Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS KEADILAN DAN KEPASTIAN KEMANFAATAN HUKUM

DALAM MALPRAKTIK MEDIS DI INDONESIA

Azmi Mubarok
Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Jl. Laksda Adisucipto, Papringan, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, DIY
Email: azmizibad5712@gmail.com

Malpractice refers to an act of negligence committed by a doctor or medical personnel that can result in
disability or even death in the patient. This happens when there is an omission in carrying out medical duties,
because in essence in carrying out medical practice a doctor is bound by the rules of the code of ethics, with
the existence of which he can carry out his duties in prioritizing patient safety. Therefore, there is a need for
special legal certainty in the health sector to provide legal justice for aggrieved patients, as attached to the
1945 Constitution explains, namely mandating that health is a human right. If there is a violation in the
hospital by a dentist or other health workers working in the hospital, the hospital can be held responsible for
the actions of health workers that result in negligence and loss to patients.

Keywords: Medical Malpractice, Legal Regulation, Paramedic

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara negara hukum, yang berarti bahwa segala aspek kehidupan yang
ada di Indonesia diatur berdasarkan ruang lingkup hukum. Sumber hukum tertinggi di Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang didalamnya yaitu tertulis cita-
cita dan tujuan nasional bangsa di Indonesia. Tepatnya pada Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea ke-4 yang berbunyi: “Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan.
Kesejahteraan umum merupakan salah satu aspek penting dari cita-cita dan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Dengan tercapainya kesejahteraan umum maka masyarakat sebagai warga negara
dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik. Salah satu upaya untuk mewujudkan
kesejahteraan umum adalah dengan mengupayakan kesehatan masyarakat. Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, sprititual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Seorang dokter sebelum melakukan praktek kedokterannya atau pelayanan medis telah
melakukan pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Sehingga masyarakat khususnya pasien
banyak sekali digantungkan harapan hidup dan atau kesembuhan dari pasien serta keluarganya yang
sedang menderita sakit. Namun seperti kita ketahui, dokter tersebut sebagai manusia biasa yang
penuh dengan kekurangan dalam melaksanakan tugas kedokterannya yang penuh dengan resiko.
Seperti pasien yang memiliki kemungkinan cacat atau meninggal dunia setelah ditangani dokter
dapat saja terjadi, walaupun dokter telah melakukan tugasnya sesuai standar profesi atau standar
pelayanan medik yang baik. Keadaan semacam ini biasa disebut sebagai resiko medik, namun
terkadang dimaknai lain oleh pihak-pihak diluar profesi kedokteran sebagai medical malpractice.
Pada peraturan Perundang-Undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukann
pengertian mengenai Malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian Malpraktik justru didapati
dalam Pasal 11 ayat 1 huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga
Kesehatan) yang berbunyi seperti, "melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat
oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah
sebagai tenaga kesehatan". Namun telah dinyatakan dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan. Oleh karena itu secara perundang-undangan, ketentuan Pasal 11 ayat 1 b UU Tenaga
Kesehatan dapat dijadikan acuan makna Malpraktik yang mengidentifikasikan Malpraktik dengan
melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan

1
Masalah malpraktik dalam pelayanan kesehatan akhir-akhir ini mulai ramai dibicarakan
masyarakat diberbagai golongan. Hal ini ditunjukkan Karena banyaknya berbagai pengaduan kasus-
kasus malpraktik yang diajukan masyarakat terhadap profesi dokter yang telah dianggap merugikan
pasien dalam melakukan perawatan. Sebenarnya dengan meningkatnya jumlah pengaduan ini
membuktikan bahwa masyarakat telah sadar akan haknya dalamusaha untuk melindungi dirinya
sendiri dari tindakan lain yang merugikannya. Berita tenaga medis dituntut di pengadilan disebabkan
adanya unsur kesalahan pengobatan dan pemberian dosis obat tidak sesuai dengan kondisi pasien
hingga menyebabkan meninggal, cacat, menambah parah penyakit yang diderita sampai tindakan
kurang senonoh yang dilakukan tenaga medis pada pasiennya.
Kesalahan dalam menjalankan profesi kedokteran akan membentuk pertanggungjawaban hukum
pidana (bergantung sifat akibat kerugian yang timbul) mengandung 3 (tiga) aspek pokok sebagai
suatu kesatuan yang tak terpisahkan, ialah pertama perlakuan yang tidak sesuai norma, kedua
dilakukan dengan kelalaian, dan ketiga mengandung akibat kerugian dalam hukum. Kerugian dalam
hukum adalah kerugian yang dinyatakan hukum dan boleh dipulihkan dengan membebankan
tanggungjawab hukum pada pelaku beserta yang terlibat dengan cara hukum. Perlakuan medis
malpraktik kedokteran terdapat pada pemeriksaan alat dan cara yang dipakai dalam pemeriksaan,
perolehan fakta medis yang salah, diagnosa yang ditarik dari perolehan fakta, perlakuan terapi,
maupun perlakuan menghindari akibat kerugian dari salah diagnosa atau salah terapi.
Kelalaian/culpa adalah pengertian hukum yang pada tataran penerapannya dibidang malpraktik
kedokteran belum seragam, ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Titik penentu
pertanggungjawaban hukum dalam perlakuan medis malpraktik kedokteran ada pada akibat yang
ditimbulkan berupa kerugian menurut hukum.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu kepastian hukum khusus bidang kesehatan untuk memberikan
keadilan hukum bagi pasien yang dirugikan. Sebagai mana yang Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan bahwa kesehatan adalah merupakan hak asasi manusia. Pada pasal 28H ayat (1)
dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Selanjutnya pada pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan
yang sehat untuk tetap sehat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas, maka setidaknya penulis
mendapatkan beberapa rumusan dalam penelitian yang akan di lakukan ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana ketentuan yuridis tentang malpraktik medis di Indonesia?
2. Apakah putusan pengadilan nomor …….sesuai nilai keadilan dan kepastian kemanfaatan
hukum tentang malpraktik medis di Indonesia?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan:
a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai malpraktik medis dalam system hukum di
Indonesia
b. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan mengenai ketentuan yudiris terhadap
terjadinya malpraktik medis sesuai system hukum di Indonesia
2. Kegunaan :
a. Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk mengembangkan ilmu
dan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang kajian
mengenai hukum malpraktik medis. Dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
b. Secara praktis mengembangkan penalaran, pola piker dinamis membantu tambahan
masukan dan pengetahuan kepada pihak-pihak terkait dengan masalah yang sedang
diteliti, dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan kemampuan
selama bangku kuliah

