Anda di halaman 1dari 11

Pengertian hukum Keperawatan

    Hukum adalah kumpulan norma-norma untuk menjaga kedamaian hidup bersama
(Herkutanto, 1992).

      Hukum adalah suatu karya dari seluruh rakyat yang bersifat penyegaran terhadap
tingkah laku dan perbuatan para anggotanya dalam perhubungan pamrih dan yang
berhubungan pada tata, keadilan dan kesejahteran masyarakat yang menjadi
pendukungnanya (Djoyodigoeno,1996).

      Hukum adalah suatu aturan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau oleh
suatu badan yang digunakan sebagai alat untuk mengatur hubungan atau kehidupan
bermasyarakat.

Pengertian hukum keperawatan adalah :Segala peraturan perundang-undangan yang


mengatur tentang asuhan keperawatan terhadap kelien dalam aspek hukum perdata,
hukum pidana dan hukum administarasi sebagai bagian dari hukum kesehatan.

Fungsi Hukum Dalam keperawatan

Secara umum fungsi hukum adalah :

1.        Memberi kepastian hukum.

2.      Memberi perlindungan hukum.

Sedangkan fungsi hukum bagi keperawatan adalah

1.Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana  yang


sesuai dengan hukum.

2. Membedakan tanggung jawab perawat  dengan tanggung jawab profesi lain.

3. Membantu menentukan batas-batas  kewenangan tindakan keperawatan mandiri.

4. Membantu dalam mempertahankan standar pratik keperawatan dengan menyatakan


posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum. (Kozier & Erb, 1990).`

Hukum sebagai norma

Hukum terhadap norma penilaian yang diwujudkan dalam petunjuk perilaku ,yang dapat
digunakan untuk mengukur atau menilai kehidupan bersama dari individu dalam suatu
masyarakat.Menurut komalawati V (1999) ,mengutip pernyataan zinshemer dalam
wignyodipuro (1974)dikemukan bahwa hukum dapat digolongkan sebagai berikut :
Hukum Normatif :Hukum yang tampak dalam peraturan perundang perundang maupun
hukum yang tidak tertulis dalam peraturan perundang undang tetapi ditaati oleh
masyarakat karena keyakinan bahwa peraturan hidup itu sudah sewajarnya wajib ditaati

Hukum Ideal : Hukum yang dicita –cita .hukum ini pada hakikatnya berakar pada perasan
manusia dari segala bangsa ,dapat memenuhi perasaan keadilan semua bangsa diseluruh
dunia ,dan benar _benar bersifat objektif

Hukum Wajar : hukum yang terjadi dan terlihat dalam kehidupan sehari _hari ,kadang
_kadang meyimpang dari hukum normatif karena tidak diambil tindakan oleh alat
kekuasaan pemerintah ,maka pelanggaran tersebut dianggap biasa .

Tujuan Dan Tugas Hukum

Tujuan hukum dalam bidang pelayanan kesehatan adalah :

1. Melindungi  kepentingan klien dan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan.

2. Menjamin pengembangan dan peningkatan kualitas profesi tenaga kesehatan dan


kualitas pelayanan kesehatan

Dalam memberikan gambaran gambaran yang lebih jelas tentang hukum ,maka dapat
dilihat pada teori berikut :
1. Teori Etis tujuan dari hukum semata_mata adalah keadilan ,mana yang dianggap adil dan
mana yang dianggap tidak adil

2.Teori Utilites ,tujuan hukum Semata _mata mewujudkan hal yang bermanfaat dalam
menghasilkan kebahagian yang terbesar bagi orang dalam jumlah yang sebanyak _banyak
nya .

3.Teori campuran dimana isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu keadilan dan
kemanfaatan ,dengan demikian tugas hukum adalah menjamin keadilan dan kemanfaatan
masyarakat

Sistem hukum

Ciri dari system hukum yang perlu diperhatikandalam pengembangannya adalah sifatnya
yang konsisten dalam menghadapi dan memecahkan atau mengatasi konflik Selain itu
system hukum juga selalu menghendaki adanya keseimbangan tatanan didalam
masyarakat .Menurut fuller dalam komalawati V (1999) ada delapan asas yang dinamakan
principles of legalitity yang diguanakan untuk mengukur adanya suatu system hukum
yaitu:
1. Harus mengandung peraturan
2.Peraturan yang dibuat harus diumumkan

3.Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut ,sebab peraturan yang demikian tidak
dapat digunakan sebagai pedoman tingkah laku

4.peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti

5.Tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain

6.Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan melebihi dari yang dapat dilakuakan

7.Tidak boleh ada kebiasaaan untuk saring mengubah peraturan sehingga menyebabkan
seseorang akan kehilanganorientasi

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundang dengan pelaksanaan

Pembagian  Hukum

1. Hukum public

Mengatur hubungan-hubungan yang diadakan oleh pemerintah dengan anggota


masyarakat dan hubungan-hubungan antar alat perlengkapan Negara.

2. Hukum privat

Mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang satu dengan lainnya (perhimpunan,


yayasan, dan koperasi).

Hukum dalam pelayanan kesehatan

Kesehatan adalah salah satu dari kebutuhan pokok manusia selain sandang, pangan &
papan, dalam arti hidup dalam keadaan sehat sudah tidak dapat ditawar lagi sebagai
kebutuhan yang mendasar. Bukan hanya sehat jasmani, juga sehat rohani (jiwa), bahkan
kriteria sehat manusia telah bertambah menjadi juga sehat sosial & sehat ekonomi. Namun
sampai saat ini yang dimaksudkan dengan kesehatan oleh undang-undang (UU) adalah
hanya keadaan sehat jasmani & sehat rohani.
Kesehatan menurut UU no. 36/2009 tentang Kesehatan terdiri dari dua unsur yaitu “upaya
kesehatan” & “sumber daya kesehatan”. Yang dimaksud dengan sumber daya kesehatan,
terdiri dari sumber daya manusia kesehatan (tenaga kesehatan yaitu dokter, apoteker,
bidan, perawat) & sarana kesehatan (antara lain rumah sakit, puskesmas, poliklinik, tempat
praktik dokter).
Pemeliharaan kesehatan & pelayanan kesehatan adalah dua aspek dari upaya kesehatan,
istilah pemeliharaan kesehatan dipakai untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat &
istilah pelayanan kesehatan dipakai untuk upaya kesehatan individu (dikenal sebagai
upaya kedokteran atau upaya medik).
Inti dari pemeliharaan kesehatan adalah kesehatan masyarakat, menyangkut hal-hal yang
berhubungan antara lain dengan pembasmian penyakit menular, usaha kesehatan
lingkungan, usaha kesehatan sekolah. Sedangkan pelayanan kesehatan adalah hubungan
segitiga antara tenaga kesehatan, pasien & sarana kesehatan & dari hubungan segitiga ini
terbentuk hubungan medik & hubungan hukum. Hubungan medik dilaksanakan upaya
kesehatan preventif, kuratif, promotif & rehabilitatif. Sedangkan hubungan hukum yang
terbentuk antara ketiga komponen itu adalah hubungan antara subyek hukum dengan
subyek hukum.

Hubungan Hukum dalam pelayanan kesehatan


Hubungan hukum adalah ikatan antara subyek hukum dengan subyek hukum. Hubungan
hukum ini selalu meletakkan hak & kewajiban yang timbal balik, artinya hak subyek hukum
yang satu menjadi kewajiban subyek hukum yang lain, demikian pula sebaliknya.
Hubungan hukum di dalam bidang hukum perdata dikenal sebagai perikatan (verbintenis).

HUkum Dalam praktik keperawatan

Berdasarkan hukum, perawat memiliki tiga peran berbeda yang saling bergantung, masing-
masing dengan hak dan kewajiban yang terkait, yaitu sebagai penyedia layanan, pegawai
atau penerima kontrak sebagai penyedia layanan, dan warga negara.

1. Penyedia Layanan

Perawat diharapkan memberikan perawatan yang aman dan kompeten. Tersirat dalam
peran ini adalah beberapa konsep hukum, yakni tanggung wajib, standar asuhan, dan
kewajiban kontrak.

2. .Pegawai atau Penerima Kontrak Sebagai Penyedia Layanan

Perawat yang diperkerjakan oleh suatu lembaga bekerja sebagai perwakilan lembaga
tersebut dan kontrak perawat dengan klien merupakan bentuk kontrak tersirat.

 3. Warga Negara

Hak dan kewajiban perawat sebagai warga negara sama dengan setiap individu yang
berada di bawah sistem hukum. Hak-hak kewarganegaran melindungi klien dari bahaya
dan menjamin pemberian hak atas harta pribadi mereka, hak atas privasi, kerahasian, dan
hak-hak lain. Hak ini juga berlaku bagi perawat.

Peraturan Menkes NOMOR HK.02.02/MENKES/148/1/2010

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.     Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun
di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

2.     Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

3.     Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan secara perorangan
dan/atau berkelompok.

4.     Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam


menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar
prosedur operasional.

5.     Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

6.     Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwama hijau yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter.

7.     Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwama biru yang dapat
diperoleh tanpa resep dokter.

8.     Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

BAB II PERIZINAN

Pasal 2

(1)   Perawat dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.

(2)   Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri.

(3)   Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pads ayat (2)
berpendidikan minimal Diploma Ill (D III) Keperawatan.

Pasal 3

(1)   Setiap Perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki SIPP.

(2)   Kewajiban memiliki SIPP dikecualikan bagi perawat yang menjalankan praktik pada
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.
Pasal 4

(1)   SIPP sebagainana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.

(2)   SIPP berlaku selama STR masih berlaku.

Pasal 5

(1)   Untuk memperoleh SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Perawat harus


mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
melampirkan:

a. fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisir;

b. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;

c. surat pemyataan memiliki tempat praktik;

d. pas foto berwama terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar, dan

e. rekomendasi dari Organisasi Profesi.

(2)   Surat permohonan memperoleh SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir.

(3)   SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat
praktik.

(4)   SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II
terlampir.

Pasal 6

Dalam menjalankan praktik mandiri, Perawat wajb memasang papan, nama praktik
keperawatan.

Pasal 7

SIPP dinyatakan tidak berlaku karena:

a. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPP.

b. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.

c. dicabut atas perintah pengadilan.


d. dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi

e. yang bersangkutan meninggal dunia.

BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 8

(1)   Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat


pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.

(2)   Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada individu,
keluarga, kelommpok, dan masyarakat

(3)   Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui


kegiatan

a. pelaksanaan asuhan keperawatan;

b. pelaksanaan  upaya   promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat;


dan

c. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.

(4)   Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi


pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi 
keperawatan.

(5)   Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penerapan


perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan.

(6)   Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pelaksanaan


prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.

(7)   Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat


(4) dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas.

Pasal 9

Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

Pasal 10

(1)   Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada
dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
(2)   Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan dikiar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(3)   Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk
dirujuk.

(4)   Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

(5)   Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter,
kewenangan perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak beriaku.

Pasal 11

Dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak:

a.     memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik keperawatan sesuai


standar;

b.    memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan/atau keluarganya;

c.     melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi;

d.    menerima imbalan jasa profesi; dan

e.     memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan


tugasnya.

Pasal 12

(1)   Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk:

a.     menghormati hak pasien;

b.    melakukan rujukan;

c.     menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan;

d.    memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan pelayanan yang


dibutuhkan;

e.     meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan;

f.     melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis; dan


g.    mematuhi standar.

(2)   Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan


profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau organisasi profesi.

(3)   Perawat dalam menjalankan praktik wajib membantu program Pemerintah dalam


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 13

(1)   Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dengan


mengikutsertakan organisasi profesi.

(2)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap
segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Pasal 14

(1)   Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,


Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada
perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturan ini.

(2)   Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; atau

c. pencabutan SIPP.

BAB V KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

(1)   SIPP yang dimiliki perawat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1239/Menkes/SK/IV/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat masih tetap berlaku
sampai masa SIPP berakhir.
(2)   Pada seat peraturan ini mulai berlaku, SIPP yang sedang dalam proses perizinan
dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/Menkes/SK/1V/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat sepanjang yang
berkaitan dengan perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 17

Peraturan ni mulai beriaku pada tanggal ditetapkan.Agar setiap orang mengetahuinya,


memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

kolaborasi dalam keperawatan

Beberapa definisi kolaborasi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:


1.Siegler dan Whitney (2000), mengutip dari National Joint Practice Commision (1997),
mengatakan bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan
kompleksnya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan.
2.Shortridge, et al (1986) mendefinisikan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana
pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam
kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab
bersama dalam manajemen perawatan pasien dengan proses pembuatan keputusan
bilateral yang didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.
3.Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi diantara beberapa
orang yang berkesinambungan.
4.Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya
dalam usaha penggabungan pemikiran.
5.Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana
pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta
menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap
apa yang dapat dilakukan.
6.American Medical Assosiation (AMA, 1994) mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai
sebuah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka
dengan berbagai nilai-nilai, saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang
berkontribusi untuk merawat individu, keluarga, dan masyarakat.
7.ANA (1992) menambahkan, kolaborasi hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien adalah dalam melakukan diskusi tentang diagnosa,
melakukan kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi dengan masing-
masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
8. Lidenke dan Sieckert (2005), kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan
sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien, dan kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama
antara tenaga profesional kesehatan.
Dari definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kolaborasi adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan beragam, yang melibatkan
beberapa orang untuk bekerja sama dengan menggabungkan pemikiran secara
berkesinambungan dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang terlibat saling
ketergantungan didalamnya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator
Karakeristik Kolaborasi
Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
1.      Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
2.      Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
3.      Adanya tujuan yang masuk akal.
4.      Ada pendefinisian masalah.
5.      Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
6.      Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan.
7.      Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
8.      Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.
Manfaat Kolaborasi
Manfaat yang didapatkan dengan diterapkannya kolaborasi antar profesi kesehatan, antara
lain:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional.
2. Memaksimalkan produktivitas serta efektifitas dan efisiensi sumber daya.
3. Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
4. Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional.
5. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional.

Anda mungkin juga menyukai