Anda di halaman 1dari 11

KONSEP DASAR HUKUM KESEHATAN

Undang-undang RI No. 23, 1992 tentang kesehatan (selanjutnya disebut UU


Kesehatan), berisi peraturan-peraturan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan seluruh anggota masyarakat, oleh karena itu undang–undang ini akan melibatkan
instansi-instansi terkait dan juga melibatkan pemberi pelayanan kesehatan (medical providers )
dan penerima pelayanan kesehatan (medical receivers).
Undang-undang ini merupakan produk hukum yang bernuansa luas di bidang esehatan sehingga
9 (sembilan) undang-undang di bidang kesehatan yang telah ada sebelum harus dicabut karena.
Sudah diakomodasi dalam undang-undang ini, termasuk diantaranya UU tentang Pembukaan
Apotek (1953) , Undang-undang pokok Kesehatan
(1960), UU tentang Tenaga Kesehatan (1963), UU tentang Higiene (1966) dan UU tentang
Kesehatan Jiwa (1966). Karena pada waktu yang sama dengan proses kelahiran UU Kesehatan
ini di Indonesia berkembang pula pengetahuan Hukum Kesehatan yang relative baru, ada dua
istilah yang makin sering didengar yaitu UU Kesehatan dan Hukum Kesehatan. Antara keduanya
terdapat kesamaan , yaitu mengenai ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan bidang
kesehatan, tetapi juga ada perbedaannya. Oleh sebab itu, keduanya perlu ditelaah terlebih dahulu.

3.1 Hukum Kesehatan


Untuk kalangan kesehatan, kedua bidang ini harus didalami secara baik, karena
keduanya berkaitan dengan pelayanan profesi kesehatan kepada masyarakat. Di satu sisi
pengetahuan hukum kesehatan harus diketahui dan didalami karena pengetahuan ini akan
memberi wawasan tentang ketentuan-ketentuan hukum yang berhubungan dengan pemeliharaan
dan pelayanan kesehatan. Memahami dan mendalami hukum kesehatan akan memberi dan
meningkatkan keyakinan diri tenaga kesehatan dalam menjalankan profesi kesehatan yang
berkualitas dan selalu berada pada jalur yang aman, tidak melanggar etika , dan ketentuan
hukum.
Dalam hal ini, dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memahami adanya landasan
hukum dalam transaksi teraupetik antara dokter dan pasien (kontrak teraupetik),
mengetahui dan memahami hak dan kewajiban pasien , serta hak dan kewajiban dokter atau
perawat dan adanya simpan rahasia kedokteran, rahasia jabatan dan pekerjaan , memahami
dalam situasi dan keadaan apa rahasia jabatan dan pekerjaan boleh disampingkan, memiliki
pengetahuan yang baik tentang standar pelayanan medik standar profesi medik, pemahaman
tentang malpraktek medik, penanganan pasien gawat darurat, rekam medis, eutanasia. Pada sisi
lain , sebagai warga negara , apalagi yang bertugas di bidang kesehatan, tentu perlu memahami
dengan baik beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan
pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.

a. Perspektif UU Kesehatan
Bagaimanakah Undang-undang yang baik itu ?
Undang-undang yang baik adalah undang- undang yang tidak bersifat kontemporer,
tetapi undang-undang yang keberadaannya adalah memiliki pandangan kedepan kata lain adalah
yang memiliki perpektif.
Jadi secara umum undang-undang kesehatan ini diharapkan fungsinya sebagai berikut :
1. Alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna penyelenggaraan pembangunanan
kesehatan yang meliputi upaya kesehatan dan sumber daya
2. Menjangkau perkembangan yang makin kompleks yang akan terjadi dalam kurun
waktu mendatang
3. Pemberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemberi dan penerima jasa
pelayanan kesehatan
b. Sistematika UU Kesehatan Secara keseluruhan undang-undang kesehatan diterbitkan untuk
tujuan mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang melalui pembangunan
kesehatan, yaitu dengan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan untuk hidup sehat.
Di sini diatur tentang hak dan kewajiban serta tugas dan tanggung jawab setiap orang. Upaya
kesehatan dijabarkan secara jelas mulai dari kesehatan keluarga, kesehatan kerja, kesehatan
lingkungan, pemberantasan penyakit, kesehatan olah raga dan selanjutnya, sampai dengan upaya
kesehatan matra. Dirinci tentang sumber daya kesehatan yang mencakup perangkat keras seperti
sarana , prasarana dan peralatan serta perangkat lunak seperti manajemen, pembiayaan dan SDM
yang mendukung terselenggaranya upaya kesehatan. Dalam undangundang
ini dijelaskan tentang adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan. dalam kaitan ini, pemerintah adalah membina, mendorong, dan menggerakkan
swadaya masyarakat di bidang kesehatan.
Oleh karena itu, perlu pembinaan dan pengawasan sehingga semua kesehatan dapat
terlaksana dengan baik. Akhirnya dalam undang-undang ini diatur tentang bagaimana
penyidikan dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah
diatur. Demikian pula diatur tentang sanksi hukum menurut ketentuan pidana dan perdata.
Beberapa Pengertian Dalam Ketentuan Umum
Agar lebih memahami tentang hukum kesehatan , maka di bawah ini dikutip beberapa
pengertian dan ketentuan umum yang terdapat dalam undang-undang kesehatan antara
lain :
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan , jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/masyarakat
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan

A. HUKUM KESEHATAN HUKUM KESEHATAN HUKUM KESEHATAN

1. Pengenalan hukum

Ilmu hukum adalah kumpulan pengetahuan tentang hukum yang telah dibuat sistematikanya. Kumpulan
peraturan hukum disebut sebagai hukum. Pengertian lain hukum adalah himpunan peraturan yang
bersifat memaksa, berisi perintah, larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, guna
mengatur tata tertib masyarakat. Hukum diperlukan untuk mewujudkan keadilan. Keadilan adalah
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Hukum4bertujuan untuk memberikan
pengayoman bagi manusia. Hukum juga bertujuan untuk mewujudkan apa yang berguna atau berfaedah
bagi orang, yakni mewujudkan kebahagiaan sebanyak – banyaknya. Indonesia adalah negara hukum.
Suatu negara hukum mempunyai ciri sebagai berikut :
a. ada super of law

b. ada landasan hukum untuk setiapkegiatan negara

c. ada jaminan hak asasi

d. ada proses peradilan yang bebas

Peranan hukum yaitu memperlancar dan mendukung

a. Sosial kontrol

b. Sosial inter action

c. Sosial Enginering

Sumber hukum formal adalah :

a. Perundang – undangan

b. Kebiasaan

c. Traktat (perjanjian internasional publik)

d. Yurisprudensi

e. Doktrin (pendapat pakar)

Tindakan yang diambil oleh alat negara terhadap pelanggaran hukum tidak boleh sewenang – wenang,
tetapi harus menurut hukum yang berlaku. Macam-macam hukum adalah sebagai berikut: hukum
perdata dan hukum publik, hukum material dan hokum formal, hukum perdata, hukum pidana, hukum
tatanegara / tata usaha negara, hukum Internasional.

2. Pengantar Hukum Kesehatan

Dalam undang – undang kesehatan ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “kesehatan“ adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spriritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut
semua segi kehidupan, baik fisik, mental, maupun sosial ekonomi. Sumber hukum (health law) secara
umum dapat kita temukan dalam :

a. Peraturan hukum tertulis, seperti undang – undang;

b. Kebiasaan yang tidak tertulis;

c. Yurisprudensi tetap; dan


d. Doktrin / ajaran ilmu pengetahuan

Hak asasi manusia yang berhubungan dengan kesehatan manusia dimulai dari tiga hak asasi, yaitu :

a. The right to health care ( hak untuk mendapat pelayanan kesehatan )

b. The right to self determination (hak untuk menentukan nasib sendiri)

c. The right to information ( hak untuk mendapat informasi)

Konsep hukum pemeliharaan kesehatan tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan berakar dari ketiga
hak asasi tersebut diatas yang diadopsi dari mata rantai pasal 25 The United Nations Universal
Declaration of Human Right 1948 dan pasal 1 The United Nation International Concention Civiland
Political Rights 1966.

Menurut Leemen hukum kesehatan disusun sebagai berikut : “Hukum kesehatan meliputi semua
ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari
hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administratif dalam hubungan tersebut pula pedoman
internasional, hukum kebiasaan, dan juga yurisprudensi berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan,
hukum otonom, ilmu, dan literatur menjadi sumber hukum kesehatan. “

Gambaran adanya jalur etik dan hukum dapat dideskripsikan di bawah ini :
a. Etika profesi bersifat intern (self imposed regulation)

b. Majelis disiplin bersifat sebagai hukum publik (ada unsur pemerintah)

c. Hukum bersifat berlaku umum (sifat memaksa)

Berdasarkan paparan diatas maka pemahaman bidan tentang etika, hukum dan hukum kesehatan
merupakan hal yang penting bagi bidan dalam menjalankan praktik profesinya. Hal ini untuk
menghindari bidan dari kesalahan, kelalaian dan sanksi hukum baik perdata atau hukum pidana.

Kewajiban Bidan Terhadap Klien dan Masyarakat


Untuk kode etik terkait kewajiban bidan terhadap klien dan masyarkat terdiri atas 6
butir, antara lain:

1. Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumapah


jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung ringgi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memlihara citra bidan.
3. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada. Peran,
tugas, dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyrakat.
4. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
kliery menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
5. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

Kewajiban Bidan Terhadap Tugasnya


Untuk kode etik tentang kewajiban bidan terhadap tugasnya terdiri atas 3 butir, antara
lain:

1. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga


dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2. Setiap berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam
mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi
dan atau rujukan.
3. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien.

Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat dan Tenaga


Kesehatan
Untuk kode etik terkait kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan
terdiri atas 2 butir, antara lain:

1. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk


menciptakan suasana kerja yang sesuai.
2. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

Kewajiban Bidan Terhadap Profesinya


Untuk kode etik terkait kewajiban terhadap profesinya terdiri atas 3 butir, antara lain:

1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat.
2. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan Kebidanan Komunitas
meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang iapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

Kewajiban Bidan Terhadap Diri Sendiri


Untuk kode etik tentang kewajiban seorang bidan terhadap diri sendiri terdiri atas 2
butir, antara lain:

1. Setiap bidan harus memeiihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas


profesinya dengan baik.
2. Setiap bidan seyogyanya berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kewajiban Bidan Terhadap Pemerintah, Nusa Bangsa
Dan Tanah Air
Untuk kode etik terkait kewajiban seorang bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan
tanah air terdiri atas 2 butir penting, antara lain:

1. Setiap bidan dalam menjarankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-


ketentuan pembrintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB
dan kesehatan keluarga.
2. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya
kepada pemeriniah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

Baca Juga: Kode Etik Perawat Indonesia

Penutup
Kerangka terakhir kode etik bidan yaitu penutup, sesuai dengan kewenangan dan
peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan pedoman
dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.

D. Pengertian Hukum Kesehatan

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan, dalam mengatur
pergaulan hidup masyarakat. Pengertian Hukum Kesehatan menurut berbagai sumber yaitu :
1. UU RI NO. 23/1992 tentang Kesehatan Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut menyangkut hak dan
kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan
medik dan lain-lain.

2. Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) Hukum kesehatan adalah
semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan
dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan
masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan dalam segala aspek-aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medic, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. Hukum kesehatan mencakup
komponen–komponen hukum bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan lainnya, yaitu Hukum
Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan, Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum
Kesehatan Masyarakat, Hukum Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993)

3. Prof.H.J.J.Leenen Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung
pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada hukum perdata, hukum administrasi dan
hukum pidana. Arti peraturan disini tidak hanya mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan,
hukum yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan kepustakaan dapat juga merupakan sumber
hukum. 4. Prof. Van der Mijn Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang
berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana
dan hukum administrasi. Hukum medis yang mempelajari hubungan yuridis dimana dokter menjadi
salah satu pihak, adalah bagian dari hukum kesehatan

1. Pengertian Hukum adalah himpunan peraturan yang bersifat memaksa, berisi perintah, larangan
atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, guna mengatur tata tertib masyarakat. 2.
Hukum kesehatan Menurut Leenen hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan
peraturan hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya. a. Seluruh ketentuan hukum yang
berlangsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan b. Mencakup segi hukum upaya
kesehatan maupun sumber daya kesehatan c. Terkait dengan : Hukum Administrasi, Hukum
Pidana, Hukum Perdata 3. Subjek dan Objek: Subjek Hukum Kesehatan adalah pasien dan tenaga
kesehatan termasuk institusi kesehatan sedangkan objek Hukum Kesehatan adalah perawatan
kesehatan (Zorg voor de gezondheid). 4. Tujuan Hukum Kesehatan: Tujuan hukum kesehatan
pada intinya adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan
keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan
manusia akan terpenuhi dan terlindungi (Mertokusumo, 1986). Dengan demikian jelas terlihat
bahwa tujuan hukum kesehatan pun tidak akan banyak menyimpang dari tujuan umum hukum.
Hal ini dilihat dari bidang kesehatan sendiri yang mencakup aspek sosial dan kemasyarakatan
dimana banyak kepentingan harus dapat diakomodir dengan baik. 5. Azas Hukum Kesehatan: a.
Asas perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan tidak membeda-bedakan golongan, agama, dan bangsa; b. Asas manfaat
berarti memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang
sehat bagi setiap warga negara; c. Asas usaha bersama dan kekeluargaan berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan yang dilakukan oleh seluruh lapisan
masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan; d. Asas adil dan merata berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada
segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat; e. Asas
perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus
dilaksanakan seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental,
antara materiel dan spiritual; f. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri
berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus berlandaskan pada kepercayaan akan
kemampuan dan kekuatan sendiri dengan memanfaatkan potensi nasional seluas-luasnya. 6.
Ruang lingkup hukum kesehatan: a. Hukum Medis (Medical Law); b. Hukum Keperawatan (Nurse
Law); c. Hukum Rumah Sakit (Hospital Law); d. Hukum Pencemaran Lingkungan (Environmental
Law); e. Hukum Limbah (dari industri, rumah tangga, dsb); f. Hukum peralatan yang memakai X-
ray (Cobalt, nuclear); g. Hukum Keselamatan Kerja; dan h. Peraturan-peraturan lainnya yang ada
kaitan langsung yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. 7. Sumber Hukum Kesehatan
Hukum Kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga yurisprudensi,
traktat, konvensi, doktrin, konsensus dan pendapat para ahli hukum maupun kedokteran.
Hukum tertulis, traktat, konvensi atau yurisprudensi, mempunyai kekuatan mengikat (the
binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau pendapat para ahli tidak mempunyai kekuatan
mengikat, tetapi dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam melaksanakan
kewenangannya, yaitu menemukan hukum baru.

8. Hukum Administrasi a. Hukum administrasi mencakup ketentuan ketentuan hukum dalam


rangka penyelenggaraan pemerinyah termasuk penyelenggaraan upaya kesehatan. b. Hukum
Administrasi antara lain mengatur tentang : 1) Sistem kesehatan nasional
2) Tenaga Kesehatan 3) Penyelenggaraan upaya kesehatan 4) Penyelenggaraan Rumah Sakit 5)
Perizinan Praktik swasta 9. Hukum pidana a. Hukum pidana mencakup keseluruhan ketentuan
hukum yang mengandung perintah dan larangan dengan disertai sanksi pidana bagi yang
melanggarnya. b. Hukum pidana antara lain mengatur tentang 1) Pengguguran kandungan 2)
Penyalah gunaan narkotika dan psikotropika 3) Pencemaran limbah industri 4) Penyerahan obat
obatan tertentu yang harus diserahkan dengan berdasarkan resep dokter.
10. Hukum Perdata a. Hukum perdata mencakup ketentuan ketentuan hukum yang mengatur
hubungan antar yang satu dengan yang lain yang menitikberatkan pada kepentingan perorangan
b. Hukum perdata antara lain mengatur tentang : a. Perjanjian pelayanan kesehatan b.
Hubungan hukum antara dokter atau bidan dengan pasiennya c. Gugatan ganti rugi karena
pelanggaran hukum yang dilakukan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan
HUBUNGAN ETIKA KESEHATAN DAN HUKUM KESEHATAN 2.1 Hubungan Etika dan Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan langsung pada pemberian kesehatan
dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana. Hukum kesehatan
adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan
kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap
lapisan masyarakat sebagai penerima pelaksana kesehatan maupun dari pihak penyelenggara dalam
segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan,
dan hakim serta sumber-sumber lainnya. Hukum kesehatan terdiri dari banyak disiplin, diantaranya:
hukum kedokteran, hukum keperawatan, hukum farmasi, hukum apotik, hukum kesehatan masyarakat,
hukum perobatan, dan lain-lain. Masing-masing disiplin ini umumnya telah mempunyai etik profesi yang
harus diamalkan anggotanya. Begitu pula rumah sakit sebagai suatu institusi dalam pelayanan kesehatan
juga mempunyai etika yang di indonesia terhimpun dalam etik rumah sakit indonesia (ERSI) (Hanafiah,
1999) Etika adalah salah satu bagian dari filsafat. Filsafat sebagai suatu interpretasi tentang hidup
manusia mempunyai tugas meneliti dan menentukan semua fakta konkret sampai pada dasarnya yang
mendalam. Persoalan-persoalan pokok filsafat mempunyai ciri khas, yaitu: mendalam pemecahannya
selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru. Sebagai contoh misalnya: bila seseorang dapat
membedakan dengan tepat antara benar dan salah, maka masih akan dibutuhkan pengetahuan lain
yang mempertanyakan mengapa dan atas dasar apa pembedaan tersebut dinyatakan, juga mengapa
demikian, dsb. Dengan demikian, pembahasan filosofis itu mencakup penelitian atau penyelidikan yang
mempunyai ruang lingkup yang sedemikian luas dan menyeluruh (kanisius, 1995). Etika berhubungan
dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil oleh manusia maka etika merupakan
bidang kajian yang sangat luas dan kompleks dengan berbagai cabang subdevisi. Etika kedokteran
berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika
merupaka subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah moral yang muncul karena
perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Etika kedokteran juga sangat
berhubungan dengan hukum. Hampir di semua Negara ada hukum yang secara khusus mengatur
bagaimana dokter harus bertindak berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien dan
penelitian. Namun etika dan hukum tidaklah sama. Sangat sering, bahkan etika membuat standar
perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum, dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk
melanggar hukum yang menyuruh melakukan tindakan tidak etis. Hukum juga berbeda-beda untuk tiap-
tiap Negara sedangkan etika dapat diterapkan tanpa melihat batas Negara.

Etika dan hukum kesehatan dalam dunia kesehatan umumnya berbeda namun saling melengkapi,
dimana hukum cenderung bersifat kaku, lama dalam proses legalisasi, dan kurang menyeluruh kemudian
norma etika akan melengkapi kelemahan-kelemahan norma hukum sehingga mampu mengikuti
perubahanperubahan yang terjadi di masyarakat.
3. Aspek hukum dalam paktik kebidanan

Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi. Standar profesi
bidan yang terbaru adalah diatur dalam Kepmenkes RI No.369/Menkes/SK/III/2007.

Hubungan perikatan antara bidan dengan pasien termasuk dalam kategori perikatan ikhtiar. Bidan
berupaya semaksimal mungkin, sebagai contoh perikatan atas dasar perjanjian adalah ketika pasien
datang ke tempat praktik bidan untuk mendapatkan pelayanan kebidanan, maka perikatan yang terjadi
atas dasar perjanjian.

Perjanjian adalah ikatan antara satu orang dengan orang lain atau lebih, yang selalu menimbulkan hak
dan kewajiban timbal balik. Perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum. Perikatan bidan dengan
rumah sakit adalah dalam hubungan ketenagakerjaan, yaitu terbentuk hubungan antara rumah sakit
sebagai pemberi kerjaan dan bidan sebagai penerima kerja

Anda mungkin juga menyukai