Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM SURAT BERHARGA DAN PERBANKAN


ANALISIS TINDAK PIDANA PEMALSUAN PENCATATAN DALAM LAPORAN
BANK (Studi Putusan Nomor 246/ PID/ 2020/ PT.Mks)

Disusun oleh :
Selvanya Qoriana Dias - 203300416008
Mega Sulistyo Putri - 213300426221

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
2023
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

Tindak Pidana Pemalsuan Pencatatan dalam Laporan Bank (Studi Putusan Nomor 246/ PID/

2020/ PT.Mks). Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, penulis menyadari

sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata

bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik

dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun

ilmu terhadap pembaca.

Jakarta, 02 Januari 2023

Penulis,

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya tindak pidana ekonomi yang terjadi dalam ruang lingkup

perbankan pada akhirnya akan mengganggu keseimbangan hubungan antara bank

dengan nasabah. Di satu sisi bank akan kehilangan kepercayaan dari nasabahnya, di

lain sisi masyarakat kehilangan rasa aman atas lembaga perbankan. Salah satu produk

jasa yang memegang peranan penting dalam masyarakat adalah jasa pelayanan

keuangan dalam hal ini berbentuk perbankan. Tersedianya jasa pengelola keuangan

baik dalam bentuk layanan penyimpanan, investasi, maupun pemberi kredit tentu

memberi kemudahan bagi masyarakat.

Sebagai perusahaan penyedia jasa, lembaga perbankan kemudian membentuk

hubungan hukum dengan nasabahnya. Di mana bank menjual produk jasa dan

masyarakat menggunakannya sebagai bentuk konsumsi atas produk tersebut.

Hubungan ini yang kemudian diatur oleh hukum untuk melindungi kepentingan kedua

belah pihak. Baik untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban bank dan

nasabah, hingga mengatur perjanjian yang timbul antar keduanya.

Peran aktif masyarakat ini sejalan dengan fungsi bank sebagai financial

intermediary yaitu sebagai perantara penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta

memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Maka dari itu, hal yang

paling utama yang harus diwujudkan dari suatu bank adalah keamanan yang dapat

dicapai dengan menerapkan prinsip kehatihatian atau prudential principle. Prinsip

kehati-hatian inilah yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh setiap pekerja di

bidang perbankan, mulai dari dewan komisaris, direksi, hingga pegawai bank. Dalam

menjalankan tugasnya, para pekerja di bidang perbankan memiliki wewenang dan

2
tanggung jawab yang besar dalam mengelola dana masyarakat. Lemahnya penerapan

prinsip kehati-hatian serta pengawasan akan menyebabkan penyalahgunaan

kewenangan pegawai bank yang dapat 24 merugikan nasabah. Hal inilah yang

kemudian menjadi tindak pidana ekonomi di bidang perbankan.

Salah satu kejahatan yang berkembang di bidang perbankan adalah yaitu

Pemalsuan Pencatatan Dokumen. Tindak pidana ini, walaupun telah sering terjadi,

tetapi belum mendapat perhatian yang besar dari masyarakat.

Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, maka Penulis bermaksud untuk

melakukan telaah yang lebih lanjut dan mendalam tentang “Tindak Pidana Pemalsuan

Pencatatan dalam Laporan Bank (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar

Nomor 246/ PID/ 2020/ PT.Mks)”

B. Rumusan Masalah

1. Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan menjadi batasan

penulisan ini, yaitu: Bagaimana pengaturan tindak pidana dan

pertanggungjawaban pidana dalam hal terjadinya Pemalsuan Pencatatan dalam

Laporan Bank?

2. Bagaimana faktor pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara sengaja

tidak memasukan laporan transaksi atau rekening suatu bank sebagaimana

dinyatakan dalam Putusan Nomor 246/ PID/ 2020/ PT.Mks?

3
BAB II
POSISI KASUS

A. Kronologis Kasus

Berdasarkan fakta-fakta persidangan baik keterangan saksi-saksi, keterangan

terdakwa, maupun bukti-bukti dapat diketahui bahwa Terdakwa Bahwa PRAYUDI LESSY

Bin ABDULLAH LESSY, pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi pada tahun

2017, bertempat dikantor Bank BRI Unit Bontoramba yang terletak dikelurahan Bontoramba

Kecamatan Bontonompo Selatan, Kabupaten Gowa atau setidak-tidaknya pada suatu tempat

yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sungguminasa, dengan

sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam

proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau

rekening suatu bank.

Terdakwa bekerja di PT. Bank BRI (Persero) Tbk berdasarkan Surat Keputusan

Nokep : 288/ KW-Xlll/ SDM/ 9/ 2015, tanggal 14 September 2015, kemudian Terdakwa

dimutasi ke BRI Unit Bontoramba Kabupaten Gowa berdasarkan Surat Keputusan Nokep :

084/ KC-Xlll/ SDM/ 5/ 2017, tanggal 19 Mei 2017, dengan Jabatan Mantri KUR BRI Unit

Galeson. Setelah Terdakwa bertugas di BRI Unit Bontoramba Kabupaten Gowa, Terdakwa

yang menjabat sebagai Mantri Kredit Usaha Rakyat (KUR) selalu berhubungan langsung

dengan nasabah yang mengajukan KUR maupun menerima angsuran nasabah yang telah

mengambil KUR atau yang melakukan pelunasan KUR .

Kemudian Terdakwa terungkap telah melakukan beberapa penyimpangan dalam

menjalankan tugasnya sebagai Mantri KUR dengan cara;

1. Terdakwa meminta bantuan kepada 3 (tiga) orang nasabah atau debitur yang

sudah dikenalnya yakni Syamsul Rijal, Yaso Sitaba dan Suardi untuk mengajukan

4
kredit KUR di BRI Unit Bontoramba dan hasil pencairan kredit setelah ditarik

melalui teller oleh ketiga orang nasabah atau kreditur tersebut, uangnya

diserahkan kepada Terdakwa atau disebut dengan Kredit Topengan ;

2. Terdakwa menggunakan cara membujuk nasabah yang berjumlah 4 (empat)

orang yakni Nurdiana, Suriani Dg Kanang, Gassing Dg Lau dan Muh. Yusriadi

untuk mengajukan kredit lebih besar dari permohonan awal nasabah sehingga

selisih uang yang didapat oleh nasabah tersebut, setelah ditarik dari teller

uangnya diserahkan kepada Terdakwa dan pembayaran angsuran kredit

perbulannya sebagian dibayar oleh nasabah dan sebagian dibayar oleh Terdakwa

atau disebut dengan Kredit Tempilan ;

3. Terdakwa juga melakukan penjemputan setoran nasabah sebanyak 22 (dua puluh

dua) orang dan sebagian besar tidak diberikan bukti setoran dan setoran tersebut

tidak langsung disetorkan ke BRI Unit Bontoramba melainkan digunakan

terdakwa untuk menutupi angsuran-angsuran debitur yang sebelumnya telah

digunakan terdakwa atau disebut dengan Penggunaan setoran kredit ;

4. Terdakwa dengan cara menerima setoran pelunasan kredit dari debitur sebanyak

13 (tiga belas) debitur dengan janji akan memberikan suples, menerima setoran

pelunasan dari pemilik agunan atas kredit Halong dan menyerahkan agunan milik

debitur untuk dijual guna pelunasan kredit, menerima setoran pelunasan an.

Lalang Dg Sila kemudian merealisasi kredit baru tanpa menutupi kredit lama atau

disebut dengan Pelunasan kredit ;

Bahwa akibat dari perbuatan Terdakwa, pihak Bank BRI Unit Bontoramba

mengalami kerugian sebesar Rp. 134.821.856.- (seratus tiga puluh empat juta delapan

ratus dua puluh satu ribu delapan ratus lima puluh enam rupiah) atau sekitar jumlah

itu;

5
B. Identifikasi Pasal
Primair :

o Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana pada Pasal 49 Ayat (1) huruf

a UU No. 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan

Subsidair :

o Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana pada Pasal 49 Ayat (1) huruf

b UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan.

Lebih Subsidair :

o Perbuatan mana dilakukan Terdakwa diatur dan diancam pidana pada Pasal 49

Ayat (1) huruf c UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7

Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Tindak Pidana Umum yang Dapat Dikenakan terdakwa, yaitu Pasal 374 KUHP.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus

Kasus yang Penulis uraikan di atas merupakan kasus Pencatatan Palsu dalam

Pembukuan atau Dokumen yang dilakukan oleh Prayudi Lessy Bin Abdullah Lessy

yang mana adalah pegawai di PT. Bank BRI (Persero) dan menjabat sebagai Mantri

Kredit Usaha Rakyat (KUR). Terdakwa diketahui melakukan beberapa penyimpangan

dengan Modus yang dilakukan terdakwa yaitu meminta bantuan kepada 3 (tiga) orang

nasabah atau debitur yang sudah Dikenalnya untuk mengajukan kredit KUR di BRI

Unit Bontoramba dan hasil pencairan kredit setelah ditarik melalui teller oleh ketiga

orang nasabah atau kreditur tersebut, uangnya diserahkan kepada Terdakwa atau

disebut dengan Kredit Topengan. Kemudian modus selanjutnya terdakwa membujuk

nasabah yang berjumlah 4 (empat) untuk mengajukan kredit lebih besar dari

permohonan awal nasabah sehingga selisih uang yang didapat oleh nasabah tersebut

atau yang disebut dengan Kredit Tempilan. Selain itu terdakwa juga melakukan

penjemputan setoran nasabah sebanyak 22 (dua puluh dua) orang dan sebagian besar

tidak diberikan bukti setoran dan setoran tersebut. Serta Terdakwa juga melakukan

modus dengan cara menerima setoran pelunasan kredit dari debitur sebanyak 13 (tiga

belas) debitur dengan janji akan memberikan suples. Oleh karena itu akibat dari

perbuatan Terdakwa, pihak Bank BRI Unit Bontoramba mengalami kerugian sebesar

Rp. 134.821.856.- (seratus tiga puluh empat juta delapan ratus dua puluh satu ribu

delapan ratus lima puluh enam rupiah) atau sekitar jumlah itu.

7
Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh Prayudi Lessy Bin Abdullah Lessy

dalam memanipulasi atau membuat pencatatan palsu dalam proses laporan yang tidak

sesuai prosedur sebagaimana yang disebutkan diatas, bertentangan dengan ketentuan

dalam hukum perbankan, yakni ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a Jo Pasal 49

ayat (2) huruf b UU Perbankan. Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Perbankan

menyatakan bahwa “anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang

dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam

pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan

usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank”. dalam kasus Prayudi Lessy Bin

Abdullah Lessy ini telah jelas melakukan pencatatan palsu dengan melakukan

Kredit Topengan, Kredit Tempilan, dan melakukan penjemputan setoran nasabah

sebanyak 22 (dua puluh dua) orang sebagian besar tidak diberikan bukti setoran dan

setoran tersebut tidak langsung disetorkan ke BRI Unit Bontoramba.

Oleh karena itu, tindakan Prayudi Lessy Bin Abdullah Lessy yang tidak

sesuai prosedur diatas, menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap

ketentuan perbankan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b UU

Perbankan yang menyatakan bahwa “anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau

pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang

diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-

undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi

bank, dapat dipidana diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga)

tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00

(seratus miliar rupiah).

8
B. Pertimbangan Hakim
Melihat pertimbangan majelis hakim yang menyimpangi ketentuan pidana

minimum dari apa yang telah didakwakan, hal itu karena Uang sebanyak

Rp.134.000.000 tidak disetor Terdakwa selaku pekerja kontrak yang diberi tugas

selaku manteri KUR, akan tetapi dengan rentan waktu antara Tahun 2017 hingga

Tahun 2018, yang jumlahnya jutaan rupiah per-nasabah yang tentunya selama itu

Terdakwa ada juga yang disetor ke-Kas BRI Unit Bontoramba yang menjadi masalah

adalah tidak adanya Pengawasan secara berkala terhadap Para Mantri KUR didalam

penagihan dan penyetoran kembali dalam arti kata dalam rentang waktu itu seharus

ada Pengawasan secara berkala di BRI Unit Bantoramba. Selain itu diketahui bahwa

Terdakwa bukanlah Anggota Dewan Komisaris dan Terdakwa bukan pula sebagai

Direksi, akan tetapi hanya sebagai pekerja kontrak. Berdasarkan fakta-fakta tersebut

dengan nilai yang kecil Majelis Hakim akan mengedepankan azas kesimbangan antara

perbuatan Terdakwa dengan kerugian yang diderita BRI Unit Bontoramba dengan

pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa haruslah seimbang dan adil dengan

bertujuan agar pemberian pidana mencapai sasaran, mengembalikan keseimbangan

yang telah terganggu akibat perbuatan Terdakwa dan membimbing Terdakwa agar

insyaf dan menjadi anggota masyarakat yang baik apalagi Terdakwa sudah di PHK.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan-

pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Pertama dalam putusannya

yang menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “ Dengan sengaja tidak memasukan laporan transaksi atau

rekening suatu bank “ sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam

dakwaan Pertama Subsidair, sudah tepat dan benar menurut hukum, karena dalam

pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan dengan tepat

dan benar semua keadaan serta alasan-alasan yang menjadi dasar putusannya, dan

9
pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut dianggap telah tercantum pula dalam

putusan ditingkat banding.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Makassar yang memeriksa dan

mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat banding, hakim manyatakan bahwa

PRAYUDI LESSY Bin ABDULLAH LESSY telah melanggar Pasal 49 ayat (1)

huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992, sebagaimana

yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

1998, tentang Perbankan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 8 Tahun

1981, Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menyatakan

Terdakwa Prayudi Lessy Bin Abdullah Lessy telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Dengan sengaja tidak memasukan

laporan transaksi atau rekening suatu bank sebagaimana dalam dakwaan pertama

subsidair tersebut. Dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan pidana denda

sebesar Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). dengan ketentuan apabila

pidana denda tersebut tidak dapat dibayar oleh Terdakwa, maka pidana tersebut akan

diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Kasus pemalsuan pencatatan dokumen laporan bank diatas menunjukkan bahwa

masih lemahnya penegakkan hukum dibidang perbankan, lemahnya keamanan dan

peneraan prinsip kehati-hatian yang seharusnya menjadil hal utama yang harus

dimiliki dan dilaksanakan oleh setiap pekerja di bidang perbankan, serta kurangnya

faktor pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun pihak

Bank, faktor minimum sanksi, serta kurangnya kerjasama yang baik dari masyarakat

dalam hal pemberian informasi menjadi faktor utama kasus pemalsuan pencatatan

dokumen ini terus mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan akses yang dimiliki

bankir terhadap dana nasabah yang dititipkan ke bank. Maka dari itu, selain penerapan

10
prinsip kehati-hatian, integritas dari bankir itu sendiri merupakan faktor penting untuk

menunjang terwujudnya pelaksanaan tugas bank yang sehat.

BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Bahwa Pertanggungjawaban pidana terhadap pegawai bank yang terlibat

dalam tindak pidana pemalsuan pencatatan transaksi perbankan adalah suatu

kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana bagi pegawai bank yang

melakukan perbuatan melawan hukum karena adanya kesalahan dan kesengajaan

yang dilakukannya. Tindak pidana pemalsuan pencatatan transaksi perbankan adalah

pegawai bank dapat membuat atau menyebabkan adanya pencatan palsu dalam

pembukuan atau dalam proses laporan,maupun dalam dokumen atau kegiatan usaha,

laporan transaksi atau rekening suatu bank sehingga tindakan penyimpangan yang

terjadi berupa pemalsuan tanda tangan nasabah untuk melakukan transaksi

pemindahbukuan uang milik nasabah, pembukaan rekening tabungan fiktif dan kredit

fiktif, bahkan lebih parahnya lagi dalam pemberian fasilitas kredit tersebut pegawai

bank bisa dengan mudahnya melakukan pemindahbukuan dana nasabah kedalam

rekening tabungan fiktif yang telah dibuat sebelumnya.

Pertanggungjawaban pidana terhadap pegawai bank yang melakukan

pemalsuan pencatatan transaksi perbankan adalah berupa pidana penjara dan disertai

dengan pidana denda. Hal tersebut juga diperkuat dalam Putusan Pengadilan Tinggi

Makassar terhadap putusan nomor 246/PID/2020/PT.Mks atas nama terdakwa

PRAYUDI LESSY bin ABDULLAH LESSY terbukti telah melanggar melakukan

11
tindak pidana perbankan yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) huruf b Undang-Undang

Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dan Undang-Undang

Republik Indonesia nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).

Bahwa dalam upaya menanggulangi, mencegahan, dan memberantas

kejahatan perbankan seperti tindak pidana pemalsuan pencatatan transaksi perbankan

yang dilakukan oleh pegawai bank, dapat dilaksanakan dengan cara meningkatkan

kerja sama dan koordinasi melalui sarana pengendalian atau pengawasan. Upaya

dalam menanggulangi kejahatan perbankan dapat dilakukan dengan cara

meningkatkan pelaksanaan pengendalian terhadap bank yang terdiri atas dua

pengawasan, yaitu melaksanakan pengawasan ekternal yang dilakukan pihak

regulator dan melaksanakan pengawasan internal yang dilakukan pihak management

bank.

Upaya yang dilakukan oleh pihak perbankan dalam menanggulangi tindak

pidana pemalsuan pencatatan transaksi perbankan di Wilayah Hukum Pengadilan

Tinggi Makasar adalah dengan dilaksanakannya upaya preventif yakni meningkatkan

pelaksanaan pengawasan terhadap bank yang terdiri atas dua pengawasan, yaitu

melaksanakan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh regulator, melaksanakan

pengawasan internal yang dilakukan oleh manajemen bank, pelaksanaan prinsip-

prinsip good corporate governance, pelaksanaan Direktur Kepatuhan Bank Umum

yang mewajibkan bank untuk menerapkan fungsi kepatuhan, pelaksanaan fit and

proper test. Kemudian upaya represif yakni dengan menjalin kerja sama penanganan

tindak pidana di bidang perbankan bersama Kepolisian dan Kejaksaan Republik

Indonesia.Apabila kesemua upaya tersebut benar-benar diterapkan dalam setiap

12
aktivitas perbankan maka diyakini akan dapat mewujudkan dunia perbankan yang

berkembang baik dan sehat.

2. SARAN
Bahwa pihak perbankan harus lebih ektra untuk penerapan prinsip kehati-

hatian, integritas serta prinsip kepatuhan dalam menunjang terwujudnya pelaksanaan

tugas bank yang sehat sehingga dapat meminimalisir adanya pegawai bank untuk

melakukan tindak pidana terjadinya pemalsuan pencatatan dokumen dalam laporan

bank. Kemudian pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada pihak bank

harus ditingkatkan serta memiliki kerjasama yang baik dari masyarakat meliputi etika

dan moral profesional perbankan yang baik dalam hal pemberian informasi menjadi

faktor yang utama selain itu faktor yang harus diperbaiki adalah menghindari adanya

hutang dan tanggungan yang harus dibayarkan oleh pegawai bank sedangkan gaji dan

tunjangan mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup itu semua atau

dengan kata lain pegawai bank harus hidup sederhana dan tidak terlalu berlebih-

lebihan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ardha, D. J. (2020). Analisis Kasus Pemalsuan Kartu Kredit Sebagai Bentuk Tindak

Pidana Perbankan. Doctrinal, 5(2), 245-263.

Sitorus, D. A. (2020). Analisis Tindak Pidana Pelanggaran Prosedur Pemberian Kredit

Perbankan PT. BPR Madani (Studi Putusan No. 190/Pid/. Sus/2019/PT. Mdn).

Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 246/ PID/ 2020/ PT.Mks.

Booklet Perbankan Indonesia 2018”, Otoritas Jasa Keuangan.

14

Anda mungkin juga menyukai