BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengambilan Keputusan Etik Keperawatan
Langkah pertama yang penting dalam pengambilan keputusan etik adalah memastikan
bahwa masalah memiliki muatan etik dan moral. Tidak semua masalah keperawatan memiliki
muatan moral. Kriteria di bawah ini dapat digunakan untuk menentukan apakah terdapat
situasi moral (Fry, 1989, hlm. 491):
a) Terdapat kebutuhan untuk memilih antara tindakan alternatif yang menimbulkan konflik
dengan kebutuhan manusia atau kesejahteraan orang lain.
b) Pilihan yang akan dibuat dipandu oleh prinsip atau teori moral universal, yang dapat
digunakan untuk memberikan beberapa pebenaran tindakan.
c) Pilihan dipandu oleh suatu proses penimbangan alasan.
d) Pilihan dipengaruhi oleh perasaan personal dan oleh konteks tertentu dari situsasi
Dalam beberapa kasus, pertanyaan yang paling penting adalah siapa yang seharusnya
mengambil keputusan. Ketika orang yang mengambil keputusan adalah klien, fungsi perwat
adalah peran suportif. Klien membutuhkan pengetahuan mengenai probabilitas dan sifat dari
konsekuensi yang menyertai rangkaian tindakan. Perawat membagi pengetahuaan dan
keahlian khusus mereka dengan klien agar memungkinkan mereka mengambil keputusan
berdasarkan informasi.
Pertanyaan di bawah ini dapat membantu perawat menentukan siapa yang memiliki masalah:
a) Untuk siapa keputusan dibuat?
b) Siapa yang akan terlibat dalam pengambilan keputusan, dan mengapa?
c) Kriteria apa (sosial, ekonomi, psikologi, atau legal) yang seharusnya digunakan dalam
memutuskan siapa yang akan mengambil keputusan?
d) Persetujuan semacam apa yang diperlukan oleh subjek?
Karena perawat memiliki kewajiban terhadap kliennya, institusi yang memperkerjakannya
dan dokter, perawat harus menimbang faktor-faktor yang saling berkompetisi saat membuat
keputusan etik. Dalam banyak tatanan perawatan kesehatan, perawat tidak selalu memiliki
otonomi untuk bertindak berdasarkan pilihan dan etik mereka.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etik
a) Faktor Iman
Iman selalu mengandung kepercayaan. Beriman kepada Allah, berarti
mempercayaiNya lebih dari apapun di dunia ini. Percaya Dia mengasihi kita, Dia dapat
diandalkan, kehidupan kita menjadi berharga jika sesuai dengan maksudNya, menyandarkan
hidup kita pada Dia. Iman mengandung kesetiaan. Jika kepercayaan lebih bersifat pasif, maka
kesetiaan lebih bersifat aktif.
b) Faktor Tabiat
Keputusan etis manusia juga sangat dipengaruhi oleh faktor dalam batin kita seperti
prasangka, hati nurani, motivasi yang adalah bagian dari tabiat kita.
Tabiat adalah susunan batin. Pemberi arah pada keinginan, kesukaan dan perbuatan
orang. Susunan batin ini dibentuk oleh interaksi (hubungan) dengan lingkungan sosial sekitar
dan Allah. Tabiat mengandung hati nurani, pengetahuan apa yang baik dan buruk. Tabiat
mengandung kecenderungan dan motivasi untuk berbuat selaras dengan batin kita. Tabiat
bukan sekedar pengertian mental. Tabiat bersifat berkembang dan dinamis dan dapat
dibentuk.
Tabiat tidak sama dengan watak. Watak ada dalam diri manusia secara alamiah waktu
lahir. Bersifat tetap. Watak adalah “bahan mentah” dari tabiat kita. Kita bertanggungjawab
mengolahnya. Tabiat adalh bagian dari kepribadian. Tabiat hampir mirip dengan budi pekerti,
namun budi pekerti selalu positif, sedangkan tabiat dapat negatif dan positif.
c) Faktor Lingkungan
Ada hubungan timbal balik, pengaruh saling mempengaruhi antara kita dengan
lingkungan sosial. Di antara hal saling mempengaruhi antara kita dengan lingkungan adalah
tabiat (susunan batin manusia, yang memberikan arahan bagaimana ia bertindak), meskipun
tabiat kita berdiri sendiri dalam diri kita. Perlunya tabiat yang kuat dalam masyarakat
modern. Dalam masyarakat modern, lingkungan sosial banyak kehilangan kekuasaan sebagai
patokan etis walaupun masih memegang peranan. Ini tampak di masyarakat perkotaan, atau
negara yang di mana orang mentingkan kebebasan individual. Masyarakat modern punya
kebebasan yang lebih besar daripada masyarakat tradisional. Dalam situasi ini, adalah bahaya
jika orang menyerahkan kebebasannya dalam modernitas yang tidak bebas nilai. Juga
berbahaya jika menggantikan pertimbagan-pertimbangan budaya dan tradisi dengan
diletakkan di bawah kekuasaan massa.
d) Faktor Norma/Hukum
Hukum atau norma adalah pemberi arahan, menolong agar manusia dapat berjalan
benar dalam menjalani hidup dalam kasih karunia tersebut.
Etika sering ada dalam situasi yang spesifik, unik, yang tidak dapat didekati dengan
hukum-hukum atau norma-norma umum. Tidak akan mungkin ada moralitas yang tanpa
norma, dan tidak ada etika yang tanpa situasi tertentu. Etika selalu menyangkut norma dan
situasi. Tugas kita adalah bagaimana menggunakan dua hal itu, tidak jatuh pada satu ektrim
tertentu.
e) Faktor Situasi
Situasi harus benar-benar kita kenali sehingga kita tepat dalam menerapkan norma-
norma dan nilai-nilai etis dalam situasi tertentu. Cermat dalam melihat situasi akan menolong
kita melakukan perbuatan yang tepat dan berguna dalam situasi itu. Suatu persoalan atau
masalah akan dapat kita ketahui dengan kita melihat dan memahami situasinya.
Namun kita juga harus menyadari, bahwa kita punya keterbatasan dalam mencermati
situasi. Entah kerena pengetahuan kita atau karena factor yang lain. Namun paling tidak ada
beberapa unsur dalam situasi: tempat, waktu, benda, orang, struktur, gagasan, kejadian dan
Tuhan.
Dalam mengenali situasi kita perlu mencermati hal-hal yang dapat mempengaruhi,
yakni prasangka, kepentingan, pandangan, pengetahuan, pengalaman, dan nilai-nilai yang
kita anut. Baru kita menyelidiki, dengan referensi-referensi yang luas, melihat secara
komprehensip, dan mendengar suara Allah, serta peka pada kebutuhan orang lain.
Silvia (1990) membuat suatu model pengambilan keputusan etis yang terdiri dari 5 tahap
yaitu :
1. Pengkajian dan Pengumpulan Data
Pertimbangan situasional
Pertimbangan tim kesehatan
Pertimbangan organisasi
2. Identifikasi Masalah
Pertimbangan etika
Pertimbangan non etika
3. Mempertimbangkan Kemungkinan Tindakan
Pola pikir teleologi
Pola pikir deontologi
4. Keputusan dan Seleksi Tindakan
kontribusi faktir internal dan kelompok
kontribusi faktor ekternal
kualitas keputusan dan tindakan
5. Refleksi Terhadap Keputusan dan Tindakan yang Diambil
Refleksi keputusan
Refleksi tindakan
Ada 3 model pengambilan keputusan yang pertama adalah keputusan etis yang berpusat
pada pasien , keputusan etis yang berpusat pada dokter dan berpusat pada birokrasi .
Dalam kasus ini kami akan mencoba untuk mengambil keputusan etis berdasarkan pada 5
tahap pengambilan keputusan secara etis menurut Silvia,
1. Pengkajian, tahap ini akan dilakukan dengan melihat situasi klien.
2. Identifikasi masalah
3. Mempertimbangkan kemungkinan tindakan, tindakan dengan pendekatan deontologik yaitu
dengan berdasar pada moralitas dari suatu keputusan etis dan memperhatikan prinsip etika
yaitu Beneficience dan justice.
4. Keputusan dan seleksi tindakan
Membuat keputusan dengan memberikan informasi kepada klien bahwa setelah perawatan
jika mengalami perbaikan maka pasien diharapkan untuk meninggalkan kebiasaan buruknya.
Dengan memberikan penyuluhan pasca perawatan tentang bahaya dari kebiasaan buruk itu.
5. Refleksi terhadap keputusan dan tindakan yang diambil, artinya keputusan dan tindakan yang
diambil tidak bertentangan dnegan hukum dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Sumijatun. 2010. Konsep Dasar Menuju Keperawatan Profesional. Jakarta: Trans Info Media
http://www.scribd.com/doc/45853856/PRINSIP-%E2%80%93-PRINSIP-LEGAL-ETIS-
DALAM-PENGAMBILAN-KEPUTUSAN-DALAM-KONTEKS-KEPERAWATAN
http://ramlannarie.wordpress.com/2010/04/01/issue-etik-dalam-keperawatan-komunitas/
http://ivank-revank.blogspot.com/2012/01/prinsip-prinsip-legal-dalam-praktek.html
http://ernasusilowati.blogspot.com/2010/10/rangkuman-prinsip-prinsip-legal-dalam.html
http://www.scribd.com/doc/70462447/ASPEK-ETIK-BARU#
http://chairulrebi.blogspot.com/2012/01/makalah-prinsip-prinsip-legal-dalam.html
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1959023-aspek-legal-etik/