KAJIAN PUSTAKA
A. Kredit Perbankan
1. Pengertian
sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat
menyebutkan bahwa :
23 Edy Putra Tje Aman., Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1986,
hlm. 27
Bahwa salah tugas pokok Bank adalah memberikan kredit. Kredit
berasal dari perkataan credere yang berarti kepercayaan. Hal ini membuktikan
percaya bahwa debiturnya layak diberikan kredit dan nasabah percaya bahwa
syariah) kepada nasabah, baik berupa pinjaman tunai (cash loan) maupun
Jika hubungan kredit ditinjau dari segi bank, maka sudah seyogyanya
bank akan selalu menuntut adanya jaminan atas kredit yang diberikan, dengan
juga. Penyerahan uangnya "sendiri" adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan
24
Budisantoso Totok, Triandaru Sigit. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba
Empat. 2006. Hlm. 113
2. Fungsi dan tujuan kredit
dan perekonomian.
sarana yang terkait dengan dunia perbankan.25 Secara umum, fraud yang
berdasarkan sifatnya, yakni fraud oleh bank dan fraud terhadap bank.
Terkait pemberian kredit, fraud terjadi baik oleh pihak internal, eksternal,
identitas palsu dan dengan sengaja pula tidak membayar tagihan kartu
nominee dan penerimaan suap oleh pihak internal terkait pemberian kredit
25
Stephen Pedneault, Fraud 1010: Techniques and Stratefies for Understanding Fraud. Edisi
ketiga. (New Jersey: John Wiley & Sons Inc). 2009. Hlm.4
26
Migdad, Muhammad. Mengungkap praktek kecurangan (Fraud) Pada Korporasi dan Organisasi
Publik Melalui Audit Forensik”. Jurnal Ilmu Ekonomi Vol.3 No. 2. Mei. 2008.
terjadinya fraud-fraud perbankan yang khusus dalam bidang
itu sendiri.
1) Permohonan kredit
segala data calon nasabah debitur yang dimaksud disini adalah dengan
Mulai dari tahap ini pula Fraud dapat dilakukan oleh calon
bersangkutan.
calon nasabah debitur yang telah bank peroleh di tahap awal. Fraud
ini yang dilakukan oleh pihak dalam bank itu sendiri. Misalnya adalah
nasabah debitur dan juga pihak dalam bank. Bentuknya selain dapat
yang dilakukan oleh pejabat terkait urusan pemberian kredit dari bank
dalam bank. Hal ini disebabkan oleh posisi pejabat bank yang dapat
debitur tersebut dan memotong uang fasilitas kredit yang telah disetujui
oleh bank dengan alasan biaya administrasi dan biaya lain-lain yang
baik oleh nasabah bahwa sebagian besar fraud dalam tahap ini
dilakukan oleh pihak dalam bank (pekerja dari bank) pemberi kredit
Di sisi lain, fraud yang dilakukan oleh pekerja bank yang juga
kredit tersebut maupun pekerja bank lain yang bukan AO dari kredit
B. Kejahatan Perbankan
UU Perbankan menetapkan tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai
dari pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat
tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia diancam dengan pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang
hanya berupa giro, tabungan, deposito dan sertifikat deposito atau juga
Pasal 46 yaitu dalam kasus PT BMA yang berkedok sebagai usaha Multi
tekstil dan atau hak untuk meminjam sejumlah uang. Menurut Bank
Indonesia, MLM ini telah melakukan kegiatan bank gelap yang melanggar
dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara
Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2),
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
rupiah).
pembukuan tersebut,
C. Korupsi
istilah korupsi berasal dari perkataan latin “corruptio” atau menurut Webstern
dibeberapa negara ‘gin moung’ (Moang Hadi) yang berarti ‘makan bangsa’ ,
27 Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1991, hlm. 7
‘tanwu’ yang berarti ‘keserakahan bernoda’, ashoku (Jepang) yang berarti
‘kerja kotor’28
istilah yang banyak dipakai dalam ilmu politik kemudian menjadi sorotan
28. Sudarto, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Dalam Hukum dan Hukum Pidana, Alumni,
Bandung, hlm 122
29 Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi, Masalah dan Pemecahannya, Sinar Grafika, Jakarta,
1992 hlm. 149
30
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 64.
Mr. Drs. E. Utrecht misalnya menganjurkan dipakainya istilah
“Peristiwa Pidana”, karena istilah ‘peristiwa’ itu meliputi suatu
perbuatan (‘handelen’ atau ‘doen’ = positif) atau suatu melalaikan
(‘verzuim’ atau ‘nalaten’, ‘nietdoen’ = negatif) maupun akibatnya (=
keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melalaikan itu).31
“Peristiwa Pidana” ialah suatu delik itu di samping berwujud sebagai suatu
perbuatan dapat juga berwujud sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang
yang dirumuskan oleh Prof. Moeljatno, SH, pada Pidato Ilmiah/Orasi Ilmiah
31 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Masyarakat, Surabaya, 1986, hal. 251
32
Mustafa Abdullah; Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.
25
33
A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 32.
karena orang yang melakukan perbuatan tidak disebut di situ, sekalipun
harus diakui kebenaran ucapan Van Hattum, bahwa antara perbuatan
dan orang yang berbuat ada hubungan yang erat dan tak mungkin
dipisah- pisahkan. Maka dari itu perbuatan pidana dapat diberi arti
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa
melanggar larangan tersebut”.34
Pidana”. Sebab peristiwa itu adalah pengertian yang konkrit, yang hanya
menunjuk kepada suatu kejadian yang tertentu saja, misalnya : matinya orang.
“Peristiwa ini saja tak mungkin dilarang. Hukum pidana tidak melarang
adanya orang mati, tetapi melarang adanya orang mati karena
perbuatannya orang lain. Jika matinya orang itu karena keadaan alam
entah karena penyakit, entah karena sudah tua, entah karena tertimpa
pohon yang roboh ditiup angin puyuh, maka peristiwa itu tidak penting
sama sekali bagi hukum pidana. Juga tidak penting, jika matinya orang
itu karena binatang. Baru apabila matinya ada hubungan dengan
kelakuan orang lain, di situlah peristiwa tadi menjadi pening bagi
hukum pinada”35
Sedangkan istilah “Tindak Pidana” pun tidak luput dari kritikan Prof.
Pidana” ini sangat meluas serta dominan sekarang ini dalam peraturan
34
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1978, hal.
35
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, , 1987, hal. 54-55
perundang-undangan pada umumnya, dan perundang-undangan pada
khusunya.
36
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. hlm. 23
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat memasyarakatkan terpidana
masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spirituil. Hukum pidana
dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana dengan sanksi yang
negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi
melaksanakannya.37
Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan
1. Kesengajaan (opzet)
37
Ibid. hlm. 23.
a. Kesengajaan yang bersifat tujuan
ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si
bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi
ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.
2. Kelalaian (culpa)
38
Ibid, hlm. 46
dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik
dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana
terjadinya akibat itu maka diciptalah delik kelalaian, bagi yang tidak perlu
pidana.39
mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal
39
Ibid. hlm. 48
kebijaksanaan, kemahiran/usaha pencegah yang ternyata dalam
yaitu:
dalam kasus tertentu. Dalam Pasal 55 ayat (1) Konsep RUU KUHP 2005
antara lain:
banyak hal-hal yang mempengaruhi, yaitu yang bisa dipakai sebagai bahan
pidana ini bukanlah masalah yang mudah seperti perkiraan orang, karena
pedoman pemberian pidana yang umum, ialah suatu pedoman yang dibuat
Kekuasaan Kehakiman yang bebas. Hal itu tegas dicantumkan dalam Pasal
memihak pada yang benar. Dalam hal ini hakim tidak memihak diartikan
merumuskan hokum.
undang- undang yang berlaku saja tetapi juga harus berdasarkan nilai- nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28
ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 yaitu Hakim wajib menggali, mengikuti,
terhadap kasus yang sama dapat berbeda karena antara hakim yang satu