Anda di halaman 1dari 12

HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

MAKALAH

Mata Kuliah: Hukum Perbankan dan Jaminan


Kelas :

Hukum Penyimpangan Akad Murābaḥah Di Perbankan Syariah Dan


Beberapa Jaminan Isu Mengenai Murābaḥah

Disusun oleh :

Muhamad Baitur Rohman /

FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk
Makalah berjudul " Hukum Penyimpangan Akad Murābaḥah Di Perbankan Syariah
Dan Beberapa Jaminan Isu Mengenai Murābaḥah" dengan dengan lancar. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat lulus mata kuliah. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan saran atas
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, untuk itu penulismengharapkan saran dan masukan untuk
perbaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun para
pembaca.

Jember, Juni 2022

Penulis
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………3
BAB I.PENDAHULUAN………………………………………………………………….4
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………4
1.2 Rumusan………………………………………………………………………………..5
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………5
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………………..6
BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………………………………..7
2.1 Penyimpangan Akad Murābaḥah………………………………………………………..7
2.2 Solusi Penerapan Akad Murabahan dalam Hukum Islam……………………………….8
2.3 Isu-Isu Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah………………………………………9
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………….10
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………12
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dimulainya sejarah Islam, masyarakat muslim tidak pernah mengabsahkan riba.
Muslim perekonomiannaa muslim dan menyelenggarakan domagan house and tanpa
pranata international bunga. Bagi hasil dan berbagai jenis sistem partisipasi sebagai dasar
yang layak bagi tabungan dan investasi, serta cukup banyak modal yang dihimpun untuk
keperluan pertambangan, pembagunan kapal, tekstil dan industri-industri lainnya, seperti
halny. Masyarakat muslim megenal perbankan berdasarkan bunga ketika rezim-rezim
kolonial menjajah negara-negara muslim. Kurangnya sistem keuangan Islam pada saat
kematiannya memaksa komunitas Muslim untuk mengadopsi sistem berbasis sewa, yang
pada gilirannya menyebabkan kedekatan pengembangan bisnis tanpa kekurangan uang.
Keberadaan bank berbunga didasarkan pada berbagai cendekiawan dan cendekiawan
Muslim. Ada yang menyewa sesuai kebutuhan, ada yang mencoba membedakan sewa
dan sebagainya. Sewa bank juga legal. Terakhir, tolak sistem sewa sama sekali karena
sewa dan sewa berbeda. Larangan penuh atas bunga juga berlaku untuk bunga. Sejalan
dengan hegemoni rezim kolonial terhadap dunia Islam pada saat itu Pada akhir abad 18
M dan awal abad 19 M muncul gagasan pembaharuan Islam. Gerakan ini pada awalnya
digagas oleh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) mengikuti Muhammad (Abduh (1849-
1905). Gerakan kebangkitan menjadi dikenal dengan munculnya kolonialisme Eropa. Ide
kreativitas bermula dari kondisi batin umat Islam, yang sering diwujudkan dalam
hilangnya akal ilmiah umat Islam, kemalasan ilmu, moralitas Islam dan pesatnya
perkembangan multikulturalisme. diabaikan. Dalam urusan luar negeri di masa depan,
kehadiran orang Eropa di koloni Muslim dijawab oleh ulama Islam. Ide-ide yang
dihadirkan adalah pembaruan pengetahuan dan ekspresi agama serta guru persatuan yang
meruntuhkan jalan penting.
Gerakan kebangkitan telah menjadi fokus utama pemikiran Islam. Teori ini telah
dikembangkan secara luas untuk melawan interpretasi media tradisional (didukung oleh
yang baru) dan sejenisnya. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan munculnya
perbankan syariah pada 1960-an dan 1970-an. Pertama, kaum neo-revivalis (Mu'awdid)
mengkritik bunga sebagai bunga.5 Penolakan bunga dipandang sebagai bagian penting
dari penolakan terhadap sistem sosialis yang menindas dan bukannya sebagai sistem
Islam. Kedua, kekayaan minyak negara-negara Teluk kuno.
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

