Anda di halaman 1dari 26

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)


1. Nama : FAISAL NUR HIDAYAT
2. Mapel/Kelas : PAI/ F3
3. Judul Modul : Sejarah Kebudayaan Islam
4. Kegiatan Belajar : Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
(KB 1)
5. Refleksi
Menjadi pemimpin bukanlah suatu pilihan. Meskipun tidak memilih kita tetap akan menjadi pemimpin
walaupun di ruang lingkup yang kecil, seperti pemimpin keluarga atau lebih mengerucut lagi pemimpin bagi
diri sendiri. Jangan kira, pemimpin hanyalah yang berprofesi sebagai presiden atau yang duduk di kursi
parlemen. Lebih luas lagi semua orang adalah pemimpin baik bagi orang yang ada di sekitarnya, keluarga, dan
diri sendiri. Karena setiap manusia adalah pemimpin di lingkup masing-masing, maka orang butuh figur para
pemimpin dan tokoh-tokoh penting dalam dunia Islam dari beragam latar belakang lintas dunia dan lintas
masa.
Dengan mempelajari bahan ajar ini (Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin)
diharapkan dapat menginspirasi kita dalam memimpin diri kita keluarga maupun masyarakat.

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

PETA KONSEP

Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

Biografi Singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq


Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Metode Dakwah pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Perkembangan Pendidikan pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Kontribusi Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Peradaban Islam

Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Umar bin Khattab

Biografi Singkat Umar bin Khattabn


Kepemimpinan Umar bin Khattab
Metode Dakwah pada Masa
Perkembangan Pendidikan pada Masa
Peta Konsep Kontribusi Umar Bin Khattab dalam Peradaban Islam

(Beberapa istilah dan


1 Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Utsman Bin Affan
definisi) di modul
bidang studi Biografi Singkat Utsman BIn Affan
Kepemimpinan Utsman Bin Affan
Metode Dakwah Utsman Bin Affan
Perkembangan Pendidikan pada Masa Utsman Bin Affan
Kontribusi Utsman Bin Affan dalam peradabn Islam

Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Ali Bin Abi Thalib

Biografi Singkat Ali Bin Abi Thalib


Kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib
Metode Dakwah Ali Bin Abi Thalib
Perkembangan Pendidikan pada Masa Ali Bin Abi thalaib
Kontribusi Ali Bin Abi Thalib dalam peradaban Islam
A. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
1. Biografi Singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin
Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Tayim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu’ai
bin Ghalib bin Fihr bin Malik al-Qurasy al-Taimy. Abu Bakar as-Shiddiq
dilahirkan di Makkah pada tahun 573 M. Ibu Abu Bakar Ash-Shiddiq bernama
Salma binti Sakhar bin Amir bin Ka`ab bin Sa`ad bin Tayim bin Murrah. Ia
digelari dengan Ummu al Khair. Sedangkan bapaknya adalah Utsman Abu
Quhafa (panggilan Abu Quhafa) yang masuk Islam pada peristiwa Fathu Makkah
(Penaklukan kota Makkah). Beliau termasuk di antara orang-orang yang paling
awal memeluk agama Islam atau yang dikenal dengan sebutan al-sabiqun al-
awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam
yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi. Dia adalah satu di antara
empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi
petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw. Nama
yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (hamba Ka’bah), yang kemudian diubah
oleh Nabi menjadi Abdullah (hamba Allah). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-
Shiddiq (yang berkata benar) setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra
Mi'raj yang diceritakan Nabi Muhammad Saw. kepada para pengikutnya,
sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq". Abu Bakar
menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku
Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahli-Ba'eer atau rakyat unta.
Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan
kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu
Bakar" yang berarti, bapaknya unta. Sejak zaman Jahiliyyah, Abu Bakar adalah
kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika
bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi),
ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-
orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan
lain-lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan
aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu
Bakar langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak
ada seorangpun yang ada di antara kedua gunung di Makkah yang merasa
gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin
Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas,
mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam. Abu Bakar
lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh
penting dalam Islam lainnya. Abu Bakar termasuk orang yang pertama masuk
Islam di kalangan laki-laki dewasa yang bukan budak, sedangkan wanita yang
pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak
pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang
masuk Islam. Pada Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq
wafat. Abu Bakar wafat pada usia ke-63 tahun.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M),
Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat
dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah
menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah. Selama masa
sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq
ditunjuk untuk menjadi imam shalat untuk menggantikan Rasulullah, banyak
yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar Ash Shiddiq akan
menggantikan posisinya. Bahkan setelah Rasulullah telah meninggal dunia, Abu
Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Rasulullah yang paling tabah
menghadapi meninggalnya Rasulullah. Segera setelah kematiannya, dilakukan
musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Saqifah
Bani Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan
Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam
pada tahun 632 M.
2. Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Selama kurang lebih dua tahun, yaitu dari 11-13H/ 632-634M Abu bakar
Ash Shiddiq memimpin menggantikan Nabi Muhammad Saw setelah wafat.
Beliau mulai menyebarkan agama sebagaimana tugas Nabi Muhammad Saw
semasa hidupnya. Selama menjadi Khalifah, Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sangat
singkat tersebut lebih diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku Arab yang tidak
mau tunduk lagi kepada pemerintahan di Madinah sepeninggal Nabi Saw.
Mereka beranggapan bahwa perjanjian yang mereka buat dengan Nabi Saw,
dengan sendirinya telah habis dan batal (berakhir sendirinya) setelah Nabi
meninggal dunia. Karenanya, mereka menentang Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Mereka itulah yang dikenal dengan orang-orang murtad karena mereka tetap
keras kepala, tidak mau tunduk, bahkan penentangan mereka dipandang dapat
membahayakan agama dan pemerintahan, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq
menyelesaikan masalah tersebut dengan perang yang disebut dengan perang
riddah (perang melawan kemurtadan). Masalah pemegang pucuk kekhalifahan
menjadi pemicu munculnya fanatisme kesukuan. Tampilnya di antara suku-suku
bangsa Arab yang mengaku dirinya sebagai Nabi, merupakan salah satu bentuk
ketidakpuasan suku bangsa terhadap kehidupan sosial-politik yang selama ini
mereka pendam.
Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki
keberhasilan dalam kepemimpinannya. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari
sifat kepribadian Abu Bakar Ash-Shiddiq yang meliputi lemah lembut, tegas,
berani, dermawan, dan jujur. Dalam sejarah sifat ketegasan Abu Bakar Ash-
Shiddiq salah satu contohnya yakni ketika Fuja’ah telah mengkhianati amanah,
menipu Abu Bakar Ash-Shiddiq dan kaum muslimin serta membunuh orang-
orang yang tidak bersalah. Jarang orang marah seperti marahnya orang yang
tertipu lebih-lebih penipuan yang mengakibatkan pengkhianatan dan
penumpahan darah. Fuja’ah datang kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq meminta
sejumlah senjata untuk memerangi kaum murtad. Dengan senjata itu ia
menyerang kaum muslimin yang tidak bersalah dan mengacau di sepanjang jalan
dengan merampok, merampas dan menumpahkan darah.Sebagai bukti keadilan
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah kebijakan meningkatkan kesejahteraan umum
dan perekonomian. Abu Bakar Ash-Shiddiq membentuk lembaga “Baitul Mal”,
semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada
Abu Ubaidah, sahabat Nabi Muhammad Saw yang digelari “amin al-ummah”
(kepercayaan umat). Abu Bakar Ash-Shiddiq menerapkan prinsip kesamarataan
yaitu kebijakan dalam membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah).
Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan
pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang
dikemukakan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah semua perjuangan yang dilakukan
atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT di akhirat.
Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama yakni, memberikan
jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak membeda bedakan antara
sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita.
Sehingga harta baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang
lama karena langsung didistribusikan. Mengenai praktik kepemimpinan Abu
Bakar Ash-Shiddiq di bidang pranata ekonomi dan sosial adalah berusaha
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini,
beliau mengelola zakat, infaq, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin,
harta rampasan perang (ghanimah) dan jizyah dari warga negara non-muslim,
sebagai sumber pendapatan baitul mal. Beliau juga mempelopori sistem
penggajian aparat negara, misalnya untuk khalifah digaji amat sedikit, yaitu 2,5
atau 2,75 dirham setiap hari hanya dari baitul mal. Salah satu gaya
kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq yang bersifat sentralistik adalah ketika
mengirim Usamah bin Zaid yang masih muda sebagai panglima perang
menghadapi Romawi di Syam, walaupun saat itu di negeri sendiri timbul
pemberontakan kaum murtad dan munafik. Tindakan demikian secara politis
dapat dipahami bahwa ingin menunjukkan kepada musuh bahwa kekuatan Islam
cukup tangguh, membuat pemberontak cukup gentar, dan dapat mengalihkan
perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern ketika terjadi
peristiwa di Saqifah Bani Saidah.
3. Metode Dakwah pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
a. Metode Dakwah Bil-Lisan
Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq dibai’at di Saqifah, pada keesokan harinya
beliau duduk di mimbar sedang Umar berdiri di sampingnya memulai
pembicaraan. Umar mulai mengucapkan pujian terhadap Allah SWT sebagai
pemilik segala pujian. Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara
sekalian, aku telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak
kudapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku.
Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah Saw aku hidup dan terus mengatur
urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah Saw akan wafat belakangan setelah
para sahabat wafat dan sesungguhnya Allah SWT telah meninggalkan untuk kita
kitabnya yang membimbing Rasulullah Saw, maka jika kalian berpegang teguh
dengannya, Allah SWT pasti akan membimbing kalian sebagaimana Allah SWT
telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah mengumpulkan
seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah
sahabat Rasulullah Saw yang kedua ketika ia dan Rasulullah Saw bersembunyi
di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya.
Maka orang-orang segera membaiat Abu Bakar secara umum setelah
sebelumnya dibaiat di Saqifah.”
Selepas dibai’at, Abu Bakar Ash-Shiddiq mulai berpidato dan setelah
memuji Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian
manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku
bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika
aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah,
sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara
kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya
kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka
dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang
lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah
kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian
tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada
seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-
Nya. Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas
kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga
Allah merahmati kalian.’’
b. Metode Dakwah Bil-Tadwin
Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar
Ash Shiddiq merupakan strategi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi
menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-
Qur’an yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan
kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Qur’an
karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu, Umar bin Khattab
mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-
Qur’an yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan
lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilaksanakan pada
masa Nabi Muhammad Saw.
Namun, karena alasan Umar bin Khattab yang rasional, yaitu banyaknya
sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan khawatir
akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menyetujuinya. Abu
Bakar Ash Shiddiq menugaskan kepada Zaid bin Tsabit, penulis wahyu pada
masa Nabi Muhammad Saw, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. Dari
sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq,
maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia
sekarang adalah usaha pengumpulan Al-Qur’an. Upaya pengumpulan Al-Qur’an
ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam
penyalinan ayat-ayat suci Al-Qur’an hingga menjadi kitab Al-Qur’an yang
menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang
ada di permukaan bumi ini. Oleh karena itu, metode dakwah melalui
pengumpulan Al Qur’an yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
melahirkan metode dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti
menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan
lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam
bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relatif panjang karena tidak lekang
oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
c. Metode Dakwah Bil-Yad
Kata tangan disini bukan kata tangan sebagai tekstual tapi secara
kontekstual yang dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif
bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq menggunakan kekuatan kekuasaan sebagai metode dakwah kepada
orang-orang yang membangkang. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengadakan rapat
dengan para sahabat untuk meminta saran dalam memerangi mereka yang tidak
mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat
berpendapat untuk tidak memerangi umat yang tidak beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh
bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang
yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan
mereka dalam hal ini cukup sengit dan saling berlawanan yang berkepanjangan.
Abu Bakar Ash-Shiddiq betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak
dari kata-katanya ini : “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat
kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Saw, akan aku
perangi”. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga menegaskan tekadnya untuk memerangi
orang yang enggan membayar zakat seraya berkata : “Demi Allah aku akan
memerangi siapapun yang memisahkan shalat dengan zakat. Zakat dengan harta
kecuali dengan alasan”. Abu Bakar juga menggunakan kekuatan kekuasaan
untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke
wilayah Irak dan Syria.
d. Metode Dakwah Bil-Hal
Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara
yang telah digariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu
dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar Ash-Shiddiq menunjuk Abu
Ubaidah al-Jarah sebagai bendahara umat (menteri keuangan) yang diserahkan
kepercayaan untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal. Sementara Umar bin
Khattab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman
Kehakiman) yang juga dijalankan langsung oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sendiri.
Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sekretaris terkadang tugas ini juga dilakukan
oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan.
Di samping baitul mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq juga membentuk lembaga pertahanan dan keamanan yang bertugas
mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara
stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah
Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar Ash-
Shiddiq mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah
kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menunjuk Ali bin
Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu 13
Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam,
dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir.
e. Metode Uswatun Hasanah
Dalam Bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata uswah dan
qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi
teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif.
Abu Bakar Ash-Shiddiq menerapkan metode ini dalam dakwah Islamnya baik
sebelum maupun sesudah menjadi khalifah. Selain sopan dan santun, Abu Bakar
Ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras
sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum Islam datang hingga
akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad Saw dan meninggalkan usahanya
demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Ash-Shiddiq
diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikitpun bekas-bekas orang kaya pada
dirinya. Tidak dijumpai pada diri Abu Bakar Ash-Shiddiq rasa gengsi, ingin
dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama
beradadi Madinah bersama Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Ash-Shiddiq
menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang
miskin dan janda yang tidak mampu.
Inilah bentuk ketawadhuan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia tawadhu bukan
hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan
tinggi. Abu Bakar Ash-Shiddiq pada mulanya adalah orang kaya. Ia
menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad Saw dan
Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq merasa bahagia menafkahkan hartanya itu
sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-
pekerjaan orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat
Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq yang rendah hati bukan karena ia tidak punya
apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya.
4. Perkembangan Pendidikan pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, ilmu tidak berkembang maju karena
disibukkan dengan masalah-masalah seperti menumpas nabi palsu, gerakan kaum
murtad, gerakan kaum munafik, dan memerangi yang enggan berzakat.
Sekalipun demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu ;
memperbaiki sosial ekonomi, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dan memperluas
wilayah Islam sampai ke Irak, Persia dan Suriah. Pada masa Abu Bakar Ash-
Shiddiq lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti.
Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah
menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa bangsa yang
telah maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid
ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang
membedakan di antara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat
menengah gurunya belum mencapai status Ulama Besar, sedangkan pada tingkat
tinggi para pengajarnya adalah Ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam dan integritas kesalehan serta kealiman yang diakui masyarakat.
Materi-materi pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari : Al-Qur’an dan
tafsirnya, Hadits dan mengumpulkannya, dan Fiqih. Adapun materi pendidikan
yang diajarkan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk lembaga
pendidikan kuttab adalah belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan
menghafalnya, dan belajar pokok-pokok agama seperti, seperti cara wudhu,
shalat, puasa dan sebagainya.
5. Kontribusi Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Peradaban Islam
a. Memberangkatkan Pasukan Usamah bin Zaid ke Kawasan Syam
Nabi Muhammad Saw telah berencana untuk mengirim pasukan ke wilayah
utara khususnya ke kawasan Syam, rencana tersebut dibuat sebelum beliau
wafat bahkan saat masih sehat. Tujuan beliau untuk berjaga-jaga bila sewaktu
waktu kabilah-kabilah sekutu Romawi menyerang kaum muslim. Hal tersebut
demi menjaga keutuhan wilayah Islam. Pasukan tersebut berangkat dengan
memegang teguh amanat Abu Bakar Ash-Shiddiq dan pulang membawa
keberhasilan menggertak pasukan Romawi selama dua bulan melakukan
ekspedisi.
b. Mengembalikan Kaum Muslimin pada Ajaran Islam yang Benar dan
Memberantas Para Nabi Palsu Banyak kabilah-kabilah Arab di Madinah yang
tidak mau membayar zakat semenjak diangkatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
sebagai pengganti Nabi Muhammad Saw, Hal itu didasarkan karena anggapan
mereka mengenai pembayaran itu sebagai upeti yang sudah tidak berlaku
semenjak kepergian Rasulullah. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
Abu Bakar Ash-Shiddiq melaksanakan perintah untuk mengirimkan Usamah
dikarenakan jumlah kaum Muslim yang sedikit untuk mempertahankan
Madinah. Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian mengerahkan seluruh penduduk
Madinah untuk menyerbu orang-orang Arab yang murtad di sekitar Madinah,
Peristiwa tersebut terjadi tepat 11H di bulan Jumadil akhir. Tatkala pasukan
Abu Bakar Ash Shiddiq bertemu dengan musuh yang berasal dari Bani Abs,
Bani Murrah, Dzubyan dan yang turut bersama mereka dari Bani Kinanah,
datang bantuan dari Thulaihah bersama keponakannya yang bernama Hibal.
Selain itu, Abu Bakar juga memerangi orang yang mengaku sebagai nabi.
Musailamah Al-Kadzdzab adalah orang yang mengaku sebagai nabi, ia berasal
dari Bani Hanifah di Yamamah. Ia mempunyai banyak pengikut yang
meyakini ia sebagai seorangnabi. Ia memiliki pasukan lebih dari empat puluh
ribu serdadu. Untuk menghadapi hal tersebut maka, Khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Maka,
terjadilah perang dahsyat antara kaum muslimin dengan kaum murtad tersebut
yang dikenal dengan Perang Yamamah. Kaum muslimin berhasil mengalahkan
musuhnya bahkan berhasil membunuh nabi palsu tersebut sehingga berhasil
memadamkan gerakan nabi palsu dan kaum murtad. Namun, dalam perang
tersebut banyak dari penghafal Al-Qur’an yang gugur sebagai syuhada.
c. Mengumpulkan Al-Qur’an dalam Satu Mushaf
Di zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq baru dilakukannya penghimpunan
Al-Qur’an ke dalam satu mushaf atau lebih tepatnya setelah peperangan
Yamamah. Sekitar tujuh puluh orang syuhada yang hafal Al-Qur’an terbunuh.
Zaid Bin Tsabit memulai melakukan himpunan Al-Qur’an yang kemudian
dipegang oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga akhir hayatnya. Ketika
kekhalifahan dipegang Umar bin Khattab, himpunan Al-Qur’an pun beralih ke
tangan Umar bin Khattab. Ketika Umar bin Khattab meninggal, dan
kekhalifahan dijabat Utsman Bin Affan, untuk sementara waktu himpunan Al-
Qur’an tersebut dirawat oleh Hafsah binti Umar karena dua alasan : pertama,
Hafsah seorang hafizah dan kedua, dia juga salah seorang istri nabi di samping
sebagai anak seorang khalifah.
d. Mengirim Pasukan ke Irak dan Syam
Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirim pasukan ke wilayah luar Arab dengan
tujuan untuk menyebarkan ajaran agama Islam serta menjaga keutuhan
wilayah kaum muslimin. Di bawah pimpinan Khalid bin Walid, beliau
mengirim pasukan ke Irak yang akhirnya pada tahun 637 M berhasil
menguasai Hirah. Selain mengirim pasukan ke Irak, beliau juga mengirim
