Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENELITIAN

PENGATURAN PRINSIP RAHASIA BANK


BERKAITAN DENGAN PEMERIKSAAN WAJIB
PAJAK

Oleh :
IDA BAGUS PUTRA ATMADJA

PENELITIAN INI MERUPAKAN PENELITIAN MANDIRI


DENGAN PEMBIAYAAN MANDIRI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
RINGKASAN

Bank merupakan Badan usaha yang bergerak dibidang keuangan uamh


tugas pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dengan menyalurkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman bagi masyarakat yang membutuhkan,
karena tidak semua orang membutuhkan dana dari Bank.
Maka dalam mengelola Bank yang baik selalu merupakan prinsip rahasia
Bank atau dikenal dengan istilah Confindencial Principle Banking. Supaya produk
Bank dapat diterima masyarakat, sangat perlu dipertahankan prinsip rahasia Bank.
Kepercayaan dari masyarakat dapat dikatakan sebagai kunci utama bagi
berkembangnya atau tidaknya sebuah lembaga Perbankan.
Disatu sisi Bank memiliki kepentingan untuk menjaga nama baiknya
dengan tidak menyebarkan informasi yang dimiliki nasabahnya untuk menjaga
kepercayaan yang telah diberikan. Di sisi lain Direktorat Jenderal Pajak
mengemban tugas untuk melaksanakan kebijakan dibidang perpajakan dan
menindaklanjuti pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran perpajakan
dengan tugas ini mendapatkan kesulitan ketika segala informasi keuangan yang
dimiliki oleh wajib pajak dilindungi kerahasiaannya oleh Bank yang diatur dalam
Undang-Undang Perbankan itu sendiri.
Sesungguhnya undang-undang Perbankan telah mengatur mengenai
pengecualian rahasia Bank dalam arti dalam kepentingan tertentu terhadap rahasia
Bank dapat dilakukan penerobosan. Penerobosan dapat dilakukan untuk
kepentingan : antara lain :
1. Untuk kepentingan perpajakan, untuk kepentingan penyelesaian piutang Bank,
2. Untuk kepentingan pengadilan dalam perkara pidana
3. Untuk kepentingan perkara perdata antara Bank dengan Nasabah
4. Untuk kepentingan tukar-menukar informasi antar Bank. Terlepas dari prinsip
Rahasia Bank yang terkesan pleksibel dengan memementingkan
kepengtingan umum, dalam melaksanakan tugasnya pejabat pajak masih
seringkali menemukan kesulitan-kesulitan yang berujung pada terganggunya
sistem perpajaka di Indonesia, baik daslam penerapan asas “Self” Assessment
system maupun dalam proses pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak yang
diduga melakukan pelanggaran dan menyembunyikan aset kekayaannya di
Bank akibat adanya prinsip Rahasia Bank tersebut.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang

Maha Esa atas asung Kertha Wara NgurahaNyalah penelitian ini yang berjudul

:Pengaturan Prinsip raharasia bank berkaitan dengan pemeriksaan wajib pajak

dapat diselesaikan.

Adapun penelitian ini dilakukan dengan harapan agar para pihak

menyadari betul bahwa dewasa ini tidak mentup kemungkinan akan banyak

terjadi pemeriksaan pajak bagi wajib pajak yang berhubungan dengan pihak

Bank. Mudah-mudahan dengan dilakukana penelitian ini akan dapat memberikan

pemahaman apabila berurusan dengan masalah pajak yang berkaitan dengan

Prinsip Rahasia Bank.

Demikianlah semoga penelitian ini berguna bagi banyak pihak yang

berkepentingan.

Denpasar, 30 Juli 2017

Peneliti
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM PENELITIAN.................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN ................................ ii

RINGKASAN .................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTR ISI ...................................................................................................... v

I. Judul Penelitian .................................................................................. 1

II. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

III. Rumusan Masalah .............................................................................. 5

IV. Ruang Lingkup Masalah ................................................................... 5

V. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6

VI. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 6

1. Pengertian Rahasia Bank ................................................................. 6

2. Ketentuan Rahasia Bank .................................................................. 7

3. Pihak-Pihak yang berkewajiban menjada rahasia Bank .................. 9

4. Pengertian Pajak .............................................................................. 9

VII. Metode Penelitan ........................................................................... 11

1. Jenis Penlitian .................................................................................. 11

2. Jenis Pendekatan .............................................................................. 11

3. Sumber Bahan Hukum .................................................................... 12

4. Teknik Analisa Bank Hukum .......................................................... 12

VIII. Jadwal Pelaksanaan ......................................................................... 13


IX. Personalia ........................................................................................... 14

X. Pembiayaan ........................................................................................ 14

Hasil dan Pembahasan................................................................................... 15

1. Dasar Hukum Pengetahuan Rahasia Bank ........................................... 15

2. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank ................................................. 17

3. Akibat Hukum Yang ditimbulakan apbila Dalam Pemeriksaan Pajak

menemui kesalahan Bagi Pihak Perbankan.......................................... 19

4. Akibat Hukum Yang ditimbulkan apabila dalam pemeriksaa Pajak

Menemui kesulitan Bagi Pihak Direktorat Jenderal Pajak ................... 22

5. Kesimpulan........................................................................................... 24

6. Saran ..................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA
PROPOSAL PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN
PENGATURAN PRINSIP RAHASIA BANK BERKAITAN DENGAN
PEMERIKSAAN WAJB PAJAK

II. Latar Belakang Masalah

Bank merupakan suatu bentuk badan usaha yang bergerak dalam bidang

keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dari rumusan

tersebut terlihat bahwa lembaga perbankan merupakan sebuah lembaga yang

harus mampu dipercaya olehtiap nasabahnya, baik nasabah penyimpan maupun

nasabah peminjam (nasabah debitur).

Melalui kepercayaan dari nasabahlah sebuah bank mampu bertahan untuk

tetap menjalankan kegiatannya dalam menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kembali ke masyarakat. Kepercayaan dari masyarakat dapat

dikatakan sebagai kunci utama bagi berkembang atau tidaknya sebuah lembaga

perbankan. Oleh karenanya bank sangat berkepentingan untuk menjaga

kepercayaan masyarakat, baik yang sudah menjadi nasabah bank tersebut maupun

yang akan menjadi nasabah bank tersebut. Ada beberapa faktor yang sangat

mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-

faktor tersebut adalah:

1. Integritas pengurus

2. Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan

managerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan.

1
2

3. Kesehatan bank yang bersangkutan

4. Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.

Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat

memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu

bank ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah

menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan

dananya dan/atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak

mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari

nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain. Dengan kata lain tergantung

kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan

teguh prinsip rahasia bank.1

Prinsip rahasia bank merupakan salah satu dari beberapa prinsip yang

dikenal dalam hukum perbankan. Bank memiliki kewajiban untuk melaksanakan

prinsip rahasia bank ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan (UU Perbankan).

Perihal kewajiban dari pihak bank untuk melaksanakan prinsip rahasia

bank memperoleh permasalahan kala rahasia bank yang berupa data-data

informasi dari nasabah diperlukan untuk kepentingan tertentu, salah satunya untuk

kepentingan perpajakan. Dimana Direktorat Jendral Pajak selaku salah satu

direktorat jendral dibawah Kementrian Keuangan Indonesia yang bertugas untuk

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang

1
Adrian Sutedi, 2014, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 2.
3

perpajakan, dalam hal ini memerlukan informasi nasabah untuk mengetahui aset-

aset yang dimiliki oleh wajib pajak yang terindikasi melakukan pelanggaran

perpajakan.

Disatu sisi pihak bank memiliki kepentingan untuk menjaga nama baiknya

dan akreditasinya dengan tidak menyebarluaskan informasi yang dimiliki

nasabahnya untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan. Disisi lain

Direktorat Jendral Pajak mengemban tugas untuk melaksanakan kebijakan di

bidang perpajakan dan menindak lanjuti pihak-pihak yang diduga melakukan

pelanggaran perpajakan, dan tugas ini memperoleh kesulitan ketika segala

informasi keuangan yang dimiliki oleh nasabah wajib dilindungi kerahasiaannya

oleh bank dan diatur dalam UU Perbankan itu sendiri. Meskipun dapat dipastikan

bahwa hampir seluruh wajib pajak memiliki rekening di bank sehingga

keberadaan rahasia bank itu sendiri menimbulkan kontradiktif.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (UU KUP) menentukan bahwa wajib pajak dituntut untuk aktif dalam

menghitung dan melaporkan pajak sendiri kepada negara (Asas Self Assessment

System). Dalam penerapannya, kejujuran dari wajib pajak sangatlah diperlukan

agar sistem ini berjalan dengan lancar. Namun kenyataannya sudah menjadi

rahasia umum bahwa banyak wajib pajak yang menyembunyikan aset yang

dimiliki dengan tujuan untuk memperoleh keringanan pajak ataupun menghindari

pajak. Salah satu tempat penyimpan aset kekayaan wajib pajak adalah dalam

bentuk simpanan kekayaan pada sebuah bank baik dalam bentuk uang ataupun
4

surat-surat berharga. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa

Direktorat Jendral Pajak seringkali membutuhkan informasi seputar aset kekayaan

yang dimiliki oleh wajib pajak yang dalam hal ini merupakan nasabah suatu bank.

Sesungguhnya dalam UU Perbankan telah diatur mengenai pengecualian

rahasia bank, artinya dalam kepentingan tertentu terhadap rahasia bank dapat

dilakukan penerobosan. Penerobosan tersebut dapat dilakukan untuk beberapa

kepentingan, diantaranya : 1) Untuk kepentingan perpajakan; 2) Untuk

kepentingan penyelesaian piutang bank; 3) Untuk kepentingan peradilan dalam

perkara pidana; 4) Untuk kepentingan perkara perdata antara bank dengan

nasabah; 5) Untuk kepentingan tukar menukar informasi antara bank,

Pengecualian dalam rahasia bank ini merupakan bentuk disclosure atau

paksaan hukum (under compulsion of law). Alasan utama dilakukan disclosure ini

tidak lain adalah untuk kepentingan umum. Penerobosan rahasia bank untuk

kepentingan perpajakan didasari dengan pemikiran bahwa masalah perpajakan

berhubungan erat dengan masalah kepentingan negara dan kepentingan umum,

karena pajak merupakan salah satu pilar utama pendapatan negara yang akan

digunakan untuk pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat, sehingga

bilamana pelaksanaan dari pembayaran pajak terganggu maka otomatis akan

berpengaruh dengan masalah kepentingan negara dan kepentingan umum.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu hukum dengan

judul“Pengaturan Prinsip Rahasia Bank Brkaitan deng Pemeriksaan Wajib

Pajak”.
5

III. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat dua rumusan masalah yang

dapat di kemukakan, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan prinsip Rahasia Bank berkaitan dengan proses

pemeriksaan wajib pajak.

2. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan apabila dalam pemeriksaan pajak

mendapatkan kesulitan.

IV. Ruang Lingkup Masalah

Supaya penelitian lebih terfokus perlu diadakan pembatasan pembahasan

terhadap permasalahan tersebut. Hal ini dimaksud untuk mencegah agar materi

atau isi uraiannya tidak menyimpang dari pokok permasalahan sehingga

pembahasan dapat terarah dan diuraikan secara sistematis.

Dalam rumusan masalah pertama pembahasannya dibatasi pada peraturan

perundang-undangan yang di dalamnya mengatur tentang prinsip Rahasia Bank

terkait dengan proses pemeriksaan pajak di Indonesia. Dalam hal ini relevan pula

dibahas mengenai alasan-alasan dilakukan penerobosan terhadap prinsip rahasia

bank.

Dalam rumusan masalah yang kedua pembahasannya dibatasi pada akibat

hukum yang ditimbulkan apabila dalam pemeriksaan pajak muncul kesulitan,

didalamnya juga relevan untuk dibahas mengenai bagaimana prosedur proses

pemeriksaan pajak dalam kaitannya dengan prinsip rahasia bank


6

V. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini :

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana pengaturan Prinsip

Rahasia Bank berkaitan dengan pemeriksaan wajib pajak.

2. Dari hasi penelitian yang mengacu pada pengaturan prinsip rahasia Bank,

maka akan lebih memperjelas apabila terjadi pemeriksaan pajak yang

berkaitan dengan wajib pajak, tidak akan terjadi akibat yang ditimbulkan,

baik bagi bank itu sendiri maupun bagi Direktorat Jenderal Pajak.

VI. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Rahasia Bank

Dalam Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan menyebutkan, Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman

dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kelaziman dalam dunia perbankan yang

dimaksud disini adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang atau badan yang

diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.

SedangkanPasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU

Perbankan)memberikan pengertian Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan

simpanannya.
7

Pengertian Rahasia Bank yang sama juga dapat ditemukan dalam Pasal 1

Angka 6 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor : 2/19/PBI/2000 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka

Rahasia Bank. Pengertian Rahasia Bank yang diberikan UU Perbankan dan PBI

Nomor : 2/19/PBI/2000 menjadi lebih sempit, dimana nasabah yang dimaksud

didalam pasal ini hanyalah nasabah penyimpanan.2

2. Ketentuan Rahasia Bank

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat

penting bagi nasabah penyimpan dan simapananya maupun bagi kepentingan

bank itu sendiri, sebab bilamana nasabah penyimpan ini tidak dapat mempercayai

bank dimana ia menyimpan simpanannya maka sudah tentu ia tidak mau menjadi

nasabah dari bank tersebut. Oleh karenanya sebagaisuatu lembaga keuangan yang

berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan sudah

sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan

bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

untuk melindungi kepentingan nasabahnya.

Dengan demikian, kerahasiaan bank ini diperlukan untuk kepentingan

bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan

uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank

iatau menggunakan jasa bank apabila dari pihak bank ada jaminan bahwa

2
Adrian Sutedi, op. cit, h. 118.
8

pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan daripada nasabah

tidak akan disalah gunakan.3

Sementara filosofi yang mendasari pemikiran perlunya ketentuan

mengenai rahasia bank adalah bahwa adanya kewajiban bank memegang rahasia

keuangan nasabah atau perlindungan atas kerahasiaan keuangan nasabah yang

didasari oleh beberapa alasan, yaitu :

1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang bersifat

pribadi (personal privacy);

2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dan nasabahnya.

Dalam kaitan ini bank berfungsi sebagai kuasa dari nasabahnya dan dengan

asas itikad baik wajib melindungi kepentingan nasabahnya;

3. Atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UU

Perbankan yang menegaskan bahwa berdasarkan fungsi utama, bank dalam

menghimpun dana dari masyarakat bekerja berdasarkan kepercayaan dari

masyarakat. Dengan demikian pengetahuan bank tentang keadaan keuangan

nasabahnya wajib dirahasiakan;

4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;

5. Karakteristik kegiatan usaha bank.4

Hal-hal tersebut yang kemudian mendasari perlunya pemikiran mengenai

ketentuan rahasia bank yang kemudian diatur dalam UU Perbankan bahwa

pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank merupakan suatu tindak pidana dan

3
Djoni S. Gazali, op.cit, h. 486.
4
Ibid, h. 488.
9

pihak-pihak yang tidak memegang teguh ketentuan kerahasian bank tersebut dapat

dikenakan sanksi pidana.

3. Pihak-Pihak yang Berkewajiban Menjaga Rahasia Bank

Dari ketentuan dalam Pasal 47 ayat 2 UU Perbankan, dapat diketahui

pihak-pihak yang berkewajiban untuk merahasiakan keadaan keuangan nasabah

penyimpanan dan simpanannya, adalah :

1. Angota Dewan Komisaris Bank

2. Direksi Bank

3. Pegawai Bank

4. Pihak Terafiliasi lainnya dari Bank

Sedangkan yang dimaksud dengan pihak terafiliasi menurut Pasal 1 Angka

22 UU Perbankan adalah : (1) anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau

kuasanya, pejabat, atau karyawan bank; (2) anggota pengurus, pengawas, pengelola

atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk

hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3)

pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai,

konsultan hukum dan konsultan lainnya; (4) pihak yang menurut penilaian Bank

Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham

dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi,

keluarga pengurus.

4. Pengertian Pajak

Pasal 1 Angka 1 UU KUP menyebutkan Pajak adalah kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
10

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selain pengertian pajak menurut UU KUP diatas, terdapat beberapa

pengertian yang diberikan oleh para sarjana, diantaranya :

1. Menurut Soeparman Soemahamidjaja

Pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma hukum guna menutup biaya produksi barang dan jasa

kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.5

2. menurut PJA. Adriani

Pajak adalah iuran masyarakat pada negara (yang sifatnya dapat dipaksakan)

yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan

umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat

ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan.6

3. Menurut Rochmat Soemitro

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(yang sifatnya dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.7

5
Y Sri Pudyatmoko, op.cit, h.1
6
Ibid, h. 3
7
Rochmat Soemitro, 1974, Pajak dan Pembangunan, PT Eresco, Bandung, h. 8.
11

VII. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan segala aktivitas seseorang untuk menjawab

permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang berkenaan

dengan asas-asas hukum, sistematika hukum, maupun norma-norma hukum yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat dengan jalan melakukan analisis yang

didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu.8 Demikian pula

halnya dengan penelitian ini dilakukan berdasarkan metode tertentu guna

mendapatkan hasil penelitian yang sistematis, metodologis, dan konsisten.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni

menggunakan berbagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder atau bahan hukum tersier.9

2. Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan yang terdiri dari pendekatan

Perundang-Undangan (The Statute Appoarch), yaitu dengan cara menelaah semua

Peraturan Perundang-Undangan, yang dalam hal ini adalah UU Perbankan, UU

KUP, Peraturan Bank Indonesia yang berhubungan dengan pemeriksaan pajak

dalam kaitannya dengan prinsip rahasia bank dan akibat hukum yang ditimbulkan

apabila dalam pemeriksaan pajak mendapatkan kesulitan.

8
H. Zainudin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 19
9
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2013, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 118
12

Pendekatan Analisis Konsep Hukum (The Anlitical Conceptual

Approarch), yaitu dengan menganalisis konsep-konsep hukum dan mengutip

doktrin-doktrin para ahli terkait pemeriksaan pajak dalam kaitannya dengan

prinsip rahasia bank dan akibat hukum yang ditimbulkan apabila dalam

pemeriksaan pajak mendapatkan kesulitan.

Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach), yaitu pendekatan

yang dilakukan dengan cara membandingkan dua atau lebih peraturan perundang-

undangan. Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan

perbedaan antara peraturan perundang-undangan tersebut, dengan demikian dapat

diketahui filosofi hukum yang terkandung di dalam setiap peraturan perundang-

undangan yang menjadi objek perbandingan.12

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian normatif meliputi

data sekunder, yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan (library

research) yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini terkait pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui

metode bola salju (snow ball method), yaitu teknik pengumpulan bahan hukum

dimulai dari satu literatur/Peraturan Perundang-Undangan kemudian

menggelinding ke literatur/Peraturan Perundang-Undangan lainnya.


13

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

deskripsi, teknik konstruksi, dan teknik sistematisasi.

1. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari

penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi

atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.

2. Teknik konstruksi adalah pembentukan konstruksi yuridis dengan melakukan

analogi dan pembalikan proposisi (acontratio).

3. Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu

konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan

yang sederajat maupun yang tidak sederajat.

VIII. Jadwal Pelaksanaan

Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan (Mei-Juli) dengan alokasi

waktu sebagai berikut :

1. Persiapan : 1) Mei 2017

2. Pengumpulan Data : 2) Juni 2017

Sisa dan laporan : 3) Juli 2017

Jumlah total waktu : 3 (Tiga Bulan) Bulan.


14

IX. Personalia Penelitian

a. Ketua Peneliti : Ida Bagus Putra Atmadja, SH., MH

b. Pangkat (Gol), Nip : Pembina Tk. I (IV/b), 1954123119830320001

c. Jabatan Funsional : Lektor Kepala

d. Jabatan Struktural :-

e. Fakultas : Hukum

f. Perguruan Tinggi : UNIVERSITAS UDAYANA

g. Waktu untuk Penelitian : 14 Jam dalam seminggu

X. Perkiraan Biaya Penelitian : Biaya Mandiri


15

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Dasar Hukum Pengaturan Rahasia Bank

1. Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, dan Gubernur

Bank Indonesia Nomor KEP-126/JA/11/1997, Nomor KEP 10/XI/1997

dan Nomor 30/6/KEP/GBI tanggal 6 November 1997 tentang Penanganan

Tindak Pidana di Bidang Perbankan.

Dimana surat keputusan bersama ini menginformasikan bahwa

Bank Indonesia, Kejaksaan RI, dan Kepolisian Negara RI sepakat

penyelesaian dugaan tindak pidana perbankan dengan mengacu pada surat

keputusan bersama tindak pidana perbankan, yang berlaku pula untuk nota

kesepahaman penanganan tindak pidana perbankan sebagai pengganti dari

surat keputusan bersama tindak pidana perbankan.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Dimana dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang ini menyebutkan,

Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan

dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia

perbankan wajib dirahasiakan.

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan)

Undang-Undang inilah yang masih berlaku hingga saat ini.Dalam Pasal 1

angka 28 memberikan pengertian Rahasia Bank adalah segala sesuatu


16

yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan

dan simpanannya.Dapat disimpulkan.

Sementara itu sebagai tindak lanjut dari UU perbankan terdapat beberapa

peraturan yang berhubungan dengan rahasia bank, yaitu :

4. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2/19/2000 tentang Persyaratan dan

Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Dalam PBI ini diatur mengenai ketentuan lebih lanjut mengenai

persyaratan-persyaratan untuk melakukan pembukaan rahasia bank,

dimana persyaratan ini sebelumnya hanya diatur secara umum dan tidak

merinci pada UU Perbankan.

5. Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA/694/RHS/XII/2004 Rahasia,

tanggal 3 Desember 2004 perihal Pertimbangan Hukum atas Pelaksanaan

Kewenangan KPK Terkait dengan Ketentuan Rahasia Bank

Surat ini pada dasarnya meminta agar Gubernur Bank Indonesia

memberikan pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan KPK

dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan untuk

meminta keterangan pada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang

keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Selain

itu juga untuk memberikan pertimbangan hukum agar KPK diberikan

kewenangan untuk memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan


17

lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik

tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait.10

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Khususnya pada pasal 43 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana yang berbunyi :

“Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut
undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut
rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas
izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang
menentukan lain”.

2. Pengecualian terhadap Rahasia Bank

UU Perbankan mengatur mengenai pengecualian rahasia bank, artinya

dalam kepentingan tertentu terhadap rahasia bank dapat dilakukan penerobosan.

Penerobosan tersebut dapat dilakukan untuk beberapa alasan kepentingan,

diantaranya :

1. Untuk kepentingan perpajakan, yang diatur dalam Pasal 41 ayat 1 UU

Perbankan. Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas

permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis

kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti

tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan

tertentu kepada pejabat pajak.

10
Nay Amira, 2004, “Fatwa MA: KPK Bisa Mengesampingkan Prosedur Kerahasiaan
Bank, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol11778/fatwa-ma-kpk-bisamengenyampingkan-
prosedur-kerahasiaan-bank, diakses tanggal 7 Desember 2016.
18

2. Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank, yang diatur dalam Pasal 41 A

ayat 1 UU Perbankan. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah

diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan

Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara

untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah

Debitur.

3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, yang diatur dalam Pasal

42 ayat 1 UU Perbankan. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,

Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau

hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka

atau terdakwa pada bank.

4. Untuk kepentingan perkara perdata antara bank dengan nasabah, yang diatur

dalam Pasal 43 UU Perbankan. Dalam perkara perdata antara bank dengan

nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada

Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan

memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

5. Untuk kepentingan tukar menukar informasi antara bank, yang diatur dalam

Pasal 44 ayat 1 UU Perbankan. Dalam rangka tukar menukar informasi antar

bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya

kepada bank lain.


19

Pada prinsipnya bank wajib memegang teguh atau menjaga kerahasiaan

mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpanan dan simpanannya.11 Namun

dalam “keadaan tertentu” sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal diatas,

bahwa bank dimungkinkan untuk memberikan data dan informasi mengenai

segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah

penyimpanan dan simpanannya kepada pihak lain atas seijin pimpinan bank

Indonesia.12

3. Akibat Hukum yang Ditimbulkan Apabila dalam Pemeriksaan Pajak

Menemukan Kesulitan bagi Pihak Perbankan

Direktorat Jendral Pajak dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan

pemungutan pajak dilindungi oleh Undang-Undang. Salah satu kewenangan yang

diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak adalah kewenangan untuk

memperoleh keterangan atau meminta bukti kepada pihak ketiga untuk

kepentingan pemeriksaan. Pihak ketiga yang dimaksud disini salah satunya adalah

bank.

Artinya, untuk kepentingan pemeriksaan perpajakan Direktorat Jenderal

Pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembukaan rahasia bank

terhadap Gubernur Bank Indonesia dengan terlebih dahulu memperoleh

persetujuan dari Menteri Keuangan. Dan bilamana pihak Gubernur Bank

Indonesia setuju dan kemudian memberikan perintah untuk melakukan

pembukaan rahasia bank, maka pihak bank yang bersangkutan harus memberikan

informasi seputar nasabah penyimpanan dan simpanannya terhadap Direktorat

11
Kasmir, op. cit, h. 63
12
Djoni S. Gazali, op. cit, h. 231.
20

Jendral Pajak. Bilamana pihak bank menghalang-halangi atau menolak untuk

memberikan informasi, maka terdapat akibat hukum yang dijatuhi kepada pihak

bank tersebut.13

Akibat hukum bagi pihak-pihak dalam bank yang menghalang-halangi

atau tidak memberikan keterangan diatur dalam UU Perbankan dapat berupa

sanksi pidana dan sanksi administratif, untuk ketentuan sanksi pidana diatur

dalam UU Perbankan, sebagai berikut :

1. Pasal 47 A, yang berbunyi :


“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja
tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42A dan Pasal 44a, diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)."

2. Pasal 48, yang berbunyi :


“(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan
sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam 30 ayat 1 dan 2, dan Pasal 34 ayat 1 dan 2 , diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus miliar
rupiah);(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang lalai
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat 1 dan 2, dan Pasal 34 ayat 1 dan 2 , diancam dengan pidana
kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2(dua) tahun
dan/atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”

3. Pasal 49 ayat 1 huruf c, yang berbunyi :


“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja
: c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama

13
Ibid.
21

15 (lima belas) tahun serta dengan sekurang-kurangnya Rp.


10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”

4. Pasal 49 ayat 2 huruf b, yang berbunyi :


“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja
: b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan tindak pidana penjara sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah)”.

5. Pasal 50, yang berbunyi :


“Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
undang-undang ini peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku
bagi bank diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)”.

6. Pasal 50 A yang berbunyi :


“Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris,
direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan
yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
undang-undang ini peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku
bagi bank diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)”.

Sedangkan akibat hukum berupa sanksi administratif terhadap pihak-pihak

dalam bank yang menghalang-halangi atau tidak memberikan keterangan diatur

dalam UU Perbankan Pasal 52 yang menyebutkan :

“Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan atau
menetapkan sanksi administratif berupa :
a. denda uang;
b. teguran tertulis;
c. penurunan tingkat kesehatan bank;
d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
22

e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabangtertentu


maupun untuk bank secara keseluruhan;
f. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat
pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat
Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan
Bank Indonesia;
g. pencantuman anggota, pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam
daftar orang tercela di bidang Perbankan yang ditimbulkan apabila dalam
pemeriksaan pajak menemui kesulitan

4. Akibat Hukum yang Ditimbukan Apabila Dalam Pemeriksaan Pajak

Menemukan Kesulitan bagi Pihak Direktorat Jenderal Pajak

Dalam hal terjadi kesulitan dalam melakukan pemeriksaan pajak akibat

hukum tidak hanya dimiliki oleh pihak perbankan saja, melainkan juga dimiliki

oleh Direktorat Jenderal Pajak. Setiap tahunnya Direktorat Jenderal Pajak dituntut

untuk memaksimalkan penerimaan pajak untuk membiayai Kelangsungan NKRI

dan Pembangunan Nasional.14 Tentu tuntutan untuk memaksimalkan penerimaan

pajak setiap tahunnya tidak mudah untuk dilaksanakan oleh Direktorat Jendral

Pajak mengingat adanya kesulitan-kesulitan yang telah diuraikan pada

pembahasan sebelumnya.

Kesulitan tersebut dilatar belakangi oleh masih kurangnya kesadaran

masyarakat selaku wajib pajak akan kewajibannya untuk melaksanakan disiplin

berpajak (tax consciousness). Selama ini bukanlah menjadi rahasia lagi bahwa

dalam dunia perpajakan masih banyak kita temui penggelapan-penggelapan pajak

dengan berbagai cara, misalnya dimulai dengan keengganan wajib pajak untuk

14
Abu Samman Lubis, 2015, “Pengelolaan Sumber Penerimaan Pajak sebagai Sumber
Pendanaan Utama dalam Pembangunan”, http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-
artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/20495-pengelolaan-sumber-penerimaan-pajak-sebagai-
sumber-pendanaan-utama-dalam-pembangunan, diakses tanggal 9 Desember 2016.
23

melakukan kewajibannya secara benar dalam mengisi dan melaporkan Surat Pajak

Terutang (SPT), merekayasa pembukuan, hingga menyembunyikan aset kekayaan

yang dimilikinya dengan menyimpan harta kekayaan di bank.15 Pembukaan

rahasia bank yang tergolong rumit menimbulkan hambatan bagi pihak Direktorat

Jenderal Pajak untuk mengusut dugaan kasus pelanggaran pajak yang dilakukan

oleh wajib pajak. Ditambah lagi Direktorat Jenderal Pajak dibatasi dengan waktu

yang tergolong singkat. dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap wajib pajak

yang diduga melakukan pelanggaran pajak.

Pertama-tama bilamana Direktorat Jenderal Pajak menduga adanya dugaan

atau indikasi terjadinya pelanggaran pajak, sebelum dilakukan penyidikan harus

terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan bukti permulaan karena jika tidak maka

penyidikan yang dilakukan daat dinyatakan batal demi hukum. Dalam bukti

permulaan akan dilakukan pemeriksaan tertuju pada keadaan, perbuatan, dan/atau

bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk

adanya dugaan terjadinya pelanggaran pajak.16

Setelah bukti permulaan terkumpul dan disusun secara ringkas dan jelas

barulan dapat dilaksanakan proses penyidikan. Dalam penyidikan barulah

dilakukan tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti. Dapat disimpulkan

bahwa kedua proses diatas, baik proses pemeriksaan bukti permulaan maupun

penyidikan sangat memerlukan adanya data-data dan informasi untuk memperkuat

bukti agar proses dapat berjalan.17 Bilamana kemudian terjadi hal-hal yang

mempersulit, seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, maka


15
Candra Dewi Puspitasari, loc. cit.
16
Muhammad Djafar Saidi, op. cit, h. 142.
17
Ibid, h. 161.
24

hal ini akan berakibat pada tidak dapatnya Direktorat Jenderal Pajak untuk

memproses suatu dugaan atau indikasi bahwa terjadi suatu pelanggaran pajak.

Dan terhadap wajib pajak yang diduga melakukan pelanggaran pajak tidak dapat

diperiksa meskipun bisa saja wajib pajak tersebut benar-benar melakukan

pelanggaran dan merugikan keuangan negara.

5. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab pembahasan diatas, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

5.1 Peraturan Perundang-Undangan tentang Rahasia Bank yang berlaku hingga

saat ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan),

dimana ketentuan mengenai Prinsip Rahasia Bank diatur dalam beberapa

pasal. Pengecualian Rahasia bank untuk kepentingan perpajakan diatur dalam

Pasal 41.

5.2 Akibat hukum yang ditimbulkan bilamana dalam pemeriksaan pajak muncul

kesulitan adalah pihak perbankan yang terbukti mempersulit dalam

memberikan keterangan seputar nasabahnya, dapat dikenakan sanksi pidana

dan sanksi administratif.Sedangkan Direktorat Jenderal Pajak menjadi tidak

mampu untuk melanjutkan penyidikan akibat kesulitan memperoleh

keterangan dan data seputar nasabah yang diduga melakukan pelanggaran

pajak.

6. Saran-Saran
25

6.1 Dalam Rancangan Pembaharuan Undang-Undang Perbankan yang telah

diajukan oleh pemerintah terhadap pihak DPR, diharapkan mengatur

secara detail dan jelas khususnya seputar ketentuan rahasia bank beserta

persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan pengecualian terhadap

rahasia bank, sehinggatidak lagi terdapat ketentuan yang mempersulit

kinerja Direktorat Jenderal Pajak.

6.2 Terhadap kesulitan yang terjadi dalam pemerikaan pajak akibat

kekosongan hukum dalam prosedur penolakan terhadap permohonan

tertulis pembukaan rahasia bank yang diajukan oleh Direktorat Jenderal

Pajak, penulis menyarankan untuk dilakukan konstruksi hukum sehingga

nantinya konstruksi hukum tersebut dapat menjadi pedoman bagi pihak-

pihak yang bersangkutan didalamnya.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Ali, H. Zainudin, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Asikin, H. Zainal, 2016, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta.
Djumhana,Muhammad, 1996,Hukum Perbankan di Indonesia, Citra AdityaBakti,
Bandung.
Gajali, Djoni S., 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta.

Hadjon, Philipus M., 2014, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Prakoso, Abintoro, 2015, Penermuan Hukum (Sistem, Metode, Aliran dan
Prosedur dalam Menemukan Hukum), Laksbang Pressindo, Yogyakarta
Pudyatmoko, Y Sri, 2009, Pengantar Hukum Pajak, Penerbit Andi, Yogyakarta

Saidi, Muhammad Djafar, 2008, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam


Penyelesaian Sengketa Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
______, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung.
Sutedi, Adrian 2014, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
CaraPerpajakan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 85.

26
27

Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/2000 tentang Persyaratan dan


Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

27

Anda mungkin juga menyukai