Anda di halaman 1dari 13

KERAHASIAN BANK

D
I
S
U
S
U
N
OLEH: KELOMPOK 9
YENNI ANGGINA HSB 1640100037
AISYAH PRATIWI 1640100093

DOSEN PENGAMPU:
IDRIS SALEH, S.E.I, M.E

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
2019
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
BAB II: PEMBAHASAN
A. Rahasia Bank...........................................................................................2
B. Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi.............................................5
C. Ketentuan Peralihan.................................................................................7
D. Ketentuan Penutup...................................................................................9
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi untuk
menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana
kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana
serta melakukan pelayanan jasa untuk mempermudah masyarakat dalam
melakukan transaksi. Untuk menjalakan fungsinya maka bank harus
mendapatkan kepercayaan dari nasabahnya dalam mengelola dana yang
telah diberikan.
Salah satu faktor yang dapat memelihara dan meningkatkan kadar
kepercayaan nasabah terhadap bank adalah menjaga kerahasiaan nasabah
seperti yang tertera dalam Undang- Undang No 7 Tahun 1992 jo. dan
Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Oleh karena itu,
dalam makalah ini kami mendeskripsikan makalh tentang keraharian
bank.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kerahasiaan bank?
2. Apa ketentuan pidana dan sanksi administrasi?
3. Apa yang dimaksud dengan ketentuan peralihan?
4. Apa yang dimaksud dengan ketentuan penutup?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. KERAHASIAAN BANK
Sebagai lembaga kepercayaan, bank berkewajiban merahasiakan
kepentingan atau transaksi bisnis yang dilakukan oleh nasabah.
Kewajiban unruk menjaga kerahasiaan akan kepentingan nasabah bank
tersebut telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang perbankan, yang mengatur peristilahan Rahasia Bank, yakni
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari
nasabah bank menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Pengertian rahasia bank tersebut mencakup nasabah kreditur maupun
nasabah debitur sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Ketentuan kewajiaban bank dalam menjaga kerahasiaan nasabah
adalah bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada
bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang
wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan
yang meliputi seluruh data dan informasi yang berkenaan dengan kondisi
keuangan dari nasabah yang diketahui oleh bank karena transaksi yang
telah dilakukannya dengan pihak bank.
Dalam perkembangannya, pengertian rahasia bank sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 telah diubah
dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
mengatur bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.1
Perubahan obyek rahasia bank tersebut sesuai dengan pendapat M.
Yahya Harahap, bahwa rahasi bank itu bukanlah rahasia tak terbatas.
Perlindungan terhadap debitur nasabah yang didasarkan pada ketentuan
rahasia bank tidak dapat diterapkan apabila nasabah debitur mengalami

1
Jundiani, Pengantar Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, ( Malang: UIN Malang
Press, 2009), hlm. 175-176

2
kesulitan mengembalikan dana bank yang telah diperolehnya sehingga
kredit yang macet tersebut telah membahayakan kehidupan ekonomi
masyarakat.2
Perubahan berikutnya mencakup para pihak yang berkepentingan
untuk mendapatkan keterangan yang menurut undang-undang adalah
wajib dirahasiakan oleh bank. Adapun para pihak yang berkepentingan
atas dibukanya keterangan yang wajib dirahasiakan mengenai nasabah
bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai
berikut:3
1. Pejabat pajak untuk kepentingan pajak.
2. Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia
Urusan Piutang Negara (BUPLN/PUPN) untuk menyelesaikan
piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN.
3. Pejabat kepolisian, kejaksaan atau kehakiman untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana.
4. Hakim yang menangani perkara perdata antara bank dengan
nasabahnya.
5. Kalangan perbankan yang membutuhkan informasi kondisi
keuangna nasabah bank dalam rangka tukar menukar informasi
antar bank.
6. Pihak lain ang ditunjuk oleh nasabah penyimpan atas
permintaan, persetujuan atau kuasa nasabah penyimpanan.
7. Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal
nasabah penyimpan telah meninggal dunia.
Perubahan tersebut mencakup para pihak yang berkepentingan
untuk medapatkan keterangan menurut undang-undang wajib
dirahasiakan oleh bank, ternyata tidak mencantumkan pihak-pihak lain
yang berkepentingan terhadap informasi keuangan nasabah bank, yaitu
antara lain kepentingan Badan Pemeriksa keuangan (BPK), kepentingan
2
M. Yahya Harahap, “ Tinjauan Singkat Rahasia Bank dalam Varia Peradilan”, Majalah
Hokum (IX:100), 1994, hlm.106
3
Jundiani, Op.cit, hlm. 177-179

3
Akuntansi Publik dan kepentingan Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam).
Dengan diberlakukannya Undang-Undan Nomor 21 Tahun 2008
ini maka pihak yang berkepentingan untuk dapat membuka rahasia bank
adalah sebagai berikut:
1. Untuk kepentingan perpajakan.
2. Untuk kepentingan peradilan pidana.
3. Hakim yang menangani perkara perdata antara bank degan
nasabahnya.
4. Kalangan perbankan yang membutuhkan informasi kondisi
keuangan nasabah dalam rangka tukar menukar informasi antar
bank.
5. Pihak lain yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan atas
permintaan, persetujuan atau kuasa nasabah penyimpanan.
Perubahan berikutnya berkenaan dengan ketentuan persyaratan dan
tatacara pembukaan rahasia bank. Undang-Undang Nomor 10
Tahun1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
menentukan bahwa syarat-syarat dan prosedur tertentu yang harus
dijalankan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan
keterangan yang wajib dirahasiakan adalah dengan mendapatkan
perintah atau izin tertulis dari Pimpinan Bank Indonesia. Demikian pula
persyaratan dan prosedur untuk mendapatkan perintah tertulis atau izin
dari Bank Indonesia dirumuskan dalam pengaturan rahasia bank syariah
sebagaimana termuat dalam pasal 41-49 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008.
Undang-Undang Perbankan yang telah mengatur ketentuan baru
rahasia bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor penting untuk
menjaga kepercayaan nasabah penyimpan, dimunkinkan dibuka untuk
kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, kepentingan
peradilan dalam perkara pidana, peradilan perdata antara bank dengan
nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, atas

4
permintaan dan persetujan atau kuasa dari nasabah, dan permntaan ahli
waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia. Dengan
pengaturan ketentuan baru perihal rahasia bank, obyek rahasia bank,
para pihak yang berkepentingan dan ketentuan-ketentuan pidananya.

B. KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRASI


Menurut sistem Undang-Undang Perbankan maka sanksi pidana
atas pelanggaran prinsip kerahasiaan bank ini bervariasi. Ada tiga ciri
khas dalam sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank dalam Undang-
Undang perbankan ini. Ciri khas dari sanksi pidana terhadap
pelanggaran prinsip rahasia bank, sebagai berikut:4
1. Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman
hukuman maksimal.
2. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda
bersifat kumulatif, bukan alternative.
3. Tidak ada korelaasi antara berat ringannya ancaman hukuman
penjara dengan hukuman denda.
Adapun ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana
di bidang perbankan menurut Undang-Undang dapat dibagi dalam 3
kategori sebagai berikut :5
1. Pidana penajara minimal 2 (dua) tahun dan maksiamal 4
(empat) tahun serta denda minimal 10 milyar rupiah dan
maksimal 200 milyar rupiah. Pidana ini diancam terhadap
barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau izin
dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
pasal 41, pasal 41 A , dan pasal 42, dengan sengaja memaksa
bank atau pihak terafiliasi untuk memeberikan keterangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 UU Perbankan.

4
Arsiko Daniwidho Alsebarant, ” Rahasia Bank” , Paper, 2016, hlm. 10-11
5
Ibid.

5
2. Pidana penajara minimal 2 (dua) tahun dan maksiamal 4
(empat) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan
maksimal 8 milyar rupiah. Pidana Tersebut diancam terhadap
para anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau
pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40 UU
Perbankan.
3. Pidana penajara minimal 2 (dua) tahun dan maksiamal (tujuh)
tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 15
milyar rupiah pidana ini diancam kepada anggota dewan
komisari, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja
tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A UU
Perbankan.
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap
sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut
izin usaha bank yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan
atau menambah sanksi administratif sebagai berikut:6
1. Denda uang.
2. Teguran tertulis.
3. Penurunan tingkat kesehatan bank.
4. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring.
5. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang
tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan.
6. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan
mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum
pemegang saham atau rapat anggota koperasi mengangkat
pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia.
7. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang
saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.

6
Ibid.

6
Tampak di atas bahwa perlindungan hukum yang diberikan oleh
undang-undang cukup kuat untuk menjaga agar tidak terjadi pembocoran
rahasia bank tersebut. Taufik E. L. Rahim menerangkan bahwa dilihat
dari segi hakikat rahasia bank didasarkan kepada empat hal, yaitu:7
1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak mencampuri dalam
masalah yang bersifat pribadi (personal privacy).
2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dan
nasabahnya wajib dan dengan itikat baik wajib untuk
melindungi kepentingan nasabahnya.
3. Bank dalam menghimpun dana dari masyarakat bekerja
berdasarkan kepercayaan masyarakat dengan demikian
pengetahuan bank mengenai keuangan nasabah tidak
disalahkan dan wajib dijaga oleh bank.
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan.

C. KETENTUAN PERALIHAN
Aturan peraliham atau ketentuan peralihan adalah ketentuan yang
memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum
yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang lama
terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Ketentuan peralihan
diperlukan untuk mencegah kondisi kekosongan hukum akibat
perubahan ketentuan dalam perundang-undangan. Perubahan dari
ketentaun, antara lain terkait dengan kondisi seperti pembagian wilayah,
perluasan wilayah, peralihan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga
lain atau peralihan dari yudiris ke pangadilan.
Dalam butir 127 lampiran UU P3 disebutkan bahwa ketentuan
peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau
hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang lama terhadap yang baru, yang bertujuan untuk:8
7
Ibid.
8
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/It54ac8a8c7c96e/fungsi-aturan-
peralihan-dan-aturan-tambahan/. Diakses tanggal 30 april 2019 pukul 21.42

7
1. Menghindari terjadinya kekosongan hukum.
2. Menjamin kepastian hukum.
3. Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak
perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.
Dalam UU No 21 tahun 2008 BAB XII tentang peralihan terdapat
pada pasal 67 yang isinya :
1) Bank syariah atau UUS yang telah memiliki izin usaha pada saat
mulai undang-undang ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh
izin usaha berdasarkan undang-undang ini.
2) Bank syariah atau UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang ini paling
lama satu tahun sejak mulai berlakunya undang-undang ini.
Pasal 68 yang isisnya:
1) Dalam hal bank umum konvensional memiliki UUS yang nilai
asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai aset bank
induknya atau 15 tahun sejak berlakunya undang-undang ini, maka
bank umum konvensional dimaksud wajib melakukan pemisah UUS
tersebut menjadi bank syariah.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisah dan sanksi bagi bank umum
konvensional yang tidak melakukan pemisah sebagaimana yang di
maksud pada ayat (11) diatur dengan peraturan bank Indonesia.

D. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan penutup adalah bagian terakhir dari batang tubuh
peraturan perundang-undangan. Ketentuan penutup ditempatkan di dalam
bab terakhir, jika tidak diadakan pengelompokan bab ketentuan penutup di

8
tempatkan dalam pasal atau beberapa pasal terakhir.pada umumnya
ketentuan penutup memuat mengenai:9
1. Penunjukkan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan
peraturan perundang-undangan.
2. Nama singkat peraturan perundang-undagan.
3. Status peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
4. Saat mulai beralaku peraturan perundan undangan.
Dalam UU No 21 tahun 2008 BAB XIII pasal 69 yang berisi:
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai
perbankkan syariah yang di atur dalam undang-unang nomor 7 tahun
1992 tentang perbankan (lembaran negara republik Indonesia tahun
1992 nomor 31 tambahan lembaran negara republik Indonesia nomor
3472) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no 10 tahun
1998 (lembaran negara republik indonesia tahun 1998 nomor 182,
tambahan lembaran negara republik Indonesia nomor 3790) beserta
peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan udang-undang ini.
Pasal 70 yang berisi:
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-
undang ini dengan penempatannya dalam lembaran negara republik
Indonesia.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

9
http://www.wikiapbn.org/ketentuan-penutup-peraturan-perundang-undangan/ .Diakses
tanggal 2 mei 2019 pukul 22.00

9
Rahasia bank merupakan hal yang penting dalam dunia perbankan
dan berlaku umum diseluruh negara. Pengaturan mengenai rahasia bank
pada umumnya sama dengan UU perbankan konvensional yang wajib
dirahasiakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah dan
simpananya, kewajiban tersebut berlaku bagi bank dan pihak terafilasi.
Sanksi bagi pelanggar dibedakan menjadi dua yautu sanksi administrative
dan sanksi pidana. Dengan pola pengaturan umumnya hampir sama
dengan peraturan perbankan konvensional. Demikian dengan peraturan
peralihan dan peraturan penutup.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alsebarant, Arsiko Daniwidho. 2016. ” Rahasia Bank”. Paper.


Harahap, M. Yahya. 1994. “ Tinjauan Singkat Rahasia Bank dalam Varia
Peradilan”. Majalah Hukum (IX:100).
Jundiani. 2009. Pengantar Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.
Malang: UIN Malang Press.
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/It54ac8a8c7c96e/fungsi-
aturan-peralihan-dan-aturan-tambahan/
http://www.wikiapbn.org/ketentuan-penutup-peraturan-perundang-
undangan/

Anda mungkin juga menyukai