Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal:

- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu

yang penting

- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko

minimal).

3. Norma tunggal, isinya larangan

d) Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan

politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan,

status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat

mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain

selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.

· Treat similar cases in a similar way = justice within morality.

· Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness)

yakni:

1. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari

kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien

yang memerlukan/membahagiakannya)

2. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan

mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien)

16
Tujuan dari prinsip justice ini adalah menjamin nilai tak berhingga setiap

pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya yang-hak dan

yang-baik

Jenis keadilan terbagi menjadi:

a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)

b. Distributif (membagi sumber) à kebajikan membagikan sumber-sumber

kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai

keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani rohani secara material

kepada:

1. Setiap orang andil yang sama

2. Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya

3. Setiap orang sesuai upayanya

4. Setiap orang sesuai kontribusinya

5. Setiap orang sesuai jasanya

6. Setiap orang sesuai bursa pasar bebas

c. Sosial, merupakan kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran

dan kesejahteraan bersama:18

18
Pellegrino ED. 2003. The Essence of Medical Ethics in Military Medical Ethics.
Washington: Walter Reed Army Medical Center.

17
1. Utilitarian à memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi

menekankan efisiensi social dan memaksimalkan

nikmat/keuntungan bagi pasien.

2. Libertarian à menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi

(mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).

3. Komunitarian à mementingkan tradisi komunitas tertentu

4. Egalitarian à kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidupyang

dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan

criteria material kebutuhan dan kesamaan).

d. Hukum (umum):

1. Tukar menukar à kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak

kepada yang berhak.

2. Pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian

hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.

Dalam kondisi atau konteks tertentu, yang tergantung dari situasi,

kondisi, dan toleransi, seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar

bioetik yang paling sesuai dengan kasus konkret yang ada. Inilah yang disebut

pemilihan berdasarkan asas prima facie. Bioetik yang saat ini masih terbatas pada

upaya penegakan hukum medikolegal yang dibahas mendalam pada studi

kedokteran forensik dan telah diterapkan dalam praktik kedokteran sehari-hari.

18
Ada satu bidang lagi yang diharapkan dapat mulai dikembangkan di

Indonesia, yakni mengenai etikolegal. Suatu saat nanti, etikolegal yang akan

memegang peranan penting dalam setiap tingkah laku untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat dan pemerintah, terutama di bidang kesehatan. Misalkan

kejelasan tentang pengaplikasian stem cell yang sampai saat ini masih menjadi

tanda tanya besar, dibolehkan atau tidak. Karena pada dasarnya, kita akan kembali

pada hak asasi manusia, yang dijabarkan dalam UU No. 39 tahun 1999,

Declaration of Independence of USA (Deklarasi Kemerdekaarn Amerika Serikat),

Deklarasi Universal HAM, Undang-Undang Dasar 1945, dan sebagainya.

”Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apa pun.” Undang Undang Dasar 1945 (pasal 28 I ayat 1)

HAM di antaranya adalah:

a. Hak untuk hidup

b. Hak untuk bebas dari rasa takut

c. Hak untuk bekerja

d. Hak untuk mendapatkan pendidikan

e. Hak untuk mendapatkan persamaan di mata hukum

f. dan seterusnya.

19
3.2 Pernyataan Universal Mengenai Bioetika Dan Hak-Hak Asasi Manusia

Dalam cakupan Pernyataan ini, dalam keputusan atau tindakan yang diambil

atau dilaksanakan oleh mereka untuk mereka yang menjadi sasaran, prinsip-

prinsip berikut harus dihormati.

Pasal 3. Martabat Manusia Dan Hak Asasi Manusia

Ayat 1 : Martabat manusia, hak-hak asasi manusia dan kebebasan-

kebebasan mendasar harus sepenuhnya dihormati.

Ayat 2: Kepentingan dan kesejahteraan perorangan seharusnya diberi

prioritas di atas kepentingan satu-satunya dari ilmu pengetahuan atau

masyarakat.

