Anda di halaman 1dari 19

ANALISA PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA

MATARAM NO : 128/Pdt.G/2022/PTA.MTR
TENTANG PERBANKAN SYARIAH

Dosen Pengajar :
Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum.
Disusun Oleh :
AISYAH JULIVIANI ISMANTO (12222009)
LINA KAMILAH TSANI (12222012)
DEWI KURNIAWATI (122220)
PRAMITASARI (122220)
FATKHIYATUS SA’ADAH (122220)
VERA SARTIKA (12222035)

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NAROTAMA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Akta Perbankan Syariah dengan baik dan tepat waktu.

Kami sampaikan pula terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak


Dosen pengampu mata kuliah Akta Perbankan Syariah, Bapak Dr. Habib Adjie,
S.H., M.Hum. yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat
kepada kami.

Tak ada gading yang tak retak, dan tidak ada manusia yang sempurna.
Apabila dalam penulisan tugas ini masih terdapat kekurangan kami sangat terbuka
untuk menerima kritik dan saran yang membangun, agar kami dapat memperbaiki
segala kekurangan dalam karya tulis kami ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak
yang terkait dan membantu dalam penulisan karya kami. Dan semoga karya kami ini
dapat bermanfaat untuk banyak orang.

Penulis

2
DAFTAR ISI

1. COVER ………………………………………………………………… 1
2. KATA PENGANTAR ………………………………………………… 2
3. DAFTAR ISI …………………………..………………………………. 3
4. BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang …. ………………………...…………………………... 4
Rumusan Masalah ……………………………………………………… 5
5. BAB II PEMBAHASAN
A. Pelanggaran Rahasia Bank Sebagai Perbuatan Melawan
Hukum ………………………………………………….…………. 6
B. Studi Kasus Pelanggaran Kerahasiaan Perbankan berdasarkan
Putusan Pengadilan Nomor: 57/PDT/2012/PT.Sby …………......... 8
C. Pelanggaran Rahasia Perbankan Sebagai Tindak Pidana …………. 11
D. Studi Kasus Pelanggaran Kerahasiaan Perbankan berdasarkan
Putusan Pengadilan Nomor: 324/Pid.B/2016/PN.Tjk ….…………. 15
6. PENUTUP …………………………………………………………….. 18
7. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..……….. 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di


Dunia berdasarkan World Population Review tahun 2021, Oleh karena itu
perkembangan Perbankan syariah berkembang pesat di Indonesia. Perbankan
dengan system syariah seolah menjadi jawaban atas kegelisahan umat muslim di
Indonesia tentang kebutuhan akan system perbankan yang sungguh-sungguh
menerapkan syariat/ajaran islam ditengah maraknya Perbankan Konvensional
yang sistemnya diharamkan dalam ajaran islam karena terdapat unsur riba
didalamnya.

Awal dimulainya Sistem Perbankan Syariah yaitu pada tahun 1992


dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang sistem usahanya
berdasarkan prinsip bagi hasil.2 Dalam kegiatan operasional, BMI tidak pernah
terlepas dari ketentuan Islam. Ketentuan tersebut bertujuan untuk
menghilangkan unsur-unsur yang dilarang seperti bunga, ketidakpastian,
perjudian, dan batil. Meskipun perkembangannya agak lambat, perbankan
syari‟ah terus berkembang. Pada periode tahun 1992 sampai dengan 1998 hanya
ada satu Unit Bank Syari‟ah. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah Bank Syari‟ah
di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit yang terdiri dari 3 Bank Umum
Syari‟ah dan 17 Unit Usaha Syari‟ah. Sementara itu jumlah Bank Perkreditan
Rakyat Syari‟ah (BPRS)3 bertambah menjadi 88 buah.4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang menjadi dasar pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama
terhadap eksekusi Hak Tanggungan hakim Mahkamah Agung dalam
memutus sengketa Perbankan Syariah nomor : 128/Pdt.G/2022/PTA.MTR.?
2.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pelanggaran Rahasia Bank Sebagai Perbuatan Melawan Hukum

Pelanggaran rahasia bank yang diatur oleh masing-masing negara dapat


dikelompokkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama menentukan
pelanggaran rahasia bank sebagai pelanggaran perdata (civil violation). Negara-
negara tersebut membiarkan kewajiban bank hanya sebagai kewajiban yang
timbul dari hubungan kontraktual belaka di antara bank dan nasabah, namun
kewajiban kontraktual tersebut dapat disampingi apabila kepentingan umum
menghendaki dan apabila secara tegas dikecualikan oleh ketentuan undang-
undang tertentu. Hal yang demikian misalnya dapat dilihat pada ketentuan
rahasia bank menurut hukum Inggris, Amerika Serikat, Kanaa, Australia,
Belanda Belgia, The Bahamas, The Cayman Islands, dan beberapa negara
lainnya. Sedangkan kelompok yang kedua menentukan pelanggaran rahasia
bank sebagai pelanggaran pidana (criminal violation), misalnya Swiss, Austria,
Korea Selatan, Perancis, Luxembourg, dan Indonesia Sendiri, dan beberapa
negara lainnya.1

Berkenaan dengan berlakunya ketentuan rahasia bank di beberapa


negara, ada beberapa masalah yang timbul dan memberikan perbedaan antara
ketentuan rahasia bank dari satu negara dengan negara lainnya. Masalah-
masalah tersebut antara lain:

1) Masalah yang menyangkut ruang lingkup kerahasiaannya, seperti apakah


yang wajib dirahasiakan itu hanya terbatas pada sisi asset dari bank tersebut.
2) Masalah yang menyangkut jangka waktu bagi bank merahasiakan dalam hal
nasabah tersebut tidak lagi menjadi nasabah.
3) Masalah mengenai siapa-siapa saja yang dibebani dengan kewajiban untuk
merahasiakan itu, seperti apakah yang terikat oleh kewajiban rahasia bank
hanya pengurus dan pegawai saja atau apakah ada kewajiban pula bagi
pihak terafiliasi.
1
 Neate, Francis & Roger McCormick. Bank Confidentiality, dalam Sutan Remy Sjahdeini, Rahasia
Bank: Berbagai Masalah Di Sekitarnya, h. 5.

5
4) Masalah yang menyangkut jangka waktu kewajiban merahasiakan itu bagi
pengurus dan pegawai bank. Apakah rahasia bank masih tetap berlaku
apabila seorang pengurus atau pegawai bank tidak lagi bekerja pada bank
yang bersangkutan.
5) Masalah mengenai sikap apa yang seharusnya diambil bila terdapat
benturan antara kepentingan nasabah secara individual dan kepentingan
masyarakat luas berkaitan dengan berlakunya rahasia bank tersebut.
6) Masalah dalam hal terjadi keadaan dimana demi melindungi kepentingan
bank, justru kepentingan bank itu hanya mungkin terlindungi apabila bank
mengungkapkan keterangan mengenai keadaan keuangan nasabah pada
bank yang bersangkutan dan identitas nasabahnya.
7) Masalah yang apabila dalam hal-hal tertentu rahasia bank boleh
diungkapkan sebagai pengecualian.
8) Masalah yang menyangkut otoritas yang berwenang memberikan izin
pengecualian tersebut.
9) Masalah yang menyangkut persetujuan nasabah.

Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi


nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategorikan rahasia
bank layak dikenakan sanksi berat.2 Meskipun begitu, ketentuan itu tidaklah bisa
kaku serta ketat tanpa pengecualian. Ketentuan itu dapat dikesampingkan saat
kepentingan umum (masyarakat) tampak bakal dirugikan oleh oknum tertentu.
Disinilah terlihat bahwa kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama karena
kepentingan masyarakat harus dilindungi, yaitu perbankan bukanlah lembaga
yang bisa dijadikan tempat untuk penyalahgunaan kewenangan atau tempat
kerjasama mereka yang melanggar hukum.