pasukan ke Syam. Pimpinan tersebut berada di bawah pimpinan tiga jenderal
yaitu, Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah.
B. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Umar bin Khattab
1. Biografi Singkat Umar bin Khattab
Umar bin Khattab lahir di Makkah dari Bani Adi yang masih satu rumpun
dari Suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin Khattab bin Abdul Uzza.
Ayahnya bernama Khattab bin Nufail dan ibunya bernama Hantamah binti
Hasyim. Lalu saudaranya yaitu, Zaid bin Khattab dan Fatimah binti Al-Khattab.
Istrinya bernama, Ummi Kultsum binti Ali dan Atikah binti Zaid. Memiliki anak
yaitu, Abdullah, Hafsah, Asim, Zaid, Ubaydullah, Az-Zubair bin Bakkar, Fatima,
Zainab, Abdurrahman, Iyad, Ruqayyah, Abdul Rahman. Keluarga Umar
tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada
masa itu merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi. Umar bin Khattab
dikenal memiliki fisik yang kuat, bahkan ia menjadi juara gulat di Makkah. Umar
bin Khattab tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu.
Beliau memiliki watak yang keras hingga dijuluki sebagai “Singa Padang Pasir”.
Beliau termasuk pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional
Arab yang saat itu masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka.
Sebelum memeluk Islam beliau dikenal sebagai peminum berat, namun setelah
menjadi Muslim beliau tidak lagi menyentuh alkohol (khamr) sama sekali,
meskipun saat itu belum diturunkan larangan meminum khamr secara tegas.
Pada masa itu, ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam secara terbuka
di Makkah, Umar bin Khattab bereaksi sangat antipati terhadap Rasulullah. Umar
bin Khattab juga termasuk orang yang paling banyak dan paling sering
menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad Saw.
Pada puncak kebenciannya terhadap Nabi Muhammad Saw, Umar bin Khattab
memutuskan untuk membunuh Rasulullah. Namun dalam perjalanannya, Umar
bin Khattab bertemu dengan salah seorang pengikut Rasulullah yang bernama
Nu’aim bin Abdullah dan memberikan kabar bahwa saudara perempuan Umar
bin Khattab telah memeluk Islam. Karena kabar tersebut, Umar bin Khattab
menjadi terkejut dan kembali ke rumahnya dengan maksud untuk menghukum
adiknya. Dalam riwayatnya, Umar bin Khattab menjumpai saudarinya yang
kebetulan sedang membaca Al-Qur’an surat Thoha ayat 1-8, Umar bin Khattab
semakin marah dan memukul saudarinya. Namun, Umar bin Khattab merasa iba
ketika melihat saudaranya berdarah akibat pukulannya, beliau kemudian meminta
agar ia melihat bacaan tersebut. Beliau menjadi sangat terguncang oleh isi Al-
Qur’an, dan beberapa waktu setelah kejadian itu Umar bin Khattab menyatakan
memeluk agama Islam. Keputusan tersebut membuat hampir seisi Makkah
terkejut karena seorang yang terkenal memiliki watak yang keras dan paling
banyak menyiksa pengikut Nabi Muhammad Saw kemudian memeluk ajaran
yang sangat dibencinya. Akibatnya, Umar bin Khattab dikucilkan dari pergaulan
Makkah dan ia tidak lagi dihormati oleh para petinggi Quraisy. Pada tahun 622,
Umar bin Khattab ikut bersama Nabi Muhammad Saw serta para pengikutnya
berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Umar bin Khattab juga terlibat dalam Perang
Badar, Perang Uhud, Perang Khaibar serta penyerangan ke Syria. Umar bin
Khattab dianggap sebagai orang yang disegani oleh kaum muslimin pada masa
itu selain karena reputasinya pada masa lalu yang sudah terkenal sejak masa
memeluk Islam. Umar bin Khattab juga dikenal sebagai orang terdepan yang
selalu membela Nabi Muhammad Saw dan ajaran Islam pada kesempatan yang
ada. Bahkan beliau tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu
bersama-sama ikut menyiksa para pengikut Nabi Muhammad Saw.
Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi seorang khalifah, Umar bin
Khattab menjadi salah satu penasehatnya, setelah Abu Bakar bin Khattab
meninggal, Umar bin Khattab ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar Ash-
Shiddiq sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam. Selama di bawah
pemerintahan Umar bin Khattab, kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat. Islam
mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan Dinasti Sassanid, serta
mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari ke
Kaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan
Romawi, namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam di bawah
pimpinan Umar bin Khattab. Umar bin Khattab memerintah selama 10 tahun 6
bulan 4 hari. Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Saat terluka parah, dari
pembaringannya ia mengangkat syura (komisi pemilih) yang akan memilih
penerus pemerintahannya. Untuk menentukan penggantinya, Umar bin Khattab
tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tapi ia justru
menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah
seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Utsman, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa`ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin `Auf. Setelah
Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan menunjuk Utsman bin Affan sebagai
khalifah.
2. Kepemimpinan Umar bin Khattab
Dalam menjalankan kepemimpinannya, Umar bin Khattab melakukan
beberapa hal yang menjadi ciri kepemimpinan beliau, di antaranya adalah:
a. Musyawarah
Dalam bermusyawarah Umar bin Khattab tidak pernah memposisikan dirinya
sebagai penguasa ia meletakkan dirinya sebagai manusia yang sama
kedudukannya dengan anggota musyawarah lain ketika ia meminta pendapat ia
tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan khalifah
yang diberi gelar dengan Amirul Mukminin, selalu menanamkan perasaan
bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya ke jalan kebaikan,
menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat karena mereka
membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas
kebaikannya.
b. Kekayaan untuk Rakyat
Pada zaman kepemimpinan Umar bin Khattab, kekayaan negara seutuhnya
digunakan untuk melayani rakyat. Pada waktu itu sesuai dengan kebutuhan,
Umar membangun benteng dan tembok besar guna melindungi umat muslim.
Kota-kota juga dikembangkan untuk mensejahterakan rakyat. Umar bin
Khattab sama sekali tidak pernah berpikir mengambil keuntungan untuk
kesenangan pribadi atau keluarganya. Akan tetapi bisa dibilang kehidupan
Umar bin Khattab cukup zuhud dan tidak terlena dengan kenikmatan dan
kemewahan.
c. Menjunjung Tinggi Kebebasan
Umar bin Khattab pernah berkata pada dirinya sendiri untuk tidak
memperbudak manusia karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam
kondisi bebas merdeka. Menurut Umar bin Khattab setiap orang memiliki
kebebasan. Umar bin Khattab sama sekali tidak takut akan kebebasan
bangsanya karena arti kebebasan menurutnya cukup sederhana dan bersifat
universal. Bagi umar bin Khattab kebebasan yaitu kebebasan kebenaran yang
berarti ada di atas semua peraturan. Kebenaran yang dimaksud itu sendiri
adalah Islam dan bukan kebebasan atas dasar logika liberalis.
d. Siap Mendengar dan Menerima Kritik
Seorang pemimpin juga harus siap mendengar dan menerima kritik. Hal ini
pun termasuk dalam salah satu gaya kepemimpinan Umar bin Khattab. Pernah
suatu saat Umar bin Khattab terlibat dalam percakapan dengan salah seorang
rakyatnya. Rakyat tersebut sangat bersikukuh atas pendapatnya pribadi
sampai-sampai orang tersebut berulang kali mengatakan “takutlah engkau
kepada Allah” yang ditujukan kepada Umar bin Khattab. Melihat hal tersebut
salah satu sahabat Umar bin Khattab membentak balik rakyat tadi. Melihat
tindakan sahabatnya, Umar bin Khattab malah berendah hati dan
mengucapkan “Biarkan dia, sungguh tidak ada kebaikan di dalam diri kalian
apabila tidak mengatakannya, dan tidak ada kebaikan di dalam diri kita apabila
tidak mendengarkannya.”
e. Turun Langsung Mengatasi Masalah Rakyat
Umar bin Khattab sangat populer sebagai seorang pemimpin yang tidak
sungkan untuk terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya. Di saat orang
lain tidur lelap, Umar bin Khattab melakukan patroli untuk memastikan
kondisi rakyatnya. Umar bin Khattab senantiasa khawatir apabila ada
rakyatnya yang tidak bisa tidur karena kelaparan. Benar saja. Suatu waktu
pernah Umar bin Khattab menemukan seorang ibu yang anak-anaknya
menangis akibat kelaparan. Sementara sang ibu tidak memiliki bahan makanan
untuk dimasak. Maka Umar bin Khattab pun menuju Baitul Mal dan
membawakan gandum untuk keluarga tersebut.
3. Metode Dakwah pada Masa Umar bin Khattab
Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin
Khattab menempuh metode dakwah sebagai berikut:
a. Pengembangan Wilayah Islam
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, usaha pengembangan Wilayah
Islam terus dilanjutkan. Kemenangan dalam Perang Yarmuk pada masa Abu
Bakar Ash-Shiddiq, membuka jalan bagi Umar bin Khattab untuk
menggiatkan lagi usahanya. Dalam pertempuran di Ajnadin tahun 16 H/ 636
M, tentara Romawi dapat dikalahkan. Selanjutnya beberapa kota di pesisir
Syiria dan Pelestina, seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon
dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun 18 H/ 638 M dengan diserahkan
sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin Khattab
melanjutkan perluasan dan pengembangan wilayah Islam ke Persia yang telah
dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Pasukan Islam yang
menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas.
Dalam perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa
kota, seperti Kadisia tahun 16 H/ 636M, kota Jalula tahun 17 H/ 638 M.
Madain tahun 18 H/ 639 M dan Nahawand tahun 21 H/ 642 M. Khalifah Umar
bin Khattab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat itu
penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami
penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengharapkan bantuan dari
orang-orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina,
Khalifah Umar bin Khattab memberangkatkan pasukannya yang berjumlah
4000 orang menuju Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama
adalah menghancurkan pintu gerbang al-Arisy, lalu berturut-turut al-Farma,
Bilbis, Tendonitis (Ummu Dunain), Ain Sams, dan juga berhasil merebut
benteng Babil dan Iskandariyah.
b. Mengeluarkan Undang-undang
Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khattab selama ia menjabat khalifah
adalah menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang.
Diadakan kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran
dalam jual beli, mengatur kebersihan jalan dan lain-lain.
c. Membagi Wilayah Pemerintahan
Khalifah Umar bin Khattab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah
pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah
bertindak sebagai pemimpin pemerintahan pusat, sedangkan di daerah
dipegang oleh para gubernur yang membantu tugas pemerintahan khalifah di
daerah-daerah.
4. Perkembangan Pendidikan Masa Umar bin Khattab
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pendidikan juga tidak jauh berbeda
dengan pendidikan sebelumnya. Pola pendidikan di masa ini mengalami
perkembangan. Khalifah pada saat itu mengadakan penyuluhan (pendidikan) di
kota Madinah. Ia juga menerapkan pendidikan di masjid dan mengangkat guru