Pasal 4. Manfaat dan Cidera

Dalam menerapkan dan memajukan pengetahuan keilmuan, tindakan

kedokteran dan teknologi yang terkait, manfaat langsung dan tidak

langsung untuk pasien, peserta penelitian dan perorangan yang

terpengaruh lain seharusnya dimaksimumkan cedera yang mungkin yang

mana saja seharusnya diminimumkan.

Pasal 5. Otonomi Dan Tanggungjawab Perseorangan

Otonomi orang untuk mengambil keputusan, sementara mengambil

tanggung jawab untuk keputusan-keputusan tersebut dan menghormati

otonomi orang lain, harus dihormati. Untuk orang yang tidak mampu

menjalankan otonomi, perlakuan khusus harus diambil untuk melindungi

hak-hak dan kepentingan mereka.

Pasal 6. Kesepakatan

20
1. Intervensi kedokteran preventif, diagnostik dan terapeutik yang mana saja

hanya untuk dilaksanakan dengan kesepakatan berinformasi dan bebas,

yang terdahulu dari orang yang berkenaan, didasarkan pada informasi

cukup. Kesepakatan seharusnya, di mana sesuai, dinyatakan dan dapat

ditarik kembali oleh orang yang berkenaan pada waktu yang bilamana saja

dengan alasan apapun tanpa kerugian atau rasa menyalahi.

2. Penelitian keilmuan seharusnya hanya dilaksanakan dengan kesepakatan

berinformasi dan bebas, yang terdahulu dari orang yang berkenaan.

Kesepakatan dapat ditarik kembali oleh orang yang berkenaan bilamana

saja dan untuk alasan yang mana saja tanpa merugikan dan rasa menyalahi.

Pengecualian untuk prinsip ini seharusnya dibuat hanya sesuai dengan

standar etika dan hukum yang berlaku di Negara, yang bersesuian dengan

prinsip dan pengaturan yang ditetapkan dalam Pernyataan ini, khususnya

dalam Pasal 27, dan hukum hak-hak asasi manusia internasional.

3. Dalam hal penelitian yang sesuai yang dilaksanakan pada suatu kelompok

orang atau suatu masyarakat, tambahan persetujuan dari wakil hukum

kelompok atau masyarakat yang berkenaan dapat dicari. Seharusnya tidak

boleh ada persetujuan kolektif atau kesepakatan pemimpin masyarakat

atau kewenangan lain menggantikan kesepatan berinformasi seseorang.

21
DAFTAR BACAAN

Allo Liliweri (1997), Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Davis, Keith (1989), Human Behaviour At Work, 8th ed, Singapore: McGraw -
Hill,Inc.

Lo B. 2005. Resolving Ethical Dilemmas: A Guide for Clinicians. USA:


Lippincott Williams & Wilkins.

Komalasari V. 1989. Hukum dan Etika dalam Praktek Kedokteran. Jakarta: Sinar
Harapan.

Mariam Budiharjo. (1985). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia

Majalah, What is Democracy, United State Information Agency, 1991.

Notoatmodjo S. 2012. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwadianto, A. 2003. Kaidah Dasar Moral dan Teori Etika dalam Membingkai
Tanggungjawab Profesi Kedokteran. Jakarta: FK UI.

Purwadianto A. 2004. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilema Etik
dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik. Prosiding Pertemuan Nasional
Jaringan Bioetika & Humaniora Kesehatan Indonesia III; 30 November-2
Desember 2004. Jakarta: FK UI.

Pellegrino ED. 2003. The Essence of Medical Ethics in Military Medical Ethics.
Washington: Walter Reed Army Medical Center.

Sagiran. 2006. Panduan Etika Medis. Yogyakarta: PSKI FK UMY

22
Sampurna B, Syamsu Z, Dwidja T.Bioetik dan Hukum Kedokteran: Etik pada
akhir kehidupan. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007

Samil RS. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2001

Taher T. 2003. Medical Ethics: Manual Praktis Etika Kedokteran Untuk


Mahasiswa, Dokter dan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Gramedia.

Umar, Nimran (1999), Perilaku Manusia, Edisi II, Malang: CV. Citra Media.

William JR. Medical Ethics Manual. Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran Islam
Fakultas Kedokteran UMY. 2002

23

Anda mungkin juga menyukai