Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama dibidang biologi dan kedokteran
telahmenimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian
besar belumteratasi ( catalona,1991 ).Etika adalah peraturan atau norma yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi perilakuseseorang yang berkaitan dengan tindakan yang
baik dan buruk yang dilakukan seseorang danmerupakan suatu kewajiban dan
tanggungjawab moral ( Nila ismani,2001 ).Etik merupakan suatu pertimbangan yang
sistimatis tentang suatu perilaku benar atausalah, kebajikan atau kejahatan yang
berhubungan dengan perilaku. Etika merupakan aplikasiatau penerapan teori tentang
filosofi moral kedalam situasi nyata dan bertindak dalamkehidupannya yang dilandasi
oleh nilai-nilai yang dianutnya.Banyak pihak yang menggunakanmasalah etik untuk
menggambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dalam kode etik profesional
seperti kode etik PPNI atau IBI. Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang
tentang penghargaan suatu standaratau pegangan yang mengarah pada sikap atau perilaku
seseorang. Sistem nilai dalam suatuorganisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap
penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di Maksud pengambilan keputusan Etis ?
2. Bagaimana Pengambilan Keputusan Etis ?
3. Bagaimana Kerangka pembuatan keputusan etis ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep etik dalam keperawatan serta pengambilan keputusan etis
dalam keperawatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengambilan Keputusan Etis
Suatu ketrampilan kognitif yang membutuhkan pendidikan tentang prinsip etika dan
pemahaman akan isu etika yang spesifik dan bertinjauan pustaka yang relevan
(Purba,2010).
Suatu proses yang sistematis/strategi atau metode yang digunakan perawat ketika
berhadapan dengan dilema etik berdasarkan konsep dan prinsip etik untuk melakukan
tindakan moral (Purba, 2010).
Proses rasional dan analitik karena aksi terbaik secara moral dalam situasi yang
melibatkan pilihan yang berbeda yang dibuat/ditentukan (Yung, 1997)
Pengambilan keputusan etis merupakan proses yang panjang sehingga perawat perlu
mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan tindakan serta menentukan apa yang harus
dilakukan.

B. Teori Pengambilan Keputusan Etis


Teori etik merupakan prinsip moral atau serangkaian prinsip moral yang dapat digunakan
untuk mengkaji apa yang benar apa yang salah secara moral.
Ada 2 teori etik :
1) Teori Teleologi
Suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau
konsekuensi yang dapat terjadi (Suhaemi,2003). Pencapaian hasil dengan kebaikan
maksimal dan keburukan minimal bagi manusia.Dalam dunia etika, teleologi bisa
diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan,
Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran
yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat.Betapapun salahnya sebuah
tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu
dinilai baik.Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara.
Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut
hukum.Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi dengan “benar” dan

2
“salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika
“yang baik” itu dipersempit menjadi “yang baik bagi diri sendiri.
Dapat dibedakan menjadi 2:
 Rule utilitarianisme, berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan
tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut member kebaikan atau
kebahagiaan pada manusia.
 Act utilitarianisme bersifat lebih terbatas tidak melibatkan aturan umum tetapi
berupaya menjelaskan pada situasi tertentu dengan pertimbangan terhadap
tindakan apa yang member kebaikan sebanyak - banyaknya atau ketidak baikan
sekecil - kecilnya pada individu.
Contoh penerapan teleology : “bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan
meninggal dari pada nantinya menjadi beban di masyarakat.”

2) Teori Deontologi
Study tentang kewajiban moral (Ismani, 2001)Mempertimbangkan dalam setiap kasus
mana kewajiban yang paling penting, jika tidak mungkin memenuhi semua kewajiban
sekaligus. Kewajiban lain harus dikalahkan terhadap kewajiban yang dinilai paling
pengting tersebut (Ross 1877-1971 dalam Bertens, 1993).Benar atau salah bukan
ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai
moralnya (Kant1724-1804 dalam Purba,2010).

Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.Yang menjadi
dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.Pendekatan deontologi sudah diterima
dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.

Contoh : kewajiban seseorang yang memiliki dan mempecayai agamanya, maka orang
tersebut harus beribadah, menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya.

 Lima Prinsip Deontologi


a) Kemurahan hati
Inti dari prinsip kemurahan hati adalah tanggung jawab untuk melakukan
kebaikan yang menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang

3
merugikan atau membahayakan klien. Adanya sumbangsih perawat terhadap
kesejahteraan, kesehatan, keselamatan dan keamanan klien.
b) Keadilan
Prinsip dari keadilan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan
sederajat,sedangkan yang tidak sederajat harus diperlakukan secara tidak
sederajat harus diperlakukan secara tidak sederajat sesuai dengan kebutuhan
mereka ( beauchamp dan childress ).
c) Otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan recana yang mereka pilih
(veatch dan fry).
d) Kejujuran
Prinsip kejujuran di defenisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan
tidak bohong(veatch&fry), Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan
saling percaya antara perawat – klien, Kejujuran harus dimiliki perawat saat
berhubungan dengan klien.
e) Ketaatan
Prinsip ketaatan didefenisikan sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada
suatu kesepakatan,meliputi:tanggung jawab menepati janji, mempertahankan
konfidensi, dan memberi perhatian.

C. Masalah Etik Dalam Pelayanan Keperawatan

1. Dasar/sendi agama moral makin memudar


2. Perkembangan ilmu, penelitian dan tehnologi kedokteran serta keperawatan
berkembang pesat.
3. Keterbatasan perawat dalam menguasai semua kemajuan IPTEK.
4. Permintaan perawat spesialisasi, subspesialisasi,keahlian khusus.
5. Globalisasi yang diikuti persaingan dan perang ekonomi.
6. Berbagai kemajuan dan perkembangan masyarakat sebagai pengguna
jasa perawat
4
D. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Etis

 Tingkat Pendidikan
Rhodes (1985) berependapat bahwa semakin tinggi latar belakang pendidikan perawat
akan membantu perawat untuk membuat suatu keputusan etis. Salah satu tujuan dan
program pendidikan tinggi bagi perawat adalah meningkatkan keahlian kognitif dan
kemampuan membuat keputusan. (Pardue,1987).
Penelitian oleh Hoffman, Donoghue dan Duffield (2004) menunjukkan bahwa taraf
pendidikan dan pengalaman tidak terkait secara signifikan dengan pembuatan keputusan
etis dalam keperawatan klinis. Faktor yang bertanggung jawab terhadap variabilitas yang
besar dalam pembuatan keputusan etis dalam keperawatan klinis adalah nilai peran.

 Pengalaman
Pengalaman sering kali disebut sebagai faktor penting yang mempengaruhi pembuatan
keputusan dan hal ini perlu diperhatikan secara lebih jauh.Yung (1997) mengusulkan
pengalaman yang lalu dalam menangani dilema etik mempengaruhi mahasiswa
keperawatan dalam mengembangkan pembuatan keputusan etis. Hasil temuan dari sebuah
penelitian yang yang dilaksanakan Cassels dan Redman ( 1989) tentang perawat yang
sedang menjalani studi tingkat sarjana menunjukkan bahwa pengalaman yang lalu dalam
menangani masalah-masalah etika atau dilema etik dalam asuhan keperawatan dapat
membantu proses pembuatan keputusan yang beretika. Oleh karena itu, penggalian
pengalaman lalu yang lain dari pengalaman keperawatan secara umum memungkinkan
pendekatan yang lebih relevan.

 Faktor Agama dan Adat Istiadat


Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam membuat
keputusan etis.Setiap perawat disarankan memahami nilai yang diyakini maupun kaidah
agama yang dianutnya. Untuk memahami ini dibutuhkan proses. Semakin tua seseorang
akan semakin banyak pengalaman dan belajar, mereka akan lebih mengennal siapa dirinya
dan nilai yang dimilikinya. (Suhaemi, 2003)

5
Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh pada seseorang dalam
pembuatan keputusan etik.Kaitan adat istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampai
saat ini belum tergali jelas di Indonesia.Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau
pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etik.Misalnya, setiap rumah
sakit di mempunyai aturan menunggu dan persyaratan pasien yang boleh ditunggu, namun
hal ini sering tidak dihiraukan oleh keluarga pasien dengan alasan rumah jauh atau pasien
tidak tenang bila tidak ditunggu keluargannya, dan lain-lain.Ini sering menimbulkan
masalah etik bagi perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan keluarga
menemani pasien di Rumah sakit.(Suhaemi, 2003).
Kaitan adat - istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampai saat ini belum tergali secara
jelas di Indonesia. Di beberapa Negara maju misalnya Amerika Serikat, aspek adat-istiadat
dan budaya telah digali menjadi spesialisasi khusus keahlian keperawatan. Beberapa
universitas di Amerika yang membuka program ini antara lain The University of Utah
mempunyai program doctoral transcultural nursing dan the university of Washington serta
the Pennsylvania state university mempunyai program transcultural nursing tingkat master.
Dengan ditawarkannya program ini maka penelitian tentang keperawatan pada pasien dari
berbagai budaya menjadi semakin marak dan membantu perawat dalam membantu
memberikan asuhan keperawatan selaras dengan budaya pasiennya. 6 Factor adat - istiadat
yang dimiliki perawat atau pasien sangat berpengaruh terhadap pembutan keputusan etis.
Contoh dari permasalahan praktik adat - istiadat bisa diperhatikan pada contoh berikut: “
Dalam budaya Jawa dan daerah lain dikenal suatu falsafah tradisional “Mangan ora
mangan anggere ngumpul” (makan tidak makan asalkan bersama). Falsafah ini sampai saat
ini masih mempengaruhi system kekerabatan orang Jawa. Sebagai contoh bila ada anggota
keluarga yang sakit dan dirawat dirumah sakit maka biasanya ada salah satu keluarga yang
menungguinya. Ini berbeda dengan sistem kekerabatan orang Barat
dimana bila ada anggota keluarga yang sakit maka sepenuhnya diserahkan pada perawat
dalam keperawatan sehari - hari. Setiap rumah sakit di Indonesia mempunyai aturan
menuggu dan persyaratan pasien yang boleh di tunggu. Namun hal ini sering tidak
dihiraukan oleh keluarga pasien, misalkan dengan alasan rumah jauh, pasien tidak tenang
bila tidak ditunggu keluarga, dll. Ini sering menimbulkan masalah etis bagi perawat antara
membolehkan dan tidak membolehkan

6
 Komisi Etik
Komisi etik merupakan suatu faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etis yang
dibuat oleh perawat dalam praktiknya (Ellis dan Hartley, 2001). Sedangkan Ramsey
(1999) menjelaskan bahwa Komisi Etik Keperawatan memberi forum bagi perawat untuk
berbagi perhatian dan mencari solusi pada saat mereka mengalami dilema etik yang tidak
dijelaskan oleh dewan etik kelembagaan.Komisi etik tidak hanya memberi pendidikan dan
menawarkan nasehat melainkan pula mendukung rekan-rekan perawat dalam mengatasi
dilema etik yang ditemukkan dalam praktik sehari-hari.Dengan adanya komisi etik,
perawat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk semakin terlibat secara formal
dalam pengambilan keputusan yang etis dalam organisasi perawat kesehatan.
(Haddad,1998)

 Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Pada abad ke-20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkatan pengetahuan dan
teknologi yang meliputi berbagai bidang.Manusia telah menjelajahi ruang angkasa dan
mendarat di beberapa planet selain bumi.Sistem komunikasi anatara negara dapat
dilaksanakan secara langsung dan tempat yang jaraknya ribuan kilometer. (Suhaemi,
2003)
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta mampu
memperpanjang usia manusia dengan ditemukkannya berbagai mesin mekanik kesehatan,
cara prosedur baru, dan bahan/obat baru. Misalnya klien dengan gangguan ginjal yang
dapat diperpanjang usiannya berkat adanya mesin hemodialisis.Wanita yang mengalami
kesulitan hamil dapat dibantu dengan inseminasi.Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan
yang berhubungan dengan etika. (Suhaemi, 2003)

 Faktor Legislasi dan Yuridis


Saat ini, aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah etik kesehatan
sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan.Hukum kesehatan telah menjadi suatu
bidang ilmu dan perundang-undangan baru yang banyak disusun untuk menyempurnakan
perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukum

7
kesehatan.Oleh karena itu, diperlukan undang-undang praktik keperawatan dan keputusan
menteri kesehatan yang mengatur registrasi dan praktik perawat. (Suhaemi, 2003)
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan.Setiap perubahan sosial
atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan
tersebut.Legislasi merupakan jaminan tindakan menuntut hukum sehingga orang yang
bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan suatu konflik.(Ellis, Hartley, 1990
dalam Suhaemi, 2003).

 Faktor Sosial
Perkembangan social dan budaya juga berpengaruh terhadap system kesehatan nasional.
Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi
pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan. Nilai - nilai yang diyakini
masyarakat berpengaruh pula terhadap keperawatan. Sebagai contoh dalam kasus
dibawah ini: “ Seorang pasien yang menderita penyakit kronis dan dirawat di rumah sakit
sudah beberapa bulan dalam keadaan lemah. Oleh karenanya, pasien atau keluarganya
mungkin memilih untuk membawa pasien pulang agar dapat dipersiapkan meninggal
dunia dengan tenang. Selain dengan pertimbangan factor biaya, adat, hal ini juga karena
adanya anggapan/nilai di masyarakat bahwa “orang yang etikanya tidak baik selama
hidup, maka akan sulit meninggal dunia”. Pasien kemudian dibawa pulang, dengan APS
(Atas Permintaan Sendiri). Beberapa hari kemudian pasien tersebut meninggal dunia.
”Hal tersebut dapat terjadi karena mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit, sedangkan
sebagian penduduk tidak mempunyai asuransi kesehatan. Ajaran agama juga
menyebutkan bahwa kehidupan di dunia hanyalah kehidupan sementara, sehingga hidup
didunia bukan merupakan tujuan akhir manusia. Ini cukup berbeda dengan nilai yang
diyakini oleh sebagian masyarakat tidak beragama, yang menganggap hidup di dunia
merupakan segala - galanya dan menganggap kehidupan setelah mati merupakan ajaran
tradisional atau khayalan manusia saja

 Faktor Pekerjaan
Dalam pembuatan suatu keputusan. Perawat perlu mempertimbangkan posisi
pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang praktik sendiri, tetapi
bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta, atau institusi kesehatan yang lain. Tidak

8
semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan
keputusan/aturan tempat ia bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi
sering mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia dapat
mendapat sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.

 Faktor Dana/Keuangan
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik.
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya
dengan mengadakan berbagai program yang di biayai pemerintah. Walaupun pemerintah
telah mengalokasikan dana yang besar untuk pembangunan kesehatan, namun dana ini
belum seluruhnya dapat mengatasi berbagai program/masalah kesehatan, sehingga
partisipasi swasta dan masyarakat banyak digalakkan. Perawat sebagai tenaga kesehatan
yang setiap hari menghadapi pasien, sering menerima keluhan pasien mengenai pendanaan.
Masalah ketidakcukupan dana dapat menimbulkan konflik terutama bila tidak dapat di
pecahkan. Sebagai contoh dapat dilihat pada permasalahan berikut ini: “ Ny. Karlina
dirawat di unit rawat inap penyakit dalam dengan masalah diabetes mellitus. Setelah
selama 3 minggu, Ny. Karlina diperbolehkan pulang. Ny. Karlina menjadi gelisah dan
tidak dapat tidur setelah mengetahui perincian biaya rawat yang cukup tinggi. Ia tidak
mempunyai uang yang cukup dan menyuruh anaknya yang sering menengok untuk pulang
mencari dana.”
 Ciri – Ciri Keputusan Etis
1) Mempunyai pertimbangan benar salah
2) Sering menyangkut pilihan yang sukar
3) Tidak mungkin dielakkan
4) Dipengaruhi norma,situasi,iman,lingkungan socia

E. Kerangka Pembuatan Keputusan Etis


Unsur-unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan moral dalam
praktek keperawatan (Fry,1991) Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan
salah satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktik keperawatan

9
professional(fry,1989) Unsur - unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan
tindakan moral dalam praktik keperawatan(fry,1991)

• Nilai dan kepercayaan pribadi


• Kode etik perawat Indonesia
• Kerangka pembuatan keputusan
• Konsep moral keperawatan
• Teori perinsip etika

Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etiis telah dirancang oleh banyak
ahli etika, dan semua kerangka etika tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar
tentang etika.

Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan


mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis (Murphy,1976; Borody,1981).
Beberapa kerangka disusun berdasarkan posisi falsafah praktik keperawatan (Benyamin
dan Curtis, 1986; Aroskar, 1980), sementara model lain dikembangkan berdasarkan
proses pemecahan masalah seperti diajarkan di pendidikan keperawatan (Bergman, 1973;
Curtin, 1978; Jameton, 1984; Stanley, 1980; Stenberg, 1979; Thompson, 1985). Berikut
merupakan contoh model pengambilan keputusan etis keperawatan yang dikembangkan
oleh Thompson dan Jameton. Metode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan klien. Kerangka
Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991) adalah Model I yang terdiri atas enam tahap,
Model II yang terdiri atas tujuh tahap, dan Model III yang merupakan keputusan bioetis.

1) Model I
a. Mengidentifikasi masalah. Ini berarti klasifikasi masalh dilihat dari nilai dan konflik
hati nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatannya pada masalah etika yang
timbul dan mengkaji parameter waktu untuk proses pembuatan keputusan. Tahap ini
akan memberikan jawaan pada perawat terhadap pernyataan, “Hal apakah yang
membuat tindakan benar adalah benar?” Nilai diklasifikasikan dan peran perawat
dalam situasi yang terjadi diidentifikasi.

10
b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpulkan dalam
tahap ini meliputi orang yang dekat dengan klien, yangterlibat dalam membuat
keputusan bagi klien, harapan/ keinginan klien dan orang yang teribat dalam
pembuatan keputusan. Perawat kemudian membuat laporaj tertulis kisah dari konflik
yang terjadi.
c. Perawat harus mengidentifikasi semua pilihan atau alternatif secara terbuka kepada
pembuat keputusan. Semua tindakan yang memungkinkan harus terjadi, termasuk
hasil yang mungkin diperoleh beserta dampakya. Tahap ini memberikan jawaban atas
pertanyaan, “Jenis tindakan apa yang benar?”
d. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini berarti perawat
mempertimbangkan nilai dasar manusia yang penting bagi individu, nilai dasar
manusia yang menjadi pusat masalah, dan prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan
masalah. Tahap ini menjawab pertanyaan, “Bagaimana aturan tertentu diterapkan
pada situasi tertentu?”
e. Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pembuatan
keputusan memilih tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini
menjawab pertanyaan etika, “Apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu?”
f. Tahap terakhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.

2) Model II

a. Mengenali dengan tajam masalah yang terjadi, apa intinya, apa sumbernya,
mengenali hakikat masalah.
b. Mengumpulkan data atau informasi yang berdasarkan fakta, meliputi semua data
yang termasuk variabel masalah yang telah dianalisis secara teliti.
c. Menganalisis data yang telah diperoleh dan menganalisis kejelasan orang yang
terlibat, bagaimana kedalaman dan intensitas keterlibatannya, relevansi
keterlibatannya dengan masalah etika.

11
d. Berdasarkan analisis yang telah dibuat, mencari kejelasan konsep etika yang relevan
untuk penyelesaian masalah dengna mengemukakan konsep filsafat yang mendasari
etika maupun konsep sosial budyaa yang menentukan ukuran yang diterima.
e. Mengonsep argumentasi, semua jenis isu yang didapati merasionalisasi kejadian,
kemudian membuat alternatif tentang tindakan yang akan diambilnya.
f. Langkah selanjutnya mengambil tindakan, setelah semua alternatif diuji terhadap nilai
yang ada di dalam masyarakat dan ternyata dapat diterima maka pilihan tersebut
dikatakan sah (valid) secara etis. Tindakan yang dilakukan menggunakan proses yang
sistematis.
g. Langkah terakhir adalah mengevaluasi, apakah tindakan yang dilakukan mencapai
hasil yang diinginkan mencapai tujuan menyelesaikan masalah, bila belum berhasl,
harus mengkaji lagi hal-hal apa saja yang menyebabkan kegagalan, dan menjadi
umpan balik untuk melaksanakan pemecahan/ penyelesaian masalah secara terulang.
 Contoh Kerangka Pembuatan Keputusan Etis pada Kasus “bayi meninggal karena
tertindih payudara ibu”
kerangka keputusan etis dengan menggunakan metode Jameton dengan tahapan sebagai
berikut :
1. Identifikasi masalah
2. Mengumpulkan data tambahan.
3. Mengidentifikasi semua pilihan atau alternatif secara terbuka kepada pembuat
keputusan.
4. Perawat memikirkan masalah etis berkesinambungan
5. Pembuatan keputusan harus membuat keputusan
6. Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.

1. Identifikasi Masalah
a. Orang yang terlibat dalam masalah ini adalah klien (Halimah), Suami klien
(Hamimuddin), dua orang perawat, bayi yang dilahirkan pasien dan kepala bidang
Pelayanan Medis.
b. Ketidakterbukaan informasi tentang keadaan klien selama melahirkan. Di tandai dengan
suami klien tidak diperbolehkan masuk kedalam ruang bersalin.

12
c. Adanya keteledoran perawat saat anaknya diberikan kepada klien untuk disusui yang saat
itu dalam kondisi sangat lemah, ditandai dengan tangan kanan klien masih di infus.
d. Perawat meninggalkan pengawasan selama proses menyusui tersebut.
e. Batasan waktu menyusui sang bayi tak menentu.
f. Perawat tidak memberi penjelasan terlebih dahulu pada klien sebelum pemberian ASI.
g. Akibat tidak adanya pengawasan perawat, bayi tertindih payudara ibunya dan meninggal.

2. Mengumpulkan data tambahan


a. Perawat pada ruangan itu hanya ada 2 orang, sedangkan klien yang ditangani ada 10
orang yang akan segera melahirkan.
b. Sebagian tindakan yang dilakukan perawat tidak dikonsultasikan/ diberitahukan kepada
keluarga pasien.
c. Tidak ada peran caring dari perawat terhadap pasien yang sedang lemah sehabis
melahirkan.

3. Mengidentifikasi semua pilihan/ alternatif secara terbuka kepada pembuat


keputusan
a. Tindakan yang dilakukan perawat adalah bayi disusukan kepada ibunya dengan posisi
tengkurap dengan maksud agarr bayi memperolah ASI, juga dilakukan untuk Inisiasi
Menyusui Dini (IMD). Perawat seharusnya mengawasi agar posisi bayi tetap tengkurap
di dada sang Ibu.
b. Konsekuensi dari tindakan itu diharapkan bayi ditengkurapkan di dada ibu sesuai
prosedur tata laksana untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Dengan waktu singkat dan
didampingi perawat diharapkan bayi dapat terbiasa dengan susu ibunya.
c. Bila perawat memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada sang ibu tentang posisi bayi
mungkin sang ibu akan mengerti dan menjaga posisi tubuhnya dan anaknya.
d. Bila perawat mengawasi ketika anak tersebut menyusu mungkin sang anak dapat
tertolong.
e. Bila perawat menyampaikan informasi kepada keluarga klien tetapi bayi tetapi tidak
dapat tertolong perawat tidak berhak dipersalahkan lagi (asalkan perawat tetap
mengawasi).

13
f. Jika perawat pada ruangan ponek lebih dari 2 mungkin sang ibu dan bayi akan lebih
terawasi dengan baik.

4. Perawat memikirkan masalah etis berkesinambungan


a. Dalam melakukan setiap intervensi, perawat harus memberikan pelayanan dengan baik
dan benar.
b. Menjelaskan secara rinci tentang tindakan apa saja yang akan dilakukan terhadap bayi
dan klien kepada keluarganya maupun kepada kliennya sendiri.
c. Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat saling bertemu.
d. Memberikan tindakan sesuai dengan prosedur dan memberikan pengawasan terhadap
pelaksanaannya.

5. Pembuatan keputusan harus membuat keputusan


a. Perawat harus mempertimbangkan hak klien, otonomi klien, kode etik keperawatan,
nilai-nilai praktek keperawatan dan SOP rumah sakit sendiri. Dalam hal ini perawatlah
yang seharusnya mengambil keputusan akibat keteledorannya tersebut. Keputusan
tersebut harus mempertimbangkan otonomi klien, hak klien, kode etik keperawatan, nilai-
nilai praktek keperawatan dan SOP rumah sakit sendiri.
b. Perawat harus bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas setiap tindakan yang
dilakukannya. Apa yang telah dilakukan dan terjadi kelalaian maka perawat tersebut
harus siap bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas kelalaiannya tersebut.

6. Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil


Telah terjadi pelanggaran kode etik dengan alasan-alasan dan informasi yang telah ditelaah
yaitu:
a. Tidak adanya edukasi kepada klien tentang posisi bayi yang ditelungkupkan sehingga
klien tidak mengatur posisinya dengan baik walaupun tindakan menelungkupkan bayi
tersebut sudah sesuai SOP / Standar praktek keperawatan.
b. Klien dan keluarga tidak dapat saling berhubungan dikarenakan perawat yang tidak
membolehkan keluarga masuk kedalam ruangan bersalin tanpa penjelasan yang jelas.

14
c. Terdapat pelanggaran hak – hak pasien yaitu hak mendapatkan informasi yang benar dan
terkini.
d. Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa terjadi sesalahan komunikasi antara
perawat dan pasien serta keluarga pasien dan kelalaian penjagaan klien oleh perawat yang
mengawasinya.

F. Penyelesaian Masalah Etis


1. MENENTUKAN apakah ada masalah etis atau / dan dilema. Apakah ada
konflik nilai, atau hak-hak, atau tanggung jawab profesional?(Misalnya, mungkin
ada masalah penentuan nasib sendiri dari remaja versus kesejahteraan keluarga.)
2. Mengidentifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip kunci yang
terlibat makna apa. Dan keterbatasan biasanya melekat pada nilai-nilai
bersaing?(Sebagai contoh, jarang adalah informasi rahasia yang diadakan di
kerahasiaan mutlak, namun biasanya keputusan tentang akses oleh pihak ketiga
untuk konten sensitif harus kontrak dengan klien.)
3. RANK nilai-nilai etis atau prinsip-prinsip yang profesional Anda dalam
penilaian yang paling relevan dengan masalah atau dilemma.Apa alasan yang
dapat Anda berikan untuk memprioritaskan bersaing satu nilai / prinsip yang
lainnya? (Sebagai contoh, Klien hak Anda untuk memilih program
menguntungkan tindakan bisa membawa penderitaan atau menyakiti orang lain
yang akan terpengaruh.)
4. MENGEMBANGKAN rencana tindakan yang konsisten dengan etika
prioritas yang telah ditetapkan sebagai pusat untuk. Apakah Anda berunding
dengan klien dan kolega, yang sesuai, tentang potensi risiko dan konsekuensi dari
program alternatif tindakan?Dapatkah Anda mendukung atau membenarkan
rencana aksi Anda dengan nilai-nilai / prinsip-prinsip yang didasarkan
rencana?(Sebagai contoh, Anda berunding dengan semua orang yang diperlukan
mengenai dimensi etika merencanakan belur istri pencarian untuk mengamankan
tempat penampungan rahasianya dan implikasi untuk remaja-usia anak-anaknya?)
5. Rencana MELAKSANAKAN, memanfaatkan praktek keterampilan dan
kompetensi yang paling sesuai. Bagaimana Anda akan menggunakan

15
keterampilan inti pekerjaan sosial seperti komunikasi sensitif, negosiasi terampil,
dan kompetensi budaya?(Misalnya, rekan kerja terampil atau komunikasi
pengawasan dan negosiasi memungkinkan seorang rekan gangguan untuk melihat /
dampak nya pada klien dan mengambil tindakan yang tepat.)
6. Merefleksikan hasil etis ini proses pengambilan keputusan.Bagaimana Anda
mengevaluasi konsekuensi dari proses ini untuk mereka yang terlibat: Klien ,
profesional, dan agen?(Semakin, profesional telah mulai mencari dukungan,
pelatihan profesional lebih lanjut, dan konsultasi melalui pengembangan Komite
Etik atau Etika meninjau proses Konsultasi.)

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengambilan keputusan etis merupakan proses yang panjang sehingga perawat perlu
mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan tindakan serta menentukan apa yang harus
dilakukan. Teori dalam melakukan Pengambilan Keputusan ada 2 yaitu Teori Teleologi
dan Teori Deontologi, ada pula Faktor yang mempengaruhi Keputusan Etis yaitu antara
lain :
- Pekerjaan
- Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
- Dana/Keuangan
- Agama dan Adat Istiadat
- Sosial
- Pendidikan
Adapun Unsur - unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan
moral dalam praktik keperawatan(fry,1991)
• Nilai dan kepercayaan pribadi
• Kode etik perawat Indonesia
• Kerangka pembuatan keputusan
• Konsep moral keperawatan
• Teori perinsip etika

17

Anda mungkin juga menyukai