Anda di halaman 1dari 7

ETIKA DAN HUKUM PENYAKIT MENULAR

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan teknologi kedokteran
menyebabkan diketahuinya bakteri, protozoa, jamur, dan virus sebagai penyebab
penyakit hubungan seksual. Sebagian besar penyakit tersebut bisa disembuhkan
kecuali AIDS. Di indonesia penyakit ini sudah banyak menjalar dengan
perkembangan penularan yang sangat cepat, penyakit ini dapat melumpuhkan
semua kemampuan daya tahan tubuh terhadap berbagai bkateri, protozoa,
jamur dan virus lainnya. Dalam penelitian lebih lanjut dijumpai bahwa
makin bertambah penyakit yang timbul akibat hubungan seksual, dari sudut
etimologi ternyata penyakit hubungan seksual berkembang sangat cepat
berkaitan dengan pertambahan dan terjadinya migrasi penduduk, bertambahnya
kemakmuran, serta terjadi perubahan perilaku seksual yang makin bebas tanpa
batas.
Demikian untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan keluarga telah
ditemukan lima penyakit hubungan seksual yang banyak dijumpai sebagai upaya
untuk lebih memperhatikan kesehatan reproduksi sehingga lebih menjamin
peningkatan sumber daya manusia.

B. Rumusan masalah
1) Apa yang dimaksud Etika?
2) Bagaimana etika dalam kesehatan?
3) Apa yang dimaksud dengan hukum?
4) Apa yang dimaksud hukum kesehatan?
5) Apa yang dimaksud penyakit menular?
6) Apa saja dasar hukum dalam mencegah penyakit menular?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Defini Etika
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep
yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang
telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai ”the discipline which can act as the
performance index or reference for our control system”. Etika adalah refleksi dari apa yang
disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik
profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi,
dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalahgunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999). Sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.

B. Etika Dalam Kesehatan


Secara garis besarnya etika dikelompokkan menjadi dua, yakni etika urnum, dan etika khusus. Etika
umum merupakan aturan bertindak secara umum dalam kelompok masyarakat tertentu. Meskipun setiap
kelompok masyarakat, bangsa atau etnis mempunyai aturan bertindak masing-masing, namun pada
prinsipnya etika umum ini bersifat universal. Sifat universalisme etika, termasuk etika umum, karena
didasarkan pada hati nurani manusia. Hati nurani manusia pada prinsipnya sarana pada setiap bangsa,:
Bahwa mencuri, berbohong, membunuh dan sebagainyaitu tidak bermoral atau tidak etis, karena
memang hal-hal tersebut bertentangan dengan hati nurani setiap manusia di muka bumi ini. Sedangkan
etika khusus, yang selanjutnya berkembang menjadi etika profesi adalah aturan, bertindak pada
kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat khusus, yakni kelompok profesi. Tujuan
dikembangkannya etika profesi ini adalah untuk mengatur hubungan timbal-balik antara kedua belah
pihak, yakni antara anggota kelompok atau anggota masyarakat yang melayani dan yang dilayani.
Dalam bidang kesehatan, dengan sendirinya etika profesi ini berkembang dari hubungan antara para
petugas kesehatan dengan masyarakat yang dilayani. Mengingat luasnya masalah kesehatan ini maka di
dalarn profesi kesehatan pun berkembang berbagai kelompok profesi yang terkait dengan jenis dan sifat
masalahnya. Secara garis besar, masalah kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Penyakit (menular dan tidak menular) dan masalah lain terkait dengan gangguan atau
ketidaknormalan akibat kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga lalulintas dan kecelakaan
kerja Masalah kesehatan atau penyakit ini harus ditangani oleh tenaga kesehatan yang khusus,
dan yang mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif
). Profesi kesehatan yang berwewenang ini adalahdokter atau dokter gigi, yang didampingi oleh
tenaga para medit perawat, perawat gigi dan bidan. Oleh sebab itu, dari masalah kesehatan ini
berkembang dengan terjadinya hubungan antara pemberi pelayanan (dokter, dokter gigi, bidan,
dan perawat) dengan pasien atau kelompok orang yang sakit. Sehingga berkembang profesi
dokter, dokter gigi, perawat, bidan dan sebagainya. Terkait dengan pelayanan penyembuhan
dan pemulihan juga berkembang kelompok penunjang dari pelayanan ini, yakni obat atau
farmasi. Hal ini terjadi karena dalam Proses penyembuhan dan pemulihan diperlukan sarana
penunjang medis yang lain seperti obat alatalat penunjang medis lain misalnya laboratorium,
rekam,medis, dan sebagainya. Dari pelayanan penunjang medis ini akhirnya juga berkembang
profesi-profesi: apoteker, rekam medis, rontgen, dan seterusnya.
b. Faktor-faktor risiko yang mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan yang lain. Faktor-
faktor risiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan yang lain ini, antara lain:
1) Makanan dan mminuman
2) Lingkungan baik lingkungan fisik maupun nonfisik.
3) Perilaku.

C. Definisi Hukum
Sebagaimana disiplin ilmu pengetahuan lainnya, keberadaan definisi tentang suatu hal dianggap sangat
penting untuk dapat mengetahui dan memahami substansi ilmu pengetahuan tersebut. Demikian pula
ilmu hukum, menganggap definisi hukum memegang peranan penting dalam mempelajari hukum lebih
mendalam. Jika pun selama ini belum ada suatu definisi hukum yang lengkap dan tuntas yang dapat
diterima oleh semua kalangan, bukan berarti tidak ada definisi hukum. Begitu banyak definsi hukum
dikemukakan oleh ilmuwan hukum yang tentu saja sangat berguna dalam hal berikut.
1. Berguna sebagai pegangan awal bagi orang yang ingin mempelajari hukum, khususnya bagi
kalangan pemula.
2. Berguna bagi kalangan yang ingin lebih jauh memperdalam teori hukum, ilmu hukum, filsafat
hukum, dan sebagainya.
Arnold (Achmad Ali.1996:27) salah seorang sosiolog, mengakui bahwa dalam kenyataan hukum
memang tidak akan pernah dapat didefinisikan secara lengkap, jelas, dan tegas. Namun, Arnold juga
menyadari bahwa bagaimanapun para juris tetap akan terus berjuang mencari bagaimana hukum
didefinisikan, sebab definisi hukum merupakan bagian yang substansial dalam memberi arti keberadaan
hukum sebagai ilmu. Hukum juga merupakan sesuatu yang rasional dan dimungkinkan untuk dibuatkan
definisi sebagai penghormatan para juris terhada eksistensi hukum. Memahami pandangan Arnold,
sehingga belum adanya definisi hukum yang lengkap, jelas, dan sistematis seperti dikemukakan oleh
Immanuel Kant di atas, juga bukan berarti berhentinya ilmuwan hukum mencari dan menemukan
rumusan yang kemungkinan dapat merangkum seluruh aspek yang melingkupi hukum, kendati
sejumlah definisi hukum yang dikemukakan oleh para pakar hukum tersebut belum juga disepakati
bersama. Sebagai pegangan bagi mahasiswa atau bagi orang yang baru belajar hukum, perlu ada definisi
hukum sebagai pegangan dalam mencoba mengetahui dan memahami hukum baik secara praktis
maupun secara formil. Beberapa juris telah membuat definisi hukum berdasarkan aliran atau paham
yang dianutnya (Achmad Ali, 1996:30-42).
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh kekuasaan dalam mengatur pergaulan
hidup bermasyarakat. pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah maju seperti sekarang ini
tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun temurun seperti sebelum lahirnya peradaban yang
modern. Untuk itu, maka oleh kelompok masyarakat yang hidup dalam suatu masyarakat atau negara
diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis yang disebut hukum. Meskipun demikian tidak semua
perilaku masyarakat atau hubungan antara satu dengan yang lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum
yang tidak tertulis yang disebut etik adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya. Hukum tertulis,
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Hukum perdata mengatur subjek dan antarsubjek, anggota masyarakat yang satu dengan yang
lain dalam hubungan interrelasi. Hubungan interrelasi ini antara kedua belah pihak ;: saudara
atau sederajat atau mempunyai kedudukan sederajat. Misalnya, hubungan antara penjual dan
pembeli, hubungan antara penyewa,dan yang menyewakan. Di samping itu hubungan dalam
keluarga, kesepakatan-kesepakatan dalam keluarga, termasuk perkawinan dan warisan juga
dapat digolongkan dalam hukum perdata.
b. Hukum pidana adalah mengatur hubungan antara subjek dan subjek dalam konteks hidup
bermasyarakat dalam suatu negara. Dalam hukum pidana selalu terkait antara seseorang yang
melanggar hukum dengan penguasa (dalam hal ini pemerintah) yang mempunyai kewenangan
menjatuhkan hukuman. Dalam hukum pidana atau peraturan mengenai hukuman, kedudukan
penguasa/pemerintah lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat sebagai subjek hukum.

D. Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan
atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini berarti hukum kesehatan adalah aturan tertulis
mengenai hubungan antara pihak pemberi pelayanan kesehatan dengan masyarakat atau anggota
masyarakat. Dengan sendirinya hukum kesehatan ini mengatur hak dan kewajiban masing-masing
penyelenggara pelayanan dan penerima pelayanan atau masyarakat, baik sebagai (pasien) atau
kelompok masyarakat. Hukum kesehatan relatif masih muda bila dibandingkan dengan hukum-hukum
yang lain. Perkembangan hukum kesehatan baru dimulai pada tahun 1967, yakni dengan
diselenggarakannya "World Congress on Medical Law" di Belgia tahun 1967. Di Indonesia,
perkembangan hukum kesehatan dimulai dengan terbentuknya kelompok studi untuk Hukum
Kedokteran FK-UI dan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo di Jakarta tahun 1982.
Hal ini berarti, hampir 15 tahun setelah diselenggarakan Kongres Hukum Kedokteran Dunia di Belgia.
Kelompok studi hukum kedokteran ini akhirnya pada tahun 1983 berkembang menjadi Perhimpunan
Kesehatan Indonesia (PERHUKD). Pada kongres PERHUKI yang pertama di Jakarta, 14 April 1987.
Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen atau kelompokkelompok profesi kesehatan yang
saling berhubungan dengan yang lainnya, yakni: Hukum Kedokteran, Hukum Kedokteran Gigi, Hukum
Keperawatan, Hukum Farmasi, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum
Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun Etika
dan Hukurn Kesehatan mempunyai perbedaan namun mempunyai banyak persamaannya antara lain:
1. Etika dan hukum kesehatan sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup
bermasyarakat dalam bidang kesehatan.
2. Sebagai objeknya adalah sarna yakni rnasyarakat baik yang sakit maupun yang tidak sakit
(sehat).
3. Masing-masing mengatur kedua belah pihak antara hak dan kewajiban, baik pihak yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupun yang menerima pelayanan kesehatan agar
tidak saling merugikan.
4. Keduanya menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi, baik penyeienggara maupun
penerima pelayanan kesehatan.
5. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan hasil pemikiran dari para pakar serta
pengalaman para praktisi bidang kesehatan.
Sedangkan perbedaan antara etika kesehatan dan hukum kesehatan, antara lain:
a. Etika kesehatan hanya berlaku di lingkungan masingrnasing profesi kesehatan, sedangkan
hukum kesehatan berlaku untuk umum.
b. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan anggota masing-masing profesi, sedangkan
hukurn kesehatan disusun oleh badan pemerintahan, baik legislatif (Undang-Undang-UU,
Peraturan Daerah=Perda), maupun oleh eksekutif (Peraturan Pemerintah/PP Kepres. Kepmen,
dan sebagainya).
c. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan kesehatan tercantum atau tertulis secara
rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran negara lainnya.
d. Sanksi terhadap pelanggaran etika kesehatan berupa tuntunan biasanya dari organisasi profesi,
sedangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan adalah "tuntutan", sedang berujung pada
pidana atau hukuman.
e. Pelanggaran etika kesehatan diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etika Profesi dari masing-
masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran hukum kesehatan diselesaikan lewat
pengadilan.
f. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, sedangkan untuk pelanggaran
hukum pembuktiannya memerlukan bukti fisik.
Urutan perundangan bidang kesehatan:
Hukum kesehatan terkait dengan aturan legal yang dibuat untuk kepentingan atau melindungi kesehatan
masyarakat di Indonesia mencakup:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang tentang Kesehatan, yang pernah berlaku diIndonesia: (UU Pokok Kesehatan
No. 9 Tahun 1960; UU Kesehatan No. 23 Tahun 7992, direvisi menjadi UU No. 36 tahun 2009.
3. Peraturan Pemerintah.
4. Keputusan Presiden.
5. Keputusan Menteri Kesehatan.
6. Keputusan Dirjen/Sekjen.
7. Keputusan Direktur/Kepala Pusat.