Apabila ada perjanjian antara bank dengan nasabah, maka rahasia bank
bersifat kontraktual. Sehingga apabila bank memberikan keterangan tentang
keadaan uang nasabahnya, bank dapat digugat oleh nasabahnya berdasarkan
alasan wanprestasi (cidera janji). Sebaliknya, meskipun tidak ada perjanjian
antara bank dan nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk
mempertahankan rahasia bank berdasarkan peraturan perundang-undangan atau

2
 Djumhana, Muhammad. Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, h. 273.

6
konsep hukum lainnya, seperti konsep perbuatan melawan hukum. Artinya
dalam hal bank memberikan keterangan tentang nasabahnya yang merugikan
nasabah, bank dapat dituntut oleh nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan
hukum.3

Dari segi perdata, pelaku pelanggaran dituntut ganti rugi atas alasan
perbuatan melawan hukum karena telah melanggar ketentuan Pasal 40. Atas
pelanggarannya, pelaku pelanggaran diancam dengan ganti rugi sesuai dengan
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Meskipun
atas pelanggaran Pasal 40 pelaku telah dijatuhi hukuman pidana, namun hal
tersebut tidak mengurangi hak bagi pihak korban untuk menuntut ganti rugi
perdata. Pembukaan rahasia bank seseorang selama melanggar undang-undang
(violation a statitory) juga melanggar hak nasabah (violation of a right) yang
dapat mendatangkan kerugian kepada nasabah.4

B. Studi Kasus Pelanggaran Kerahasiaan Perbankan berdasarkan Putusan


Pengadilan Nomor: 57/PDT/2012/PT.Sby

Salah satu contoh kasus pelanggaran terhadap prinsip kerahasiaan bank


yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum adalah kasus Bank BCA yang
digugat oleh nasabahnya pada PT Bank BCA Cabang Borobudur Malang dalam
Putusan Pengadilan Nomor: 57/PDT/2012/PT.Sby. Dalam kasus ini nasabah
menggugat bank atas pelanggaran prinsip kerahasiaan dengan dasar perbuatan
melawan hukum.

Berikut akan dijabarkan kasus posisi dari gugatan tersebut:


1) Penggugat Henry Sugiarto Trisno adalah seorang nasabah penyimpan
sekaligus nasabah debitur pada Bank BCA Cabang Borobudur Malang dalam
bentuk 2 (dua) Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA dengan nomor
rekening berbeda dan 3 (tiga) rekening koran dengan nomor berbeda yang
salah satunya atas nama CV. Mahkota Teratai Indah Jaya. Pada tanggal 30

3
Husein, Yunus. Rahasia Bank dan Penegakan Hukum,  h. 61.
4
Sarapi, Nancy. (2013), Usaha Bank Menjaga Rahasia Bank Dalam Rangka Perlindungan Terhadap
Nasabah. LEX ET SOCIETATIS, 1 (4): 57-65, h. 64.

7
September 2010 Penggugat mengajukan gugatan kepada Bank BCA Cabang
Borobudur Malang.
2) Pada tanggal 1 April 2008, Penggugat memperoleh fasilitas kredit dari Bank
BCA tersebut berdasarkan Perubahan Perjanjian Kredit atas nama Penggugat
dan CV Mahkota Teratai Indah Jaya. Namun, pada tanggal 19 Juni 2008,
rekening-rekening atas Penggugat dan CV Mahkota Teratai Indah Jaya
tersebut diletakkan sita marital oleh Pengadilan Negeri Kepanjen.
3) Peletakan sita marital tersebut tanpa menggunakan metode delegasi dari
Pengadilan Negeri Kepanjen ke Pengadilan Negeri Malang, padahal kantor
BCA Cabang Borobudur Malang terletak di wilayah hukum Pengadilan
Malang. Ternyata juru sita dari Pengadilan Negeri Kepanjen telah datang ke
kantor Bank BCA Cabang Borobudur Malang dan melakukan sita marital
terhadap rekening milik Henry Sugiarto yang ada di Bank BCA Cabang
Borobudur Malang tersebut.
4) Pihak juru sita Pengadilan Negeri Kepanjen ternyata telah mengetahui nomor
rekening Henry Sugiarto berkat informasi yang diberikan oleh Harjito Sigit
selaku Wakil Kepala Cabang Bank BCA Cabang Borobudur Malang.
Disinilah letak pelanggaran prinsip kerahasiaan bank dengan dasar perbuatan
melawan hukum.

Pemberian informasi yang diberikan oleh pihak Bank BCA Cabang


Borobudur Malang kepada pihak ketiga yang dalam hal ini adalah juru sita
Pengadilan Negeri Kepanjen, telah bertentangan dengan kewajiban hukum bank
dan perintah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1)
Undang-Undang Perbankan yang berbunyi “Bank wajib merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,
dan Pasal 44A”.

Undang-Undang Perbankan secara limitatif mengatur pemberian


informasi nasabah hanya dalam hal-hal sebagai berikut:

1) Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat


pajak (Pasal 41);

8
2) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat
diberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia urusan Piutang Negara (Pasal 41A);
3) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan
pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim (Pasal 42);
4) Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan
pengecualian (Pasal 43);
5) Dalam rangka tukar-menukar informasi di antara bank kepada bank lain
dapat diberikan pengecualian (Pasal 44);
6) Atas persetujuan, permintaan kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis
dapat diberikan pengecualian (Pasal 44 A Ayat (1)); dan
7) Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan
telah meninggal dunia (Pasal 44A Ayat (2).

Dilihat dari pengecualian-pengecualian tersebut di atas, kepentingan


juru sita Pengadilan Negeri Kepanjen tidak berkaitan dengan perintah dalam
Undang-Undang Perbankan, sebab sengketa yang terjadi antara Henry Sugiarto
dengan pihak ketiga tidak termasuk ke dalam kategori yang telah disebutkan di
atas. Seharusnya pihak bank merahasiakan identitas dari nasabahnya karena
tidak ada kewajiban untuk membuka rahasia dari nasabah kepada pihak ketiga.

Dari rumusan Pasal 40 Undang-Undang Perbankan, secara ekspilisit


disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja
simpanan nasabah tetapi juga identitas nasabah penyimpan yang memiliki
simpanan. Demikian sama halnya dalam kasus ini apabila pihak bank hanya
membuka simpanannya saja tanpa menyebutkan identitas Henry Sugiarto
sebagai pemilik rekening, maka juru sita dari Pengadilan Negeri Kepanjen tidak
akan dapat meletakkan sita pada rekening-rekening yang dimiliki oleh Henry
Sugiarto tersebut. Akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Bank
BCA Cabang Borobudur Malang tersebut maka Henry Sugiarto mengalami
kerugian sehingga berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, pihak bank harus
membayar ganti rugi.

9
Undang-Undang menentukan bahwa bank dapat mengungkapkan
simpanan nasabah jika dalam hal bersengketa dalam perkara perdata dengan
nasabah. Tetapi dalam kasusnya, bank bukan menghadapi nasabah sebagai
lawan, tetapi menghadapi pihak ketiga yang bukan nasabah. Apabila bank
didatangi oleh juru sita dalam rangka pelaksanaan peletakan sita marital
sebagaimana pada kasus di atas, bank juga tidak dimungkinkan oleh Undang-
Undang untuk mengungkapkan identitas nasabah yang ada di bank tersebut.
Dalam hal pengungkapan rahasia, jalan satu-satunya yang dapat ditempuh oleh
bank adalah meminta persetujuan dari nasabah terlebih dahulu. Tetapi memang,
belum tentu nasabah bersedia memberikan persetujuannya.

C. Pelanggaran Rahasia Perbankan Sebagai Tindak Pidana

Menurut sistem Undang-Undang Perbankan maka sanksi pidana atas


pelanggaran prinsip kerahasiaan bank ini bervariasi. Ada tiga ciri khas dalam
sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank dalam Undang-Undang perbankan ini.
Ciri khas dari sanksi pidanaterhadap pelanggaran prinsip rahasia bank, sebagai
berikut:
1. Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman
maksimal;
2. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif,
bukanalternative;
3. Tidak ada korelaasi antara beratringannya ancaman hukuman penjara
deangan hukumandenda.

Adapun ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang


perbankan menurut Undang-Undang dapat dibagi dalam 3 kategori sebagai
berikut :

1. Pidana penajara minimal 2 (dua) tahun dan maksiamal 4 (empat) tahun serta
dendaminimal 10 milyar rupiah dan maksimal 200 milyar rupiah. Pidana ini
diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau
izin dari pimpinan BankIndonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 41,
pasal 41 A , dan pasal 42, dengansengaja memaksa bank atau pihak
10
terafiliasi untuk memeberikan keterangansebagaimana dimaksud dalam
pasal 40 UU Perbankan;
2. Pidana penajara minimal 2 (dua) tahun dan maksiamal 4 (empat) tahun serta
dendaminimal 4 milyar rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah. Pidana
Tersebut diancamterhadap para anggota dewan komisaris, direksi, pegawai
bank, atau pihak terafiliasilainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan menurutPasal 40 UU Perbankan;
3. Pidana penajara minimal 2 (dua) tahun dan maksiamal (tujuh) tahun serta
dendaminimal 4 milyar rupiah dan maksimal 15 milyar rupiah pidana ini
diancam kepadaanggota dewan komisari, direksi, atau pegawai bank yang
dengan sengaja tidakmemberikan keterangan yang wajib
dipenuhisebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Adan Pasal 44 A UU
Perbankan.

Selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap sanksi pidana,
pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang
bersangkutan, BankIndonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi
administratif sebagai berikut:

1. Denda uang;
2. Teguran tertulis;
3. Penurunan tingkat kesehatan bank;
4. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
5. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu
maupun untuk bank secara keseluruhan;
6. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat
pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota
koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank
Indonesia;
7. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam
daftar orang tercela di bidang perbankan.

Tampak di atas bahwa perlindungan hukum yang diberikan oleh


undang-undang cukup kuat untuk menjaga agar tidak terjadi pembocoran rahasia

11
bank tersebut. Taufik E. L.Rahim menerangkan bahwa dilihat dari segi hakikat
rahasia bank didasarkan kepada empathal, yaitu:
1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak mencampuri dalam masalah yang
bersifat pribadi ( personal privacy).
2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dan nasabahnya wajib
dandengan itikat baik wajib untuk melindungi kepentingan nasabahnya.
3. Bank dalam menghimpun dana dari masyarakat bekerja berdasarkan
kepercayaanmasyarakat dengan demikian pengetahuan bank mengenai
keuangan nasabah tidakdisalahkan dan wajib dijaga oleh bank.
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan.

Rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan tidak


terlepas dari dasar permahaman dari hakikat rahasia bank itu sendiri.
Perlindungan hukum bagi nasabahmengenai rahasia bank yang diatur dalam
Undang-Undang Perbankan tersebut merupakansuatu kepatutan,
pengecualiannya hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat diperlukan.

Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal
47 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan yang berkaitan dengan perbankan.

1. Pertama, tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa
perintah atauizin dari Pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memaksa
bank atau pihak yangterafilisi untuk memberikan keterangan yang harus
dirahasiakan oleh bank. Hal ini ditentukan oleh Pasal 47 ayat (1).
2. Kedua, tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris,
Direksi, PegawaiBank, atau pihak terafiliasi lainnya, yang dengan sengaja
memberikan keterangan yangwajib dirahasiakan oleh bank. Tindak pidana
tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2).

Ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun1992 tentang Perbankan tersebut berbunyi
sebagai berikut:

12
(1). Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pemimpin
Bank Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan
Pasal 42, dengan sengajamemaksa bank atau pihak terfiliasi untuk
memberikan keterangan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 40, diancam
dengan pidana penjara sekuran-kurangnya 2 (dua)tahun dan paling lama
4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnyaRp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00(dua
ratus miliar).
(2). Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak teafiliasi
lainnya yangdengan sengaja memberikan keterangan yang wajib
dirahasiakan menurut Pasal 40,diancam dengan pidana sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat)tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor7 Tahun 1992 tentang Perbankan di atas,
yang perlu dipermasalahkan adalah:
Apakah pihak yang memaksa dapat di tuntut telah melakukan tindak pidana
berdasarkanPasal 47 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentangPerubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 1992 tentangPerbankan?

Sekalipun pihak yang memaksa tidak sampai berhasil membuat pihak


bank atau pihakterafiliasi memberikan keterangan yang diminta secara
paksa.Apakah pihak yang memaksa dapat dikenai pidana karena melakukan
percobaan tindak pidana berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992tentang Perbankan?

Menurut Remy Sjehdeini, karena tindak pidana yang ditentukan dalam


Pasal 47 ayat(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998

13
tentang Perubahan atasUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan itumerupakan tindak pidana formal, maka pihak yang
memaksa tersebut dapat saja di tuntutdan dikenai pidana sekalipun tidak sampai
berhasil membuat pihak terafiliasi memberikan keterangan yang diminta itu.

Mengenai mereka yang termasuk melakukan tindak pidana pertama di


atas tidak diatur oleh Undang-undang nomor 10 Tahun 1998, artinya Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
tidak menentukan sebagai hal yang dilarang, tetapi juga tidak menentukan
sebagai hal yang di perbolehkan. Penggunaan keterangan yang diperoleh dalam
rangka pengecualian itu hanya terbatas kepada tujuan diperolehnya keterangan
itu.

Mengenai mereka yang termasuk melakukan tindak pidana kedua di


atas, dalam halnasabah berpendapat telah dirugikan sebagai akibat penggunaan
keterangan tentang nasabahitu oleh mereka yang memperoleh keterangan itu
dari pihak bank yang membocorkannya secara bertentangan dengan rahasia
bank, maka nasabah tersebut dapat mengajukan ganti kerugian kepada mereka
berdasarkan pebuatan melawan hukum sebagaimana diatur olehPasal 1365 KUH
Perdata.

D. Studi Kasus Pelanggaran Kerahasiaan Perbankan berdasarkan Putusan


Pengadilan Nomor: 324/Pid.B/2016/PN.Tjk

Meskipun peraturan perundang-undangan telah mengatur secara tegas


tentang perlindungan data Nasabah, namun faktanya di lapangan masih banyak
terjadi penyalahgunaan data pribadi Nasabah oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Selain itu, di dalam menjalankan kegiatan usahanya,
adakalanya pegawai di suatu Bank melakukan kesalahan atau kelalaian saat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, khususnya yang berkaitan dengan
prinsip kerahasiaan Bank ini. Mengenai hal tersebut, salah satu contoh kasus
yang dapat dipelajari adalah kasus Terdakwa atas nama Wawan Setiawan bin M.
Koesen sebagai pegawai PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.

14
Posisi Kasus Pada Putusan No: 324/Pid.B/2016/PN.Tjk atas nama
Terdakwa Wawan Setiawan bin M. Koesen :

1. Pada tahun 2015, kakak Terdakwa, Suheriwanto, meminta Terdakwa untuk


mengecek isi rekening atas nama Novaria Kencana Dewi karena menaruh
curiga terkait peristiwa pencurian perhiasan emas yang terjadi di rumah
mertuanya. Atas permintaan Suheriwanto tersebut, Terdakwa kemudian
mengajukan cetak rekening atas nama Novaria Kencana Dewi dengan alasan
untuk keperluan KPR, yang dilakukan dengan mengisi Form Pencetakan
Rekening Koran yang diajukan melalui Supervisor KPR dan selanjutnya
diajukan cetak rekening oleh Customer Service.
2. Setelah terjadi cetak rekening tersebut, Terdakwa melakukan fotokopi atas
hasilnya dan dibawa ke rumah Suheriwanto yang kemudian disimpan oleh
Suheriwanto di rumahnya.
3. Kemudian setelah beberapa hari, Suwarningsih binti Sukowijoyo sebagai ibu
dari Novaria Kencana Dewi melihat kertas tersebut dan menanyakan kepada
anaknya yang merasa tidak pernah meminta pencetakan rekening koran ke
Bank yang bersangkutan. Dengan demikian, Novaria Kencana Dewi
melaporkan ke pihak berwajib.

