Anda di halaman 1dari 5

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : BANK, RENTE DAN FEE


B. Kegiatan Belajar : 3 (KB 1/2/3/4)

C. Refleksi

BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI

Konsep
(Beberapa
1 istilah dan
definisi) di
A. Konsep Bank dalam Ajaran Islam
KB
1. Pengertian Bank
Dalam Ensiklopedia Indonesia, bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau
orang lain. Dari pengertian ini maka bank memiliki dua arti penting, yaitu sebagai
perantara pemberi kredit dan menciptakan uang.
Dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa Bank
adalah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
Simpanan. dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Ada dua jenis Bank di Indonesia, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank
Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional
dengan sistem bunga, dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan
Bank Perkreditan Rakyat. Contoh Bank konvensional yaitu BNI , BRI. BCA .
Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
Prinsip Syariah dengan sistem tanpa bunga. Menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Contoh bank Syari’ah yaitu Bank Muamalat.
2. Bank Syariah
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dengan sistem tanpa bunga. Menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Asas dari Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya adalah Prinsip
Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Dengan demikan, prinsip-prinsip syariah yang dikembangkan dalam rangka menghindari
bunga bank adalah sebagai berikut:
a. Wadiah yaitu titipan uang, barang dan surat-surat berharga). Dalam operasinya
bank Islam menghimpun dengan cara menerima deposito berupa uang, benda dan surat
berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak
menggunakan dana tersebut tanpa harus membayar imbalannya. Namun bank harus
menjamin bahwa dana itu dapat dikembalikan tepat pada waktu pemilik deposito
memerlukannya.
b. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana). Dengan
mudharabah bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk
perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai dengan
perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.
c. Musyarakah/syirkah (persekutuan). Pihak bank dan pengusaha sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan. Kedua belah pihak andil dalam mengelola
usaha patungan itu dan menaggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and
loss sharing.
d. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian
yang pertama secara jujur). Syarat murabahah antara lain bahwa pihak bank harus
memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan
keuntungan bersihnya dari cost plusnya.
e. Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa
bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang memiliki deposito di
bank Islam.
f. Ijarah, yaitu akad sewa-menyewa antara satu atau dua orang, atau antara satu
lembaga dengan lembaga lain berdasarkan prinsip syariah.
g. Hiwalah, yaitu akad perpindahan utang dari si A kepada B atau C yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
h. Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak
mengelola zakat secara langsung. Bank Islam juga dapat menggunakan sebagian zakat
yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk kepentingan
agama dan umum. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran untuk
mengganti biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaannya
untuk melayani kepentingan para nasabah misalnya biaya materai, telepon dalam
memberitahukan rekening dan lain-lain
i. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan
nasabah, untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi
pada umumnya.

B. Rente atau Bunga Bank


1. Pengertian Rente atau Bunga Bank
Rente dilihat dari segi bahasa berasal dari bahasa Belanda, yang berarti bunga. Sedangkan
menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Fuad. M. Fachruddin, rente adalah
keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan bank karena jasanya meminjamkan uang untuk
melancarkan perusahaan orang yang meminjam.
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau tambahan untuk penggunaan modal.
Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang
berkaitan dengan itu dan biasa dinamakan suku bunga modal. Sedangkan bank (perbankan)
adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah simpan-pinjam, memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan
memenuhi kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Kegiatan perbankan adalah
bergerak dalam bidang keuangan dan kredit, serta mencakup dua fungsi penting, yaitu
menciptakan uang dan sebagai perantara pemberi kredit (Hasan, 2003).
2. Hukum Rente atau Bunga Bank
Hukum Rente atau Bunga Bank secara jelas adalah haram.
Dengan demikian, keharaman rentenir jelas karena termasuk kategori riba yang
diharamkan, di dalamnya terdapat kelebihan yang merugikan pihak peminjam, sehingga
pihak peminjam merasa teraniaya dan tertindas. Jika kelebihan dalam batas kewajaran dan
tidak merugikan salah satu pihak, maka tidak dinamakan riba yang diharamkan. Dalil yang
dijadikan dalil tentang keharaman riba terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 275:

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah:
2/275).
3. Ikhtilaf Hukum Bunga Bank
Terdapat empat kelompok ulama tentang hukum bunga bank. Pertama kelompok
muharrimun (kelompok yang menghukuminya haram secara mutlak). Kedua kelompok
yang mengharamkan jika bersifat konsumtif. Ketiga, muhallilun (kelompok yang
menghalalkan) dan keempat, kelompok yang menganggapnya syubhat.
kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la al-Maududi, M. Abdullah al-
Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad
Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu riba nasiah yang
mutlak keharamannya.
kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A. Zarqa dan M. Hatta.. Beliau berpendapat
bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif sedangkan yang bersifat
produktif tidaklah termasuk haram.
kelompok ketiga antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat bahwa bunga bank
(rente) seperti yang belaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena
tidak berlipat ganda
kelompok keempat adalah Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di Siduarjo
1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau
sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya).

C. Konsep Riba dalam Ajaran Islam


1. Pengertian, Jenis dan Hukum Riba
Dalam istilah hukum Islam, riba berarti
tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam
untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan
pada waktu pengembalian uang pinjaman, semakin lama waktu pembayaran semakin besar
pula tambahannya. Riba jenis ini disebut riba nasiah.
Hukum riba secara jelas adalah haram. Keharaman riba, pada hakekatnya adalah
penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan dalam ekonomi. Penghapusan riba
dalam ekonomi Islam dapat dimaknai sebagai penghapusan riba yang terjadi dalam jual
beli dan hutang-piutang. Dalam konteks ini, berbagai transaksi yang spekulatif dan
mengandung unsur gharar harus dilarang.
Ayat tersebut menyatakan secara jelas:

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS.
2:275)
Uraian di atas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung tiga unsur.
Pertama, terdapat tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan. Kedua, tambahan
itu tanpa resiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si peminjam.
Ketiga, tambahan itu disyaratkan dalam bentuk pemberian piutang dan tenggang waktu.
2. Tahapan Pengharaman Riba
firman Allah swt surat al-Rum ayat 39 tentang riba.

Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian)
Itulah orangorang yang melipat gandakan (pahalanya).(QS.: 30/39)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah
perbuatan haram dan termasuk salah satu dari lima dosa besar yang membinasakan. Dalam
hadits yang lain, keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya saja tapi juga kepada
semua pihak yang ikut membantu terlaksananya perbuatan riba tersebut, hal ini diperkuat
oleh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

Artinya: Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberikan makannya, saksi-saksinya
dan
penulisnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun tahap-tahap
pelarangan riba dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tahap pertama, bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari keberkahan Allah,
sedangkan shodaqoh akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda (QS. Ar-Rum: 39).
Tahap kedua, pada awal periode Madinah, praktik riba dikutuk dengan keras, sejalan
dengan larangan pada kitab-kitab terdahulu. Riba dipersamakan dengan mereka yang
mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua belah pihak
dengan siksa Allah yang pedih (QS. An-Nisa’: 120-161).
Tahap ketiga, keharaman riba dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat ganda (QS.
Ali Imran: 130).
Tahap keempat merupakan tahap terakhir yang dengan tegas dan jelas Allah
mengharamkan riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara jual beli dan riba dan
menuntut kaum Muslimin agar menghapuskan seluruh hutang-pihutang yang mengandung
riba (QS. Al-Baqarah: 278-279).
3. Hikmah Keharaman Riba
Menurut Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-halal wa al-haram menyatakan bahwa
dalam praktek riba terdapat kezaliman, terkandung potensi secara psikologis yang dapat
melemahkan kreativitas manusia untuk bekerja, sehingga manusia melalaikan
perdagangannya dan aktifitas ekonomi lainnya yang mampu memutus kreativitas
hidupnya, berpotensi besar untuk menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam
hutang piutang. Selain itu, dilihat secara moral, tegas Qardhawi riba sangat tidak memiliki
nilai kemanusiaan karena di dalamnya terdapat eksploitasi terhadap kaum lemah,
Menurut Sayid Sabiq, bahwa dalam praktek riba akan dapat menimbulkan potensi
permusuhan, selain itu praktek riba berpotensi untuk melahirkan mental hidup mewah
(pemboros), pemalas yang tidak mau bekerja
Memperhatikan praktek riba dan segala konsekuensi yang diakibatkan darinya dapat
disimpulkan bahwa akibat yang
ditimbulkan oleh praktek riba dapat merusak tatanan kehidupan seseorang baik secara
personal maupun sosial yang diistilahkan dalam agama jauh dari keberkahan hidup.

Daftar
materi pada 1. Membedakan pengertian wadiah, mudarabah, syirkah dan murabahah
2 KB yang 2. Menganalisis jenis-jenis riba’
sulit
dipahami

Daftar materi 1. Transaksi di bank sering diidentikan dengan riba’ padahal ada transaksi bank yang
yang sering tidak mennggunakan bunga yaitu bank syari’ah
mengalami 2. Membedakan bank murni syariah dan bank konvensional yang mengatasnamakan bank
3
miskonsepsi syariah seperti bank BNI Syariah dan sebagainya.
dalam
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai