Anda di halaman 1dari 48

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI BAGI DEBITUR DALAM

KREDIT DI KANTOR CABANG BANK MANDIRI PINRANG

(STUDI PUTUSAN NOMOR 3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

NURUL AFIFAH MUKHLISAH

18 03 022

PRODI S1 ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN BISNIS

ANDI SAPADA

PAREPARE

2022
AKIBAT HUKUM WANPRESTASI BAGI DEBITUR DALAM
KREDIT DI KANTOR CABANG BANK MANDIRI PINRANG

(STUDI PUTUSAN NOMOR 3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

NURUL AFIFAH MUKHLISAH

18 03 022

FAKULTAS HUKUM PRODI S1 ILMU HUKUM

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN BISNIS

ANDI SAPADA

PAREPARE

2022
ii

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI BAGI DEBITUR DALAM


KREDIT DI KANTOR CABANG BANK MANDIRI PINRANG

(STUDI PUTUSAN NOMOR 3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)

PROPOSAL PENELITIAN

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH)

di Fakultas Hukum Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada

Diajukan Oleh :

NURUL AFIFAH MUKHLISAH

18 03 022

Telah Disetujui Oleh :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. SUNARDI PURWANDA.S.H., M.H. MUH. AKBAR FHAD SYAHRIL.S.H., M.H.


NIDN. 0903068802 NIDN. 0910119401
ii
iii

DAFTAR ISI

HALAM AN JUDUL ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

DAFTAR ISI iiii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penulisan4

D. Kegunaan Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

A. Tinjauan Umun Tentang Akibat Hukum 5

1. Pengertian Akibat Hukum 5

2. Wujud Akibat Hukum 5

B. Tinjauan Umum Tentang Debitur 6

1. Pengertian Debitur 6

2. Prinsip Mengenal Debitur 6

C. Tinjauan Umum Tentang Kredit dan Perjanjian Kredit Bank


7

1. Pengertian Kredit7

2. Pengertian Perjanjian Kredit 9

3. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit 11

4. Syarat Sah Perjanjian 12

5. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian 13

6. Bentuk Bentuk Perjanjian 15

7. Hapusnya Perjanjian Kredit Bank 16


iii

8. Unsur-Unsur kredit 17 9. Jenis-


Jenis Kredit 18
iv

10. Prinsip Pemberian Kredit 20

D. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi 20

1. Pengertian Wanprestasi 20

2. Unsur-Unsur Wanprestasi 23

E. Tinjauan Umum tentang Bank 23

1. Pengertian Bank 24

2. Jenis-Jenis Bank 24

F. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 25

1. Pengertian Perlindungan Hukum 25

2. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum 26

BAB III METODE PENELITIAN 29

A. Jenis Penelitian 29

B. Pendekatan Penelitian 29

C. Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian 30

D. Jenis dan Sumber Bahan Hukum 30

1. Data Primer 30

2. Data Sekunder 30

E. Teknik Pengumpulan Data 30

1. Wawancara 30

2. Dokumentasi 30

F. Analisis Data 31

DAFTAR PUSTAKA 32
iv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bank merupakan salah satu sumber permodalan bagi berbagai
usaha, suatu bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. (Kasmir, 2011: 1)
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi bank
pada umumnya adalah menerima berbagai bentuk simpanan dari
masyarakat, memberikan kredit baik bersumber dari dana yang diterima
dari masyarakat maupun dana yang diterima dari pemilik Bank
(pemegang saham), pemerintah maupun Bank Indonesia (BI).
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antar pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga. (Kasmir, 2011: 5)
Bank sebagai lembaga keuangan yang sangat berpengaruh dalam
pertumbuhan ekonomi suatu negara karena dapat memberikan kredit atau
pinjaman kepada masyarakat, haruslah memperhatikan berbagai hal
sebelum memberikan kredit tersebut. Pemberian fasilitas kredit yang
tertuang dalam perjanjian kredit oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa
resiko, resiko mungkin saja terjadi karena debitur tidak wajib membayar
utangnya secara lunas atau tunai. Melainkan debitur diberi kepercayaan
oleh Undang-Undang dalam perjanjian kredit untuk melakukan
pembayaran secara cicilan atau bertahap. Resiko yang umumnya terjadi
adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan kredit. (Badriyah
Harun, 2010: 2)
iv

Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami


kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan
atau kondisi di luar kemampuan debitur. Salah satu faktor penyebab
terjadinya kredit macet adalah debitur mengalami kebangkrutan dalam
usahanya, sehingga debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang
digunakan sebagai modal usahanya. Selain itu, kredit macet juga dapat
terjadi karena kurangnya usaha-usaha yang dilakukan Bank untuk
meningkatkan pembinaan terhadap masalah kredit macet. (Kasmir, 2011:
92)
Oleh sebab itu dalam pemberian kredit , pihak bank perlu adanya
keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan debitur dapat membayar.
Untuk itu dalam memberikan fasilitas kredit, bank terlebih dahulu
memberikan penilaian terhadap nasabah dengan menggunakan prinsip 5
C berdasarkan pada asas kehati-hatian yaitu Character (karakter),
capacity (kemampuan), capital (modal), condition of economic (kondisi
ekonomi), dan collateral (jaminan). (Tan Kamelo, 2004: 184)
Namun setelah proses kredit telah berjalan dan pihak debitur telah
menikmati hasil dari kredit yang diberikan oleh pihak bank, maka pihak
kreditur dalam hal ini bank, meminta kepada pihak debitur untuk
pemenuhan kewajibannya yaitu pengembalian kredit tepat pada
waktunya. Akan tetapi, tidak semua keinginan kreditur atau bank selalu
dapat dipenuhi oleh pihak debitur. Walaupun telah menilai debitur dengan
menggunakan prinsip 5 C atau yang dikenal dengan sebutan the five of
credit analysis dengan seksama namun tidak bisa terlepas dari
kemungkinan si debitur wanprestasi yaitu tidak memenuhi kewajibannya
membayar atau melunasi hutangnya sesuai dengan apa yang telah
diperjanjikan kepada kreditur (bank), dan hal ini yang menimbulkan kredit
bermasalah yang dapat mendorong terjadinya kredit macet di bank-bank.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah
diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah
dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu
tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke
pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur
wanprestasi atau tidak. (Salim, H.S, 2019: 99)
iv

Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH
Perdata. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si
berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. (Salim, H.S, 2019: 96)
Sebagaimana kasus yang terjadi di Kabupaten Pinrang, Sulawesi
Selatan, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pinrang Nomor
3/Pdt.G.S/2021/PN Pin berkaitan dengan adanya permasalahan
wanprestasi pada perjanjian kredit antara salah satu bank yang ada di
Kabupaten Pinrang dengan debitur nya. Pada perjanjian tersebut, memuat
kesepakatan antara kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam
perjanjian, dalam perjanjian kredit tersebut bank sebagai kreditur
memberikan kredit kepada debitur, untuk pembiayaan modal kerja, kredit
yang diberikan oleh bank kepada debitur dikenakan penambahan bunga
dan denda pertahun, yang selanjutnya harus dibayar sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan bank tersebut. Namun selama proses
kredit berlangsung debitur tidak melaksanakan kewajibannya dengan
baik, debitur telah melalaikan kewajibannya untuk membayar pinjaman
angsuran kredit (pokok dan bunga) kepada bank, dan mengabaikan surat
somasi dari pihak bank, dalam hal ini debitur dikatakan telah melakukan
perbuatan wanprestasi. Maka bank sebagai pemberi kredit atau kreditur
akhirnya mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Pinrang
terhadap debitur yang telah melakukan wanprestasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut permasalahan dengan judul “AKIBAT HUKUM
WANPRESTASI BAGI DEBITUR DALAM KREDIT DI KANTOR CABANG
BANK MANDIRI PINRANG (Studi Putusan Nomor 3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, terkait dengan
wanprestasi debitur dalam kredit bank terdapat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana akibat hukum bagi debitur wanprestasi dalam perjanjian
kredit di kantor cabang Bank Mandiri Pinrang? (Studi Putusan Nomor
3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)
4

2. Bagaimana perlindungan hukum akibat wanprestasi bagi debitur


dalam kredit di kantor cabang bank mandiri Pinrang? (Studi Putusan
Nomor 3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui akibat hukum debitur wanprestasi dalam perjanjian
kredit di kantor cabang Bank Mandiri Pinrang. (Studi Putusan Nomor
3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum akibat wanprestasi bagi
debitur dalam kredit di kantor cabang bank mandiri Pinrang. (Studi
Putusan Nomor 3/Pdt.G.S/2021/PN.Pin)

D. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
kegunaan sebagai berikut:
1. Kegunaan Secara Teoritis
Diharapkan bahwan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan
pemikiran bagi perkembangan imu hukum keperdataan khususnya
mengenai akibat hukum dan peristiwa hukum.
2. Kegunaan Secara Praktis
Penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis untuk dapat
menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama menjalani perkuliahan
serta memperluas wahana berpikir secara ilmiah dalam bidang Ilmu
Hukum Keperdataan, terutama bagi yang berhubungan dengan
wanprestasi dalam perjanjian kredit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umun Tentang Akibat Hukum


1. Pengertian Akibat Hukum

Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan
hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun
akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang
oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap
sebagai akibat hukum. Atau akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh
hukum. Singkatnya akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh
peristiwa hukum. (Muhammad Sadi, 2015: 90)

Akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum


(Ishaq, 2008: 86). Karena suatu peristiwa hukum disebabkan oleh perbuatan
hukum, sedangkan suatu perbuatan hukum juga dapat melahirkan suatu
hubungan hukum, maka akibat hukum juga dapat dimaknai sebagai suatu
akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu perbuatan hukum dan/atau
hubungan hukum.

2. Wujud Akibat Hukum

Menurut Soeroso akibat hukum dapat berwujud sebagai berikut:


(R.Soeroso, 2005: 296),
a. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum.
b. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum,
antara dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban
pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang
lain.

5
c. Dijatuhkannya sanksi apabila dilakukannya tindakan yang

melawan

hukum.

B. Tinjauan Umum Tentang Debitur


1. Pengertian Debitur

Debitur adalah orang atau pihak yang mempunyai utang atau pinjaman
ke pihak lain, karena adanya suatu perjanjian atau Undang-Undang yang
dijanjikan debitur untuk dibayar kembali pelunasannya pada masa yang akan
mendatang. Pemberian pinjaman biasanya memerlukan jaminan atau
agunan dari pihak debitur. Bagi debitur, jika uatang dalam bentuk pinjaman
dari lembaga keuangan, maka debitur disebut peminjam. Jika utang dalam
bentuk sekuritas, maka debitur disebut sebagai penerbit. (Veithzal Rivai dan
Andria Permata Veithzal, 2008: 650)
Debitur merupakan pihak yang membutuhkan dana, atau pihak yang
mendapat pinjaman dari pihak lain. (Ismail, 2018: 95) Berdasarkan Pasal 1
angka 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepalitan
dan Penundaan Pembayaran Utang, maka Kreditur adalah orang
yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang
dapat ditagih di muka pengadilan, sedangkan Debitur adalah orang
yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
Menurut kamus perbankan, debitur adalah orang atau badan yang
mempunyai simpanan atau pinjaman pada bank. Debitur menggunakan
jasa bank, dimana debitur telah dewasa yang diperbolehkan mengambill
pembiayaan. Hal ini disebabkan karena resiko bank yang sangat besar
dalam pemberian kredit. (Saladin Djaslim, 2002: 7)

2. Prinsip Mengenal Debitur

Untuk mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah dikemudian hari


penilaian bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu pengajuan

5
pembiayaan dilakukan dengan berpedoman kepada formula 5C, yaitu:
(Hermansyah, 2007: 64)

a. Character, bahwa calon debitur memiliki watak, sifat dan


karakter yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk
menilai tingkat kejujuran, integritas dan kemauan dari calon
debitur untuk memenuhi kewajibannya terkait pembiayaan.
b. Capacity, kapasitas dalam hal ini adalah kemampuan calon
debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat
prospektif masa depan, sehingga usaha tersebut tetap berjalan
sebagaimana mestinya.

c. Capital, dalam hal ini, pihak bank harus terlebih dahulu


melakukan analisa terhadap modal yang dimiliki oleh calon
debitur.

d. Collateral, jaminan untuk persetujuan pemberian pembiayaan


merupakan sarana pengaman atas resiko yang mungkin terjadi
atas wanprestasinya debitur dikemudian hari.

e. Condition, dalam pemberian kredit oleh perbankan, kondisii


ekonomi secara umum dan dan kondisi sektor usaha pemohon
pembiayaan perlu dilakukan untuk mengurangi resiko yang
ditimbulkan.

C. Tinjauan Umum Tentang Kredit dan Perjanjian Kredit Bank


1. Pengertian Kredit

Istilah kredit sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yakni credere


yang mempunyai arti percaya atau kepercayaan. Percaya bahwa antara
pemberi kredit dan yang menerima kredit telah bersepakat atas dasar
kepercayaan tadi bahwa si pemberi kredit sanggup menyediakan
sejumlah dana kepada si peminjam dan si peminjam sanggup memenuhi
kewajibannya tepat pada waktunya sesuai jangka waktu yang telah
diperjanjikan. (Sutardjo Tui, 2013: 38)

5
Kredit merupakan suatu pembayaran angsuran yang menjadi
kewajiban penerima kredit ditentukan sejak awal. Angsuran tersebut
dibayarkan oleh anggota. Angsuran ini untuk transaksi pertukaran ada
yang dibayarkan pada akhir perjanjian secara sekaligus dan ada yang
dibayarkan secara angsuran. (Fatturahman Djamil, 2012: 18)

Landasan yuridis pemberian kredit, secara khusus (lex specialis)


adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
dalam Pasal 13 bagi Bank Perkreditan Rakyat. Dalam kedua pasal tersebut
ditegaskan bahwa kredit merupakan salah satu kegiatan usaha yang dapat
dilakukan oleh Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat . Sedangkan
definisi kredt menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Perbankan tersebut yang berbunyi:

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
dengan pemberian bunga.”
Dilihat dari Sudut Ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan
pembayaran karena pengembalian atas penerimaan uang dana atau suatu
barang tidak dilakukan bersamaan pada saatnya menerima, melainkan
pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.
(Johannes Ibrahim, 2004: 17)

Kredit yang diberikan oleh bank kepada calon peminjam didasarkan


atas kepercayaan, karena itu untuk menjaga keamanannya dalam
menyalurkan dana tersebut pihak bank seharusnya benar-benar yakin
bahwa peminjam akan mampu mengembalikan pinjaman yang telah
diterimanya, sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.
Sehingga harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian
(prudential principles) agar terjaga keamanannya dan mendapatkan
keuntungan dari kredit yang disalurkan oleh bank itu. (Heru Supraptomo,
1998: 98)

5
Dari rumusan tersebut dapat diketahui ruang lingkup pengertian
kredit dibatasi dalam hubungan bank dengan nasabahnya. Kredit sebagai
penyediaan uang yang dilakukan oleh bank untuk dipinjamkan kepada
nasabahnya dengan menarik keuntungan berupa bunga. Bunga
merupakan sebuah keharusan untuk pemberian kredit karena merupakan
imbalan jasa bagi bank yang merupakan keuntungan perusahaan. (Gatot
Supramono, 2009: 153)

5
9

Dapat dikatakan bahwa kreditur dalam hubungan perkreditan dengan


debitur dalam waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat
mengembalikan atau dapat membayar kembali kredit yang bersangkutan.
(Rachmadi Usman, 2001: 236)
Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh
barang dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau
memperoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan di kemudian
hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit
dapat berbentuk barang atau berbentuk uang. baik kredit berbentuk barang
maupun kredit berbentuk uang dalam hal pembayarannya dengan
menggunakan metode angsuran atau cicilan tertentu. (Kasmir, 2000: 72).

2. Pengertian Perjanjian Kredit

Di dalam suatu perjanjian, para pihak mempunyai hak dan kewajiban


masing-masing yang harus dipenuhi. Perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal
atau dapat dikatakan suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau
lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam
persetujuan itu. Berdasarkan peristiwa itu timbul suatu hubungan hukum
diantara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Hubungan
hukum yang merupakan suatu perikatan itu menjadi dasar bagi salah satu
pihak untuk menuntut suatu prestasi dari pihak lain yang berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan dari pihak lain atau sebaliknya. (Johannes
Ibrahim, 2004: 19)
Sedangkan pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata
bahwa perjanjian adalah suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana mengenai pengertian
perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang
mengikatkan diri. Pengertian di atas sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu
terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain. (Ahmadi Miru,
dan Sakka Pati, 2011: 63)

Prof. R. Subekti, mengatakan bahwa perjanjian adalah suatu


9
10

peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal yang
menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan
Perikatan. (Subekti, 1983: 1)
Menurut R. Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian, yaitu
Perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara
dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau danggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan
janji itu. (R. Wirjono Prodjodikoro, 2011: 4)
Menurut R. Setiawan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan
hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. (R. Setiawan, 1979: 49)

Yang menjadi dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak yang


akan melakukan prestasi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi syarat
perjanjian maka akan menimbulkan ingkar janji/wanprestasi, jika memang
dapat dibuktikan bukan karena overmacht atau keadaan yang memaksa.
(Nindyo Pramono, 2003: 221)
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
disebutkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak
atau lebih dimana pihak yang satu berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal dan pihak yang lain berhak menuntut hal (prestasi) tersebut.
Sedangkan perjanjian kredit adalah perjanjian antara Bank dengan
pihak lain sebagai pinjaman atau berhutang, dimana pihak peminjam atau
berhutang memberikan jaminan atau agunan kepada pihak bank atau
kreditur dan selain itu bank harus memperhatikan terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur dan
nasabah debitur harus mengembalikan sejumlah uang yang telah
diterimanya dari pihak Bank atau berpiutang beserta bunga yang telah
ditetapkan bersama Perjanjian dimana telah ditetapkan batas waktu
pengembalian pinjaman antara bank dan peminjam. Rumusan dan
pengertian tentang perjanjian kredit belum secara jelas tercantum dalam
perundang-undangan. Namun Demikian dalam Pasal 1 angka 11 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa:
10
11

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga”.
Berdasarkan pengertian tersebut, perjanjian kredit dapat diartikan
sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank sebagai kreditur dengan
pihak lain sebagai debitur yang mewajibkan debitur untuk melunasii utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Pemberian istilah “perjanjian kredit” memang tidak tegas dinyatakan
dalam peraturan perundang-undangan, namun berdasarkan Surat Edaran
Bank Indonesia No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970 yang
ditujukan kepada segenap Bank Devisa saat itu, pemberian kredit
diinstruksikan harus dibuat dengan surat perjanjian kredit sehingga perjanjian
pemberian kredit tersebut sampai saat ini disebut Perjanjian Kredit.
Gatot Supramono juga menyatakan bahwa perjanjian kredit merupakan
perjanjian pinjam mengganti, namun juga merupakan perjanjian khusus,
karena didalamnya terdapat kekhususan dimana pihak kreditor selaku bank
dan objek perjanjian berupa uang (secara umum diatur oleh KUHPerdata dan
secara khusus diatur oleh Undang-Undang Perbankan. (Priyo Handoko, 2006:
106)

Menurut Remy Sjahdeini perjanjian kredit memiliki pengertian secara


khusus, yaitu perjanjian antara bank sebagai kreditor dengan nasabah debitor
mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitor untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian
hasil keuntungan. (Sutan Remy Sjahdeini, 1993: 158)

3. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit

Subjek hukum dalam perjanjian kredit ialah phak-pihak yang


mengikatkan diri didalam hubungan hukum. Didalam perjanjian kredit
mencakup dua pihak yaitu kreditur yang merupakan orang atau badan
yang memiliki uang, barang, atau jasa yang bersedia untuk meminjamkan
kepada pihak lain (pemberi kredit) dan debitur yang merupakan pihak yang
12

membutuhkan atau meminjam uang, barang, atau jasa (pemohon kredit).


(Johannes Ibrahim, 2004: 53)
Pihak kreditur dalam perjanjian kredit bank adalah lembaga bank
yang dapat menyalurkan kredit sebagaimana diatur Undang-Undang
Perbankan yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Pihak debitur
dalam perjanjian kredit bank dapat pribadi atau manusia (naturlijk
persoon) yang secara tegas menurut Undang-Undang dinyatakan cakap
hukum dan badan hukum (rechtpersoon). Dalam Pasal 1 Angka 11 dan 12
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, obyek kredit
berbentuk uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dan
tidak berbentuk barang .
Dengan demikian dalam hukum Indonesia dewasa ini kredit
perbankan obyeknya selalu dalam bentuk uang atau tagihan dan apabila
dalam perjanjian kredit berkaitan dengan pembelian barang (misalnya
kredit pemilikan rumah, atau kredit kendaraan bermotor), maka akan
merupakan kredit yang bertujuan untuk membeli barang atau benda
tersebut.

4. Syarat Sah Perjanjian

Perjanjian dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan


hukum yang mengikat apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya
perjanjian, yang telah ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian
yang memenuhi syarat yang ada dalam undang-undang dan diakui
oleh hukum, Sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak
diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320
KUH Perdata, yaitu: (Salim H.S, 2010: 33)
a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
c. Adanya objek perjanjian
d. Adanya causa yang halal.
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif karena
mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,
sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif
13

karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum


yang dilakukan itu (Subekti, 2002: 17).
Dalam setiap perjanjian terdapat 2 (dua) macam subjek yaitu
pertama seorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat
beban kewajiban untuk sesuatu dan kedua seorang manusia atau suatu
badan hukum yang mendapat hak yang mendapat hak atas pelaksanaan
kewajiban itu. (Ridwan Khairandy, 2014: 13)
Subjek perjanjian sama dengan subjek perikatan yaitu pihak-pihak yang
terdapat dalam perjanjian. Subjek bisa seseorang manusia atau suatu
badan hukum, objek dalam perjanjian berupa prestasi, yang berwujud
memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Mengenai
objek perjanjian, diperlukan beberapa syarat untuk menentukan sahnya
suatu perikatan, yaitu: Objeknya harus tertentu, harus diperbolehkan,
dapat dinilai dengan uang, harus mungkin. (Purwahid Patrik, 1994: 4)
Dapat diketahui bahwa dalam perjanjian lazimnya memiliki
beberapa unsur perjanjian yaitu: (Handri Raharjo, 2009: 46)
a. Esensialia, yaitu bagian-bagian dari perjanjian yang tanpa itu
perjanjian tidak mungkin ada.
b. Naturalia, yaitu bagian-bagian yang oleh undang-undang
ditemukan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur.
c. Accidentalia, yaitu bagian-bagian yang oleh para pihak
ditambahkan dalam perjanjian, dimana undang-undang tidak
mengaturnya.
5. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian

Dalam perjanjian dikenal beberapa asas penting yang merupakan


dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: (Salim H.S,2019: 9)
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi:
’’Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
13

kebebasan kepada para pihak untuk:


1) membuat atau tidak membuat perjanjian,
2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,dan persyaratannya,
4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320
ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah
satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua
belah pihak Asas konsensualisme merupakan asas yang
menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua
belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
c. Asas Kepastian Hulum (Pacta Sunt Servanda)
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas
kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian.
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau
pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda
dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang
berbunyi:
’’Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang.”
d. Asas iktikad baik
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi:
’’Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”
Asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak
kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau
kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik dibagi menjadi
13

dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada
iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku
yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya
terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang
objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak)
menurut norma-norma yang objektif.
e. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya
Untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.
Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi:
’’Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan
perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian
hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi:
’’Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”
Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya
berlaku bagi mereka yang membuatnya.

6. Bentuk Bentuk Perjanjian

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis


dan lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak
dalam bentuk tertulis.Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang
dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (kesepakatan para pihak). Ada
tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu: (Salim H.S, 2019: 42)

a. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang


bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam
perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga.
Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal pihak ketiga maka
para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban
mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa
13

keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat


dibenarkan.
b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para
pihak. Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata
hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan
tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum
dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi
perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang
harus membuktikan penyangkalannya.
c. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk
akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di
muka pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang
untuk itu adalah notaris, camat, PPAT, dan lain-lain. Jenis dokumen
ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang
bersangkutan maupun pihak ketiga
Dari ketiga bentuk atau jenis perjanjian tersebut, dapat dilihat bahwa
perjanjian yang dibuat notaris artau di muka notaris merupakan perjanjian
yang mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum atau yuridis.

7. Hapusnya Perjanjian Kredit Bank

Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tidak memuat


ketentuan mengenai hapusnya perjanjian kredit. Sesuai dengan asas lex
specialis derogat lex generalis maka ketentuan mengenai hapusnya
perjanjian kredit menggunakan ketentuan dalam Buku III Bab IV
KUHPerdata Pasal 1381 mengenai hapusnya suatu perikatan.
Dalam KUHPerdata tidak diatur secara khusus tentang berakhirnya
perjanjian. Walaupun demikian, ketentuan tentang hapusnya perikatan
tersebut juga merupakan ketentuan tentang hapusnya perjanjian karena
perikatan yang dimaksud dalam Buku III Bab IV KUHPerdata adalah
perikatan pada umumnya baik itu lahir dari perjanjian maupun lahir dari
perbuatan melanggar hukum. (Ahmadi Miru, 2007: 87)

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
13

pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu. (R. Subekti, 2005:1)
Berdasarkan Pasal 1381 KUH Perdata yang mengatur tentang
berakhirnya suatu perikatan, maka dapat disimpulkan bahwa pasal tersebut
merupakan hapusnya suatu perjanjian, karena perjanjian merupakan
bagian dari suatu perikatan. Bunyi Pasal 1381 KUH Perdata yang
menyatakan hapusnya perikatan, yaitu:
a. Karena pembayaran.
b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan.
c. Karena pembaharuan utang.
d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi.
e. Karena pencampuran utang.
f. Karena pembebasan utangnya.
g. Karena musnahnya barang yang terutang.
h. Karena kebatalan atau pembatalan.
i. Karena berlakunya suatu syarat batal.
j. Karena lewatnya waktu.
8. Unsur-Unsur kredit

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga perbankan disasarkan atas


kepercayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian
kepercayaan. Hal ini berati bahwa suatu lembaga perbankan, akan
memberikan kredit betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan
mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu: (Muhammad


Djumhana, 1996: 231)
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa
prestasi yang diberikan akanbenar-benar diterima nya kembali
dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang,
b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara
pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima
pada masa yang akan datang.
c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara
pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima
13

dikemudian hari.
d. Prestasi, prestasi atau obyek kredit tidak saja diberikan dalam
bentuk uang, akan tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa.
9. Jenis-Jenis Kredit

Kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat terdiri
dari berbagai jenis. Menurut Kasmir (2016:103) jenis-jenis kredit dapat
dilihat dari berbagai segi antara lain:

a. Dilihat dari segi kegunaan


1) Kredit investasi, kredit yang digunakan untuk keperluan
perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru
atau keperluan rehabilitasi
2) Kredit modal kerja, kredit yang digunakan untuk
meningkatkan produksi dalam operasional seperti
membeli bahan baku, membayar gaji pegawai dan biaya
lainnya.
b. Dilihat dari segi tujuan kredit
1) Kredit produktif, kredit yang digunakan untuk peningkatan
usaha atau produksi atau investasi, misalnya kredit untuk
membangun pabrik yang nantinya menghasilkan barang.
2) Kredit konsumtif, kredit yang digunakan untuk konsumsi
pribadi, misalnya kredit untuk perumahan, kredit mobil
pribadi dan lainnya.
3) Kredit perdagangan, kredit yang digunakan untuk
perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan
yang membayarannya diharapkan dari hasil penjualan
barang tersebut. Misalnya kredit ekspor dan impor
c. Dilihat dari segi waktu
1) Kredit jangka pendek adalah kredit yang berjangka waktu
maksimal 1 tahun. Seperti kredit peternakan ayam dan
pertanian.
19

2) Kredit jangka menengah adalah kredit yang berjangak


waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun, biasanya untuk
investasi. Seperti peternakan kambing
3) Kredit jangka panjang Adalah kredit yang berjangka waktu
3 tahun sampai 5 tahun, kredit ini biasanya digunakan
untuk perkebunan karet dan kelapa sawit.
d. Dilihat dari segi jaminan
1) Kredit dengan jaminan Adalah kredit yang diberikan
dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berupa
barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
2) Kredit tanpa jaminan Adalah kredit yang diberikan tanpa
jaminan barang atau orang tertentu.
e. Dilihat dari sektor usaha
1) Kredit pertanian, adalah kredit yang dibiayai untuk sektor
perkebunan atau pertanian rakyat.
2) Kredit peternakan, kredit yang digunakan untuk jangka
pendek, misalnya peternakan ayam dan jangka panjang
kambing atau sapi.
3) Kredit industry, yaitu kredit untuk membiayai industri kecil,
menengah, atau besar.
4) Kredit pertambangan, jenis usaha tambang yang dibiayai
biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas,
minyak atau timah.
5) Kredit pendidikan Merupakan kredit yang diberikan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat
pula berupa kredit untuk para mahasiswa.
6) Kredit profesi, diberikan kepada para profesional seperti
dosen, dokter atau pengacara.
7) Kredit perumahan Yaitu kredit untuk membiayai
pembangunan atau pembelian rumah.
8) Dan sektor-sektor lainnya.
19

10. Prinsip Pemberian Kredit

Untuk menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh


kredit, pada umumnya dunia perbankan menggunakan instrument analisa
yang terkenal dengan The Fives of Credit atau 5C yaitu: (Sutarni, 2005: 78)

a. Character (Watak) Watak sifat dasar yang ada dalam hati


seseorang. Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan yang
terletak diantara baik dan jelek. Watak merupakan bahan
pertimbangan untuk mengetahui risiko. Tidak mudah untuk
menentukan watak seorang debitur apalagi debitur yang baru
pertama kali mengajukan permohonan kredit.
b. Capacity (Kapasitas) Kapasitas yang dimiliki oleh calon nasabah
untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut
menjadi kenyataan, termasuk dalam menjalankan usahanya guna
memperoleh laba yang diharapkan. Sehingga pada nantinya calon
nasabah tersebut dapat melunasi hutangnya dikemudian hari.

c. Capital (Dana) Kapital calon nasabah untuk menjalankan dan


memelihara kelangsungan usahanya. Adapun penilaian terhadap
capital untuk mengetahui keadaan, permodalam, sumber-sumber
dana dan penggunaannya.

d. Condition of Economi (Kondisi Ekonomi) Kondisi situasi ekonomi


pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit diberikan oleh
Bank kepada pemohon.

e. Collateral (Jaminan) Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat


diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan
hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya
sengan jalan jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan
harta kekayaan yang menjadi jaminan itu.

D. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi


1. Pengertian Wanprestasi
19

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi.


21

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban


sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur
dengan debitur. (Salim, H.S, 2019: 93)

Wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana


diterapkan perikatan atau perjanjian, tidak dipenuhinya kewajiban dalam
suatu perjanjian, dapat disebabkan dua hal, yaitu kesalahan debitur baik
disengaja maupun karena kelalaian dan karena keadaan memaksa
(Overmacht/Force Majure). (Djaja S. Meliala, 2012: 175)

Salah satu pihak berhak menuntut prestasi dari pihak lainnya dan
pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi, pihak yang
berhak menuntut prestasi dinamankan kreditur dan pihak yang
berkewajiban melaksanakan prestasi dinamakan debitur. Apabila pihak
yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi ternyata tidak melaksanakan
atau melalaikan prestasinya maka iya akan berada dalam keadaan
wanprestasi. Wanprestasi adalah kelalaian debitur untuk memenuhi
kewajiban sesuai dalam perjanjian yang telah disepakati. (Sri Soesiloeati
Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, Ahmad Budi Cahyono, 2005: 151)

Berdasarkan KUHPerdata, Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya


suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah
dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan
atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah
ditentukan”.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan
somasi oleh kreditur atau juru sita. Pengertian somasi adalah teguran dari
si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi
prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara
keduanya. (Salim H.S, 2006: 96)

Tentang cara memberi teguran (sommatie) terhadap debitur jika ia


tidak memenuhi teguran itu dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam
Pasal1238 KUHPerdata yang menentukan, bahwa teguran itu harus
21
22

dengan surat perintah atau akta sejenis.

Sesorang yang melakukan wanprestasi dapat digugat didepan


hukum, dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada
tergugat itu. Seseorang dikatakan lalai apabila ia tidak memenuhi
kewajibannya dan terlambat memenuhi tetapi tidak seperti apa yang telah
diperjanjiakan. Hal kelalaian atau wanprestasi tersebut harus dinyatakan
terlebih dahulu secara resmi yaitu dengan memberikan peringatan bahwa
dikehendakinya suatu penyelesaian perjanjian dalam jangka waktu yang
pendek. (Subekti, 2003: 146)

Salah satu pihak yang tidak melaksanakan prestasi atau isi dari
perjanjian/kontrak disebut dengan wanprestasi. Wujud dari wanprestasi
tersebut dapat berupa: (Djoko Trianto. 2004: 61)

a. Tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan untuk


dilaksanakan.

b. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikan tetapi tidak


sama dengan isi perjanjian.

c. Terlambat dalam melakukan kewajiban perjanjian.

d. Melakukan sesuatu yang diperjanjikan untuk tidak


dilakukan.
Wanprestasi tidak terjadi serta merta pada saat debitur lalai
memenuhi kewajibannya, akan tetapi hal tersebut baru dianggap terjadi
apabila sudah ada teguran pernyataan lalai dari pihak kreditur kepada
debitur. Tenggang waktu tersebut berkaitan dengan asas itikat baik yang
tertulis dalam Pasal 1338 ayat (3) yang berbunyi:
“suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
Pasal 1238 KUHperdata berbunyi:
“si berhutang dinyatakan lalai dengan surat perintah atau dengan
akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan
sendiri.Yaitu apabila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Jadi dapat disimpulkan, pengertian wanprestasi adalah tindakan ingkar
janji oleh salah satu pihak dalam perjanjian di atas materai sebagai akibat
dari kelalaiannya sehingga tidak bisa memenuhi kewajibannya.
22

2. Unsur-Unsur Wanprestasi

Ada beberapa unsur-unsur wanprestasi yang dapat diketahui dalam


melakukan perjanjian, Adanya perjanjian yang sah (Pasal 1320
KUHPerdata), adanya kesalahan (karena kelalaian dan kesengajaan),
adanya kerugian, dan adanya sanksi. Wanprestasi adalah suatu istilah
yang menunjuk pada ketiadalaksanaan prestasi oleh debitur. (Kartini
Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 69)

E. Tinjauan Umum tentang Bank


1. Pengertian Bank

Kata bank dapat kita telusuri dari kata banque dalam bahasa prancis,
dan dari banco dalam bahasa Italia, yang dapat berarti peti/lemari atau
bangku. Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua fungsi dasar yang
dijelaskan oleh bank komersial. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi
sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti
berlian, peti uang dan sebagainya. (Arifin Zainul, 2002: 2)
Menurut O.P Seimorangkir bank merupakan salah satu badan usaha
lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa.
Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau
dengan dana- dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan
jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.
Sedangkan Sentosa Sembiring berpendapat bahwa bank adalah suatu
badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak dibidang jasa
keuangan yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung
dan menyalurkannya kembali ke masyarakat melalui pranata hukum
perkreditan. (Sentosa sembiring, 2012: 2)
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap
negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang
perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik
negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana
yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang
22

diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan


mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
(Hermansyah, 2009: 7).
Jadi pengertian Bank adalah suatu lembaga yang berfungsi dan
berwenang untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan
dana kepada masyarakat yang membutuhkan dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan bersama.

2. Jenis-Jenis Bank

Dari segi fungsi, bank dibedakan menjadi 4 jenis bank yaitu:


(Rachmadi Usman, 2001: 64)
a. Bank Sentral, yaitu bank yang memperoleh hak untuk
mengedarkan uang logam ataupun uang kertas.
b. Bank Umum ialah bank yang didalam usahanya mengumpulkan
dana terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan
deposito. Didalam usahanya bank umum terutama memberikan
kredit berjangka pendek.
c. Bank Tabungan ialah bank yang di dalam usahanya
mengumpulkan dana terutama menerima simpanan dalam bentuk
tabungan dan didalam usahanya terutama memperbungakan
dananya dengan kertas – kertas berharga.
d. Bank Pembangunan ialah bank yang didalam usahanya
mengumpulkan dana terutama menerima simpanan dalam bentuk
deposito dan/atau mengeluarkan kertas – kertas berharga jangka
menengah dan panjang. Di dalam usahanya jenis bank ini
terutama memberikan kredit jangka menengah dan panjang dalam
bidang pembangunan.
e. Bank lainnya yang akan diterapkan dengan Undang – Undang
menurut kebutuhan dan perkembangan ekonomi.