Kemudian dengan berkembangnya otonomi daerah


masing-masing daerah baik provinsi maupun kabupaten juga semakin marak untuk mengeluarkan
peraturanperaturan yang terkait dengan kesehatan misalnya:
1. Peraturan Daerah (Perda)
2. Keputusan Gubernur, Wali Kota atau Bupati
3. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan

E. Definisi Penyakit Menular


Penyakit menular (communicable diseases) adalah penyakit yang dapat ditularkan dari orang ke orang
yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia
ini sebagian besar masalah kesehatan adalah penyakit-penyakit menular. Namun demikian, dua dasa
warsa terakhir ini meskipun penyakit menular masih cenderung menguasai masalah kesehatan
masyarakat, penyakit tidak menular (non communicable diseases) juga sudah mulai meningkat pula.
Sehingga bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia dapat dikatakan mempunyai beban ganda
(double burden) dalam menanggulangi penyakit dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan cara penularannya, penyakit menular dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1. Menular Langsung
Penyakit menular langsung adalah masuknya bibit atau penyebab penyakit ke dalam tubuh
penderita secara langsung, tanpa melalui perantara serangga atau binatang lain.
2. Penyakit Menular Tidak Langsung
Penyakit menular tidak langsung ini, bibit penyakit (agent) masuk ke dalam tubuh penderita
tidak secara langsung, tetapi melalui perantara berupa binatang. Oleh sebab itu, penyakit-
penyakit ini sering disebut Penyakit-Penyakit Bersumber Binatang (P2B2).

F. Dasar Hukum Dalam Mencegah Penyakit Menular


Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular secara hukum merupakan tanggung
jawab dan kewajiban pemerintah. Hal ini tersirat dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 135-136, yang antara lain menyebutkan:
a. Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau,
dan merata bagi masyarakat untuk upaya pengendalian penyakit menular melalui imunisasi.
b. Pemerintah daerah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran
penyakit yang berpotensi menular dan atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta
menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan.
c. Pemerintah daerah dapat melakukan surveilans terhadap suatu penyakit menular.
d. Dalam melakukan surveilans pemerintah atau pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama
dengan masyarakat.
e. Pemerintah, pemerintah daerah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat
karantina, dan lama karantina.
f. Pemerintah, pemerintah daerah dalam menetapkan dan mengumumkan jenis dan penyebaran
penyakit yang berpotensi menular dan atau menyebar dalam waktu singkat dan pelaksanaan
surveilans serta menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan
lama karantina berpedoman pada ketentuan yang berlaku.

Adapun ketentuan mengeni wabah, dalam rangka mengendalikan penyakit-penyakit menular, terutama
penyakit-penyakit yang berpotensi untuk menimbulkan wabah, pemerintah telah mengeluarkan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah dan Penyakit Menular. Ketentuan tentang wabah
dalam undang-undang tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Yang dimaksud dengan wabah dan penyakit menular adalah berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
biasanya. Kondisi semacam ini disebut "KLB" atau kejadian luar biasa (outbreak).
b. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terjadinya wabah yang paling
depan (front line) yaitu ketua RT/RW, dan lurah) yang wilayahnya terkena melaporkan kejadian
ini (wabah) kepada Unit Kesehatan terdekat dalam waktu secepatnya.
c. Penyakit-penyakit yang berpotensi menimbulkan wabah adalah: kolera, pes, demam kuning,
demam berdarah, tifus, campak, polio, pertusis, malaria, rabies, dan antrax.

Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, ketentuan tentang wabah disebutkan pada Pasal
156, yakni:
a. Dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular,
pemerintah dapat menyatakan wilayah dalam keadaan atau kejadian wabah, letusan, atau
kejadian luar biasa (KLB).
b. Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan atau kejadian luar biasa ini harus dilakukan
berdasarkan hasil penelitian yang diakui keakuratannya.
c. Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat melakukan upaya penanggulangan keadaan
wabah, letusan, atau kejadian luar biasa tersebut.
d. Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa dan upaya
penanggulangan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

BAB III KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai