Anda di halaman 1dari 5

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : KONSEP PEMERINTAHAN DALAM ISLAM


B. Kegiatan Belajar : 4 (KB 1/2/3/4)

C. Refleksi

BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI

Konsep
(Beberapa
1 istilah dan
definisi) di
A. Sistem Pemerintahan dalam Islam
KB
1. Pengertian Pemerintahan dalam Islam
Terdapat beberapa sistem ketatanegaraan yang diselenggarakan oleh
negara-negara di dunia ini. Pertama, negara teokrasi. Sistem ini terbentuk seiring
adanya keyakinan dari warga negaranya bahwa pemimpin tertinggi negara
merupakan utusan yang dikirim oleh Tuhan dan mendapat mandat
kepemimpinan. Kedua, sistem monarki. Sistem ini lahir dengan kekuasaan
absolut dan mutlak ada di tangan raja yang kelak kemudian, di era modern,
sistem ini berangsur berubah menjadi sistem monarki moderat, walau kadang
masih mempertahankan pola keabsolutan itu. Contoh dari sistem monarki
absolut adalah Kerajaan Arab Saudi. Sementara, contoh dari sistem monarki
moderat adalah seperti negara persemakmuran seperti Malaysia, Inggris,
Singapura, Australia, dan Selandia Baru. Ketiga, sistem autokrasi. Sistem ini
hampir menyerupai sistem monarki absolut, dengan kekuasaan mutlak ada di
tangan seseorang. Keempat, sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi,
kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat. Di dalam al-Qur’an kata khalifah beserta
derifasinya dilansir sebanyak empat kali, yaitu di dalam Surat al-Baqarah (2) ayat 30 dan
al-Qur’an surat Yunus (10) ayat 14. Kedua ayat ini menjelaskan tentang kekhalifahan Nabi
Adam AS.di muka bumi. Ketiga, adalah tercantum dalam al-Qur’an surat Shad (38) ayat
26 yang menceritkan bahwa Allah SWT menjadikan Nabi Daud AS.sebagai khalifah.
Adapaun keempat adalah surat an-Nur (24) ayat 55 berisi tentang janji Allah SWT kepada
orang-orang beriman dan beramal soleh akan dijadikan berkuasa di muka bumi. Sistem
pemerintah dalam Islam merupakan sistem politik dari ideologi Islam yang mewadahi
aturan hukum, pemerintah representatif, akuntabilitas masyarakat melalui mahkamah
independen dan prinsip konsultasi representatif. Pemerintahan yang dibangun di atas
konsep kewarganegaraan tanpa memandang etnis, gender atau kepercayaan dan
sepenuhnya menentang perlakuan represif terhadap kelompok religius atau etnis.
Berdasarkan pada pengertian dan pendapat para ahli di atas, bahwa pemerintahan dalam
Islam adalah sebuah sistem pemerintahan untuk mewujudkan keadilan, menghentikan
kezaliman, memberikan hak-hak kebebasan untuk mewujudkan masyarakat yang aman,
damai, dan bahagia lahiriah dan batiniah tidak peduli apapun bentuk negaranya, baik
sistem republik maupun kerajaan.
2. Dasar, Nilai dan Cara Pengangkatan Pemimpin dalam islam
Dalam Al-Quran terdapat sejumlah ayat yang mengandung petunjuk dan pedoman bagi
manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Ayat-ayat tersebut mengajarkan
tentang kedudukan manusia di bumi (Ali Imran: 26; Al-hadid:5; Al-An’aam:165 dan
Yunus: 14) dan tentang prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam kehidupan
bermasyarakat seperti: prinsip musyawarah (Ali Imran: 159 dan Al-Syura: 38), ketaatan
kepada pemimpin (Al-Nissa: 59), keadilan (Al-Nahl: 90 dan Al-Nisssa: 58), persamaan
(Al-Hujuraat: 13) dan kebebasan beragama (al-Baqarah: 256; Yunus: 99; Ali Imran: 64
dan Al-Mumtahanah: 8-9). Nilai-nilai dalam pelaksanaan sistem bernegara dan
bermasyarakat bagi seorang pemimpin:
a. Kejujuran, keikhlasan serta tanggung jawab
b. Keadilan yang bersifat menyeluruh kepada rakyat
c. Ketauhidan (mengesakan Allah) yang mengandung arti taat kepada Allah, rasul-
Nya dan pemimpin negara sebagai kewajiban bagi setiap orang beriman.
d. Adanya kedaulatan rakyat.

B. Bentuk-bentuk Pemerintahan dalam Islam


Pemerintahan yang diharapkan masyarakat yaitu pemerintahan yang dalam
pelaksanaannya dan pengimplementasiannya memakai sistem pemerintahan yang
jujur, adil, dan harmonis. Pemerintahan yang baik pada hakikatnya dapat diterima dari
semua lapisan baik itu dari lapisan masyarakat maupun lapisan dari pemerintah itu
sendiri. Hubungan pemerintahan dengan negara tidak dapat dipisahkan karena
pemerintah lah yang akan melaksanakan dan mengerjakan segala urusan-urusan yang
berkaitan kenegaraan sehingga tidak dipedulikan apa bentuk negara dalam
pemerintahan Islam. Pemerintahan Islam yang berlangsung sepeninggal Nabi, khususnya
pada masa Khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn al-Khattab, Usman ibn Affan, dan
Ali ibn Abi Thalib), barangkali sepadan dengan bentuk republik dalam konsep politik
modern. Tetapi pada kurun berikutnya, sejak pemerintahan Umayyah, Abbasiyyah, sampai
dengan Turki Usmani, dan pemerintahan Islam di wilayah yang lainnya, termasuk di
Indonesia, adalah bercorak kerajaan atau monarki (Muhammad Husein Haikal, 1983: 17-
18). Ciri utamanya adalah semasa Nabi dan Khulafa al-Rasyidin, pergantian kekuasaan
tidak bersifat keturunan (hereditas) dan satu sama lain tidak memiliki hubungan
kekerabatan, sementara pemerintahan selanjutnya pergantian kekuasaannya berlangsung
secara turun-temurun, meskipun tidak mesti antara bapak dan anak.
John L. Esposito dan Muhammad Husain Haikal menyatakan secara tegas
bahwa tidak ada satupun konsep mengenai negara dalam Islam yang disepakati oleh
semua sepanjang sejarah. Islam hanya memberikan instrument etis, namun tidak
memberikan rincian detailnya bagaimana bentuk suatu negara dan bagaimana proses
mengelola kelembagaannya. Kendati demikian, Islam itu agama yang lengkap;
ajarannya mencakup semua hal dalam bidang kehidupan, termasuk masalah politik.
Secara naqli, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah yang
menegaskan bahwa umat Islam harus menjadi negara yang berjuang menegakkan
kebenaran dan keadilan. Ha ini diantaranya dapat dilihat dalam QS. Al-Nur ayat 55.

Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-
Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
berada
dalam ketakutan menjadi aman sentosa. (al-Nur/24: 55).

Dengan demikian, suatu sistem pemerintahan atau negara untuk mewujudkan


keadilan dan kesejahteraan masyarakat telah diimplementasikan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berideologi Pancasila dengan Sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
berdasarkan pancasila bukanlah negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sebab
mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Karena itu, kebijakan-kebijakan politik
selalu memberi tempat dan peranan yang terhormat kepada agama.

C. Hak dan Kewajiban Rakyat


Berikut ini adalah hak-hak rakyat di satu sisi. Tapi disi lain merupakan kewajiban
pemerintah:
a. Hak keselamatan jiwa dan harta. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk
melindungi keamanan hidup rakyatnya dan harta benda yang mereka miliki.
b. Hak untuk memperoleh keadilan hukum dan pemerataan. Dalam hal ini pemerintah
wajib menegakkan keadilan dan pemerataan untuk rakyatnya.
c. Hak untuk menolak kezaliman dan kesewenang-wenangan. Dalam hal ini pemerintah
wajib melindungi rakyatnya dari prilaku zalim dan kesewenang-wenangan.
d. Hak berkumpul dan menyatakan pendapat.
e.Hak untuk bebas beragama. Pemerintah wajib untuk menjamin kebebasan beragama
rakyatnya.
f. Hak mendapatkan bantuan materi bagi rakyat yang lemah. Dalam hal ini pemerintah
berkewajiban untuk mebantu rakyat yang lemah.
Kewajiban Rakyat kepada Pemimpin (kepala negara)
Dalam sistem khilafah, rakyat memiliki kewajiban terhadap khalifah yang sekaligus hak
khalifah kepada rakyatnya, yaitu:
1. Kewajiban taat kepada khalifah.
2. Kewajiban mentaati undang-undang dan tidak berbuat kerusakan.
3. Membantu khalifah dalam semua usaha kebaikan.
4. Bersedia berkorban jiwa maupun harta dalam mempertahankan dan membelanya.
5. Menjaga Persatuan dan Kesatuan.