2
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini penulis menyusun penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif atau
penelitian hukum jenis kepustakaan (library research). Dengan menjadikan bahan pustaka
sebagai sumber utama sama halnya data-data yang dikumulkan bersumber dari kepustakaan,
baik berupa buku, jurnal, kitab perundang-undangan dan lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang di kaji.
2. Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Deskriftif adalah
memberikan penjelasan terhadap suatu gejala dan fakta, sedangkan analisis merupakan upaya
untuk mencari dan menata data penelitian secara sistematis, kemudian melakukan pengkajian
yang lebih dalam guna mencari makna
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan normatif-yuridis
Pendekatan normatif-yuridis yaitu pendekatan yang bertujuan mendekati masalah dengan
kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar hukum yang berlaku dalam hukum positif
di Indonesia, serta asas-asas hukum yang berlaku dalam hukum positif.
4. Sumber Data dan Bahan Hukum
a. Data Primer
Yang di butuhkan yang di jadikan data primer dari segi hukum positif yaitu: KUHP,
KUHAP, UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UU, No. 29 Tahun 2004 tentang
Kedokteran, KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia), Serta Peraturan Perundang-
undangan lain yang berkaitan dengan masalah yang penyusun teliti.
b. Data Sekunder
Yang menjadi data sekunder adalah buku-buku, jurnal, serta karya-karya lainnyayang
berkaitan dengan konsep tindakan malpraktik. Bahan hukum sekunder ini memberikan
kumpulan data untuk melengkapi hasil penelitian.
c. Data Tersier
Yaitu bahan yag memberikan petunjuk maupun penjelasan terkait bahan hukum
primer maupun tersier, seperti bahan dari internet, kamus, dan bahan hukum lainnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian yang penulis lakukan yaitu library research, maka teknik pengumpulan datanya
yaitu dengan dokumentasi. Dokumentasi menurut Sugiyono adalah suatu cara yang di gunakan
untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan
gambar yang berupa laporan serta keterangannya yang dapat mendukung penelitian. Kemudian
dokumentasi di gunakan untuk mengumpulkan data di telaah. Dokumentasi yang di gunakan
penelitian ini meliputi diantaranya buku, jurnal, kitab dan karya ilmiah lainnya yang
mendukung penelitian tentang pertanggungjawaban pidana malpraktik.
6. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting disamping kegiatan-kegiatan lain
dalam proses penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif.
Dedutif adalah proses pendekatan yang berangkat dari kebenaran umum mengenai suatu
fenomena yang mengeneralisasikan kebenaran tersebut pada suatu peristiwa

E. Telaah Pustaka
Jurnal yang berjudul Sanksi Malpraktik Dan Resiko Medik Yang Dilakukan Oleh Dokter.
Karya A.A. Ngr. Dwi Dananjaya*, A A Sagung Laksmi Dewi dan Luh Putu Suryani, yang
membahas Suatu sikap tindakan yang salah dan memiliki keterampilan yang kurang dalam
ukuran yang tidak wajar adalah merupakam suatu tindak malpraktik. Biasanya istilah tersebut
digunakan pada tindak pengacara, dokter, akuntan. Suatu tindakam professional yang gagal
yang dilakukan pada tingkatan pandai dan terampil yang wajar, yang dilakukan di masyarakat
yang mengakibatkan luka, kerugian dan atau kehilangan pada penerima pelayanan tersebut akan
membuat kesan pada penerima pelayanan tersebut.

3
Skripsi yang berjudul “Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Kasus Malpraktek Oleh
Korporasi (Analisis Pasal 201 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Karya Sayed
Muhibbun, Yang membahas tentang pertanggung jawaban pidana dalam kasus Malpraktik oleh
korporasi yang diatur dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal
198, pasal 199, dan pasal 200, dapat dijatuhkan pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,
pidana juga dapat dikenakan terhadap korporasi berupa denda dengan pemberatan (3) kali dari
pidana denda, atau pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha atau pencabutan status badan
hukum.
Skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis Tentang Pertanggung Jawaban Pidana Dalam
Malpraktek Medis (Analisis Kasus Irwanto)” Karya Roni Setiabudi, Yang membahas secara
yuridis hasil rekam medis sebagai alat bukti yang di gunakan sebagai alat bukti cukup akurat
apabila ada pihak yang ingin mengajukan tuntutan pidana, karena pasien merasa di rugikan atau
karena telah terjadi malpraktik medis. Rekam medis merupakan alat bukti surat yang di tanda
tangani dibawah tangan yang dibuat tanpa perantara pegawai umum. Seharusnya pemerintah
membuat UU tentang malpraktik medis dan pengaturan standar pelayanan medis, selain itu
dalam UU praktik kedokteran juga di atur tentang sanksi pidana bagi dokter yang melakukan
malpraktek medis, sehingga lebih memberikan kepastian hukum bagi pasien maupun dokter.
Dokter dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila pada diri dokter diduga telah
melakukan malpraktek medis tersebut terdapat unsur kesalahan yang di sengaja atau lalai dalam
melakukan penyembuhan pengobatan terhadap pasien, yang mengakibatkan pasien mengalami
cacat, luka, atau penyakitnya bertambah parah bahkan sampai meninggal dunia.
Skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Tindak
Pidana Malpraktik Di Indonesia, yang membahas pengaturan terkait tindak pidana Malpraktik
yang dlakukan oleh dokter di indonesia diatur secara khusus dengan Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2004 Tentang praktik Kedokteran. Walaupun ada beberapa peraturan perundang-
Undangan yang masih bisa dilakukan dengan tindak pidana malpraktik di bidang kedokteran.
Namun, karena adanya asas lex spesialis derogate legi generali yang berarti peraturan yang
khusus mengesampingkan peraturan yang umum. Maka dalam beberapa kesalahan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 dapat menjerat pelaku tindak pidana Malpraktik di bidang
kedokteran. Pertanggungjawaban pidana terhadap dokter dalam tindak pidana malpraktik di
bidang kedokteran dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku.
F. Landasan Teori
A. Tinjauan Tentang Malpraktik Medis
1. Pengertian Malpraktik Medis
Adapun Malpraktik medis menurut definisi World Medical Association (WMA)
adalah: Malpraktik medis melibatkan kegagalan dokter dalam memenuhi standar
perawatan dalam menangani kondisi pasien, atau kurangnya keterampilan, dan kelalaian
dalam memberikan perawatan kepada pasien, yang merupakan penyebab langsung
cederanya pasien.
Dilihat dari definisi tersebut, malpraktik tidak saja sebuah kelalaian medis, tetapi
juga suatu kegagalan dari dokter memberi pelayanan sesuai dengan standar atau kurangnya
keterampilan atau kompetensi. Keterampilan dan kompetensi adalah unsur disiplin profesi,
sehingga dapat dikatakan malpraktik medis disebabkan pelanggaran disiplin profesi
kedokteran.
2. Unsur-Unsur Malpraktik
Adanya unsur tanggung jawab antara lain:
a. Adanya kelalaian yang dapat dipermasalahkan (culpability).
b. Adanya kerugian (damages) dan
c. Adanya hubungan kausal (causal relationship)
Seorang tenaga kedokteran mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan, dan jika tidak dilaksanakan bisa dikatakan melakukan melawan hukum, yang
konsekuensinya bisa di jatuhi sanksi yuridis. Sanksi yuridis yang di maksud pasal 51
Undang-Undang Praktek Kedokteran Nomer 29 Tahun 2004 ini bukan termasuk sanksi
yuridis dalam tindakan malpraktik, karena jika malpraktik harus ada unsur kelalaian,

4
sedangkan sanksi dalam pasal tersebut dikarenakan seorang tenaga medis tidak
melaksanakan kewajiban, yang sanksinya lebih berat dari pada sanksi malpraktek
3. Aspek Hukum Malpraktik
Adapun aspek hukum Malpraktik dibagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut:
a. Aspek hukum perdata: terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi), didalam transaksi terapeutik oleh tenaga
kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum, atau terjadinya perbuatan
melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
b. Aspek hukum pidana, malpraktik kedokteran bisa, masuk lapangan hukum pidana
jika memenuhi tiga syarat antara lain: syarat dalam perlakuan medis, syarat dalam
sikap batin dokter, syarat mengenai hal akibat.
c. Aspek hukum administrasi, malpraktik administratif ini terjadi jika dokter atau
tenaga kesehatan melakukan pelanggaran hukum administrasi Negara yang
berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya.

B. Tinjauan Tentang Medis


Pengertian medis menurut kamus besar bahasa Indonesia yaiu termasuk atau
berhubungan dengan bidang kedokteran. Medis adalah merupakan salah satu cabang ilmu
kesehatan yang mengupayakan perawatan kesehatan beserta upaya-upayanya untuk
menyembuhkan penyakit. Dunia medis merupakan ilmu kedokteran yang juga memiliki
cabang-cabang spesialis di bidang organ tubuh manusia tertentu atau penyakit tertentu.
C. Tinjauan Aspek Malpraktik Medis
1. Aspek Malpraktik Medis
Malpraktik mengacu pada dokter atau tenaga medis yang ada perilaku
yang disengaja atau lalai di bawah perintahnya (aktif atau pasif) dalam praktek
kedokteran untuk semua pasien Sejauh mana standar profesional, standar prosedur,
prinsip-prinsip profesi medis, atau persyaratan hukum telah dilanggar (tanpa pihak
berwenang), karena kurangnya informed consent atau tanpa informed consent, Tanpa
izin praktek atau tanpa surat tanda registrasi, tidak cocok untuk memenuhi kebutuhan
medis pasien dengan menyebabkan dan Membahayakan tubuh pasien, kesehatan fisik,
mental pikiran atau nyawa pasien sehingga ciptakan akuntabilitas dokter.Kategori
Malpraktik Medis
2. Kategori Malpraktik Medis
Malpraktik menurut Soedjatmiko dibagi 3 (tiga) kategori yakni criminal malpractice,
civil malpractice dan administrative malpractice:
a. Criminal Malpractice
Criminal Malpractice, terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami
cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati, malpraktik
pidana yaitu:
1) Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional), misalnya pada kasus
melakukan aborsi tanpa indikasi medis, enthanasia, membocorkan rahasia
kedokteran, tidak melakukan pertolangan pada kasus gawat darurat padahal
diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan
surat keterangan dokter yang tidak benar.
2) Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness) misalnya melakukan
tindakan yang tidak lega artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta
melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
3) Kematian pada pasien akibat tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa
dengan tertinggalnya alat operasi didalam rongga tubuh pasien
b. Civil Malpractice
Civil malpractice, terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
dipenuhinnya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh
dokter atau tenaga kesehatan lainnya, atau terjadinya perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad) sehingga menimbulakan kerugian kepada pasien.

5
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian karena kelalaian dokter
maka pasien harus membuktikan adanya 4 unsur berikut yaitu:
1) Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien
2) Dokter telah melanggar pelayanan medic yang telah digunakan.
3) Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti
ruginya.
4) Secara faktual tindakan tersebut dapat disebabkan oleh tindakan dibawah
standar.
c. Administrative Malpractice
Administrative malpractice, terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan
lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku,
misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau tanpa izin praktek, melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan
izin yang sudah daluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

D. Tinjauan Tentang Sistem Hukum di Indonesia


Sebagian besar sistem Hukum Eropa Kontinental sistem hukum yang diterapkan di
negara Belanda. Karena Indonesia adalah bekas jajahan Belanda, jadi sistem Eropa
Kontinental juga telah diterapkan di Indonesia. Sistem Hukum Eropa Kontinental lebih
menekankan kepada hukum yang tertulis, dan perundang-undangan menduduki peran
penting dalam sistem hukum ini. Di Indonesia sendiri, dasar hukumnya adalah konstitusi
E. Hierarki Sistem Hukum Indonesia
Hukum di Indonesia memiliki tujuan mencapai ketertiban masyarakat. Untuk
mencapai tujuannya, tidak terlepas begitu saja antara aturan hukum yang satu dengan
aturan hukum lainnya, dimana aturan-aturan tersebut saling kait mengkait secara tertib,
teratur dan merupakan tatanan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, “Negara
Indonesia adalah negara hukum”, Sebelum amandemen, pernyataan Indonesia sebagai
negara hukum ditemukan dalam Penjelasan UUD 1945, “Indonesia ialah negara yang
berdasar atas hukum (rechtstaat)”. Dilihat dari segi bentuk negara dan sistem
penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut
desentralisasi. Disamping itu, Indonesia merupakan negara yang menganut ajaran negara
kesejahteraan (verzogingstate, welfare state) dan dapat dikategorikan sebagai negara
hukum demokratis. Dimana dalam setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan haruslah
berdasar pada hukum yang berlaku.
F. Fungsi Hukum
Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menciptakan keadilan, media pengatur
interaksi social agar masyarakat menjadi tertib, teratur dan sejahtera. Hukum juga berfungsi
sebagai penggerak pembangunan.Tetapi dalam kenyataan di lapangan ditemui telah
terjadinya pergeseran dalam tatanan nilai, budaya serta tingkah laku.Ada beberapa
penyebab fungsi hukum belum sepenuhnya dapat diwujudkan dan bagaimana cara
mengoptimalkan fungsi hukum dalam masyarakat sehingga terbentuk masyarakat yang
sejahtera, tertib dan aman melalui proses pemberdayaan hukum melalui proses
dialogdengan pihak-pihak yang mempunyai kewenangan maupun membangkitkan sikap
partisipasi masyarakat demi tegaknya dan berfungsinya hukum di dalam masyarakat.

Secara sosologis terdapat dua fungsi utama yaitu:


1. Social Control (kontrol sosial)
Social control (kontrol sosial), adalah fungsi hukum Mempengaruhi warga negara
untuk menjalankan disiplin yang dijabarkan sebagai aturan hukum antara lain nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Ruang lingkup kontrol sosial adalah sebagai berikut,
a. Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan maupun
yang menentukan hubungan antara orang sama orang.
b. Penyelesaian sengketa didalam masyarakat, dan
c. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, artinya hal yang terjadi
perubahan-perubahan social.

6
2. Social Enginering (rekayasa sosial)
Social engineering (rekayasa social), penggunaan hukum secara sadar untuk
mencapai suatu tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat
hukum. Berbeda dengan fungsi kontrol sosial yang lebih praktis, yaitu untuk
kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari hukum lebih mengarah
pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat di masa mendatang sesuai dengan
keinginan pembuat Undang-Undang. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu
apabila berhasil pada akhirnya melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru
di masyarakat.

II. PEMBAHASAN
A. Aspek Hukum Perdata Malpraktik Medis
Aturan hukum untuk pengaturan malpraktik medis sudah dapat dikatakan sebagai sistem hukum
karena sudah memenuhi sebagian besar ukuran yang ditetapkan oleh Fuller. Setelah peraturan
hukum dinyatakan sebagai sitem hukum kemudian dilihat penegakan hukumnya, apakah aturan
tersebut sudah dapat ditegakkan di masyarakat. Bedasarkan teori Ten Berge dalam rangka
penegakan hukum peraturan tersebut harus dapat diimplementasikan langsung untuk kasus di
masyarakat. Pengaturan mengenai malpraktik medis memenuhi ketentuan penegakan hukum karena
aturan tersebut dapat diselesaikan untuk menyelesaikan kasus yang terjadi dalam sengketa
konsumen dan produsen contohnya: Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Terdapat Dua kemungkinan hal yang bisa untuk dijadikan sebagai dasar yuridis gugatan
malpraktik medis yaitu:
1. Gugatan berdasarkan adanya wanprestasi terhadap suatu kontrak;
2. Gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad)
Apabila gugatan berdasarkan wanprestasi, diberlakukan ketentuan Pasal 1329
KUHPerdata yang berbunyi:
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau, untuk tidak berbuat sesuatu, apakah si berhutang
tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan
pergantian biaya, rugi dan bunga.”

Undang-undang mensyaratkan bahwa klaim apa pun yang didasarkan pada pelanggaran kontrak
merupakan pelanggaran terhadap penyelesaian kontrak. Perjanjian tersebut meliputi perjanjian
tertulis dan perjanjian tidak tertulis. Menurut hukum yang berlaku, sepanjang syarat-syarat sahnya
akad terpenuhi, maka akad itu sah dan mempunyai akibat hukum. Syarat sahnya akad tercantum
dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu jika memenuhi unsur-usur: kesepakatan kedua belah pihak,
kecakapan berbuat, suatu hal tertentu, kausa yang diperbolehkan.
Gugatan yang didasari atas perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata
yang berbunyi:
“Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Salah satu unsur dari perbuatan melawan hukum adalah dokter yang melakukan malpraktek
medis haruslah benar-benar melanggar hukum, artinya dokter melanggar hukum dengan
kesengajaan atau kurang hati-hati, misal; salah memberikan obat atau tidak memberikan informed
consent. Tuntutan Perdata harus memenuhi 5 (lima) unsur yaitu :
1. Adanya suatu kontrak antara penggugat dan tergugat;
2. Salah atau pelaksanaan buruk dari kewajiban oleh penggugat;
3. Kegagalan tergugat untuk mempergunakan standar yang lazim dipakai;
4. Penggugat menderita kerugian karenanya; dan
5. Tindakan atau sikap tergugat menyebabkan timbulnya kerugian yang diderita penggugat.
Menurut Hukum Perdata, seseorang dapat dikatakan melakukan tindakan wanprestasi ketika
tidak melakukan suatu hal yang disanggupi dan dijanjika. Artinya, seseorang jika melakukan hal
yang tidaks esuai dengan yang dijanjikan maka dikatakan wanprestasi.

7
B. Aspek Hukum Pidana Malpraktik Medis
Suatu perbuatan merupakan perbuatan pidana apabila memenuhi unsur-unsur yang telah
ditentukan secara limitatif dalam perundang- undangan pidana. Dalam hukum pidana, kesalahan
bisa saja terjadi disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian (culpa). Dalam Hukum Acara Pidana,
perbuatan dan menyebabkan cedera serius atau kematian pada orang lain karena kecelakaan dibuat
dalam pasal 359 dan pasal 360 KUHP. Untuk ketentuan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP menurut
Adami Chazawi dan Muhammad Sadi Is, sebagai berikut;
1. Adanya unsur kelalaian;
2. Adanya wujud perbuatan tertentu;
3. Adanya akibat luka berat atau matinya orang; dan
4. Adanya hubungan kasual antara wujud perbuatan dan akibat kematian orang lain itu.
Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Malpraktik kedokteran yang berkaitan dengan
perbuatan yang dapat diancam pidana, antara lain:
1. Melakukan praktek kedokteran tanpa memiliki Surat Tanda Register (Pasal 75 ayat (1));
2. Melakukan Praktek kedokteran tanpa memiliki Surat Ijin Praktek (Pasal 76);
3. Menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi (Pasal 77);
4. Menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi
(Pasal 78);
5. Tidak memasang papan nama (Pasal 79 huruf a);
6. Tidak membuat rekam medis (Pasal 79 huruf b);
7. Tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan Pasal 51 (Pasal 79 huruf c), dan;
8. Korporasi atau perseorangan yang mempekerjakan dokter atau dokter gigi tanpa tidak
memiliki surat tanda registrasi dan ijin praktek (Pasal 80).
Ketentuan perbuatan yang dapat dipidana diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan antara lain:
1. Melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan
(Pasal 80 ayat 1);
2. Melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ
tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi darah (Pasal 80 ayat 3);
3. Tanpa keahlian dan kewengangan melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh
(pasal 81 ayat 1 huruf a);
4. Tanpa keahlian dan kewenangan melakukan implan alat kesehatan (Pasal 81 ayat 1 huruf
b);
5. Tanpa keahlian dan kewenangan melakukan bedah plastik dan rekontruksi (pasal 81 huruf
c);
6. Mengambil organ dari seorang donor tanpa memperhatikan kesehatan donor atau tanpa
persetujuan donor dan ahli waris dan keluarganya (Pasal 82 ayat 2 huruf c).
C. Aturan Hukum Malpraktik Medis di Berdasarkan Sistem Hukum di Indonesia
1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit terdapat beberapa
ketentuan yang mengatur suatu tindakan kesalahan seorang dokter baik dari sudut perdata, pidana
maupun administrasi. Beberapa pasal yang mengatur tentang tangung jawab dokter atas kesalahan
medis di antaranya sebagaimana berikut:

Pasal 13 Tenaga medis yang melakukan praktik


(1) kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki
Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

8
Pasal 13 Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di
(2) Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 13 Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di


(3) Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan rumah
sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak
pasien dan mengutamakan keselamatan
pasien.

Pasal 25 Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib


(1) memiliki izin

Pasal 25 Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


(2) terdiri dari izin mendirikan dan izin
operasional.1

Pasal 29 a. Memberikan informasi yang benar


yat (1) tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
b. Memberikan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminatif, dan
efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit;
c. Memberikan pelayanan gawat darurat
kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. Berperan aktif dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan
pelayanannya;
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi
masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain
dengan memberikan fasilitas pelayanan
pasien tidak mampu/miskin, pelayanan
gawat darurat tanpa uang muka,
ambulan gratis, pelayanan korban
bencana dan kejadian luar biasa, atau
bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. Membuat, melaksanakan dan menjaga
standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam
melayani pasien;
h. Menyelenggarakan rekam medis;

9
i. Menyediakan sarana dan prasarana
umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana
untuk orang cacat, wanita menyusui,
anak-anak, lanjut usia;
j. Melaksanakan sistem rujukan;
k. Menolak keinginan pasien yang
bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-
undangan;
l. meberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai hak dan kewajiban
pasien;
m. Menghormati dan melindungi hak
pasien;
n. Melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan
dan penanggulangan bencana;
p. Melaksanakan program pemerintah di
bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional;
q. Membuat daftar tenaga medis yang
melakukan praktik kedokteran atau
kedoketeran gigi dan tenaga kesehatan
lainnya;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan
internal rumah sakit
s. Melindungi dan memberikan bantuan
hukum bagi semua petugas Rumah Sakit
dalam melaksanakan tugas; dan
t. Memberlakukan seluruh lingkungan
Rumah Sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.

2. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan

Disahkannya UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan langkah baik DPR yang
selama ini diharapkan oleh banyak masyarakat. dengan hadirnyaUU ini justru memberikan
perlindugan hukum yang baik dan jelas terhadap pasien. Selama ini, organisasi profesi Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) dinilai terlalu berlebihan dalam melakukan kebijakan kesehatan. Artinya,
IDI dinilai terlalu memonopoli sisten dunia esehtan nasional dari dulu sampai hilir dari pembentuka
kolegium kedokteran hingga pembuatan surat izi praktik yang hanya bisa dilakukan oleh IDI. UU
ini menjadi aturan hukum yang lebih memeudahkan pasien dan tenag medis khususnya dalama
melakukan praktik kesehatan.
Peran pemrintah pusat dan daerah dalam pemberdayaan ruah sakit dan tenaga medis menjadi
kunci dalam peraturan ini. sehingga, suatu rumah sakit atau seorang tenag medis di Indonesia akan
mampu eingkatkan profesionlismenya jika sudah diawasi oleh pemerintah daerah. Beberapa hal

10
yang memebahas terkait malpraktik medis dalam UU No.17 tahun 2023 tentang Kesehatan ini
diatur dalam beberapa pasal sebagaimana berikut.

Pasal 312 setiap orang dilarang;

(1) Tanpa hak menggunakan identitas berupa gelar atau


bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat
yang bersangkutan merupakan Tenaga Medis atau
Tenaga Kesehatan yang telah memiliki STR dan/ atau
SIP;

(2) Menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam


memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
menimbulkan kesan yang bersangkutan merupakan
Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah
memiliki STR dan/atau SIP; dan

(3) Melakukan praktik sebagai Tenaga Medis atau Tenaga


Kesehatan tanpa memiliki STR dan/ atau SIP.

Pasal 313.

(1) Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang


melakukan praktik tanpa memiliki STR dan/atau SIP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 312 huruf c dikenai
sanksi administratif berupa denda administratif.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah

Pasal 352.

(1) Untuk melindungi masyarakat dari KLB, Pemerintah Daerah


dan Pemerintah Pusat bertanggung jawab melaksanakan
kegiatan kewaspadaan KLB, penanggulangan KLB, dan pasca-
KlB.

(2) Kegiatan kewaspadaan KLB, penanggulangan KLB, dan


pasca-KlB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
secara terkoordinasi, komprehensif, dan berkesinambungan di
wilayah, Pintu Masuk, dan pelabuhan atau bandar udara yang
melayani lalu lintas domestik.

(3) Dalam pelaksanaan kegiatan kewaspadaan KLB,


penanggulangan KLB, dan pasca-KlB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melibatkan unsur Tenaga Medis, Tenaga
Kesehatan, akademisi atau pakar, Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, lintas sektor, dan/ atau
tokoh masyarakat/ agama

11
Pasal 353

(1) Bupati/Wali Kota, gubernur, atau Menteri harus


menetapkan KLB jika pada suatu daerah tertentu terdapat
penyakit atau masalah Kesehatan yang memenuhi kriteria
KLB

(2) Kriteriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri


atas:
Timbulnya suatu penyakit atau masalah Kesehatan yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal;
Peningkatan kejadian secara terus menerus selama 3 (tiga)
kurun waktu dalam jam, hari, atau minggu berturut-turut;
Peningkatan kejadian kesakitan 2 (dua) kali atau lebih jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya;
Rata-rata. jumlah kejadian kesakitan perbulan selama 1
(satu) tahun menunjukkan kenaikan 2 (dua) kali atau lebih;
Angka kematian akibat penyakit atau masalah Kesehatan
dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% (lima puluh persen) atau lebih

(2) Bupati/wali kota, gubernur, atau Menteri harus mencabut


penetapan KLB jika daerah tidak lagi memenuhi kriteria
KLB.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria KLB, penetapan,


dan pencabutan KLB diatur dengan Peraturan Pemerintah

Sedangkan aspek pidana terkait malpraktik medis dalam ketentuan UU No. 17 Tahun
tentang Kesehatan diatur dalam pasal 427 sampai pasal 448.

Pasal 427 Setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai


dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun

Pasal 428 Setiap Orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan
(1) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
terhadap seorang perempuan:
dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau tanpa
persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun

Pasal 428 Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
(2) a mengakibatkan kematian perempuan tersebut dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun,

Pasal 428 Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
(3) b mengakibatkan kematian perempuan tersebut dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

12
Pasal 429 Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan
(1) tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 428
pidananya dapat ditambah l/3 (satu per tiga).

Pasal 429 Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan


(2) tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa pencabuturn hak
tertentu yaitu:
Hak memegang jabatan publik pada umumnya atau
jabatan tertentu; dan/ atau hak menjalankan profesi
tertentu.

Pasal 429 Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan


(3) aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap
korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana
kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 tidak dipidana.

Pasal 440 Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang


(1) melakukan kealpaan yang mengakibatkan Pasien luka
berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau pidana denda paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 440 Kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


(2) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau
Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 442 Menjelaskan bahwa Setiap Orang yang mempekerjakan


Tenaga Medis dan/ atau Tenaga Kesehatan yang tidak
mempunyai SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(312) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah

III. PENUTUP
[1] Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan di atas penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Perkembangan Indonesia saat ini kalau dilihat dari kasus malpraktik dilakukan oleh
tenaga medis sebagai pelaku yang melakukan pelanggaran bisa bersifat pidana, perdata
dan administrasi, dengan demikian malpraktik dibagi menjadi tiga (3) golongan besar
yaitu Malpraktik medik (medical malpractice), malpraktik etik (Ethical malpractice) dan
malpraktik yuridik (juridical malpractice), dimana malpraktik yuridik dibagi menjadi tiga
yaitu: Malpraktik perdata, malpraktik pidana dan Jurnal Interpretasi Hukum malpraktik
administrasi dimana masing-masing memiliki sifat sama dimana merugikan pihak lain
dan melanggar standar operasional prosedur yang berlaku. Penegakan hukum terhadap
tindakan malpraktek di bidang pelayanan kesehatan memiliki prosedur yang sama dengan
tindak pidana pada umumnya, dapat dikenakan tuntutan pidana berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. Peraturan perundangundangan yang bersifat

13
umum, yaitu KUHP dan yang bersifat khusus, yaitu seperti Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Dokter yang melakukan tindakan malpraktek dapat diminta pertanggungjawabannya dan
akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Rumah sakit sebagai tempat dokter
bekerja, juga dapat diminta pertanggungjawabannya karena rumah sakit sebagai suatu
institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yang sangat dipercaya masyarakat untuk
berobat sehingga mempunyai tanggung jawab yang besar.
2. Ketentuan tentang malpraktik medis di Indonesia sudah sesuai Keadilan dan Kepastian
Hukum. Di antaranya Aspek hukum perdata: terjadi apabila terdapat hal-hal yang
menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi), didalam transaksi
terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum, atau
terjadinya perbuatan melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Aspek hukum pidana, malpraktik kedokteran bisa, masuk lapangan hukum pidana jika
memenuhi tiga syarat antara lain: syarat dalam perlakuan medis, syarat dalam sikap batin
dokter, syarat mengenai hal akibat. Aspek hukum administrasi, malpraktik administratif
ini terjadi jika dokter atau tenaga kesehatan melakukan pelanggaran hukum administrasi
Negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya.
[2] Saran
1. Teruntuk aparat penegak hukum, baik Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim diharapkan
pro-aktif dan jeli dalam melihat indikasi-indikasi medis. Penyuluhan tentang kesehatan
pun perlu diikuti supaya dapat menambah pengetahuan dan terdapat pandangan yang
sama dalam menegakkan kasus malpraktek, agar tercipta kepastian hukum dan keadilan
di masing-masing pihak.
2. Bagi dokter atau tenaga kesehatan yang lain, diharapkan dapat menjalankan tugasnya
lebih hati-hati dan mematuhi etika atau standar profesinya. Selain itu, penyuluhan hukum
pun perlu diikuti supaya lebih memahami dan mengerti hukum. Peran lembaga
pengawasan terhadap pelanggaran kode etik perlu ditingkatkan dan diharapkan bertindak
secara objektif.
3. Bagi pasien, diharapkan dapat mengikuti berbagai penyuluhan hukum dan kesehatan
supaya menambah pengetahuannya dan lebih bisa memahami hak dan kewajibannya.
Masyarakat pun harus aktif dalam membantu aparat penegak hukum, seperti dengan
memberi dukungan kepada pasien yang mengalami tindakan malpraktek supaya
penegakan hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA
[1] A.A. Ngr. Dwi Dananjaya, A A Sagung Laksmi Dewi, L. P. S. (2019). Sanksi Malpraktik
Dan Resiko Medik Yang Dilakukan Oleh Dokter, Jurnal Analogi Hukum, (Universitas
Warmadewa.
[2] Achmad Biben. (1994). Bentuk Inform Consent Dalam Praktik dan Penelitian
Kedokteran (Bandung: FK UNPAD). 31.
[3] Adami Chazawi. (2007). Malpraktek Kedokteran, Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum.
In Bayumedia Hukum (p. 27).
[4] Adani Zati Bayani. (n.d.). Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Tindak
Pidana Malpraktik Di Indonesia”, Skripsi, (Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Islam Sultan Agung, Semarang, 2023).
[5] Andi Maysarah. (2017). Perubahan dan Perkembangan Sistem Hukum di Indonesia.
[6] Anny Isfandyarie. (n.d.). Tanggung Jawab dan Sanksi bagi Dokter.
[7] Berry Jiverson Tumiwa. (2016). Kajian Yuridis Malpraktik Kedokteran yang
Mengakibatkan Meninggalnya Pasien Menurut Pasal 359 KUHP. IV/No. 7, 132.
[8] Budi Handoyo S.H., M. . (2020). Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Malpraktik Dokter
pada Pelayanan Kesehatan dalam Perspektif Hukum Pidana. 12, 48.
[9] Dimas Cahyo Widiantoro. (2021). Aspek Hukum Malpraktik Kedokteran dalam
Perundang-undangan di Indonesia. 9, N0. 9.
[10] dr Ida Bagus Putu alit,SpFM(K).DFM. (n.d.). Disiplin Kedokteran dalam Mencegah

14
Malpraktek Medis, Departement Forensik dan Studi Mediko-legal FK UNUD, Denpasar.
[11] Fakhruddin Razy dan Yandi Saputera. (2020). Malpraktek medis Dalam Tinjauan Yuridis
Sistem Hukum Indonesia. 1 no. 1, 7–12.
[12] Fauji Salim. (2020). Tinjauan Yuridis Normatif Atas Perlindungan Hukum Bagi Pasien
Sebagai Konsumen dalam Malpraktek di Rumah Sakit. No. 2 Vol., 391.
[13] Hariyani Safitri. (2005). Sengketa Medik Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara
Dokter Dengan Pasien. Jakarta: Diadit Media, 47.
[14] Hasanuddin Hasim. (n.d.). Hierarki Peraturan Perundang-undangan Negara Republik
Indonesia Sebagai Suatu Sistem, Fakultas Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Parepare Sulawesi Selatan. 1, No. 2, 121.
[15] I Gede Indra Diputra Ni Md. Ari Yuliartini Griadhi. (n.d.). Pertanggungjawaban Pidana
Terhadap Dokter yang Melakukan Tindakan Malpraktek Dikaji dari Kitab Undang-
undang Hukum Pidana Indonesia. 3.
[16] Iskandar Iskandar. (n.d.). Fungsi Hukum Dan Penyebab Permasalahan Hukum di dalam
Masyarakat Indonesia Title.
[17] Julius Roland Lajar. (2020). Akibat Hukum Malpraktik yang Dilakukan oleh Tenaga
Medis. 1, No. 1, 7–12.
[18] Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005).
[19] Roni Setiabudi. (n.d.). Kajian Yuridis Tentang Pertanggungjawaban Pidana dalam
Malpraktek Medis, Skripsi, (Fakultas Hukum, Universitas Jember,2006).
[20] Sayed Muhibbun. (2017). Pertanggung Jawaban Pidana dalam Kasus Malpraktek Oleh
Korporasi (Analisis Pasal 201 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditinjau
dari hukum pidana islam), Skripsi (Fakultas Syari’ah dan hukum, universitas Islam
Negeri Ar-raniry Darussalam Banda Aceh.
[21] Van der mijn. (2007). dalam Y.A Triana Ohoiwutun. 64.

15

Anda mungkin juga menyukai