Pendapatan minyak yang mulai mengalir ke Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat
Arab, Qatar dan Bahrain, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan
bank syariah. Walaupun terdapat keberatan dari beberapa cendikiawan Muslim yang
mengaitkan pendirian perbankan Islam dengan kemakmuran yang tercipta oleh naiknya
harga minyak.Untungnya, kebangkitan perbankan Islam telah terjadi pada saat ada
kegiatan ekonomi besar di banyak negara Islam, terutama yang memiliki cadangan
minyak. Perlawanan pada sumber daya minyak dan di luar memperingatkan agar tidak
menghentikan dan memperingatkan sistem asing yang diciptakan untuk melayani
kepentingan. Ketiga, penerimaan interpretasi tradisional negara-negara Muslim kecil
penting di tingkat politik. Persetujuan tersebut menghasilkan keputusan politik mengenai
perkembangan Bank Islam, yang mencakup tiga masalah: (1) penangguhan bunga dalam
sistem peradilan di beberapa negara Muslim, dan (2) keputusan untuk mendirikan bank
Islam internasional. . diarahkan. (3) partisipasi negara-negara Muslim dalam penarikan
kegiatan perbankan Islam.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukaan diatas, maka permasalahan yang hendak
diteliti oleh penulis adalah :
1. Bagaimana Penyimpangan Akad Murābaḥah ?
2. Bagaimana Solusi Penerapan Akad Murabahan dalam Hukum Islam ?
3. Bagaimana Isu-Isu Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui Bentuk Penyimpangan Akad Murābaḥah
2. Mencari Solusi Penerapan Akad Murabahan dalam Hukum Islam
3. Menelaah Isu-Isu Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan sumbangan ilmiah dalam mengetahui Hukum Penyimpangan
Akad Murābaḥah Di Perbankan Syariah Dan Beberapa Jaminan Isu Mengenai
Murābaḥah
b. Sebagai pedoman pada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
Hukum Penyimpangan Akad Murābaḥah Di Perbankan Syariah Dan Beberapa
Jaminan Isu Mengenai Murābaḥah
c. Bagi Akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
bahan referensi bagi mahasiswa.
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyimpangan Akad Murābaḥah

Dalam Penjelasan Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008


tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa murabahah adalah Akad Pembiayaan
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.Dalam
perjalanannya, Dalampelaksanaan akad murabahah, tidakjarang debitur tidak dapat
melaksanakan prestasinya sehingga pihak krediturdapat menempuh proses litigasi atau
melakukan eksekusi hak tanggungan ataskekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.
Apabila debitur yang mengalami kesulitan dalampemenuhan prestasi meminta
restrukturisasi utang namun kreditur tidakmengabulkannya maka kreditur akan tetap
melaksanakan eksekusi hak tanggungantersebut. Pelaksanaan eksekusi tersebut sering
kali dianggap perbuatan melawanhukum oleh debitur, sedangkan bagi pihakkreditur
(bank) pelaksanaan eksekusi tersebut dilakukan karena debiturtelah wanprestasi.
Perbedaan pandangan terkait pelaksanaan eksekusi terhadaphak tanggungan tersebut
telah dirumuskan oleh Mahkamah Agung melalui SEMA Nomor4 Tahun 2016
rumusan hukum Kamar Agamaangka 3. Sebelum SEMANomor 4 Tahun 2016
dikeluarkan, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 573K/Ag/2016 telah
memutus bahwa bank/pihak kreditur berwenang untuk melaksanakaneksekusi hak
tanggungan dengan melakukan lelang karena debitur telah wanprestasiwalau
perjanjian belum jatuh tempo.Bahwa Penggugatterbukti telah tidak membayar
angsuran hutang sesuai Aqad Pembiayaan MurabahahNomor 716 tanggal 27 Agustus
2009, dan atas perbuatan Penggugat yang tidakmembayar angsuran tersebut, pihak
Tergugat I (PT. Bank BTN Persero Tbk KancaSyariah Cirebon) telah mengirimkan
surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali,yaitu pada bulan Mei 2012, Agustus 2012 dan
Januari 2013 agar Penggugatmembayar hutang/angsurannya namun tidak diindahkan
oleh Penggugat, dengandemikian perbuatan Penggugat tersebut dikategorikan sebagai
wanprestasi
Bahwa olehkarena Penggugat telah wanprestasi, maka Tergugat I (PT. Bank BTN
Persero TbkKanca Syariah Cirebon) berwenang/berhak mengajukan permohonan
pelelangan atasobyek yang dijadikan jaminan dalam Aqad Pembiayaan Murabahah
tersebut kepadaTergugat II (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Cirebon);
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

Bahwa Tergugat I(PT. Bank BTN Persero Tbk Kanca Syariah Cirebon) telah
mengajukan permohonanpelelangan terhadap obyek jaminan sesuai dengan prosedur
yang berlaku, demikianpula Tergugat II (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang Cirebon) selakuinstansi yang berwenang melakukan lelang telah melaksanakan
tugas sesuai denganketentuan yang berlaku, dan Tergugat III selaku pemenang lelang
terbuktisebagai pembeli yang beriktikad baik, karena pembelian obyek lelang
tersebutdilakukan dalam pelelangan yang terbuka untuk umum praktek murābaḥah
mengalami penyimpangan dari segi prakteknya. Sehingga praktek tersebut menjadi
batil bahkan berpotensi menjadi zhalim. Namun, penyimpangan- penyimpangan ini
seolah dibiarkan, dan praktek tersebut terus berlangsung hingga hari ini.
1. Pelanggaran syarat milkiyah, Kondisi rumah berupa sewa satu bulan, di mana
bank mewakili pembeli untuk membeli barang-barang yang dibutuhkannya. Secara
tradisional, bank terlebih dahulu menyelesaikan kesepakatan keinginan pembeli.
Tidak terjadi transfer selama proses akad antara bank dengan nasabah, sehingga bank
tidak memiliki aset. Kedua, ketika akad macet berakhir, bank hanya memberikan
sejumlah uang kepada nasabah untuk membeli barang yang dibutuhkannya, pada
proses kedua perjanjian kekosongan itu sah. Dalam praktik di atas, kami melihat
bahwa pada prinsipnya bank tidak memiliki produk tersebut. Meski syarat
propertinya pasti murah. Rasulullah (saw) melarang penjualan barang yang bukan
miliknya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Hakim bin
Hazm, Rasulullah (damai dan berkah Allah besertanya) mengatakan: “Jangan
menjual sesuatu yang bukan miliknya. Sehingga akad tersebut menjadi batil. Dalam
ushul fiqh dikatakan sesuatu dikatakan sah jika rukun dan syarat terpenuhi (‫الصح ما‬
‫)يجتمع ركن و شرط‬, jika tidak terpenuhi maka sesuatu menjadi batil(‫الباطل ما ال يجتمع ركن‬
‫)و شرط‬. Dalam hal ini syarat milkiyah tidak terpenuhi, maka dapat dipastikan praktek
murābaḥah tersebut adalah batil secara syariah karena tidak memenuhi rukun dan
syarat. Jika akad ini diteruskan ia menjadi jalan lain menuju riba, karena secara
prinsip tidak terjadi proses jual-beli, yang terjadi perbankan hanya meminjamkan
sejumlah uang kemudian nasabah mencicilnya dengan ditambah margin. Artinya
perbankan melakukan praktek seperti bunga dalam perbankan konvensional.
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

2. Pelanggaran syarat ra’sulmāl ma’lūm, Ini adalah cara yang bagus untuk
mendapatkan hasil maksimal dari produk setengah matang Anda. Untuk celana
pendek terdaftar, celana pendek Rasulmal (investasi) ribhi (laba) dikenal dengan
kekhususan kualitasnya. Ini adalah cara yang baik untuk mendapatkan kredit untuk
basis pelanggan Anda, tetapi Anda juga dapat menemukan cara untuk meningkatkan
nilai tingkat bank-ke-bank Anda. Bank, misalnya, tidak mengambil untung dari uang
yang diberikan bank. Dalam beberapa kasus, bank syariah bahkan tidak tertarik
dengan harga Rasulmal. Jenis pelanggaran ini disebut pintu gerbang lain untuk riba.
Harus ada produk yang akan dibeli pada saat pembelian. Jika Anda mencari
komedian, cobalah mencari tahu lebih banyak tentang topik ini.
3. Penempatan Akad yang tidak tepat, Pelestarian merupakan salah satu bentuk
jual beli, sehingga akad ini hanya berlaku untuk praktek jual beli. Namun,
kesepakatan macet itu terjadi pada pembelian yang salah. Misalnya, renovasi rumah
tidak dapat dibiayai dengan kontrak macet karena persyaratan susu (harta) rasulmal
(modal) yang diketahui tidak terpenuhi. Kontrak yang tepat untuk jenis ini harus
merupakan kontrak paralel dengan anjing. Dalam kasus luar biasa, harga ditetapkan
pada awal penjualan, tetapi kurir atau pasangan tidak perlu mengetahuinya, dan
barang dikirim setelah barang jadi. Dalam istiṣna‟ paralel, bisa saja pembeli
mengizinkan pembuat menggunakan subkontraktor untuk melaksanakan kontrak
tersebut. Dengan demikian, pembuat kontrak istiṣna‟ kedua untuk memenuhi
kewajibannya pada kontrak pertama.
4. Partisipasi walikota dalam menghitung norma keuntungan, perhitungan margin
dengan metode kedua (dibahas sebelumnya), perbankan syariah menutupi inflasi
ketika menentukan margin keuntungan. Tentu saja, ini sepenuhnya melanggar
hukum, dan tingkat inflasi di masa depan tidak pasti. Bermain dengan ketidakpastian
adalah bentuk keserakahan. Lalu apa bedanya dengan "bunga bank" untuk macet?
Karena salah satu motif bunga adalah untuk memprediksi inflasi di masa yang akan
datang
2.2 Solusi Penerapan Akad Murabahan dalam Hukum Islam
Pelanggaran syarat milliyah agar praktek ini sesuai syariah, perbankan harus
menyelesaikan akad wakalah terlebih dahulu agar syarat kepemilikan terpenuhi,
barulah kemudian dilangsungkan akad murābahah. Hal ini juga sesuai dengan Fatwa
DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murābahah pada Ketentuan Umum
Murābahah dalam Bank Syari’ah poin sembilan dikatakan: “Jika bank hendak
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
murābahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.”
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

Bank tidak mengambil keuntungan berdasarkan besaran dari ra’sulmāl, namun


dari besaran uang yang dikeluarkan oleh bank. Bahkan dalam beberapa kasus pihak
bank syariah tidak peduli dengan besaran harga dari ra’sulmal.Pelanggaran pada jenis
ini juga disebut dengan pintu lain menuju riba. Dalam jual beli harus ada komoditas
yang dibeli. Jika tidak ada komoditas yang dipertukarkan maka tidak ada bedanya
keuntungan murābahah tersebut dengan bunga pada perbankan konvensional. Untuk
mencegah hal itu, sebagaimana dijelaskan, bank pada prinsipnya harus menjadi
pemilik barang. Dengan demikian, penentuan margin keuntungan berdasarkan harga
barang tidak lagi didasarkan pada jumlah yang dikeluarkan untuk ban. Ada beberapa
konsekuensi saat bank syariah menggunakan kontrak istisna’paralel. Di antaranya
sebagai berikut
1. Bank Syariah tetap menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk
memenuhi kewajibannya sebagai kontraktor utama. Perusahaan paralel atau
subkontraktor dianggap sementara tidak ada. Jadi, seperti dalam kontrak pertama,
bank bertanggung jawab atas kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak
paralel.
2. Pada saat yang sama, pembeli dari subkontraktor yang diproduksi oleh pelanggan
bertanggung jawab atas Bank Syariah. Dalam kontrak pertama, ia tidak memiliki
hubungan hukum langsung dengan klien. Pengecualian angin kedua adalah
kesepakatan paralel, tetapi bukan satu bagian atau syarat untuk kontrak pertama.
Dengan demikian, kedua kontrak tersebut tidak mempunyai hukum sama sekali.
3. Siap untuk bank atau pesta seperti Sunny Produk bertanggung jawab kepada
pelanggan atas cacat subkontraktor dan jaminan yang dihasilkan.
4. Kewajiban ini tidak hanya membenarkan legalitas pengecualian paralel, tetapi
juga memberikan dasar bagi bank untuk menghasilkan pendapatan jika ada. Cara
yang paling tepat dengan konsep syariah, adalah konsep pertama, yaitu cukup
modal plus markup, atau cara ketiga, yaitu modal plus mark up dan cost recovery.

2.3 Isu-Isu Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah


Syariah Muraba mengakui keberadaan perjanjian tersebut, tetapi tidak menghindar
dari kritik basah terhadap perjanjian tersebut. Abdullah Said Muraba adalah salah satu
kritikus paling keras dari kesepakatan itu. Dia meragukan apakah pembiayaan
berbasis murbah berharga dari waktu ke waktu, tetapi Said mengatakan itu tidak
diakui oleh para ahli perbankan syariah karena mengakui bunga atau suku bunga.
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

Saeed melihat dua perhatian utama dalam membedakan antara pembiayaan marmalade
dan suku bunga di perbankan syariah.

Pertama, perbankan tradisional tradisional mencapai suku bunga saat ini


berdasarkan asal dan jatuh tempo bunga, kemudian perbankan umum tidak perlu
khawatir tentang nilai produk yang diminta oleh pelanggan. Tidak seperti selai jeruk
di mana Bank Islam menginformasikan kepada pelanggan harga total produk
sebelumnya. Kedua. Suku bunga bisa berupa bunga tetap atau suku bunga tak
tetap.Saeed menyatakan, apakah suku bunga atau tidak tetap barangkali tidaklah
penting dalam tempo yang sangat pendek, karena perubahan besar dalam suku bunga
umumnya tidak terjadi dalam tempo yang pendek. Hal penting untuk diingat karena
kontrak murābaḥah umunya bersifat jangka pendek. Dalam hal bunga, suku bunga
yang diberlakukan akan tergantung kepada kebutuhan bank untuk mendapatkan
keuntungan riil, inflasi, ketidak pastian tingkat inflasi dimasa mendatang, preferensi
likuiditas serta permintaan akan pinjaman, kebijakan moneter, dan bahkan suku bunga
luar negeri. Namun Saeed melihat faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga juga
menjadi faktor-faktor yang sama pada mark-up murābaḥah. Terakhir, Said
mengatakan bahwa biaya pembiayaan murabahah bisa lebih mahal daripada lebih
murah. Cukup dengan memberikan informasi keuangan yang relevan kepada bankir
untuk menilai pembiayaan berbasis bunga, menilai kondisi keuangan klien dan
menilai proyek yang membutuhkan pembiayaan. Riset pasar yang mahal, dokumentasi
terkait pencarian dokumen, pemantauan terus menerus atas penjualan barang
murabahah setelah diserahkan ke nasabah, semua ini membutuhkan partisipasi
pegawai bank yang lebih banyak daripada pembiayaan berbasis bunga. bank tidak
perlu menungu tibanya barang untuk diperiksa sebelum diserahkan kepada pembeli.
Justru, kondisi barang tidak terlalu dipedulikan oleh bank karena tanggung jawab
pembelilah untuk mengecek spesifikasinya.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun murābaḥah tampak sebagai kontrak jual
beli dalam perbankan Islam, murābaḥah adalah suatu jenis pembiayaan berdasarkan
keuntungan yang ditetapkan di muka, yang tidak jauh berbeda dengan pembiayaan
berdasarkan bunga. Bila dilihat secara sederhana, bunga bank dan murābaḥah dengan
sistem tunda kelihatan sama saja. Keduanya kelihatan sama-sama mennggunakan nilai
waktu uang. Yang berbeda kata Saeed hanya perbedaan akadnya saja, sistem bunga
menggunakan akad utang-piutang, sementara murābaḥah akad jual-beli. Hal ini
kemudian yang menimbulkan pertanyaan bagi Saeed, jika fiqh bisa mengizinkan
pembiayaan murābaḥah seperti yang dipraktikkan dalam perbankan Islam, maka
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

pertanyaan kemudian adalah, “adakah pijakan moral untuk tidak mengizinkan bunga
tetap pada utang-piutang dan dana-dana pinjaman?”39 Untuk menjawab kegelisahan
Saeed tersebut, ada dua hal yang perlu dijelaskan, pertama, terkait dengan akad dan
implikasi akad, kedua, terkait dengan time value of money.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Memang benar murābaḥah secar kasat memang tampak seperti bunga, bahkan tidak
terasa bahwa ia berbeda dari bunga. Asumsi ini Menurut penulis, perbankan syariah
umumnya dirasakan oleh nasabah. Asmuni Mth diakhiri dengan kata-kata ini: Namun
sampai saat ini, masyarakat terkadang "tidak merasakan perbedaan antara keduanya
(perbankan syariah dan tradisional)". Mengapa? Salah satu jawabannya adalah praktik
perbankan syariah telah "menargetkan" dirinya sebagai alternatif pilihan dalam bersaing
dengan perbankan dasar. Kehalusan perbedaan ini, diterima atau tidak, sangat lambat
dalam perbankan syariah Ada dua aturan tentang lembaga keuangan Islam. Pertama,
penerapan prinsip kehati-hatian, seperti pada perbankan tradisional. Kedua, penerapan
kaidah kesesuaian dengan prinsip syariah. Prinsip ini tidak berlaku untuk bank biasa.
Prinsip inilah yang membedakan kedua sistem perbankan tersebut.45 Namun demikian,
masih belum menarik bagi masyarakat muslim untuk menabung di perbankan syariah.
Hal ini karena (1) lembaga keuangan yang biasa ada di benak masyarakat bahkan umat
Islam, dan (2) produk lembaga keuangan syariah pada umumnya tidak terlihat oleh
publik dengan nama yang berbeda, kecuali yang tradisional. (3) Secara umum,
masyarakat tidak melihat perbedaan margin dengan suku bunga bank biasa. Tujuan
utama dari tawafun perbankan syariah adalah untuk memastikan tidak ada yang
mengeksploitasi nasabah. Saat itu, menurut penulis, masalah margin merupakan variabel
penting yang mempengaruhi keinginan masyarakat untuk memilih keuangan syariah.
Peristiwa di zaman Nabi membuktikan hal ini. Teman-teman mengeluh meskipun
pedagangnya muslim, ramah, jujur dan amanah, masyarakat muslim enggan berbelanja di
pasar buatan muslim.
HUKUM PERBANKAN DAN JAMINAN

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i, 2004, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani.

Asmuni, 2013, “Produk Perbankan Syriah: Antara al-Minhāj al-Raddi dan al-Minhāj al-
Maqshadī”, Buletin al-Islamiyah, No. 01 Tahun XIX.

El-Ashker, Ahmed Abdel Fattahdan Rodney Wilson, 2006, Islamic Economic: Short
History, Leiden-Boston: Brill.

Ayub, Muhammad, 2006, Understanding Islamic Finance: A-Z Keuangan Syari’ah,


Jakarta: Gramedia.

Hitti, Philip K.,History of The Arabs, terj., Jakarta: Serambi.

El-Gamal, Mahmoud A.,Islamic Finance: Law, Economics, and Practice, Cambridge:

Cambridge University.

Manzur, Ibnu, 1414 H,Lisānul ‘Arab, Beirut, Dār al-Ṣādir.

Al-Misri, Rafiq Yunus, 1999,Ushul al-Iqtishad al-Islami, Damaskus: Dar al-Qalam.

Rahmawati, Anita, 2007, “Ekonomi Syari’ah: Tinjauan Kritis Produk Murābahah

dalam Perbankan Syari’ah di Indonesia”, Jurnal La_Ribaī, No. 2 Vol. 1.

Saeed, Abdullah, 2004,Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank

Neo-Revivalis, Jakarta: Paramadina.

As-Sawi, Muhammad ṣalah Muhammad, 1990,Musykilah al-Istisymār fī al-Bunūk al-

Islāmiyah wa Kaifa ‘Alijuhā al-Islām, Kairo: Dār al-Mujtma.

Al-Siddiqi, Muhammad Nejatullah, 1984,Bank Islam, Bandung: Penerbit Pustaka.


Usmani, Muhammad Taqi’, 1998, Usmani, An Introduction to Islamic Finance,

Al-Zuhaili, Wahbah, 2009, al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islāmī wa Adillatuhu, Jilid IV,

Damaskus, Dār al-Fik

Anda mungkin juga menyukai