SHARING INFO :
PENGERTIAN ANTROPOLOGI
Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan
manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora.
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia"
atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau
secara etimologis antropologi berarti ilmu yang memelajari manusia.
David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat
manusia.
Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan
mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
William A. Haviland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang
bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Berdasarkan etimologinya
Kata antropologi berasal dari kata yunani “Antropo” yang berarti manusia dan “logy” atau
“logos” berarti ilmu yang mempelajari tentang manusia
antropologi adalah ilmu yang mempelajarai manusia dan semua apa yang dikerjakannya.
Tulian Darwin
The origin of spicies” Antropologi fisik berkembang pesat dengan melakukan penelitian-
penelitian terhadap asal mula dan perkembangan manusia. Manusia asalnya monyet, karena
makhluk hidup mengalami evolusi.Antropologi ingin membuktikan dengan melakukan
berbagai penelitian terhadap kera dan monyet di seluruh dunia.
William A. Haviland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang
bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Adalah ilmu tentang manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna dsn bentuk fisik, adat
istiadat dan kepercayaan pada masa lampau.
2.2 PENGERTIAN ANTROPOLOGI KESEHATAN
Pada awal pendefinisian diusulkan bahwa antropologi kesehatan adalah cabang dari ilmu
“ilmu mengenai manusia” yang mempelajari aspek-aspek biologi dan kebudayaan manusia
(termasuk sejarahnya) dari titik-tolak pandangan untuk memahami kedokteran (medical),
sejarah kedokteran (medico-historical), hukum kedokteran (medico-legal), aspek sosial
kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah kesehatan manusia.
Lieban (1973):
Fabrega (1972),
1. Menjelaskan berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan di dalam
atau mempengaruhi cara-cara di mana individu-individu dan kelompok-kelompok terkena
oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit.
Secara umum
Sebagaimana kita ketahui bahwa kebidanan merupakan salah satu disiplin ilmu
kesehatan. Adapun antropologi kesehatan itu adalah mempelajari gejala-gejala biobudaya
yaitu aspek bilogis dan budaya, ilmu antropologi kesehatan adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia, interaksi kesehatan dan penyakit dari berbagai segi terutama terkait
dengan budaya.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara antropologi dengan
ilmu kesehatan atau kebidanan adalah mendefinisikan secara komprehensif dan interpretasi
berbagai macam masalah tentang hubungan timbal balik biobudaya, antar tingkah laku
manusia dimasalalu dan masakini dengan derajat kesehatan dan penyakit tanpa
mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut. Dan
hubungannya yang lain adalah ilmu antropologi dan kebidanan sama-sama
berpartisipasi dalam program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui
pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosio-budaya dengan
kesehatan serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan
meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Dengan demikian pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan
dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat dengan menggunakan pendekatan ilmu
antropologi. Yaitu dengan meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang harus diperhatikan,
dipertahankan, dan ditingkatkan derajat kesehatannya. Dan dalam upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat seseorang yang berprofesi sebagai bidan harus mampu memahami
karakteristik manusia, budaya dan lingkungan sekitar dimana manusia itu tinggal.
Seorang bidan harus memiliki keyakinan bahwa manusia itu adalah makhluk bio-psiko-sosio-
dan spiritual dan tidak bias dipisahkan meskipun hanya salah satu dari aspek tersebut.
Dengan demikian seorang bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan tidak boleh
menghilangkan kebudayaan pasien selama budaya tersebut tidek bertentangan dengan
tindakan medis.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ilmu sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang manusia dan kemasyarakatan. Adapun hubungan antara ilmu sosiologi
dalam profesi kebidanan adalah bahwa manusia itu merupakan makhluk sosial yang
senantiasa selalu melakukan interaksi dengan manusia, dan lingkungannya dan tidak bias
berdiri sendiri.
Apabila seorang bidan telah menerapkan hal yang demikian didalam setiap pelayanan yang
diberikannya maka derajat kesehatan akan lebih baik, baik bagi mereka yang berstatus
ekonomi menengah ke atas atau yang menengah kebawa.
2.SISTEM NORMA NILAI YANG BERLAKU DIMASYARAKAT
3. Hans Kelsen, berpendapat Pengertian norma merupakan perintah yang secara tidak
personal serta anonim.
5. Isworo Hadi Wiyono berpendapat, norma merupakan peraturan atau petunjuk hidup
guna memberikan panduan dalam bertindak yang mana itu boleh untuk dilakukan
serta tindakan atau perbuatan yang mana harus dihindari bahkan dilarang.
6. Antony Gidden berpendapat bahwa norma merupakan aturan atau prinsip yang
konkret yang mana seharusnya dapat untuk dijaga serta diperhatikan oleh masyarakat.
7. Bellebaum berpendapat bahwa norma merupakan alat agar dapat mengatur orang-
orang agar melakukan perbuatan yang diletakkan atas dasar keyakinan serta pada
beberapa sikap tertentu. Norma ada kaitannya dengan kerja sama yang terjadi didalam
sebuah kelompok atau untuk mengatur setiap perbuatan pada masing-masing
anggotanya agar dapat mencapai dan menjunjung nilai-nilai yang telah diyakini secara
bersama-sama.
8. Richard T. Schaefer & Robert P. Lamm berpendapat bahwa norma adalah standar
perilaku yang sudah mapan dan dipelihara oleh masyarakat.
9. Craig Calhoun berpendapat bahwa norma adalah pedoman atau aturan yang
menyatakan mengenai bagaimana seseorang supaya bertindak dalam situasi-situasi
tertentu.
10. Broom & Selznic berpendapat bahwa norma ialah rancangan yang sudah ideal
mengenai perilaku manusia yang mana memberikan batasan untuk anggota-anggota
masyarakat guna mendapatkan tujuan hidupnya.
Norma formal adalah ketentuan dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat serta dibuat oleh
lembaga atau institusi yang sifatnya resmi atau formal. Norma formal mempunyai rasa
kepercayaan yang lebih tinggi mengenai kemampuannya untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat, hal ini karena dibuat oleh lembaga-lembaga yang sifatnya formal atau resmi.
Contohnya : perintah presiden, konstitusi, peraturan pemerintah, surat keputusan, dan lain
sebagainya.
2. Norma Non-formal
Norma non formal adalah ketentuan dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak
diketahui tentang siapa dan bagaimana yang menerangkan mengenai norma tersebut. Ciri-ciri
dari norma non formal ialah tidak tertulis atau jika tertulis hanya sebagai sebuah karya sastra,
bukan dalam bentuk aturan yang baku yang disertakan dengan pembuat aturan itu sendiri.
Selain itu juga norma non formal mempunyai jumlah yang lebih banyak, hal ini karena
banyaknya variabel-variabel yang terdapat dalam norma non formal.
Berikut ini adalah macam-macam norma yang umum berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat dan diakui eksistensinya.
1. Norma Agama
Macam-macam norma yang pertama adalah norma agama. Norma agama adalah
aturan-aturan hidup yang berupa perintah-perintah dan larangan-larangan, yang
oleh pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Aturan-aturan itu
tidak saja mengatur hubungan vertikal, antara manusia dengan Tuhan (ibadah), tapi
juga hubungan horisontal, antara manusia dengan sesama manusia.
Pada umumnya setiap pemeluk agama menyakini bawa barang siapa yang
mematuhi perintah-perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan Tuhan akan
memperoleh pahala. Sebaliknya barang siapa yang melanggarnya akan berdosa
dan sebagai sanksinya, ia akan memperoleh siksa. Sikap dan perbuatan yang
menunjukkan kepatuhan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya tersebut disebut taqwa.
2. Norma Kesusilaan
Macam-macam norma yang kedua adalah norma kesusilaan. Norma kesusilaan
adalah aturan-aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan buruk, yang berupa
“bisikan-bisikan” atau suara batin yang berasal dari hati nurani manusia.
Tata susila mendorong untuk berbuat baik, karena hati kecilnya menganggap baik,
atau bersumber dari hati nuraninya, lepas dari hubungan dan pengaruh orang
lain.Tidak jarang ketentuan-ketentuan norma agama juga menjadi ketentuan-
ketentuan norma kesusilaan, sebab pada hakikatnya nilai-nilai keagamaan dan
kesusilaan itu berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Karena sifatnya yang melekat pada diri manusia, maka nilai-nilai kesusilaan bersifat
universal. Dengan kata lain, nilai-nilai kesusilaan yang universal tersebut bebas dari
dimensi ruang dan waktu, yang berarti berlaku di manapun dan kapanpun juga.