Dalam kasus ini, pihak pegawai Bank diadili dengan hukum pidana
karena melakukan tindak pidana “Pegawai Bank sebagai pihak yang terafiliasi
dengan bank dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan”
sebagaimana amar Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor
324/Pid.B/2016/PN.Tjk Tanggal 12 Mei 2016.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa mengenai kewajiban


untuk merahasiakan keterangan mengenai Nasabah penyimpan dengan
simpanannya yang tergolong sebagai rahasia Bank berlaku juga bagi pihak
terafiliasi, yaitu pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta
pengelolaan usaha jasa pelayanan yang diberikan oleh Bank.5 Hubungan
tersebut melalui cara menggabungkan dirinya pada Bank, yang dilakukan dapat
terjadi salah satunya karena pengurusan maupun karena hubungan kerja biasa

5
UU Perbankan, Pasal 40 ayat (2).

15
seperti karyawan atau hubungan kerja dalam rangka memberikan pelayanan
jasanya kepada Bank.6

Terdakwa dalam kasus di atas sebagai pegawai Bank merupakan pihak


terafiliasi yang wajib menerapkan ketentuan kerahasiaan Bank, tetapi tidak
menerapkannya dengan memberikan data pribadi Nasabah kepada pihak lain
dengan melanggar prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal
tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan kerahasiaan Bank yang diatur
dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan, karena anggota keluarga pegawai Bank
tidak termasuk sebagai pihak-pihak yang dikecualikan yang dapat menerima
informasi rahasia Bank

6
Muhammad Djumhana (a), Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. V, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2006, hlm. 278

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Untuk mengatasi permasalahan terhadap prinsip kerahasiaan bank


diperlukan campur tangan dari pihak yang berwenang dalam sektor perlindungan
konsumen di bidang jasa keuangan, yaitu Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang
diharapkan mampu melindungi konsumen dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK)
yang dinilai dapat merugikan kepentingan konsumen, yang dalam hal ini adalah
nasabah bank. Dalam kasus ini nasabah menggugat bank atas pelanggaran prinsip
kerahasiaan dengan dasar perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan
kewajiban hukum bank dan perintah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan.

Kewajiban bank untuk merahasiakan data mengenai nasabah penyimpan


dan simpanannya menunjukkan bahwa Undang-Undang Perbankan memberikan
perlindungan kepada nasabah berdasarkan prinsip kerahasiaan, karena itulah
perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan memiliki sifat kerahasiaan.
Dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan
sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak
masyarakat atau nasabah, karena itu pemerintah harus melindungi masyarakat dari
tindakan lembaga atau oknum pegawai bank atau pihak ketiga diluar bank yang tidak
bertanggung jawab.

Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi


nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategorikan rahasia bank
layak dikenakan sanksi berat. meskipun tidak ada perjanjian antara bank dan
nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk mempertahankan rahasia bank
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau konsep hukum lainnya, seperti
konsep perbuatan melawan hukum. Artinya dalam hal bank memberikan keterangan
tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank dapat dituntut oleh nasabahnya
dengan alasan perbuatan melawan hukum. Salah satu contoh kasus pelanggaran
terhadap prinsip kerahasiaan bank yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum

17
adalah kasus Bank BCA yang digugat oleh nasabahnya pada PT Bank BCA Cabang
Borobudur Malang (Putusan Pengadilan Nomor 57/PDT/2012/PT.Sby). Dalam kasus
ini nasabah menggugat bank atas pelanggaran prinsip kerahasiaan dengan dasar
perbuatan melawan hukum. Pemberian informasi yang diberikan oleh pihak Bank
BCA Cabang Borobudur Malang kepada pihak ketiga yang dalam hal ini adalah juru
sita Pengadilan Negeri Kepanjen, telah bertentangan dengan kewajiban hukum bank
dan perintah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1)
Undang-Undang Perbankan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor


7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Sjahdeni, Sutan Remy, Pencucian Uang: Pengertian, Sejarah, Faktor-faktor

Djumhana, Muhammad. 2012, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya


Bakti, Bandung.

Djumhana, Muhammad. 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. V, PT. Citra


Aditya Bakti, Bandung.

Husein, Yunus. Rahasia Bank dan Penegakan Hukum,

Sarapi, Nancy. (2013), Usaha Bank Menjaga Rahasia Bank Dalam Rangka


Perlindungan Terhadap Nasabah. LEX ET SOCIETATIS, 1 (4): 57-65.

19

Anda mungkin juga menyukai