KASUS TRANSGENDER
DISUSUN OLEH:
(KELOMPOK II)
Tim penyusun
Kelompok II
ii | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transgender adalah suatu sebutan yang biasanya ditujukan terhadap
seseorang atau sekelompok orang yang pernah mengubah jenis kelamin dari
seorang laki-laki menjadi seorang perempuan dan begitupun sebaliknya, yang mana
jenis kelamin orang tersebut berbeda dibandingkan jenis kelaminnya saat ia lahir.
Di beberapa negara, seperti negara di benua Eropa dalam hal ini Belanda, Inggris,
Prancis dan beberapa negara di benua Eropa lainnya telah melegalkan adanya hal
tersebut. Salah satu bukti kuat bahwa negara-negara tersebut mendukung legalitas
trangender adalah didirikannya undang-undang anti diskrimminasi terhadap kaum-
kaum yang menyandang status tersebut. (1)
Di Indonesia sendiri sebagai salah satu negara hukum yang taat terhadap
HAM ( Hak Asasi Manusia) serta taat terhadap hukum agama yang mana pada
dasarnya HAM bertujuan memberikan kebebasan sekaligus perlindungan terhadap
segala macam tingkah laku per individu, transgender masih menjadi perdebatan
publik yang dianggap masih menjadi hal yang tabu untuk dilakukan sehingga
seringkali hal tersebut bertentangan dengan nilai dan norma-norma dimasyarakat
yang menganggap bahwa pada dasarnya segala sesuatu mengenai kondisi fisik
adalah anugerah yang diberikan oleh sang Pencipta dan harus disyukuri
bagaimanapun bentuk dan rupanya. Walaupun demikian, dilain sisi orang-orang
yang pernah melakukan hal tersebut beralasan bahwa semuanya itu dilakuakan
karena tidak adanya kesesuaian antara tubuh dengan batin yang dialami orang
tersebut sehingga timbul perasaan kurang puas dan ketidaknyamanan terhadap
kondisi tubuh saat ini. (1)
Pertentangan antara legal atau tidaknya kasus transgender di Indonesia masih
menjadi perdebatan, dilain sisi beranggapan bahwa hal tersebut adalah suatu
pelanggaran namun disisi lain beranggapan bahwa hal itu adalah wajar karena
merupakan suatu kebutuhan sehigga dibutuhkan pengamatan lebih lanjut agar
legalitas dari kasus tersebut dapat diketahui kebenarannya.
Prosedur itu memakan waktu hingga lima bulan. Bahkan, Avika mengaku
sempat down di tengah jalan lantaran tidak kunjung mendapat kabar kepastian.
Sampai-sampai, dia berencana pindah ke Bangkok, Thailand yang diketahuinya
lebih praktis dan cepat. Namun, hal itu urung dilakukan setelah kabar yang
ditunggu-tunggu tersebut datang. Tim dokter dari RSUD dr Soepomo memberikan
kepastian pelaksanann operasi Avika. Dibalik prosedur yang cukup panjang itu,
belakangan Avika merasakan manfaat lain, yakni mental dan fisiknya lebih siap
dalam menghadapi perubahan fisik pada dirinya. Selama proses berjalan, anak
kedua diantara tiga bersaudara itu menyatakan selalu didampingi sang ibu, saudara
serta teman-teman dekatnya. Dukungan dan kehadiran mereka dirasakan Avika
sebagai pemacu semangat sehingga mental dan fisiknya siap menjalani proses
tersebut.
Sementara itu, Prof. dr. Djohansjah Marzoeki, SpBP, ketua tim dokter RSUD
dr Soepomo, mengingatkan pasien yang ingin menjalani operasi ganti kelamin ganti
kelamin untuk tidak main-main. Untuk melakukan penyesuaian kelamin Avika,
dr.Djohansjah menggandeng dokter spesialis penyakit dalam, psikiater serta
psikolog. “Operasi berjalan lancar dan tidak ada halangan”, tambahnya. Sebelum
operasi, Djohan memastikan bahwa Avika tidak memiliki infeksi apapun. Menurut
dia, syarat utama untuk menjalani operasi perubahan kelamin adalah terhindar dari
infeksi. “ Pasien harus dalam kondisi sehat jasmani dan rohani” papar dokter yang
PENGERTIAN
FAKTOR SOSIAL
PERAN DAN
YANG
MEMPENGARUHI
TRANGENDER WEWENANG
DOKTER
TRANSGENDER
LANDASAN
HUKUM
2. Peranan dokter
Tokoh kunci dalam proses penyembuhan suatu penyakit adalah petugas
kesehatan, lebih khususnya adalah dokter. Menurut undang-undang Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Profesi dokter berdasarkan suatu keilmuan,
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang
bersifat melayani. Berdasarkan kode etik kedokteran, dinyatakan bahwa kewajiban
umum dokter adalah :
1) Menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter.
2) Senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi
3) Tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi
4) Harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri
5) Iap perbuatan atau nasihat yang memungkinkan melemahkan daya
tahan psikis maupun fisik hanya untuk kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien
6) Senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat.
7) Hanya memberikan surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
8) Dalam setiap praktiknya memberikan pelayanan medis yang
kompeten dalam kebebasannya teknis dan moral sepenuhnya, disertai
rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat
manusia.
9) Harus bersikap jujur dalam hubungannya dengan pasien dan
sejawatnya dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang
diketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau
yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien
Merujuk pada kode etik tersebut, peran dokter dapat dirinci lebih spesifik lagi
kedalam beberapa perilaku berikut :
1) Dokter sebagai pendidik, yaitu memberikan promosi pendidikan
kepada masyarakat baik individu, keluarga, maupun masyarakat
2) Dokter sebagai pengembang teknologi layanan kesehatan , yaitu
dalam praktik layanan kesehatan, seorang dokter dituntut untuk
memiliki kreatifitas dan inisiatif untuk menemukan dan memecahkan
masalah yang sedang dihadapi pasien sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuannya sendiri
3) Dokter sebagai pengabdi masyarakat, yang dituntut memiliki
kesediaan untuk memberikan pertolongan. Meminjam istilah
Daldiyono (2006:291) setiap dokter harus siap siaga sebagai dokter
yang profesional dalam membantu masyarakat.
4) Dokter adalah pembelajar, yaitu dengan berbagai praktik atau
pengembangan ilmu yang ada , seorang dokter dapat belajar dan
mengajari kembali baik kepada rekan sejawat atau pihak lain
mengenai perkembangan ilmu kedokteran.
3. Wewenang dokter
Menurut UU RI No 29 tahun 2004 pasal 35
1. Dokter atau doker gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan
pendidikan dan kompetensi yang diimiliki, yang terdiri atas:
a. Mewancarai pasien;
b. Memeriksa fisik dan mental pasien;
c. Menentukan pemeriksaan penunjang;
d. Menegakan diagnosis;
e. Menentukan penatalaksaan dan pengobatan pasien;
f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;dan
j. Meracik dan menyerahkan obat Kepada pasien, bagi yang
praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
10 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
2. Selain kewenangan sebagimana dimaksud pada ayat (1) kewenangan
lainnya diatur dengan peraturan konsil kedokteran Indonesia. (12)
11 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien (Avika, 22 tahun) yang
merupakan seorang transgender ini mempunyai self consept bahwa ia telah
menemukan jati dirinya yakni sebagai seorang wanita dengan mengubah identitas
gendernya. Walaupun pada dasarnya di Indonesia hal tersebut merupakan hal yang
masih tabu di mata masyarakat dan seringkali dianggap melakukan pelanggaran
terhadap norma-norma dalam masyarakat, nyatanya hal ini telah dinyatakan legal
menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Namun dalam menjalani proses
tersebut, peserta transgender harus mengikuti prosedur-prosedur yang berlaku
untuk meminimalisir kerugian yang terjadi. Oleh karena itu, penting bagi dokter
dalam menjalankan peran serta wewenangnya dalam mengedukasi setiap pasien
yang akan melakukan transgender.
12 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
DAFTAR PUSTAKA
1. Roby Yansyah R. GLOBALISASI LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN
TRANSGENDER (LGBT). Laporan Hukum. 2018; I(136).
13 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g