Sebagai contoh, tindak pemerkosaan dipandang sebagai tindakan yang melanggar
kesusilaan, di belahan dunia manapun dan pada masa kapanpun juga.
3. Norma Kesopanan
Macam-macam norma yang ketiga adalah norma kesopanan. Norma kesopanan
adalah aturan hidup bermasyarakat tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik
baik, patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu lingkungan
masyarakat atau komunitas tertentu.
Norma ini biasanya bersumber dari adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai
masyarakat. Tata sopan santun mendorong untuk berbuat baik namun tidak
bersumber dari hati nurani. Tetapi, hanyauntuk sekedar menghargai orang lain
dalam pergaulan sosial. Maka, norma kesopanan bersifat kultural, kontekstual,
nasional atau bahkan lokal.
Berbeda dengan norma kesusilaan, norma kesopanan tidak bersifat universal. Suatu
perbuatan yang dianggap sopan oleh sekelompok masyarakat mungkin saja
dianggap tidak sopan bagi sekelompok masyarakat yang lain. Sejalan dengan sifat
masyarakat yang dinamis dan berubah, maka norma kesopanan dalam suatu
komunitas tertentu juga dapat berubah dari masa ke masa.
Suatu perbuatan yang pada masa dahulu dianggap tidak sopan oleh suatu
komunitas tertentu mungkin saja kemudian dianggap sebagai perbuatan biasa yang
tidak melanggar kesopanan oleh komunitas yang sama. Dengan demikian secara
singkat dapat dikatakan bahwa norma kesopanan itu tergantung pada dimensi ruang
dan waktu.
4. Norma Hukum
Macam-macam norma yang ke empat adalah norma hukum. Norma hukum adalah
aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang, yang mengikat
dan bersifat memaksa, demi terwujudnya ketertiban masyarakat.
Sifat “memaksa” dengan sanksinya yang tegas dan nyata inilah yang merupakan
kelebihan norma hukum dibanding dengan ketiga norma yang lain. Negara berkuasa
untuk memaksakan aturan-aturan hukum guna dipatuhi dan terhadap orang-orang
yang bertindak melawan hukum akan diancam dengan hukuman.
Ancaman hukuman dapat berupa hukuman badan atau hukuman benda. Di samping
itu masih dimungkinkan pula dijatuhkannya hukuman tambahan, yakni pencabutan
hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman keputusan
pengadilan.
Gender bukan semata-mata perbedaan biologis; bukan jenis kelamin, bukan juga
perempuan, tetapi lebih merujuk pada arti sosial bagaimana menjadi perempuan dan menjadi
laki-laki. Perbedaan dan peran gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak
menimbulkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Perlu ditekankan bahwa meskipun
lakilaki dan perempuan dari sisi biologis berbeda, namun dari sisi sosial, laki-laki dan
perempuan idealnya mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama. Contohnya laki-laki
jadi ilmuwan, perempuan juga bisa jadi ilmuwan, lakilaki menjadi pemimpin, perempuan
juga bisa jadi pemimpin, dan lain-lain. Namun demikian, kondisi ideal tersebut belum
tercipta karena masih terjadi ketidakadilan dan ketidaksetaraan atau diskriminasi gender.
Ketidakadilan dan ketidaksetaraangender dapat terjadi dalam beberapa bentuk atau
manifestasi, yakni:
Stereotipi: menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu
dilindungi, tidak penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan pengambil
keputusan, dan lain-lain;
Subordinasi: akibat bentuk stereotipi menempatkan perempuan pada posisi di bawah
laki-laki, tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-laki, tidak mempunyai
kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi, pendidikan, dan lain-lain;
Marginalisasi: terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam berbagai hal,
yang menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman, dan lainlain.
Beban Majemuk: perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan lebih lama
waktu kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai pengelola rumah
tangga, termasuk bekerja di luar rumah.
Kekerasan Berbasis Gender: perempuan mendapatkan serangan fisik, seksual atau
psikologis tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan. Kekerasan
bisa berbentuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diranah publik, tempat kerja, atau dalam
kehidupan rumah tangga.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa gender itu dibentuk secara sosial, penting untuk
memahami dan menerima bagaimana laki-laki dan perempuan dikonstruksikan untuk
bersikap dan berperilaku berbeda sejak mereka dilahirkan. Selanjutnya, dengan pemahaman
ini, akan sangat penting untuk memulai proses dekonstruksi secara dini, sebelum pola-pola
relasi antara laki-laki dan perempuan terbentuk dan sebelum konstruksi tentang generasisasi
dan stereotipe laki-laki dan perempuan diinternalisasi.
Isu Gender dalam Bidang Kesehatan Isu Gender dalam bidang kesehatan adalah
masalah kesenjangan perempuan dan laki-laki dalam hal akses, peran atau partisipasi, kontrol
dan manfaat yang diperoleh mereka dalam pembangunan kesehatan. Kesenjangan akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat antara perempuan dan laki-laki dalam upaya atau pelayanan
kesehatan secara langsung menyebabkan ketidaksetaraan terhadap status kesehatan
perempuan dan laki-laki, sehingga kesenjangan tersebut harus menjadi perhatian dalam
menyusun kebijakan/program sehingga kebijakan/program bisa lebih terfokus, efisien dan
efektif dalam mencapai sasaran. Oleh karena itu, isu kesehatan tidak boleh hanya dilihat pada
masalah service delivery (penyediaan layanan) saja, tetapi juga perlu melihat pada hubungan
sosial budaya yang menyebabkan perbedaan status dan peran perempuan dan laki-laki dan
relasi antara keduanya di masyarakat. Untuk mempermudah para perencana mengenal isu
gender, berikut ini beberapa contoh isu gender dalam kaitannya dengan upaya atau pelayanan
kesehatan.
Perbedaan norma dan relasi gender menyebabkan perempuan dan laki-laki menderita
penyakit yang berbeda dan juga tingkat keparahannya. Publikasi ilmiah menyatakan bahwa:
Perempuan menderita anemia akibat kekurangan Fe pada ibu hamil dan menyusui serta
perempuan yang menstruasi sebagai akibat dari hegemoni laki-laki dalam rumah tangga yang
mempunyai peluang lebih besar mengkonsumsi makanan kaya Fe.
5 Isu gender terhadap akses secara fisik, psikologis dan sosial terhadap sarana
pelayanan kesehatan
Ketimpangan peran dan relasi gender menyebabkan perempuan mempunyai akses secara
fisik, psikologis dan sosial terhadap pelayanan kesehatan lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Pada saat sakit, perempuan tidak dengan serta merta mengakses pelayanan kesehatan karena:
o Jam pelayanan (waktu) di sarana pelayanan kesehatan seringkali tidak sesuai dengan
kesibukan ibu rumah tangga.
o Dalam keadaan sakit perempuan harus mendapatkan ijin suami untuk berkunjung ke sarana
pelayanan kesehatan.
Perempuan dengan penyakit IMS cenderung tidak ke sarana kesehatan karena takut
dengan stigma sosial yang ‘miring’ atau negatif tentang perempuan penderita
Penyakit Menular Seksual.
Terbatasnya akses terhadap biaya, jarak/transportasi, informasi dan teknologi
memperburuk ketidakadilan gender. Jika perempuan mempunyai akses terhadap
pembiayaan, maka akan berdampak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga dan
anggotanya. Tersedianya sumber daya keuangan akan berhubungan dengan
peningkatan tingkat kesehatan anak.
6 Isu gender terhadap keterpajanan dan kerentanan penyakit Perempuan lebih rentan
dibanding laki-laki terhadap infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual.
Perempuan lebih banyak terpajan oleh penyakit IMS yang menyebabkan peningkatan risiko
infeksi HIV/ AIDS. Studi menunjukkan bahwa perempuan mempunyai risiko terinfeksi dua
sampai empat kali lebih besar pada kasus ini. Banyak kasus IMS pada perempuan bersifat
asimptomatik (tidak bergejala) yang mengakibatkan lambatnya diagnosis dan pengobatan.
Dari penjelasan diatas kita melihat bahwa isuisu gender dan ketidaksetaraan gender
menghalangi hak individu untuk mendapatkan kesehatan yang optimal untuk diri sendiri,
keluarga dan komunitasnya. Ketidaksetaraan gender dan pelanggaran hak-hak dasar manusia,
termasuk hak seksual dan reproduksi (lihat lembar bacaan tentang seksualitas) berkontribusi
pada penolakan, penghindaran atau penundaan keterlibatan individu / kelompok pada
program dan atau layanan kesehatan (mulai dari pencegahan, perawatan dan dukungan,
pengobatan dan mitigasi dampak), yang berkontribusi pada penyebaran
HIV serta kematian dan kesakitan yang sebenarnya dapat dihindari. Pemahaman petugas
kesehatan dan pembuat kebijakan tentang isu gender menjadi sangat penting karena laki-laki,
perempuan; remaja laki-laki dan remaja perempuan; anak laki-laki dan anak perempuan;
kelompok keberagaman seksual - mempunyai kebutuhan perawatan kesehatan yang berbeda,
sehingga membutuhkan program dan layanan yang sadar akan perbedaan kebutuhan tersebut
dan terlatih untuk memenuhi kebutuhan spesifik tersebut.
Mengintegrasikan gender pada program dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi
(termasuk layanan HIV) akan berkontribusi pada kualitas layanan dan perlindungan klien,
terutama mereka yang sangat rentan. Sehingga, penting untuk memastikan bahwa program
dan layanan kita mempertimbangkan faktor risiko dan faktor kerentanan yang berbeda antara
berbagai kelompok – serta melihat bagaimana orang-orang (laki-laki; perempuan;
transgender) berinteraksi satu sama lain.
Hal-hak yang dapat kita lakukan adalah menyasar atau menantang norma-norma gender yang
merugikan, seperti kekerasan, stereotipe maskulin dan feminin dengan ketrampilan
komunikasi diantara pasangan, dan memastikan akses pendidikan/ketrampilan untuk semua
gender. Selain itu, edukasi dan kesadaran untuk semua anak/remaja/dewasa muda laki-laki
dan perempuan mengenai HIV, IMS, seksualitas, dan relasi. Hal ini harus dimulai dini –
sebelum pola perilaku seksual terbentuk – dan fokus pada ketrampilan hidup untuk
perlindungan diri (kesadaran, negosiasi, kepercayaan diri, komunikasi asertif, respek). Selain
itu, mulai melibatkan laki-laki (misalnya, meningkatkan keterlibatan pasangan pada
kunjungan pemeriksaan antenatal dan VCT), membuka akses pada teknologi baru dan metode
pencegahan yang dapat dikendalikan oleh perempuan (seperti kondom perempuan dan
mikrobisida), serta menyediakan layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas
dan konfidensial.
v Pendekatan melalui langsung pada setiap individunya sendiri, mungkin cara ini lebih
efektif
v Mengikuti arus sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut, kemudian kalau sudah
memahami, kita mulai melakukan pendekatan secara perlahan-lahan
v Melawan arus dalam kehidupan sosial budaya mereka, sehingga kita menciptakan asumsi
yang baru kepada mereka, tapi cara ini banyak tidak mendapatkan respon positive.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk
menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante
natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap
kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu
memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang
kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan ke bidan menyebabkan tidak
terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru
diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat
membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan,
permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor
nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu,
dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku,
yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang
relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi saat melahirkan.
Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku) terdapat suatu tradisi
upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan
seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat
kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara.
Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang
perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan
banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib.
Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan orang lain
disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut,
siperempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu
juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru
dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa
kehamilan 1-8 bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya
bentuk kehidupan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal
ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi
dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan
oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak
heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan
yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya
memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya
kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan
laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan memang, selain
ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
Pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya dengan Peran
Seorang Bidan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan
dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia
lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas,
peran serta tanggung jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan pendekatan-
pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga kesehatan khususnya calon
bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan peran
aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:
2. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, dengan
melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
5. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
7. Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta
adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh
bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah
diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai
wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa
dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian
wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang
penduduk dari masing-masing RT.
2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh
masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
· Jenis kelamin
· Umur
· Mata pencaharian
· Pendidikan
· Agama
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus
mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan
hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan
bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat
setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi
tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari,
pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
wilayah tersebut.
Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui pendekatan social dan
budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang di anugerahi pikiran,
perasaan dan kemauan secara naluriah memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa
seninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan
apresiatif. Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian atau
kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Maka itu dalam
mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak cukup hanya bersimpati terhadap
kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan
tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada
masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau
kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui
pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan
pada akhir pertunjukan.