dari sahabat-sahabat untuk tiap-tiap daerah ditaklukan. Para sahabat tersebut
bukan hanya bertugas mengajarkan Al-Qur’an tetapi juga Fiqih dan lainnya,
adapun tenaga pengajar sebagian besar para sahabat yang senior antara lain
Abdurarrahman bin Ghanam di (Suriah). Hasan bin Abi Jabalah di (Mesir).
Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan menulis
Al Qur’an dan menghafalkannya serta mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam.
Namun pendidikan pada masa Umar bin Khattab lebih maju dibandingkan
dengan pendidikan sebelumnya. Pada masa ini tuntunan untuk mulai belajar
bahasa Arab sudah mulai tampak. Sehingga orang-orang yang masuk Islam dari
daerah yang ditaklukan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh
karena itu, pada masa Khalifah Umar bin Khattab sudah terdapat pengajaran
Bahasa Arab. Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan di masa Khalifah Umar bin
Khattab lebih maju sebab selama Umar bin Khattab memerintah Negara dalam
keadaan stabil dan aman ini disebabkan di samping diterapkan di mesjid sebagai
pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat Islam di berbagai daerah
dengan materi yang dikembangkan baik ilmu bahasa menulis dan pokok ilmu-
ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan Gubernur yang berkuasa
pada masa Khalifah Umar bin Khattab serta kemajuan di berbagai bidang.
Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambil dari baitul mal dan
daerah yang ditaklukkan. Sehingga dapat dipahami bahwa pola pendidikan yang
ada pada masa pemerintahan Umar bin Khattab lebih maju dan berkembang
dibandingkan dengan pendidikan yang ada pada masa pemerintahan Abu bakar
Ash-Shiddiq.
5. Kontribusi Umar bin Khattab dalam Peradaban Islam
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka Umar bin Khattab menganggap bahwa tugasnya
yang pertama adalah mensukseskan ekspedisi yang telah dirintis oleh
pendahulunya. Di zaman Umar bin Khattab, gelombang ekspansi (perluasan
daerah kekuasaan) pertama terjadi di ibu kota Syiria, Damaskus yang jatuh tahun
635 M. Setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran
Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan
memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan
Amru bin `Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa`ad bin Abi Waqqash.
Iskandaria, ibu kota Mesir ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir
jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Irak
juga ditaklukkan tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia,
al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul pun dapat
dikuasai.
Perebutan atas kekuatan yang strategis tersebut berlangsung dengan cepat
dan memberi prestise di mata dunia. Suatu tenaga yang digerakkan oleh kekuatan
gaib telah meluluhlantakkan kerajaan Persia dan Romawi. Operasi-operasi yang
dilakukan di Irak, Syiria, dan Mesir termasuk yang paling gemilang dalam
sejarah ilmu siasat perang yang tidak kalah dibandingkan dengan Napoleon,
Hannibal, atau Iskandar Zulkarnain. Pusat kekuasaan Islam di Madinah
mengalami perkembangan pesat. Oleh karena itu, Umar bin Khattab segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah
berkembang, terutama di Persia. Pada masa pemerintahannya Umar bin Khattab
membentuk Baitul Mal dan Dewan Perang. Baitul Mal bertugas mengurusi
keuangan negara. Dewan perang bertugas mencatat administrasi ketentaraan.
Umar bin Khattab adalah Khalifah pertama kali yang memperkenalkan sistem
penggajian bagi pegawai pemerintah. Ia juga memberikan santunan dari Baitul
Mal kepada seluruh rakyatnya. Besarnya santunan disesuaikan lamanya memeluk
Islam.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, kemakmuran dapat dinikmati rakyat
dari seluruh pelosok negeri. Umar bin Khattab telah berhasil membuat dasar-
dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani masyarakat baru
yang terus berkembang. Tindakan yang dilakukan umar bin Khattab adalah
menata pemerintahan dengan membentuk departemen-departemen (diwan),
mengadopsi model Persia. Tugas diwan adalah menyampaikan perintah dari
pemerintah pusat ke daerah-daerah dan menyampaikan laporan tentang perilaku
dan tindakan penguasa daerah kepada khalifah. Untuk memperlancar hubungan
antar daerah, wilayah negara dibagi menjadi 8 provinsi meliputi : Syiria, Hijaz,
Iran, Irak, Mesir, Palestina, Mesopotamia, Syiria Utara. Masa inilah mulai diatur
pembayaran gaji dan pajak tanah. Pada masa Umar bin Khattab, lembaga
yudikatif dipisahkan dengan didirikannya lembaga pengadilan, bahkan hingga di
daerah-daerah. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, dibentuk jabatan
kepolisian dan juga jabatan pekerjaan umum. Selain itu, Umar bin Khattab
mencetuskan kalender Hijriah, yang ditetapkan mulai pada saat Nabi Muhammad
Saw Hijrah dari Makkah ke Madinah. Alasannya karena hijrah merupakan titik
balik kemenangan Islam. Hijrah juga menandai dua periode dakwah Islam, yakni
periode Makkah dan Madinah. Khalifah meletakkan prinsip-prinsip dasar
demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan
sipil yang sempurna, dan menjamin kesamaan hak. Selain mahir dalam
menciptakan pemerintahan baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang
kebijakannya yang lalu untuk kemaslahatan umat. Misalnya mengenai tanah
yang diperoleh dari hasil peperangan, Umar membiarkan tanah digarap oleh
pemiliknya sendiri, sebagai gantinya, terhadap tanah itu dikenakan pajak (al-
kharaj).
C. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Utsman bin Affan
1. Biografi Singkat Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah salah seorang sahabat Rasulullah Saw yang
termasuk dari Assabiqunal Awwalun (orang yang pertama masuk Islam). Beliau
masuk Islam atas ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau berasal dari suku
Quraisy. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abu Al-‘Ash bin
Umayyah bin Abdu Shams bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya
bertemu dengan Rasulullah pada Abdu Manaf bin Qushay. Ibunya bernama Arwa
binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay.
Utsman bin Affan merupakan cucu bibi dari Rasulullah. Karena nenek Utsman
bin Affan dari jalur ibunya, yaitu Ummu Hukaim Al-Baidha’ binti Abdul
Muthalib adalah saudara perempuan sekandung dari Abdullah bin Abdul
Muthalib, ayah Rasulullah.Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi Muhammad
Saw yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Beliau dijuluki dzun nurain,
yang berarti memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah
menikahi putri kedua dan ketiga dari Rasulullah yaitu Ruqayah dan Ummu
Kultsum. Beliau juga dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonomi yang
handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya
kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Setelah wafatnya Umar bin Khattab
sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah
selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi
Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair
bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auf,
Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah
mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara
masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga.
Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan
yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi
pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam
telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Utsman bin Affan adalah khalifah pertama yang melakukan perluasan
masjid al-Haram (Mekah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai
umat Islam yang menjalankan haji. ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi
rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara
yang sebelumnya dilakukan di masjid, membangun pertanian, menaklukkan
Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga
membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat
mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang
tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikannya dengan orang-orang yang
lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan
sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.
2. Kepemimpinan Utsman bin Affan
a. Bidang Politik dalam Negeri
Lembaga pemerintahan dalam negeri pada masa Utsman bin Affan terbagi
menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Pembantu (Wazir/ Muawin). Wazir/ Muawwin adalah pembantu yang
diangkat oleh khalifah agar membantu tugas-tugas serta tanggung jawab
kekhalifahan. Tugas dari Wazir/ Muawin ini adalah membantu khalifah dalam
bidang pemerintahan (Muawin Tanfidz) dan membantu khalifah dalam bidang
administrasi (Muawin Tafwidz). Wazir/ Muawinpada masa khalifah Utsman
bin Affan adalah Marwan bin Hakam. Bukan hanya menjadi pembantu saja,
Marwan bin Hakam juga menjadi sekretaris negara.
2) Pemerintahan daerah/gubernur. Awal pemerintahan khalifah Utsman bin
Affan para pemimpin daerah yang telah diangkat oleh Umar bin Khattab telah
menyebar ke berbagai dan kota Islam. Utsman bin Affan menetapkan
kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah diangkat oleh Umar bin
Khattab. Masa para gubernur ini untuk memerintah lagi yaitu selama satu
tahun penuh. Kebijakan ini adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang
menyuruh untuk menetapkan pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama
satu tahun (Syalabi, 2013: 336-338).
b. Hukum
Pentingnya masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam
dua hal yang mendasar, antara lain:
1) Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum,
terikat dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan menaati teks yang
ada.
2) Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam
yang semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah beraneka
ragam (Syalabi, 2013: 174-176).27
3) Hakim-hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain : Zaid bin
Tsabit yang bertugas di Madinah, Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus, Ka’ab
bin Sur bertugas di Bashrah, Syuraih di Kufah, Ya’la ibn Umayyah di Yaman,
Tsumamah di Sana’a, dan Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir.
c. Baitul Mal (Keuangan)
Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan. Bentuk peran
Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan negara. Tugas Baitul Mal
mulai dari membayar gaji para khalifah, gaji para pemimpin daerah
(gubernur), gaji para tentara, dan gaji para pegawai yang bekerja di pusat
pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua masalah pajak, dan masalah-
masalah sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil dari hasil rampasan
perang, pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana haji, dana perang
semua yang mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas izin
khalifah Utsman bin Affan.
d. Militer
Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan
Islam seperti al-Walid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh
militer tersebut sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang terjadi
setelah pemerintahan Umar. Keseriusan Utsman bin Affan dalam bidang
militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada waktu itu. Kemajuan
pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12 tahun juga
dikarenakan mampu menjaga kedaulatan di daerah kekuasaannya. Kemajuan
militer pada waktu itu membawa pemerintahan Islam di bawah kepemimpinan
Utsman bin Affan ke puncak kejayaan.
e. Majelis Syuro
Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam
menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Orang non
muslim juga diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro untuk
menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa atau
penyimpangan dalam pelaksanaan hukum Islam. Majelis syura dibagi menjadi
tiga, yaitu ; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat
tinggi dan umum.
f. Bidang Politik Luar Negeri
Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan daerah-
daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia, Tabaristan, dan
Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, dan hasil
bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam pada masa
khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh wilayah tersebut. Masih ada
wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam diantaranya : Armenia, Tripoli,
An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada masa pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan wilayah taklukkan Islam semakin bertambah luas dan
semakin bertambah banyak.
g. Bidang Ekonomi
Pada masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat
berkembang dengan maju dan pesat. Utsman bin Affan menggunakan prinsip
prinsip politik ekonomi yang dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip
tersebut sebagai berikut:
1) Menerapkan politik ekonomi secara Islam.
2) Tidak berbuat zalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak.
3) Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada
Baitul Mal.
4) Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.
5) Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzimmi untuk diserahkan
kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta tidak menzalimi
mereka.
6) Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji.
7) Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat
menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum.
Eksistensi Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya
pemasukan dan pengeluaran dalam bidang ekonomi. Pemasukan dan pengeluaran
tersebut, antara lain:
1)Pemasukan keuangan, berupa: zakat, harta rampasan perang (ghanimah), harta
jizyah, harta kharaj (pajak bumi), dan usyur (sepersepuluh dari barang
dagangan).
2)Pengeluaran keuangan, berupa: gaji para walikota dari kas Baitul Mal, gaji
para tentara dari kas Baitul Mal, kas umum untuk haji dari Baitul Mal, dana
perluasan masjidil haram dari Baitul Mal, dana pembuatan armada laut
pertama kali, dana pengalihan pantai dari syuaibah ke Jeddah, dana
pengeboran sumur dari Baitul Mal, dana untuk para muadzin dari Baitul Mal,
dan dana untuk tujuan-tujuan mulia Islam.
h. Bidang Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab masyarakat tidak diberi kebebasan
untuk melakukan segala hal. Semua kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk
keluar daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu tertentu, dan banyak
permintaan izin demikian itu ditolak. Akan tetapi, pada masa khalifah Utsman
bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya untuk keluar daerah.
Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah daripada saat masa
Umar bin Khattab yang dirasakan terlalu keras dan ketat dalam
pemerintahannya (Amin, 2010: 105-107).
i. Bidang Agama
1) Mengerjakan shalat. Pada tahun 29 H/ 650 M Utsman bin Affan mengerjakan
shalat empat rakaat di Mina secara berjamaah. Shalat yang dilaksanakan oleh
Utsman bin Affan ini membawa kebingungan terhadap para sahabatnya, ketika
semua orang mengerjakan shalat berjamaah sebanyak dua rakaat, maka Utsman
bin Affan mengerjakan shalat sebanyak empat rakaat. Kebijakan yang diambil
khalifah Utsman bin Affan dengan mengerjakan shalat empat rakaat penuh di
Mina dan Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya terhadap umat Islam.30
2) Ibadah Haji Khalifah Utsman bin Affan adalah salah satu orang yang mengerti
tentang hukum-hukum ibadah haji. Utsman bin Affan juga melarang umatnya
untuk beribadah haji jika tidak sesuai hukum-hukum haji.
3) Pembangunan Masjid, seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid
Quba.
4) Pembukuan Al-Qur’an Penyusunan kitab suci Al-Qur’an adalah suatu hasil
dari pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Tujuan penyusunan kitab suci
Al-Qur’an ini untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan
Al Qur’an. Utsman bin Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam
dalam satu bacaan.
5) Penyebaran Agama Islam Penyebaran agama Islam pada masa khalifah
Utsman bin Affan salah satunya dilakukan dengan cara ekspedisi ke wilayah-
wilayah. Ekspedisi yang dilakukan bukan hanya untuk menaklukan daerah
saja, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam.
3. Metode Dakwah pada Masa Utsman bin Affan
Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin
Khattab menempuh jalan dan metode dakwah sebagai berikut :
a) Perluasan Wilayah. Pada masa khalifah Utsman bin Affan terdapat juga
beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah
melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan, Azerbaijan dan
Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar lagi
setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut
ditaklukannya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau
Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas
daerah kekuasaan Islam di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah
melakukan pengamanan terhadap para pemberontak di daerah Azerbaijan dan
Rai, karena mereka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan
di Persia.
b) Standarisasi Al-Qur’an. Pada masa Utsman bin Affan, terjadi perselisihan di
tengah kaum muslimin perihal baca Al-Qur’an (qiraat). Perlu diketahui
terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam cara membaca.
Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini
dilaporkan oleh Hudzaifah al-Yamani kepada Khalifah Utsman bin Affan.
Menanggapi laporan tersebut, Khalifah Utsman bin Affan memutuskan untuk
melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang
akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian,
perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari. Dalam
menyusun cara baca Al Qur’an resmi ini, Khalifah Utsman bin Affan
melakukannya berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang
disusun oleh Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa
salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan Makkah.
Satu mushaf disimpan di Madinah. Mushaf-mushaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Utsman bin Affan
mengharuskan umat Islam menggunakan Al Qur’an hasil salinan yang telah
disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al Qur’an dengan cara baca yang
lainnya dibakar.
c) Pembangunan Fisik. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa
Utsman bin Affan tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Utsman bin Affan
berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan
mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah.
4. Perkembangan Pendidikan pada Masa Utsman bin Affan
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan Pendidikan tidak
berbeda jauh dengan masa sebelumnya. Khalifah merasa sudah cukup dengan
pendidikan yang sudah berjalan. Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan
apa yang telah ada. Hanya sedikit perubahan yang mewarnai pelaksanaan
pendidikan Islam dari apa yang telah ada. Para sahabat besar Rasulullah Saw
yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah Saw pada masa Khalifah Umar
tidak diizinkan meninggalkan Madinah, maka pada masa Khalifah Utsman bin
Affan diberikan sedikit kelonggaran untuk keluar Madinah dan menetap di
daerah-daerah yang mereka sukai. Di daerah-daerah yang baru tersebut mereka
mengajarkan ilmu-ilmu keislaman yang mereka miliki dan dapatkan langsung
dari Rasulullah Saw. Kebijakan ini besar sekali manfaatnya bagi pelaksanaan
pendidikan Islam di daerah daerah yang baru. Sebelumnya umat Islam di luar
Madinah dan Makkah, khususnya dari luar Semenanjung Arabia harus
menempuh perjalanan yang jauh, melelahkan dan memakan waktu yang lama
untuk bisa menuntut ilmu-ilmu agama Islam di Madinah. Tetapi dengan
tersebarnya para sahabat Rasulullah Saw, yang langsung mendapatkan
pengajaran dari Rasulullah ke berbagai daerah meringankan umat Islam di
daerah-daerah yang baru untuk belajar ilmu-ilmu agama Islam kepada para
sahabat Nabi yang mempunyai pengetahuan yang banyak dalam ilmu-ilmu
agama Islam di daerah mereka sendiri atau di daerah yang terdekat.
Pada masa Utsman bin Affan menjadi khalifah, ilmu pengetahuan klasik
Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu ‘ulum an-naqliyah, yang bersumber pada
Alquran atau dalil Naql (disebut juga `ulum al-syari`ah, dan `ulum al-`aqliyah
(`ulum al-`ajam). Dalam periode Khulafaurrasyidin masih didominasi oleh ilmu-
ilmu naqliyah. Lahirnya ilmu Qira’at erat kaitannya dengan membaca dan
mempelajari Alquran. Pada masa ini, muncul ilmu tafsir yang berguna untuk
memahami ayat-ayat Alquran. Ilmu Hadis belum dikenal pada masa ini, namun
pengetahuan tentang hadis sudah berkembang luas di kalangan umat Islam. Ilmu
Nahwu berkembang di Basrah dan Kufah, Ali bin Abi Thalib adalah pembina
dan penyusun pertama dasar-dasar ilmu nahwu. Khat Al-Qur’an berkaitan erat
dengan penulisan dan penyebaran Al Qur’an. Pada masa ini Al-Qur’an ditulis
dengan tulisan Kufi, sedangkan untuk surat menyurat ditulis dengan tulisan
naskhi. Perkembangan ilmu Fikih tidak dapat dilepaskan dari Al-Qur’an dan
hadis sebagai sumbernya. Karena itu, tidak heran jika ahli Fikih pada umumnya
ahli dalam Al-Qur’an dan hadis.
5. Kontribusi Utsman bin Affan dalam Peradaban Islam
Pada tahun pertamanya, Utsman melanjutkan kebijakan-kebijakan Umar
terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis
yang telah dikuasai Islam seperti Mesir dan Irak terus dilindungi. Di masa
pemerintahan Utsman, wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian
yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristall berhasil direbut. Namun
begitu, satu usaha cemerlang telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar
biasa bagi pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu
Bakar untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an, Khalifah Utsman bin
Affan memerintahkan agar mushaf yang dikumpulkan di masa Abu Bakar,
disalin oleh Zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin ‘Ash, dan
Abdurrahman bin Harits. Penyalinan ini dilatarbelakangi oleh perselisihan dalam
bacaan Al-Qur’an. Menyaksikan perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman melapor
kepada Khalifah Usman dan meminta Khalifah untuk menyatukan bacaan Al-
Qur’an.
Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan tersebut sekaligus menyatukan
bacaan Al-Qur’an dengan pedoman apabila terjadi perselisihan bacaan antara
Zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun, hendaknya ditulis sesuai lisan
Quraisy karena Al-Qur’an itu diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit
bukan orang Quraisy, sedangkan ketiga orang anggotanya adalah orang Quraisy.
Setelah selesai menyalin mushaf itu, Utsman bin Affan memerintahkan para
penulis Al-Qur’an untuk menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke
Mekah, Kuffah, Bashrah, dan Syam. Khalifah Utsman sendiri memegang satu
mushaf yang disebut mushaf al-Imam. Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ke
tempat penyimpanan semula, yaitu di rumah Hafsah. Khalifah Utsman bin Affan
meminta agar umat Islam berpegang teguh pada apa yang tertulis di mushaf yang
dikirimkan kepada mereka. Sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada di tangan
umat Islam segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan
bacaan Al-Qur’an serta menjaga keasliannya. Fungsi Al-Qur’an sangat
fundamental bagi sumber agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga
keaslian Al-Qur’an dengan menyalin dan membukukannya merupakan suatu
usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam di masa mendatang.
Mushaf Al-Qur’an yang ada di Madinah, Makah, Kuffah, Bashrah, dan
Syam memiliki jenis yang sama, yaitu mushaf Utsmani. Pada masa Khalifah
Utsman bin Affan muncullah Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan
membaca dan memahami Al-Qur’an. Ilmu ini muncul pada masa Khalifah
Utsman bin Affan karena adanya beberapa dialek bahasa dalam membaca dan
memahaminya dan dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam membaca dan
memahaminya. Oleh karena itu, diperlukan standarisasi bacaan dengan kaidah-
kaidah tersendiri. Hal lain yang dilakukannya adalah membangun sebuah
bendungan yang besar untuk melindungi Madinah dari bahaya banjir dan
mengatur persediaan air untuk kota itu. Ia juga membangun jalan, jembatan,
rumah tamu di berbagai wilayah dan memperluas masjid Nabawi. Selain hal
tersebut, kontribusi Utsman bin Affan pada bidang sastra juga berpengaruh.
Pada masa ini, pengamat sastra pada umumnya terbagi menjadi dua
pendapat besar :
a. Sastra mengalami stagnasi karena perhatian lebih pada Al-Qur’an, sehingga
syair kurang berkembang.
b. Al-Quran sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra, karena dalam
berdakwah diperlukan bahasa yang indah. Prosa yang tertuang dalam 2 bentuk,
yaitu khithabah (bahasa pidato) dan khithabah (bahasa korespondensi).
Khithabah menjadi alat paling efektif, namun sastra kurang berkembang pada
masa ini.
Pada bidang arsitektur dimulai tumbuhnya dari Masjid. Beberapa masjid
yang dibangun pada masa ini:
a. Masjid al-Haram. Masjid ini dibangun oleh Nabi Ibrahim, dan pada masa
Umar masjid ini diperluas dengan membeli rumah- rumah di sekitarnya.
Masjid dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi 1,5 meter. Lalu pada masa
Usman, masjid ini diperluas lagi.
b. Masjid Madinah (Nabawi). Masjid ini didirikan oleh Rasulullah pada saat
pertama kali ke Madinah. Pada masa Umar bin Khattab masjid ini diperluas,
dan pada masa Utsman bin Affan diperluas lagi dan diperindah. Dindingnya
diganti dengan batu, dan dihiasi dengan ukiran-ukiran. Tiang tiangnya dibuat
dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya dari kayu pilihan,
unsur estetis mulai diperhatikan.
c. Masjid al-`Atiq. Masjid inilah yang pertama kali didirikan di Mesir pada masa
Umar bin Khattab. Terletak di utara Babylon, tidak bermihrab, mempunyai
tiga pintu, dilengkapi dengan tempat berteduh para musafir.
d. Dibangun sebuah bendungan yang besar untuk melindungi Madinah dari
bahaya banjir, mengatur persediaan air untuk kota, membangun jalan,
jembatan, rumah tamu di berbagai wilayah dan memperluas masjid Nabawi.
D. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Ali bin Abi Thalib
1. Biografi Singkat Ali bin Abi Thalib
Ali dilahirkan di Makkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Ali
dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599
Masehi atau 600. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah.
Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian
riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30
tahun bahkan 32 tahun. Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad
adalah salah seorang paman dari Muhammad Saw. Assad yang berarti singa
adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat
menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekah.
Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad, Ayahnya
memanggil dengan Ali yang berarti tinggi (derajat di sisi Allah). Ali dilahirkan
dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan anak dari
Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak
dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi
Muhammad Saw karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan fakirnya
keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi Muhammad Saw bersama
istri dia Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini
sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi
sejak kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan
Muhammad Saw. Ketika Nabi Muhammad Saw menerima wahyu, riwayat-
riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang
mempercayai wahyu tersebut atau orang ke-2 yang percaya setelah Khadijah istri
nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari
nabi Muhammad Saw karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat
dengan nabi hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi menantu nabi. Hal inilah
yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran
tertentu masalah ruhani (spirituality dalam Bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih
suka menyebut istilah Ihsan) atau yang kemudian dikenal dengan istilah tasawuf
yang diajarkan nabi khusus kepada dia tetapi tidak kepada murid-murid atau
sahabat-sahabat yang lainnya. Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum
agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang
diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara
masalah rohani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam semua
aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (syariah) dan bathin (tasawuf) menjadikan
Ali sebagai seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Pada malam
hari menjelang hijrah Nabi ke Madinah, Ali bersedia tidur di kamar Rasulullah
untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah
Rasululah. Dia tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu
menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam
perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah
az Zahra putri Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika
Fatimah masih hidup. Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah
dengan Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba
binti Rabia, Umamah binti Abil Ash, Khaulah binti Ja'far, Ummu Said binti
Urwah, dan Mahabba binti Imru Al Qais. Peristiwa pembunuhan terhadap
Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam
yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara.
Pemberontak yang menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali
bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair
bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah memaksa dia, sehingga akhirnya Ali
menerima bai'at mereka. Ali satu-satunya Khalifah yang dibaiat secara massal,
karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda beda.
Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar
umat Islam:
(a) Tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah;
(b) Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara dan
sesama manusia;
(c) Saling memelihara kehormatan di antara sesama Muslim dan umat lain;
(d) Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum;
(e) Taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak lama setelah dia di bai’at, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair
dan Aisyah. Yang dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta). Dengan demikian
masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan
antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Utsman bin Affan. Namun
Ali menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan
mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang
memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip negara untuk mengamankan
dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah,
serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.Beberapa
kebijakan Ali mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur. Di
Damaskus, Mu'awiyah yang didukung oleh sejumlah mantan pejabat tinggi yang
merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Sehingga terjadilah pertempuran
yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim
(arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan
menyebabkan timbulnya golongan ketiga yang Khawarij.
2. Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib wilayah kekuasaan
Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke
Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang
bukan berasal dari kalangan bangsa Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam
membaca teks Al Qur'an atau Hadist sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali
bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi
orang-orang yang mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya yang berbahasa
Arab. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad al-
Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu (Qawaid Nahwiyah). Dengan
adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari
bahasa Al-Qur'an, maka orang orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab
mendapatkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
Dengan demikian Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai penggagas ilmu Nahwu
yang pertama. Setelah pasca terbunuhnya Utsman, masyarakat Islam
memproklamirkan Ali sebagai seorang khalifah. Selama masa pemerintahannya,
ia menghadapi berbagai pergolakan. Pemerintahannya nyaris tidak pernah
berjalan dengan stabil.
Mulailah Ali mengambil sebuah kebijakan-kebijakan, diantaranya :
a. Memecat Para Gubernur yang Kurang Cakap
Ali bin Abi Thalib memecat sebagian besar gubernur yang diangkat oleh
Utsman bin Affan, kemudian menggantinya dengan tokoh-tokoh lain. Menurut
pengamatan khalifah Ali bin Abi Thalib, para gubernur inilah yang
menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan karena keteledoran
mereka. Mereka melakukan itu dikarenakan khalifah Utsman bin Affan pada
paruh kedua masa kepemimpinannya tidak mampu lagi mengontrol para
penguasa yang berada di bawah pemerintahannya. Hal itu disebabkan usianya
yang sudah lanjut. Pemberontakan ini pada akhirnya membuat sengsara banyak
rakyat, sehingga rakyat pun tidak suka pada mereka. Berdasarkan pengamatan
inilah khalifah Ali bin Abi Thalib memecat mereka. Adapun para gubernur
yang diangkat khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti gubernur lama,
diantaranya : Sahl bin Hanif sebagai gubernur Syria, Umrah Ibnu Syihab
sebagai gubernur Kufah, Qais bin Sa'ad sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu
Abbas sebagai gubernur Yaman.
b. Menarik Kembali Tanah Milik Negara
Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, banyak para kerabatnya
yang diberikan fasilitas dalam berbagai bidang tanpa prosedur yang sah. Oleh
sebab itu, saat Ali bin Abi Thalib menjadi seorang khalifah, beliau memiliki
rasa tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikannya. Beliau juga
berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Utsman Bin Affan kepada
keluarga dan kerabatnya, dengan menyerahkan hasilnya kepada negara.
Kemudian memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan Islam
sebagaimana pernah diterapkan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin
Khattab. Saat Khalifah Ali bin Abi Thalib, Oposisi (penentang) terhadap Ali
secara terang-terangan dimulai dari Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Mereka
menuntut khalifah menghukum para pembunuh Utsman. Tuntutan yang sama
diajukan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, karena Muawiyah sendiri terancam
kedudukannya sebagai gubernur Syria. Bahkan ia menghasut dan mengajak
para mantan gubernur yang diberhentikan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib
untuk bekerjasama menjatuhkan kekuasaan Ali bin Abi Thalib dan
menuduhnya sebagai orang yang mendalangi pembunuhan tersebut, jika Ali
tidak menemukan dan menghukum pembunuh yang sesungguhnya. Kemudian
terjadilah perang Jamal, perang Shiffin, dan sebagainya.
Adapun tipe-tipe kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
a. Tipe Demokratis
Mulai berkembangnya paham demokrasi, paham demokrasi ini merupakan
paham yang dikembangkan dan dianut oleh kaum Khawarij. Menurut mereka
khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh umat Islam secara
demokratis. Ali Bin Abi Thalib menerima kekhalifahan dan mau dibaiat, tetapi
bai’at harus dilakukan di Masjid dan di depan masyarakat banyak dan tidak
tersembunyi, atas kerelaan kaum muslimin. Bai’at berlangsung di Masjid
Nabawi, termasuk kaum Muhajirin dan Anshar dan tidak ada penolakan,
termasuk para sahabat besar, kecuali ada tujuh belas sampai dua puluh orang.
b. Tipe Karismatik
Sifat Ali di hari pertama kekuasaannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib selalu
memperhatikan dan mencermati keadaan rakyatnya. Berusaha meneliti apa-
apa yang mengganggu, menyakiti, dan menyulitkan hidup mereka. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Khalifah Ali bin Abi Thalib membuat
saluran air untuk mengairi lembah-lembah dan membuat sejumlah tempat
pemandian umum di jalan-jalan yang dilintasi kaum muslim. Ia juga sering
berjalan-jalan di pasar seraya memperingatkan para pedagang agar tidak
melakukan pekerjaan mereka tanpa mengetahui fiqih muamalah. Ia
berkata,”orang yang berdagang dan tidak mengetahui fiqih maka ia jatuh
dalam riba, kemudian melakukan riba, dan melakukannya lagi.
c. Tipe Milliteristik
Dalam bidang pemerintahan, Ali bin Abi Thalib berusaha mengembalikan
kebijaksanaan khalifah Umar bin Khattab pada tiap kesempatan yang
memungkinkan. Ia melakukan beberapa hal, yaitu:
1) Membenahi dan menyusun arsip negara dengan tujuan untuk mengamankan
dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah;
2) Membentuk kantor hajib (perbendaharaan);
3) Mendirikan kantor shahib al-Shurta (pasukan pengawal);
4) Mendirikan lembaga qadhi al-Mudhalim suatu unsur pengadilan yang
kedudukannya lebih tinggi dari qadhi (memutuskan hukum) atau muhtasib
(mengawasi hukum).
Lembaga ini bertugas untuk menyelesaikan perkara-perkara yang tidak
dapat diputuskan oleh qadhi atau penyelesaian perkara banding. Mengorganisir
polisi sekaligus menetapkan tugas-tugas mereka. Mengenai bidang kemiliteran,
kaum muslimin pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib telah berhasil meluaskan
wilayah kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan
ditumpas, orang Arab mengandalkan penyerangan laut atas Konkan (pantai
Bombay). Negarawan yang juga ahli perang ini mendirikan pemukiman-
pemukiman militer di perbatasan Syiria. Sambil memperkuat daerah perbatasan
negaranya, ia juga membangun benteng-benteng yang tangguh di Utara
perbatasan Parsi.
3. Metode Dakwah pada Masa Ali bin Abi Thalib
Metode dakwah yang dilakukan oleh setiap orang bisa berbeda-beda, begitu
juga Ali bin Abi Thalib. Saat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah beliau berjalan
hilir mudik di beberapa pasar untuk melakukan pengawasan tanpa disertai
pengawal. Di situ beliau memberikan petunjuk-petunjuk, membantu yang lemah,
berbincang bincang dengan para pedagang, serta memerintahkan kepada mereka
agar tawadhu, bergaul dengan baik yang disertai dengan membacakan ayat-ayat
Al-Quran. Ali bin Abi Thalib selalu berada di tengah-tengah orang banyak untuk
mengetahui segala kebutuhan mereka, beliau mengamati timbangan serta barang-
barang yang tidak laku di pasar. Ali bin Abi Thalib secara ketat mengawasi para
gubernurnya, pasukan dan para pegawai serta memerintahkan kepada mereka
agar bersikap lemah lembut dan tawadhu dalam bergaul dengan orang banyak.
Dalam melakukan dakwah, Ali bin Abi Thalib melakukan dakwah bil hikmah,
dakwah mauizatul hasanah dan juga dakwah bi al mujadalah.
4. Perkembangan Pendidikan pada Masa Ali bin Abi Thalib
Ilmu pengetahuan klasik Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu ‘Ulum
an naqliyah, yang bersumber pada Al-Qur’an atau dalil Naql (disebut juga
`Ulum al Syari`ah, dan `Ulûm al-`Aqliyah (`ulum al-`ajam). Dalam periode
Khulafaurrasyidin masih didominasi oleh ilmu-ilmu naqliyah. Lahirnya ilmu
Qira’at erat kaitannya dengan membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Pada masa
ini, muncul ilmu tafsir yang berguna untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Ilmu
Hadis belum dikenal pada masa ini, namun pengetahuan tentang hadis sudah
berkembang luas di kalangan umat Islam. Ilmu Nahwu berkembang di Basrah
dan Kufah, Ali bin Abi Thalib adalah pembina dan penyusun pertama dasar-
dasar ilmu nahwu. Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib,
penulisan huruf hijaiyyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah,
fathah, dhammah, tasydid dan lainnya. Hal itu menyebabkan banyaknya
kesalahan bacaan teks Al Qur’an dan hadis. Untuk menghindari kesalahan yang
fatal dalam bacaan Al-Qur’an dan hadis, khalifah Ali bin Abi Thalib
memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu
nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata Bahasa Arab. Nilai pendidikan Islam
yang bisa kita ambil dari kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib yaitu
bertanggung jawab, berani, sederhana, dan adil. Kepemimpinan khalifah Ali Bin
Abi Thalib ini banyak pemberontakan dan tidak stabilnya pemerintahannya.
Akan tetapi khalifah Ali bin Abi Thalib tetap memberikan pendidikan,
dikarenakan pendidikan Agama Islam itu sangatlah penting. Pendidikan Agama
Islam pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib tidak jauh berbeda dengan pada
masa khalifah sebelumnya, yakni ; mempelajari Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadits
dan pengumpulannya, Fiqh (tasyri’) dan selalu berupaya dalam menerapkan
pendidikan tauhid, akhlak, dan ibadah, karena pendidikan tersebut merupakan
dasar ataupun pokok dari ajaran Agama Islam.Perhatiannya terhadap ilmu
pengetahuan sama seperti Khalifah Umar bin Khattab dikisahkan bahwa Umar
berkata, “pelajarilah pengetahuan dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah
kemuliaan dan kehormatan diri. Bersikap rendah hatilah kepada orang yang
mengajari dan yang kau ajari. Jangan menjadi ulama yang sewenang-wenang
agar ilmumu tidak dikalahkan kebodohan”.
5. Kontribusi Ali bin Abi Thalib dalam Peradaban Islam
Ada beberapa kontribusi Ali bin Abi Thalib dalam peradaban Islam, di
antaranya adalah:
a. Perkembangan dalam Bidang Politik Militer
Pada masa muda, khalifah Ali bin Abi Thalib terkenal dengan sikap dan sifat
keberaniannya, baik dalam keadaan damai maupun kritis. Usaha perluasan
wilayah Islam pun terhenti sepenuhnya ketika Ali bin Abi Thalib memangku
tampuk pemerintahan. Tidak ada tentara yang secara teratur dikirimkan untuk
melakukan perluasan wilayah sebagaimana terjadi pada masa pemerintahan
Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Melihat kenyataan bahwa terdapat
banyak penentangan pada masa pemerintahannya, menyebabkan Ali bin Abi
Thalib akhirnya membentuk pusat pusat militer di setiap sudut wilayah Islam.
b. Perkembangan di Bidang Pembangunan
Era pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib terdapat usaha positif yang
dilaksanakannya terutama masalah tata kota. Kufah merupakan salah satu kota
yang dibangun pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pembangunan kota Kufah awalnya bertujuan untuk dijadikan basis atau
markas kekuatan dari berbagai desakan para pembangkang. Seiring
berjalannya waktu kota Kuffah kemudian berkembang menjadi sebuah kota
yang sangat ramai dikunjungi bahkan menjadi pusat pengembangan ilmu
pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan ilmu nahwu, tafsir, hadits, dan
sebagainya.
c. Perkembangan di Bidang Fiqih Siyasah
Sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam bidang fiqih siyasah
diantaranya:
1) Siyasah Tasyri’iyyah (kebijakan tentang penetapan hukum),
2) Siyasah Dusturiyah (kebijakan tentang peraturan perundang undangan),
3) Siyasah Qadha’iyyah (kebijaksanaan peradilan),
4) Siyasah Maliyah (kebijaksanaan ekonomi dan moneter),
5) Siyasah Idariyyah (kebijaksanaan administrasi Negara),
6) Siyasah Dauliyah (kebijaksanaan hubungan luar negeri atau internasional),
7) Siyasah Tanfidziyah (politik pelaksanaan undang-undang),
8) Siyasah Harbiyyah (politik peperangan).
d. Perkembangan di Bidang Sosial-Ekonomi
Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib kondisi baitul mal
dikembalikan seperti posisi sebelum Ustman bin Affan. Khalifah Ali bin Abi
Thalib menerapkan prinsip pemerataan dalam masalah pendistribusian harta
baitul mal serta memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa
memandang status sosial atau kedudukannya dalam Islam. Khalifah Ali bin
Abi Thalib juga melakukan penyitaan harta pejabat yang diperoleh secara
tidak sah. Harta tersebut kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan
untuk kesejahteraan rakyat. Dalam masalah zakat berbeda dengan harta yang
lainnya, dari segi perolehannya serta berapa kadar yang harus dikumpulkan
atau dibayarkan. Jizyah merupakan iuran wajib atas seseorang yang berstatus
dzimmi atau non muslim yang berada di wilayah muslim. Jizyah yang harus
dibayarkan disesuaikan dengan keuangan mereka. Selama pemerintahannya
Ali bin Abi Thalib juga menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayur-
sayuran.

Daftar materi bidang


1. Perkembangan Pendidikan Masa Umar bin Khattab
studi yang sulit
2 2. Kontribusi Umar bin Khattab dalam Peradaban Islam
dipahami pada
modul

Daftar materi yang


Perbedaan Kontribusi Khulafaur Rasyidin dalam Peradaban Islam
sering mengalami
3
miskonsepsi dalam
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai