Anda di halaman 1dari 18

Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Terhadap Efek Samping Yang

Terkandung Dalam Obat – obatan Berbahaya

OLEH :
NOVI FRANSISKA PUTRI
Mahasiswa Fakultas Hukum,Universitas Muhammadiyah Jember; email :
novifransis01@gmail.com
RAYMIRZHAD TIOAQZHA
Mahasiswa Fakultas Hukum,Universitas Muhammadiyah Jember; email :
raymirzhadtio@gmail.com
FEBRIAN ANGGARA
Mahasiswa Fakultas Hukum,Universitas Muhammadiyah Jember; email :
febriananggara447@gmail.com

ABSTRAK
Kejahatan korporasi sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus korporasi untuk kepentingan korporasi
atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi itu sendiri (offences committed by corporate officials for their
corporation or the corporation itself). Kejahatan terorganisasi dalam tindak pidana obat-obatan tidak bermutu yang
sangat berbahaya karena dilakukan secara terorganisir dan mempunyai banyak modus operandi yang selalu
berkembang dan semakin canggih mengikuti perkembangan zaman.hendak meyoroti kebijakan legislatif dalam
memberikan perlindungan terhadap konsumen atas produk-produk yang membahayakan kesehatan terhadap
perbuatan pelaku usaha dalam memproduksi obat-obatan terlarang yang berbahaya terhadap kesehatan.
Kata Kunci: Obat – obatan, perlindungan konsumen, kesehatan

ABSTRACT
Corporate crime is a crime committed by corporate officials for the benefit of the corporation or a crime committed
by the corporation itself (offences committed by corporate officials for their corporation or the corporation itself).
Organized crime in the crime of drugs of low quality which is very dangerous because it is carried out in an
organized manner and has many modus operandi that is always evolving and increasingly sophisticated following
the times. business actors in producing illegal drugs that are harmful to health.

Keywords: Drugs, consumer protection, health


I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang, dikatakan demikian karena
Pembangunan Nasional Indonesia dewasa ini telah memperlihatkan kemajuan yang sangat
pesat. Dalam hal ini, pembangunan tidak hanya menyangkut pembangunan di bidang ekonomi
semata namun menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat termasuk pembangunan di
bidang hukum, pembangunan dibidang ekonomi bahkan dibidang sosial dan politik.
Perkembangan dan pembangunan sebagaimana telah dikemukakan diatas sudah tentu tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi begitu cepat. Namun, globalisasi ini tentu saja di samping menimbulkan manfaat
bagi kehidupan manusia sudah harus diwaspadai efek sampingnya yang bersifat negatif, yaitu
adanya “globalisasi kejahatan” dan meningkatnya kuantitas (modus operandi) serta kualitas
tindak pidana di berbagai negara dan antar negara (serikat, 2010)1.
Dengan adanya globalisasi dan modernisasi tepatnya dalam hal kemajuan teknologi,
komunikasi, transportasi dan informatika khususnya di bidang ekonomi, perdagangan dan
investasi, kemajuan dan perkembangan dunia, seolah-olah membuat batas-batas negara,
kedaulatan dan hak-hak berdaulat menjadi kabur. Hal ini tentu akan menimbulkan dampak
negatif yang sangat memprihatinkan. Atau dengan perkataan lain bahwa manusia seringkali
memanfaatkan perkembangan tersebut untuk memudahkan perilaku jahat yang tidak
dikendalikan akal dan hati nurani dan sebaliknya justru menggunakan alat-alat teknologi
modern tersebut untuk melakukan suatu tindak pidana, tidak jarang disertai violence yang
bertentangan dengan peradaban manusia. Dengan berkembangnya berbagai jenis kejahatan
yang semakin kompleks sudah tentu menuntut adanya sarana penanganan yang mampu untuk
memecahkan dan tanggap akan kondisi tersebut.
Adanya korporasi sebenarnya akibat dari perkembangan modernisasi dalam rangka untuk
mempermudah memenuhi kebutuhan manusia dalam bermasyarakat. Pada awalnya orang
lebih mengenal badan hukum dibandingkan korporasi. Korporasi adalah sebutan yang lazim
dipergunakan dikalangan pakar hukum pidana untuk menyebut apa yang biasa dalam bidang
hukum lain, khususnya bidang hukum perdata, sebagai badan hukum. Pada masa kini
1
Nyoman Serikat Putra Jaya, Globalisasi HAM dan Penegakan Hukum, Makalah: disampaikan pada matrikulasi
mahasiswa program Magister Ilmu Hukum Undip Tahun 2010,tanggal 18 September 2010.
perkembangan korporasi nampak semakin pesat baik dari segi kualitas, kuantitas maupun
bidang usaha yang dijalaninya. Korporasi bergerak diberbagai bidang seperti bidang
perbankan, bidang transportasi, komunikasi, pertanian, kehutanan, kelautan, otomotif,
elektronik, bidang hiburan dan lain sebagainya. Hampir tidak ada bidang kehidupan kita yang
terlepas dari jaringan korporasi. Adanya korporasi memang banyak mendatangkan
keuntungan bagi masyarakat dan negara, seperti adanya kenaikan pemasukan kas negara dari
pajak dan devisa, membuka lapangan pekerjaan, peningkatan alih teknologi dan lain
sebagainya. Namun di samping ada keuntungan atau dampak positif seperti tersebut di atas,
adanya korporasi juga dapat mendatangkan dampak negatif, seperti pencemaran lingkugan
(air, udara, tanah), eksploitasi sumber alam, bersaing secara curang, manipulasi pajak,
eksploitasi terhadap pekerja/buruh.
Peranan penting dan hal positif yang dapat diambil dari suatu korporasi sebagaimana
tersebut tidak selamanya dapat terealisasi melainkan dengan tidak dapat dilepaskannya
eksistensi korporasi dewasa ini, seringkali diikuti oleh pelanggaran-pelanggaran atau bahkan
perbuatan melanggar hukum termasuk pelanggaran hukum pidana. Salah satu contoh
perbuatan pidana yang seringkali dilakukan oleh suatu korporasi misalnya adalah korporasi
melakukan pencemaran lingkungan, melakukan unfair business atau bahkan melakukan suatu
tindak pidana di bidang ekonomi seperti tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian
uang (tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara pasif bahkan secara
aktif) yang tidak hanya merugikan orang perseorangan ataupun masyarakat luas tetapi juga
sangat berpotensi menimbulkan suatu kerugian Negara (Sarwono, 2001)2. Selain itu, tindak
pidana korporasi dapat pula dikategorikan sebagai kejahatan transnasional yang bersifat
terorganisir. Dikatakan demikian karena kejahatan korporasi melibatkan suatu sistem yang
tersistematis serta unsurunsurnya yang sangat kondusif. Dikatakan melibatkan suatu sistem
yang tersistematis karena adanya organisasi kejahatan (Criminal Group) yang sangat solid
baik karena ikatan etnis, kepentingan politis maupun kepentingankepentingan lain, dengan
kode etik yang sudah jelas. Sedangkan terkait dengan “unsur-unsurnya yang sangat kondusif”
bahwa dalam tindak pidana korporasi selalu ada kelompok (protector) yang antara lain terdiri
atas para oknum penegak hukum dan professional3. dan kelompok-kelompok masyarakat yang

2
Sarwono, Wiraman Sarlito. 2001. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
3
menikmati hasil kejahatan yang dilakukan secara tersistematis tersebut4. Perlu pula
dikemukakan bahwa kejahatan ini seringkali mengandung elemen-elemen kecurangan
(deceit), penyesatan (misrepresentation), penyembunyian kenyataan (concealment of facts),
manipulasi, pelanggaran kepercayaan (breach of trust), akal-akalan (subterfuge) atau
pengelakan peraturan (illegal circumvention) sehingga sangat merugikan masyarakat secara
luas. (Atmasasmita, 2012)5 Kasus peredaran obat ilegal dengan efek samping didalamnya
masih saja ditemui sepanjang tahun. Ringannya putusan peradilan dalam perkara-perkara
tersebut merupakan salah satu faktor utama penvabab terhambatnya upaya Badan Pengawas
Obat dan Makanan melindungi konsumen. Untuk kasus obat palsu, sepanjang tahun 2018-
2020 ini sudah sebanyak 55 item produk obat palsu disita dalam berbagai razia di sejumlah
tempat di indonesia. Dan dari beberapa pelakunya sudah ditangkap dan divonis pengadilan.
Golongan obat-obatan yang banyak dipalsukan, di pasaran terutama golongan antibiotika,
analgetik, antipiretik, histamin, sirop obat batuk, antidiabetes dan antihipertensi. Harga obat
palsu jauh lebih murah, namun penggunaan obat palsu tentu akan berdampak bin\k bagi
pasien yang mengkonsumsinya. Sakit tidak berangsur sembuh tetapi kondisi justru bertambah
parah. Beberapa langkah pengawasaan Badan POM (Pengawas Obat-obatan dan makanan)
yang telah dilakukan di antaranya meningkatkan kemampuan tenaga pengawas di daerah-
daerah, kerja sama dengan polisi, dan pihak bea cukai. Akan tetapi, di luar semua itu,
persoalan sanksi hukum yang ringan tetap belum terselesaikan. Banyak putusan pengadilan
yang tidak memberikan efek jera sama sekali. Usulan Badan POM agar salah satu perusahaan
ditutup karena melanggar ketentuan, belum ditindaklanjuti.
Di sisi lain, masyarakat masih membutuhkan campur tangan pemerintah untuk
melindunginya dari ancaman produk-produk ilegal dan melanggar ketentuan yang
membahayakan kesehatan bila dikonsumsi (Muladi, 1991).6 Salah satu kelemahan masyarakat
adalah ketidakmampuan membedakan antara obat asli dan obat palsu di pasaran Beberapa
waktu lalu. Badan POM bersama polisi mengungkap antibiotic injeksi palsu di Palembang.
Berdasarkan pengakuan tersangka penjual, barang tersebut dibeli dari pusat toko obat
Pramuka. Jalan Pramuka. Jakarta Timur. Padahal, toko obat tidak boleh menjual obat keras

4
Nyoman Serikat Putra Jaya, Bahan Kuliah Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System), Program Magister
Ilmu Hukum UNDIP, Semarang, 2010, hal. 111
5
Romli Atmasasmita, “Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis”, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. Xiii.
6
Muladi dan Dwidja Priyatno, “Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana”, (Bandung: STHB, 1991),
hal. 13.
seperti antibiotik Selain injeksi palsu, terdapat bukti-bukti obat palsu jenis lain yang dijual di
pusat toko obat Pramuka. Memang ada kerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
untuk pengawasan dan penertibar, ousai toko obat itu, tetapi pengawasan dcr. penertiban mutu
obat, makanan, dan minuman akan terus terkendala selama sankd hukuman tidak berefek jera.
Meski demikian, ada juga beberapa putusan pengadilan yang berefek jera signifikan. Di
antaranya putusan 1,5 tahun penjara dari pengaulan di Medan terhadap pengusaha mie basah
yang mencampur minyak dengan formal. Pemakaian obat palsu karena tidak bisa
membedakan asli dengan tiruan. Teknologi pemalsuan obat memang sudah begitu hebatnya,
seorang dokter sekalipun tidak bisa membedakan mana obat yang asli dan palsu. Kalau sudah
begini dibutuhkan kekompakan dari para pengusaha obat memperjuangkan produk mereka
dan pemanfaatan teknologi agar bisa membedakan mana obat \ang asli. tingkat ekonomi
masyarakat Indonesia yang di tingkat bavah Oi satu sisi mereka membutuhkan obat untuk
mengobati penyakit, namun di sisi lain harga obat yang ada di luar kemampuan mereka untuk
membeli. Permintaan yang tinggi dari kelompok masyarakat , kadang tidak dapat ditutupi
oleh pasokan. Hingga akhirnya muncul pasar-pasar baru untuk menutupinya. Namun
celakanya yang timbul malah obat palsu. Pemalsuan •erhadap obat farmasi di Indonesia
banyak dilakukan terhadap kemasan, komposisi kandungan dan merek. Walau hanya kemasan
namun ia memiliki fungsi yang sangat penting dalam obat- obatan farmasi. Maka tidak aneh
jika banyak orang bilang sulit sekali membedakan antara obat asli dan palsu. Salah satu cara
paling mudah untuk mengenalkan masyarakat keaslian obat adalah dengan kemasannya
(Gilies, 2017).7 Kemasan berpengaman itu paling mudah disosialisasikan, karena kemasannya
sangat khas dan sulit dipalsu. Sistem pengaman berlapis itulah yang diharapkan mampu
menjadi pagar pembatas antara obat palsu dan asli yang beredar di pasaran. Seorang karyawan
dari salah satu perusahaan obat terkemuka di Indonesia mengakui juga kekecewaannya
terhadap penegakan hukum di Indonesia mengenai masalah ini. Padahal sudah jelas-jelas para
pembuat obat palsu tersebut sudah tertangkap dengan barang bukti, namun beberapa bulan
kemudian pelaku tersebut sudah bebas. (Ganner, 2003)8 Masalah kurang menggigitnya
pelaksanaan hukum di Indonesia terhadap masalah ini karena hanya undang-undang
perlindungan konsumen saja yang sering diterapkan. Sedangkan undang-undang yang khusus

7
Peter Gillies (Penyunting: Barda Nawawi Arief), “Criminal Law”, (Tanpa kota, tanpa penerbit, 1990), page. 126
8
Garner, Bryan A., (Ed.), “Black’s Law Dictionary”, Second Pocket Edition, (tanpa kota, tanpa penerbit, 2003),
page. 147
yang mampu menaungi masalah ini (undang-undang khusus POM) belum ada di Indonesia.
Masalah mengenai kandungan obat-obat an didalamnya membutuhkan perhatian yang lebih
karena dikhawatirkan terdapat penyebaran obat-obatan palsu, sehubungan dengan latar
belakag tersebut, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang berkaitan
dengan Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Terhadap Efek Samping Yang Terkandung
Dalam Obat-Obatan.

B.Rumusan Masalah

Rumusan Masalah :
1. Bagaimanakah efek samping jika obat – obatan dikonsumsi dalam jangka panjang?
2. Berapakah dosis obat yang ditetapkan dalam UU kesehatan?

C. Metode Penelitian
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis berdasarkan metode kualitatif yaitu untuk
mendapatkan gambaran secara deskrpitif – analitis yaitu yang merupakan penelitian yang
dilakukan secara tertulis atau lisan sesuai dengan perilaku nyata. Sementara hasil analisa akan
disajikan dalam bentuk deskriptif - analitis, yakni yang menggambarkan suatu peraturan
perundang-undangan yang dikaitkan dengan teori hukum dan dengan praktek pelaksanaan
hukum terkait dengan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Efek Samping Yang
Terkandung Dalam Obat-Obatan Berbahaya. Deskriptif yaitu adalah suatu penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk mentis terhdapa fokus penelitian, dan melakukan analitis
terhdap data yang diperoleh. Tipe dalam penulisan artikel ini merupakan deskriptif –
preskriptif, Penelitian deskriptif dilakukan untuk mendapatkan gamabaran yang menyeluruh
dan juga sistem yang menggambarkan keadaan, sifat individu, gejala/kelompok tertentu,
menentukan penyebaraan suatu gejala atau menentukan melihat terdapat atau tidak hubungan
antara suatu gejala dengan gejala yang lain dalam suatu masyarakat. Penelitian yang
perspektif adalah suatu penelitian yang mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran atau
merumuskan tentang masalah yang sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada.

D. Hasil Dan Pembahasan


a. Efek Samping Jika Obat – Obatan Dikonsumsi Dalam Jangka Panjang
Jargon iklan “jangan sedikit-sedikit minum obat” mungkin memang ada benarnya. Selain
mengurangi gejala hingga menyembuhkan penyakit, ternyata ada hal yang harus diperhatikan
ketika kita mengonsumsi obat, terutama dalam waktu panjang. Hal tersebut yaitu efek
samping obat. Efek samping obat adalah reaksi tidak diinginkan yang terjadi ketika kita
mengonsumsi suatu obat. Efek samping yang terjadi ini bisa menambah parah penyakit yang
diderita pasien, bahkan hingga berujung kematian. Hal ini bisa terjadi karena tenaga
kesehatan lalai dalam memeriksa kandungan obat yang dikonsumsi pasien atau tidak teliti
memeriksa kondisi pasien. Interaksi obat juga bisa menjadi salah satu penyebab munculnya
efek samping9. Setiap obat akan memberikan reaksi yang berbeda pada setiap orang karena
setiap orang memiliki kondisi yang berbeda pula. Jika efek samping yang muncul cukup
serius, maka pasien perlu mendapatkan perhatian khusus dan harus berkonsultasi dengan
dokter yang meresepkan. Apalagi jika efek yang muncul tersebut dirasa sudah sangat
menganggu. Pergi ke dokter adalah keharusan. Sebenarnya, tidak semua efek samping yang
muncul akibat obat bisa berakibat buruk. Misalnya, efek mengantuk yang muncul ketika kita
mengkonsumsi obat batuk, flu atau obat alergi sepeti CTM. Efek mengantuk yang muncul
tersebut tidak perlu diatasi karena memang dibutuhkan oleh pasien untuk berisitirahat. Efek
samping salah satunya adalah sakit kepala Efek ini sering muncul akibat konsumsi obat
jantung, terutama obat-obatan antiangina yang bekerja dengan melebarkan pembuluh darah.
Bagi penderita sakit jantung, obat ini ampuh untuk mencegah serangan jantung. Namun, efek
yang muncul bisa menyebabkan sakit hebat di kepala (Priyanto, 2018)10. Bagaimanapun,
ketika pilihannya adalah sakit kepala atau meninggal karena serangan jantung, orang tentu
lebih memilih untuk menahan sakit kepala daripada kehilangan nyawa. Nyeri Otot muncul
pada orang yang minum obat untuk menanggulangi masalah pada kolesterolnya. Sekitar 1
dari 20 orang yang rutin mengonsumsi obat kolesterol akan mengalami efek samping berupa
nyeri otot ini. Hal tersebut bisa memengaruhi produktivitas saat bekerja dan mengurangi
kualitas hidup. Jika sudah sangat mengganggu, konsultasikan segera dengan dokter yang
meresepkan untuk mengurangi dosisnya atau menggantinya dengan obat lain dengan efek
samping minimal. Memburuknya Fungsi Hati dikarenakan pemakaian obat pereda nyeri
dalam waktu lama dan dosis yang tidak sesuai bisa menyebabkan memburuknya fungsi hati.

9
Sjahdeini, Sutan Remi. (Sjahdeni, 2006), Jakarta: Grafiti Pers, 2006.
10
Priyanto, Dwidja. Kebijakan Legislatif Tentang Sistem Pertanggungjawaban Korporasi di Indonesia,
Bandung: CV. Utomo, 2004;
Hal ini karena obat tersebut dimetabolisme dalam hati. Contoh obat yang banyak dikonsumsi
untuk pereda sakit ini yaitu paracetamol. Oleh karena itu, hati-hatilah dalam
mengonsumsinya11. Saat nyeri datang, jangan langsung diberi obat. Lakukan penanganan
pertama, seperti mengompres hangat atau dingin,mengistirahatkan bagian tubuh yang sakit,
menekan secara lembut, dan mengangkat daerah yang nyeri lebih tinggi daripada tubuh.
Mual dikarenakan mengonsumsi obat jenis antibiotik, seperti eritromisin, antireumatik dan
fluorokuinolon, serta anti kanker bisa menimbulkan mual yang mengganggu pada
pemakainya. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya adalah makan dulu
sebelum minum obat (Abidin, 2017)12. Dengan begitu, lambung tidak akan langsung
menggerus obat yang masuk. Jika dirasa akan menganggu, makan obat antimual satu jam
sebelum makan dapat membantu. pemakaian obat memang harus dilakukan dengan
bijaksana, tidak berlebihan dan juga tidak dalam jangka waktu yang panjang. Kini, banyak
sekali beredar obat yang bebas dijual tanpa resep dokter. Sebagai pasien yang cerdas,
sebaiknya kita menggunakannya sesuai dosis. Lebih baik lagi jika Anda pergi ke dokter
untuk mendapatkan resep obat yang tepat. Banyak orang yang mengaku khawatir saat harus
mengonsumsi obat dalam jangka panjang karena berpikir jika hal ini bisa memicu gangguan
bagi ginjal. Padahal, bagi penderita diabetes atau hipertensi, mereka harus mengonsumsi obat
seumur hidupnya. Beruntung, menurut pakar kesehatan, obat yang dikonsumsi dalam jangka
panjang seperti yang dikonsumsi penderita diabetes dan hipertensi tidak akan memberikan
dampak buruk bagi kesehatan ginjal. Bahkan, obat ini sebenarnya bisa melindungi ginjal
karena kedua masalah kesehatan ini justru bisa memicu dampak buruk bagi organ ini jika
tidak ditangani dengan baik (Priyatno, 2018)13. Sebagai contoh, penderita hipertensi yang tak
lagi mampu mengendalikan tekanan darah dalam tubuhnya tentu akan memicu dampak buruk
bagi kesehatan ginjal. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum jika diabetes bisa merusak
organ-organ dalam tubuh termasuk ginjal. Hanya saja, beberapa jenis obat seperti obat pereda
nyeri atau rematik yang sayangnya kerap dikonsumsi para lansia untuk mengatasi masalah
kesehatan ini dalam jangka panjang justru bisa memberikan efek buruk bagi kesehatan ginjal.
Jika sampai hal ini terjadi, maka penderitanya bisa mengalami masalah penyakit ginjal kronis
atau gagal ginjal. Jika sampai ginjal mengalami kerusakan, maka penderitanya harus

11
Ali, Mahrus. (Ali, 2008), Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008.
12
Abidin. A. Z, Bunga Rampai Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2017
13
Muladi dan Priyatno Dwidja, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana, Jakarta, 2010
bertahan hidup dengan rutin melakukan hemodialysis atau cuci ginjal. (Hamah, 2015)14 Jika
tidak dilakukan, maka darah dalam tubuh akan dipenuhi dengan racun dan berbagai limbah
yang tentu bisa membahayakan nyawa. Melihat adanya fakta ini, selalu pastikan untuk
mengonsumsi obat sesuai dengan dosis yang ditentukan atau cobalah untuk bertanya pada
dokter atau apoteker tentang aturan minum yang tepat.15
Mengingat maraknya peredaran narkotika di Indonesia yang sepertinya hukum di
Indonesia tidak membuat mereka (para pengedar atau bandar ) jera, selalu saja ada
penyeledupan narkotika ke wilayah Indonesia. Ini menjadi tugas dan kewajiban kita sebagai
orang tua untuk mengawasi dan lebih mewaspadai anak-anak kita di dalam pergaulan. Awasi
tingkah laku dan pola hidup anak-anak. Orangtua harus peka terhadap perubahan sikap anak-
anak yang memang kalau mereka terlibat penggunaan narkotika akan terlihat dengan sangat
jelas. Kita patut dan wajib menjaga dan melindungi mereka dari serangan hal semacam itu.
Begitu mereka terjerumus, adalah masalah besar di kemudian hari.Bila narkotika digunakan
secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan
ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis,
karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti
jantung, paru-paru, hati dan ginjal.
Dampak penyalahgunaan narkotika pada seseorang sangat tergantung pada jenis
narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum,
dampak kecanduan narkotika dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.
Dampak Fisik: Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi, Gangguan pada jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah,gangguan pada
kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim, gangguan pada paru-paru
(pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan
paru-paru. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat,
pengecilan hati dan sulit tidur. Selanjutnya berdampak terhadap kesehatan reproduksi adalah
gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen,
progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual, juga berdampak terhadap kesehatan
reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
14
Andi Hamzah, Asas-Asas Pidana, Rineke Cipta, Jakarta, 2015.
15
Herman Aditomo, (Aditomo, 2012), Jakarta, Pamator Press, 2012.
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid) 16. Bagi pengguna narkotika melalui
jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular
penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.
Penyalahgunaan narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi
narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan
kematian (Chairil, 2018)17. Dampak psikologi yang ditimbulkan adalah: lamban kerja,
ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh
curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan
kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri,
gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan, merepotkan dan
menjadi beban keluarga serta pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram18. Dampak
fisik dan psikis berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang
luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan
dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (biasa disebut
sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan
untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dan lain-lain.
Narkoba bukan hanya berbahaya bagi kesehatan fisik penggunanya, namun ada juga
kaitan yang erat antara bahaya narkoba dengan kondisi kejiwaan seseorang. Narkoba dapat
mempengaruhi kinerja serta fungsi otak dan saraf penggunanya. Dikarenakan hal itu, maka
akan timbul gangguan kesehatan jiwa. kesehatan jiwa adalah kondisi saat seseorang
berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga dapat menyadari
kemampuannya, dapat mengatasi tekanan dan dapat bekerja secara produktif dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Orang yang sehat jiwa juga dapat merasakan
kebahagiaan dan nyaman, serta dapat mengatasi berbagai emosi seperti rasa cemas, takut atau
kecewa. Kesehatan jiwa tersebut bisa terganggu karena berbagai penyebab. Salah satunya,
karena penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba.Bahaya narkoba terhadap
kejiwaan terlihat dari efek obat-obatan yang digunakan. Prosesnya sendiri berawal dari
narkoba yang memengaruhi bahan kimia di otak yang akan membuat seseorang sulit untuk

16
Heriadi Willy. 2005. Berantas Narkotika (Tak Cukup Hanya Bicara). Jogyakarta: UI Press.
17
Huda. Chairil, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa
Kesalahan, Kencana, Jakarta
18
Muh.Adlin Sila. 2003. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika. Jakarta: Balai Penelitian Agama dan
Kemasyarakatan Proyek Pengkajian Pendidikan Agama.
memahami sinyal atau perintah yang dikirim oleh otak. Dengan begitu, seseorang akan mulai
mengalami beberapa efek bahaya dari narkoba, dimulai dari efek jangka pendek dan bisa
berlanjut menjadi efek jangka panjang. Beberapa jenis narkoba dapat memberikan
kesenangan sesaat, seperti ganja, ekstasi dan heroin. Namun bahaya narkoba terhadap
kejiwaan dalam jangka panjang akan memberikan dampak buruk. Suasana hati bisa menjadi
kacau, dan membuat penggunanya merasa kecanduan. Di lain sisi, terus-menerus
menggunakan narkoba juga akan memberikan banyak dampak lain seperti kurangnya kontrol
diri, gangguan fungsi kognitif, kehilangan ingatan, hingga menimbulkan gangguan depresi
dan memperburuk kondisi penyakit kejiwaan. Beberapa jenis narkoba dapat menyebabkan
efek jangka pendek berupa terjadinya gangguan mood atau suasana hati. Efek ini dapat
berlanjut dan semakin parah hingga menimbulkan gangguan depresi. Skizofrenia adalah
salah satu gangguan kejiwaan yang membuat penderitanya sulit membedakan mana hal yang
nyata dan tidak. Jika seseorang mengalami skizofrenia dan menggunakan narkoba, seperti
ganja, ternyata dapat memperburuk keadaannya. Orang yang menggunakan narkoba
seringkali juga mengalami gangguan mental atau penyakit kejiwaan, dan begitu juga
sebaliknya. Saat penyalahgunaan narkoba dan masalah kejiwaan terjadi bersamaan, maka
akan lebih sulit untuk mengevaluasinya. Kedua masalah tersebut harus sama-sama diatasi,
namun pendekatannya pun akan berbeda untuk masing-masing gangguan. Jika
mengalaminya, seseorang akan disarankan untuk menjalani serangkaian pengobatan.
Pengobatan bisa menjalani terapi dan juga kombinasi dengan minum obat-obatan untuk
meringankan gejala gangguan kejiwaan yang timbul. Petugas kesehatan perlu bekerja sama
untuk memberikan perawatan yang terbaik untuk masalah kejiwaan dan juga penyalahgunaan
narkoba.
1. Halusinogen, efek dari narkoba ini bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian
dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi ber- halusinasi dengan melihat
suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LSD
2. Stimulan, efek dari narkoba ini bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan
otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih
bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang pengguna lebih
senang dan gembira untuk sementara waktu
3. Depresan, efek dari narkoba ini bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi
aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw
4. Adiktif, Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi
karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif ,
karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak,contohnya
ganja , heroin , putaw ."Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka
lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka
pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian".
5. Opiat atau Opium (candu) -Menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation)
 Menimbulkan semangat
 Merasa waktu berjalan lambat.
 Pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk.
 Merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang).
 Timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.
6. Morfin
 Menimbulkan euforia.
 Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi).
 Kebingungan (konfusi).
 Berkeringat.
 Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.
 Gelisah dan perubahan suasana hati. -Mulut kering dan warna muka berubah. 3. Heroin
 Denyut nadi melambat.
 Tekanan darah menurun.
 Otot-otot menjadi lemas/relaks. -Diafragma mata (pupil) mengecil (pin point).
 Mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri.
 Membentuk dunia sendiri (dissosial) : tidak bersahabat.
 Penyimpangan perilaku : berbohong, menipu, mencuri, kriminal. -Ketergantungan dapat
terjadi dalam beberapa hari.
 Efek samping timbul kesulitan dorongan seksual, kesulitan membuang hajat besar,
jantung berdebar-debar, kemerahan dan gatal di sekitar hidung, timbul gangguan
kebiasaan tidur.
 Jika sudah toleransi, semakin mudah depresi dan marah sedangkan efek euforia semakin
ringan atau singkat
7. Ganja
 Denyut jantung atau nadi lebih cepat. -Mulut dan tenggorokan kering.
 Merasa lebih santai, banyak bicara dan bergembira.
 Sulit mengingat sesuatu kejadian. -Kesulitan kinerja yang membutuhkan konsentrasi,
reaksi yang cepat dan koordinasi.
 Kadang-kadang menjadi agresif bahkan kekerasan.
 Bilamana pemakaian dihentikan dapat diikuti dengan sakit kepala, mual yang
berkepanjangan, rasa letih/capek. -Gangguan kebiasaan tidur.
 Sensitif dan gelisah.
 Berkeringat.
 Berfantasi.
 Selera makan bertambah.
8. LSD atau lysergic acid atau acid, trips, tabs
 Timbul rasa yang disebut Tripping yaitu seperti halusinasi tempat, warna dan waktu.
 Biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu hingga timbul obsesi terhadap yang
dirasakan dan ingin hanyut di dalamnya.
 Menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama kelamaan
 membuat perasaan khawatir yang berlebihan (paranoid).
 Denyut jantung dan tekanan darah meningkat.
 Diafragma mata melebar dan demam. -Disorientasi.
 Depresi.
 Pusing
 Panik dan rasa takut berlebihan.
 Flashback (mengingat masa lalu) selama beberapa minggu atau bulan kemudian.
 Gangguan persepsi seperti merasa kurus atau kehilangan berat badan.
9. Kokain
 Menimbulkan keriangan, kegembiraan yang berlebihan (ecstasy).
 Hasutan (agitasi), kegelisahan, kewaspadaan dan dorongan seks. -Penggunaan jangka
panjang mengurangi berat badan.
 Timbul masalah kulit.
 Kejang-kejang, kesulitan bernafas. -Sering mengeluarkan dahak atau lendir. -Merokok
kokain merusak paru (emfisema).
 Memperlambat pencernaan dan menutupi selera makan.
 Paranoid.
 Merasa seperti ada kutu yang merambat di atas kulit (cocaine bugs).
 Gangguan penglihatan (snow light). -Kebingungan (konfusi).
 Bicara seperti menelan (slurred speech).
 Dampak negatif penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja bisa juga di lihat
dari sikap dan prilakunya sebagai berikut:
- Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian,
- Sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran,
- Menjadi mudah tersinggung dan cepat marah,
- Sering menguap, mengantuk, dan malas,
b. Dosis Obat Yang Ditetapkan Dalam UU Kesehatan
Obat yang mengandung narkotika adalah obat yang memerlukan pengawasan khusus dari
apotek dan diawasi oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan penggunaannya maupun
peredarannya. Pengertian narkotika yaitu zat atau obat yang berasal dari suatu tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
menghilangkan rasa nyeri, bahkan menyebabkan ketergantungan terhadap si pengguna.
Namun berbeda untuk kebutuhan pengobatan, narkotika masih bisa dimanfaatkan 19. Hanya
saja, pemakaian narkotika di Indonesia harus merujuk pada aturan yang ditetapkan
Kementerian Kesehatan. Dalam Undang-undang tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika
dikelompokkan ke dalam 3 golongan, pada Pasal 6 ayat 1, yaitu :

19
Mimi Batubara, Obat-obatan di Indonesia, Gramedia, Jakarta , 2016.
1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
Pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika Golongan I dilarang
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan (pasal 8 ayat 1). Dalam jumlah
terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk pengembangan IPTEK, reagensia
dan laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan (pasal 8 ayat 1 )
2. Yang dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan adalah Narkotika Golongan II dan
Golongan III. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Sementara itu, Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

3. Ganja termasuk Narkotika Golongan I dan apabila ganja akan digunakan dalam pelayanan
kesehatan harus melalui beberapa tahap yaitu :

a. Melalui serangkaian penelitian


b. Setelah mendapatkan kesepakatan internasional, selanjutnya memindahkan ganja
dari Narkotika Golongan I menjadi Narkotika Golongan II atau Golongan III melalui
keputusan Menteri Kesehatan sebagaimana diatur dalam UU. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (penjelasan pasal 6 ayat 3).
4. Dengan demikian dapat disimpulkan memang ada golongan narkotika yang dapat
digunakan untuk pengobatan/terapi (Golongan II dan Golongan III), sedangkan
Narkotika Golongan I (termasuk ganja) dilarang digunakan.
Narkotika tersebut diatas meski mengandung zat-zat yang berbahaya namun juga
memiliki manfaat dibidang medis meskipun tetap memiliki efek tersendiri. Maka,
pengaturan narkotika harus benar-benar diperjelas dalam hal pendistribusian dan dalam
penggunaanya tetap dalam pengawasan yang ketat 20. Berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1999/MenKes/SK/X/1996, Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia
Farma mengemukakan bahwa kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan
20
Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, Gramedia, Jakarta.2018
dipertanggungjawabkan oleh Pengawasan Obat dan Makanan (POM) yang bertujuan
untuk memudahkan pengawasan narkotika oleh Pemerintah. Tetapi masih banyak orang-
orang yang menyalahgunakan obat-obatan tersebut.21 Awalnya digunakan untuk
pengobatan dan rehabilitasi bagi pasien tetapi dijadikan sebagai aktivitas ilegal. Tak
sampai disitu, obat-obatan yang termasuk narkotika tersebut sangat diperlukan dalam
bidang kedokteran khususnya dalam proses operasi dimana obat yang digunakan tersebut
merupakan golongan I dalam tingkatan narkotika yaitu kokain.22 Kokain tersebut
digunakan untuk memberikan penekanan rasa sakit dikulit (bius) lebih terkhusus
pembedahan mata, hidung dan tenggorokan. Kodein termasuk golongan III yang
merupakan analgesik lemah yang kekuatannya sekitar 1/12 dari morfin. Karena itu
kodein tidak termasuk dalam analgesik, tetapi sebagai anti kuat. Analgesik sendiri
merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri pada penderita dan akhirnya
memberikan rasa nyaman pada penderita tersebut (Hanafi, 2017)23. Nyeri sendiri terjadi
karena timbulnya rasa sakit pada otot, kulit, benturan keras, bengkak, serta keram.
Penggunaan Psitoprika dalam bidang kesehatan juga bermanfaat karena asam barbiturat
(pentobarbital dan secobarbitoral) yang biasa digunakan untuk menghilangkan rasa
cemas pada pasien sebelum melakukan operasi (obat penenang).
Amfetamin yang biasa digunakan menghilangkan depresi kecanduan alkohol,
mengobati kegemukan, serta keracunan zat tertentu. Selanjutnya, penggunaan zat adiktif
dalam bidang kedokteran yaitu pada dosis tertentu, nikotin yang terdapat pada rokok
dapat memulihkan ingatan seseorang. (Sahetapi, 2018)24 Meskipun jenis narkotika
tersebut memiliki berbagai manfaat tetap saja kita juga perlu hati-hati dalam
penggunaannya, karena mungkin saja saat awal pemakaian obat tersebut tidak
menimbulkan efek apa-apa, tapi 4 atau 9 tahun yang akan datang reaksi dari obat tersebut
akan timbul dalam bentuk penyakit25.

E. Kesimpulan
21
Rohmantuah Trada Purba, Onat di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2017.
22
Muladi dan Dwija Priyatna, 1991. Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana. Bandung:
Penerbit Sekolah Tinggi Hukum Bandung
23
Hanafi, Strict Liability dan Vicarious Liability dalam Hukum Pidana, Yogyakarta: Lembaga Penelitian,
Universitas Islam Indonesia, 2019
24
Sahetapy. J. E, Kejahatan Korporasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2002
25
Loqman, Loebby. Kapita Selekta Tindak Pidana Di Bidang Perekonomian, Jakarta: Datacom, 2002.
Muladi, Penerapan Pertanggungjawaban
Narkotika merupakan semua bahan obat yang mempunyai efek kerja yang bersifat
membius, merangsang, ketagihan, dan menimbulkan daya berkhayal yang mempunyai
banyak macam dan jenisnya, sehingga dapat digolongkan menurut kegunaannya.
Awalnya bahan obat ini digunakan untuk bidang kesehatan dalam hal ini sebagai pereda
rasa sakit untuk pasien yang akan menjalani operasi maupun pada proses terapi. Namun,
ditangan orang yang tidak tepat bahan obat ini dipergunakan sebagai obat untuk
menenangkan diri dan berhalusinasi yang akan membuat pemakainya merasa tidak
memiliki beban apapun dalam hidup (Edi, 2005)26. Cara penggunaannya pun berbeda-
beda tergantung jenisnya. Pada beberapa tahun lalu sempat dihebohkan dengan kasus
penggunaan ganja sebagai media pengobatan oleh seorang suami kepada istri. Proses
pengobatan itu berhasil menghilangkan rasa sakit yang diderita sang istri, namun
pengobatan itu tidak didasari dengan resep dan anjuran dari dokter, sehingga sang suami
ditangkap atas dasar kepemilikan ganja dan dikenakan Pasal 111 dan 116 UU nomor 35
tentang Narkotika atas dasar kepemilikan 39 batang pohon ganja. Akan tetapi pembelaan
justru dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yaitu Lingkar Ganja Nasional (LGN).
Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan sang suami tidak lah salah, karena
melakukan pengobatan kepada istri tanpa niat jahat dan telah menimbang segala resiko
yang akan diterima. Penggunaan ganja dalam ilmu kesehatan merupakan hal yang masih
dianggap tabu oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Selama ini ganja memiliki reputasi
buruk dalam masalah kesehatan, karena disalah gunakan oleh pihak –pihak yang tidak
bertanggung jawab. Ganja memberikan rasa kecanduan, rasa cemas, atau kerusakan pada
otak yang berkaitan dengan ingatan

UCAPAN TERIMA KASIH

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT, Taburan cinta dan kasih sayang- Mu telah
memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas
karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya Jurnal yang sederhana ini dapat
terselesaikan. Sholawat serta salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad

26
Yunara, Edi. Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Berikut Studi Kasus), Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2005.
SAW. Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat aku kukasihi dan
kusayangi.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin. (2017). Bunga Rampai Hukum Pidana. Jakarta: Pranya paramita.
Aditomo, H. (2012). Obat dan Pemanfaatannya. Jakarta: Pramator press.
Ali, M. (2008). Kejahatan Korporasi. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
Atmasasmita, R. (2012). Pengantar HUkum Kejahatan Bisnis. Jurnal.
Chairil, H. (2018). Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa. Jakarta: Kencana.
Edi, Y. (2005). Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Berikut Studi Kasus.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Ganner, B. A. (2003). Black Law dictionary. Secobd POcket Edition.
Gilies, P. (2017). Criminal Law. Skripsi.
Hamah, A. (2015). Asas-Asas Pidana. Jakarta: Rineke Cipta Jakarta.
Hanafi. (2017). Liability dalam Hukum Pidana. Skripsi.
Muladi. (1991). Pertanggung jawaban korporasi dalam hukum pidana. Jurnal, 54.
Priyanto. (2018). Kebijakan Legislatif Tentang Sistem Pertanggungjawaban Korporasi di
Indonesia. Jakarta.
Priyatno. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Jakarta: Gramedia.
Sahetapi. (2018). Kejahatan Korporasi. PT Refika Aditama,.
Sarwono, W. (2001). Pengantar Umum Psikologi. Jurnal.
serikat, N. (2010). Globalisasi HAM dan Penegakan Hukum. Jurnal Magister.
Sjahdeni, S. R. (2006). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Jakarta: Grafiti Pers.

Anda mungkin juga menyukai