Namun, setelah keluar Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 7


Tahun 1992 dan ditegaskan dengan keluarnya Undang-Undang Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998, maka jenis perbankan terdiri dari dua jenis bank,
yaitu:
22

a. Bank Umum
b. Bank Perkreditan Rakyat

Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 7


Tahun 1992 tersebut mengakibatkan perubahan fungsi Bank
Pembangunan dan Bank Tabungan menjadi bank umum. Kemudian Bank
Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Pengertian Bank Umum sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

F. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum


1. Pengertian Perlindungan Hukum

Menurut Setiono, Perlindungan Hukum adalah tindakan atau upaya untuk


melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa
yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan
ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati
martabatnya sebagai manusia. (Setiono, 2004: 3)

Philipus M Hadjon mengemukakan perlindungan hukum adalah


perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hakhak
asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan
hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah
yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal yang lainnya. Berarti hukum
memberikan perlindungan terhadap hak-hak dari seseorang terhadap
sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.
( Philipus M. Hadjon. 1987: 25)

Menurut Satjipto Rahardjo bahwa hukum hadir dalam masyarakat


adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-
kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain. Pengkoordinasian
kepentingan-kepentingan tersebut dilakukan dengan cara membatasi dan
melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. (Satjipto Raharjo, 2000: 53)
22

Berdasarkan uraian tersebut maka perlindungan hukum merupakan


tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat terhadap harkat dan
martabatnya yang dimiliki oleh setiap subyek hukum dari tindakan
sewenang-wenang oleh penguasa terhadap kepentingankepentingan
tertentu yang tidak sesuai dengan aturan hukum. Perlindungan hukum
dapat digunakan dalam upaya melindungi kepentingan masyarakat dari
tindakan sewenang-wenang yang merupakan tujuan dari hukum yang
dapat diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.

Adanya perlindungan hukum bagi debitur selaku konsumen di bidang


perbankan menjadi penting, karena secara faktual kedudukan antara para
pihak seringkali tidak seimbang. Adanya kondisi demikian, melatar
belakangi substansi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen untuk memberikan pengaturan mengenai
ketentuan pencantuman klausula baku antara lain:

“Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau


bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti, pelaku usaha dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
yang menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha, serta hal-hal
lain yang merugikan debitur.”
Walaupun ketentuan mengenai klausula baku sudah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
akan tetapi pada kenyataannya seringkali masih terjadi pelanggaran
sehingga akan merugikan kepentingan debitur. Dengan kerjasama yang
baik antara pihak bank dengan debitur, khususnya dalam hal adanya
perjanjian baku mengenai kredit atau pembiayaan, serta pembukaan
rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan
perlindungan hukum bagi debitur, sehingga dapat meminimalisir dispute
yang berkepanjangan di kemudian hari.

2. Bentuk-Bentuk Perlindungan
Hukum
22

Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim bentuk-bentuk


perlindungan hukum yaitu: (Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988:
102)
27

a. Perlindungan Hukum Preventif, pada perlindungan hukum


preventif ini, subyek dalam hukum diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya
adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum
preventif berpengaruh besar terhadap tindak pemerintahan yang
didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya
perlindungan hukum preventif ini, maka pemerintah terdorong
untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang
didasarkan pada diskresi. Di Indonesia sendiri belum suatu
peraturan khusus mengenai mengenai bagaimana perlindungan
hukum preventif.
b. Perlindungan Hukum Represif, perlindungan hukum represif
bertujuan untuk kaitannya dengan menyelesaikan sengketa.
Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum maupun
oleh Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk dalam kategori
perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap
tindakan pemerintah bertumpu juga bersumber dari suatu konsep
tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia.
Perlindungan hukum bagi debitur kredit perbankan dari
penyalahgunaan keadaaan dalam perjanjian baku yang berbentuk preventif
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen terdapat dalam Pasal 18 Ayat (1) Huruf g dan huruf h, yang
mengatur pembatasan penggunaan klausul baku dalam perjanjian kredit.
Regulasi tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya pemasalahan yang
terkait dengan perjanjian kredit.
Sedangkan perlindungan hukum bgi debitur kredit perbankan dan
penyalahgunaan keadaaan dalam perjanjian baku yang berbentuk represif
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen terdapat dalam Pasal 18 Ayat (3 dan 4), dan Pasal 62 Ayat (1).
Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hal ini dapat diselesaikan
27

melalui penyelesaian sengketa konsumen secara litigasi yang merupakan


penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

Prinsip kedua yang dapat mendasari perlindungan hukum terhadap


tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat
utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
normatif empiris. Penelitian ini biasa disebut penelitian hibrida, karena
mengawinkan dua jenis penelitian yang berbeda. Biasa juga disebut
dengan penelitian megombinasikan antara penelitian doogmatik dan non-
dogmatik, penelitian hukum doktrinal dan non-doktrinal, atau penelitian
hukum dan penelitian sosial. Selain sebagai penelitian law inbooks, juga
merupakan penelitian law in action. (Institut Andi Sapada,2022: 10)
Penelitian normatif adalah penelitian yang biasa disebut dengan
penelitian dogmatik, penelitian hukum doktrinal, atau penelitian teoritis.
Biasa juga penelitian ini disebut sebagai penelitian law in books. (Institut
Andi Sapada, 2022: 5)
Sedangkan penelitian empiris adalah penelitian yang biasa disebut
dengan penelitian non-dogmatik, penelitian hukum non-doktrinal, atau
penelitian sosial. Biasa juga penelitian ini disebut sebagai penelitian law in
action. (Institut Andi Sapada, 2022: 7).

B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam peneleitian ini adalah pendekatan
Perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan kasus (case
approach).
Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan
dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani (Peter Machmud.
2011: 93).
Sedangkan pendekatan kasus (case approach) adalah salah satu
jenis pendekatan dalam penelitian hukum normatif, yang peneliti mecoba
membangun argumentasi hukum dalam perspektif kasus konkrit yang
terjadi di lapangan, hal ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-

29
kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus yang
ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan

berkekuatan hukum tetap. (Sunaryati Hartono, 2006: 139)

C. Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian


Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pinrang, bertempat di
Kantor Pengadilan Negeri Pinrang. Serta hal yang menjadi objek
penelitian adalah Akibat Hukum dan Perlindungan Hukum Wanprestasi.

D. Jenis dan Sumber Bahan Hukum


Adapun jenis dan sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah:
1. Data Primer, yaitu data yang dihasilkan dari penelitian lapangan.
Didapatkan melalui observasi, wawancara, survey, angket, dan
kuesioner serta ditambah dengan melakukan inventarisasi dan
dokumentasi segala dokumen-dokumen yang dianggap relevan
dengan permasalahan yang dibahas dalam sebuah penelitian.
2. Data Sekunder, yaitu data pendukung untuk melengkapi data hukum
primer. Data ini meliputi, data yang dihasilkan dari penelitian
kepustakaan. Data yang di maksud adalah segala sumber bacaan,
baik berupa peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan
institusi yang dikeluarkan, buku-buku bacaan, hasil-hasil penelitian
terdahulu, karya-karya ilmiah, jurnal terpublikasi, dan semua yang
diangkat dalam sebuah penelitian. (Institut Andi Sapada, 2022: 15)

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara, teknik pengumpul data yang ampuh untuk
mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan atau
dirasakan orang (responden) tentang berbagai aspek kehidupan.

2. Dokumentasi, teknik inventarisasi dokumen-dokumen yang


berhubungan dengan masalah yang diangkat dalam suatu penelitian.
Baik itu peraturan perundang-undangan, maupun keputusan-
keputusan institusi yang dikeluarkan. Dokumen disusun secara
sistematis dan selanjutnya digunakan dalam menganalisis

29
permasalahan yang diangkat dalam suatu penelitian. (Institut Andi
Sapada, 2022: 16)

F. Analisis Data
Penelitian hukum normatif empiris dianalisis secara observatif-indrawi
dan teorettis-rasional dengan menggunakan mode penalaran dengan
terlebih dahulu menggunakan logika induktif yang kemudian diteruskan
dengan logika deduktif. (Institut Andi Sapada, 2022:16)

29
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Ahmadi Miru dan Sakka Pati. 2011. Hukum Perikatan (Penjelasan Makna
Pasal 1233 sampai 1456 BW). Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Ahmadi Miru. 2007. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Arifin Zainul. 2002. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Anggota


IKAPI.

Badriyah Harun. 2010. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah Solusi


Hukum dan Alternatif Penyelesaian Segala Jenis Kredit Bermasalah,.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Djaja S. Melial. 2012. Hukum Perikatan dalam Prespektif BW. Bandung:


Nuansa Aulia.

Djoko Trianto. 2004. Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa Konstruksi,


Bandung: Mandar Maju.

Fatturahman Djamil. 2012 . Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank


Syariah. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Gatot Supramono. 2009. Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di


Bidang Yuridis. Jakarta: Rineka Cipta.

Handri Raharjo. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka


Yustisia.

Hermansyah. 2009. Hukum Perbankan Nasional. Jakarta: Kencana

Hermansyah. 2007. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta:Kencana


Prenada Media Group.

Heru Supraptomo. 1998. Segi-Segi Hukum Yang Berkaitan Dengan


Penyelesaian Kredit Macet. Jakarta: Sinar Grafika.

Institut Andi Sapada. 2022. Pedoman Penulisan Skripsi dan Penyelenggaraan


Ujian Akhir Program Sarjana. Parepare: Fakultas Hukum.

Ishaq. 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

32
Ismail. 2018. Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta:
Prenadamedia Grup.

Johannes Ibrahim. 2004. Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya
Penyelesaian Kredit Bermasalah. Bandung: PT. Revika Aditama.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. 2003. Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

_____ . 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.

_____ . 2016. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1988. Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta. Sinar Bakti.

Muhamad Sadi. 2015. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenadamedia Grup

Muhammad Djumhana. 1996. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT.


Citra Aditya Bakti.

Nindyo Pramono. 2003. Hukum Komersil. Jakarta: Pusat Penerbitan.

Peter Mahmud Marzuki. 2011. Penelitian Hukum, cetakan ke-11. Jakarta:


Kencana.

Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia.


Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya. Penanganan oleh Pengadilan
dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan
Administrasi Negara. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Priyo Handoko. 2006. Menakar Jaminan Atas Tanah Sebagai Pengaman


Kredit Bank. Jember: Center for Society Studies

Purwahid Patrik. 1994. Dasar-Dasar Hukum Perikatan. Bandung: Mandar


Maju.

R. Setiawan. 1979. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta

R. Soeroso. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Cet.VII. Jakarta: Sinar Grafika.

32
R. Subekti. 1983. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa

________ . 2002. Hukum Perjanjian cetakan 19. Jakarta: PT Intermasa

________ . 2003. Pokok – Pokok Hukum Perdata Cetakan 31. Jakarta: PT


Intermasa

________ . 2005. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

R. Wirjono Prodjodikoro. 2011. Azas-azas Hukum Perjanjian. Bandung: CV.


Mandar Maju.

Rachmadi Usman. 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ridwan Khairandy. 2014. Pokok-Pokok Hukum Dagang. Yogyakarta: Fakultas


Hukum Universitas Islam Indonesia Press.

Saladin Djaslim. 2002. Manajemen Pemasaran. Bandung: Linda Karya.

Salim, H.S. 2006. Hukum Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika.

__________2010. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak


cetakan ketujuh. Jakarta: Sinar Grafika

__________2019. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak


cetakan keempat belas. Jakarta: Sinar Grafika.

Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sentosa Sembiring. 2012. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju

Setiawan R. 1979. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta.

Setiono. 2004. Supremasi Hukum. Surakarta: UNS.

Sri Soesiloeati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, Ahmad Budi Cahyono,.


2005 . Hukum Perdata Suatu Pengantar. Jakarta: Gitama Jayakarta.

Sunaryati Hartono. 2006. Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad 20.
Bandung: Alumni.

32
Sutan Remy Sjahdeini. 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang
Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di
Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia

Sutardjo Tui. 2013. Proposal Kelayakan Usaha UMKM Untuk Perbankan.


Yogyakarta: Pressindo.

Sutarni. 2005. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung:


Penerbit Alfabeta.

Sutarno. 2003. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank. Bandung:


Alfabeta.

Tan Kamelo. 2004. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang


Didambakan. Bandung: PT Alumni.

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal. 2008. Islamic Financial


Management,. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Surat Edaran Bank Indonesia No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember


1970

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepalitan dan Penundaan


Pembayaran Utang.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Perubahan


Atas. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

32

Anda mungkin juga menyukai