D. Majlis Syura dan Ahlul Halli wal ‘Aqdi


1. Majlis Syura dalam Pemerintahan
Kata “majlis syura” terdiri dari dua kata yaitu kata majlis dan kata syura. Majlis artinya
tempat duduk syura artinya bermusyawarah. Dengan demikian majlis syura secara bahasa
artinya tempat bermusyawarah (berunding). Dikaitkan dengan sistem pemerintahan,
majlis syura memiliki pengertian tersendiri yaitu suatu lembaga negara yang terdiri dari
para wakil rakyat yang bertugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Majlis ini
memiliki tugas utama yaitu mengangkat dan memberhentikan khalifah.
Imam al-Mawardi merumuskan beberapa
2. syarat untuk menjadi anggota majlis syura:
a. Berlaku adil dalam segala sikap dan tindakan. Sikap ini mencerminkan bahwa
anggota majlis syura adalah mereka memiliki sifat jujur dan bertanggung jawab.
b. Berilmu pengetahuan yang luas. Yaitu memiliki kecerdasan intelektual yang
tajam. Sehingga segala ucapan dan perbuatannya didasari oleh ilmu bukan oleh hawa
nafsu.
c. Memiliki kearifan dan.wawasan yang luas. Anggota majlis syura dalam
memutuskan sesuatu harus ditujukan untuk kemsalahatan ummat bukan untuk
kepentingan dirinya sendiri.
3. Ahlul Halli wa al-Aqdi
Istilah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi barasal dari tiga suku kata, yaitu ahlun, hallun dan aqdun.
Dalam kamus bahasa arab kata “Ahl” mempuunyai arti ahli atau keluarga. Kata “Hallu”
berarti membuka atau menguraikan. Sedangkan “Aqd” berarti kesepakatan/mengikat. Dari
ketiga suku kata tersebut dapat dirangkai menjadi sebuah istilah yang mempunyai arti
"orang-orang yang mempunyai wewenang melonggarkan dan mengikat." Istilah ini
dirumuskan oleh ulama fikih untuk sebutan bagi orang-orang yang bertindak sebagai
wakil umat untuk menyuarakan hati nurani mereka.
Ahlul halli wal aqdi memiliki beberapa hak atau wewenang sebagai berikut: pertama,
mempunyai wewenang untuk memilih dan membaiat khalifah. Kedua, mengarahkan
kehidupan masyarakat kepada yang maslahat. Ketiga, membuat undang-undang yang
mengikat kepada seluruh umat di dalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh Al-
Quran dan Hadist. Keempat, tempat konsultasi khalifah di dalam menentukan
kebijakannya. Kelima, mengawasi jalannya pemerintahan. Berdasarkan pada hak-hak
tersebut, hak-hak Ahlul halli wal aqd serupa dengan wewenang MPR dan DPR dalam
pemerintahan Indonesia.
Daftar
1. Makna khilafah dan aplikasinya di era konteks sekarang ini
materi pada
2. Tugas dan kewajiban Ahlul halli wa al-aqdi (DPR) sebagai wakil rakyat
2 KB yang
sulit
dipahami

1. Makna Khilafah sering diartikan sebagai negara Islam sehingga ada beberapa oknum
Daftar materi yang ingin mendirikan khilafah di Indonesia ini.
yang sering 2. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk Bai’at atau taat kepada pemimpin negara
mengalami pada praktiknya masih banyak terjadi demo atau unjuk rasa bahkan sampai terjadi
3
miskonsepsi peristiwa anarkis.
dalam 3. Tugas DPR sebagai perwakilan aspirasi rakyat di dalam membuat kebijakan sering
pembelajaran hanya untuk kepentingan politik

Anda mungkin juga menyukai