Manusia sejak lahir sampai bertambahnya usia selalu melakukan interaksi dengan manusia
lainnya. Dalam pergaulan, manusia mempunyai kebebasan akan tetapi bukan berarti
manusia mempunyai sifat semaunya sendiri.
Dalam bidang kesehatan antara pasien dan tenaga medis juga terdapat etika dan peraturan
mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Pada awalnya Galenus (Roma), Imhotep (Mesir) dan Hippocrates (Yunani) merupakan para
ahli bidang kedokteran yang mempelopori terbentuknya tradisi-tradisi dalam dunia
kedokteran. Tradisi-tradisi dalam kedokteran tersebut kemudian dijadikan sebagai suatu
etika profesi kedokteran yang memuat prinsip-prinsip beneficence, non maleficence,
autonomy dan justice.
Beneficence Prinsip ini berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
nonmaleficence, Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera secara fisik dan
psikologik, segala tindakan yang dilakukan kepada pasien.
Autonomy, Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai.
Justice, Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan
Hukum Kesehatan
Istilah hukum kesehatan sering disamakan dengan istilah hukum kedokteran. Hal ini
dikarenakan hal-hal yang dibahas dalam mata kuliah hukum kesehatan di berbagai fakultas
hukum di Indonesia pada umumnya hanya memfokuskan pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan dunia kedokteran.
Lebih banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan hukum kedokteran atau hukum
medis. Padahal lingkup pembahasan hukum kesehatan lebih luas daripada hukum
kedokteran.
Hukum kesehatan tidak terdapat dalam suatu bentuk peraturan khusus, tetapi tersebar pada
berbagai peraturan dan perundang-undangan. Ada yang terletak di bidang hukum pidana,
hukum perdata, dan hukum administrasi, yang penerapan, penafsiran serta penilaian
terhadap faktanya adalah di bidang kesehatan maupun medis.
Etika mengatur sesuatu yang sebaiknya dilakukan oleh manusia. Terhadap perilaku yang
tidak etis selayaknya diberikan sanksi yang sudah ditentukan sebelumnya oleh dirinya
sendiri dan teman sejawatnya.
Sebaliknya hukum memberikan batasan untuk bertindak yang ditentukan oleh masyarakat.
Apabila dilanggar maka orang tersebut berisiko untuk mendapat sanksi eksternal seperti
hukuman atau pencabutan izin prakteknya. Di samping banyak perbedaan, etika dan hukum
kesehatan juga memiliki banyak persamaan, Etika dan hukum kesehatan sama-sama
merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat dalam bidang kesehatan,
diantaranya:
1. Sebagai objeknya adalah sama yakni masyarakat baik yang sakit maupun yang tidak
sakit ( sehat ).
2. Masing-masing mengatur kedua belah pihak antara hak dan kewajiban, baik pihak yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupun yang menerima pelayanan kesehatan
agar tidak saling merugikan.
4. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan hasil pemikiran dari para pakar serta
pengalaman para praktisi bidang kesehatan.
Sedangkan perbedaan antara etika kesehatan dan hukum kesehatan, antara lain:
3. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum kesehatan tercantum atau
tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran Negara lainnya.
5. Pelanggaran etika kesehatan diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Profesi dari
masing-masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran hukum Kesehatan diselesaikan
lewat pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, sedangkan untuk
pelanggaran hukum pembuktiannya memerlukan bukti fisik.
Sumber:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, “Etika Profesi dan Hukum Kesehatan”, Edisi
Tahun 2017.
Takdir, “Pengantar Hukum Kesehatan”, Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018.