Anda di halaman 1dari 8

Pembiayaan Letter Of Credit (LC) Pada Bank Syariah

A. Pengertian Letter Of Credit (L/C)


Letter of Credit secara sederhana merupakan Pengambilalihan tanggung
jawab pembayaran oleh pihak lain (dalam hal ini diambil alih oleh Bank) atas
dasar permintaan pihak yang dijamin (Applicant /Pembeli/Nasabah Bank) untuk
melakukan pembayaran kepada pihak penerima jaminan (Beneficiary/Penjual)
berdasarkan syarat dan kondisi yang ditentukan dan disepakati.
Sebagaimana BG, LC juga merupakan fasilitas non dana, dimana Bank
dalam hal ini bertindak sebagai wakil dari Pembeli - menggunakan akad Wakalah
bil Ujrah - untuk pengurusan dokumen, sementara untuk pembayaran
penyelesaian transaksinya dapat menggunakan dana Nasabah sendiri maupun
menggunakan fasilitas pembiayaan dari Bank dengan akad seperti yang telah di
uraikan sebelumnya (Piutang Murabahah, Piutang Istishna, Mudharabah atau
Musyarakah).
Dalam transaksi L/C Impor Syariah, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1. Syarat objek yang dijamin pembayarannya oleh L/C Syari'ah
Objek yang dijamin oleh L/C Impor Syariah harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Transaksi tersebut merupakan kewajiban dari Importir sendiri. Jadi L/C
Impor tidak boleh diterbitkan untuk hal-hal yang bukan merupakan
kewajiban Importir, seperti: untuk kegiatan konsumtif atau untuk kegiatan
lain yang tidak berhubungan dengan penerbitan L/C impor tersebut.
b. Jelas nilai dan spesifikasinya, antara lain mata uang yang digunakan dan
waktu pembayaran.
c. Objek yang dijamin tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan).
2. Penetapan imbalan jasa (ujroh) Bank. Dalam menetapkan besarnya imbalan
yang harus diterima oleh Bank tidak boleh dalam bentuk presentase, melainkan
harus dalam jumlah nominal yang tetap dan jumlah tersebut harus dinyatakan
pada awal akad.
Jadi, dalam kasus di atas, pada saat ditanda-tanganinya akad antara PT.
Priyatama Perkasa dengan Bank, harus dilangsung ditentukan bahwa pada
setiap pembukaan L/C Impor, Bank Syariah akan mendapat fee ( ujroh )
sebesar Rp. 2jt misalnya. Tidak boleh disebutkan bahwa fee tersebut
merupakan sekian persen dari nilai L/C Impor yang diterbitkan. Hal inilah
salah satu yang membedakan antara konsep syariah dengan konsep
konvensional.
3. Nasabah harus memberikan dana yang sama dengan jumlah tagihan, atau jika
nasabah tidak memiliki dana, maka bank dapat memberikan Qardh ataupun
pembiayaan mudharabah dengan system pengembalian baik secara mencicil
maupun secara tunai.

Risiko Dalam Skema Jasa Penerbitan L/C Impor syariah:


1. Risiko pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh ketidak mampuan
importir membayar tagihan penyelesaian L/C. Untuk mengantisipasi Risiko
gagal bayar tersebut, Bank Syariah bisa meminta kepada Importir (nasabah)
untuk memberikan jaminan tertentu yang dapat dieksekusi menurut hukum
posisitf. Antara lain: Hak Tanggungan atas tanah dan bangunan, fidusia atas
tagihan penjualan ikan hias tadi kepada end user, gadai deposito, atau jaminan
perorangan (personnal guarantee) dari pemegang saham PT. Priyatama
Perkasa.
2. Risiko Pasar, yang disebabkan kesulitan Bank memperoleh valuta asing yang
diperlukan pada waktu pembayaran.
3. Risiko reputasi yang disebabkan oleh ketidak mampuan Bank Syariah
memenuhi komitmen yang di janjikan.
4. Risiko operasional yang disebabkan oleh ketidak handalan manajemen
teknologi informasi

B. Pembiayaan Letter Of Credit pada Bank Syari’ah


Sistem keuangan Islam sekarang ini, dalam perkembangannya tidak hanya
diminati di negara – negara yang penduduknya mayoritas beragama islam, tetapi
juga telah menarik perhatian para bankir Barat terutama Eropa. Metode
pembiayaan Islam telah dipandang sebagai suatu tantangan sekaligus peluang bagi
mereka yang berkecimpung dalam bisnis keuangan modern di Barat. Hal ini
dimungkinkan terutama adanya fenomena masyarakat industri yang didorong oleh
tuntutan klien dalam nuansa bisnis modern.
Dalam masyarakat demikian, selalu timbul kesediaan dari pihak pengelola
lembaga keuangan untuk senantiasa mendengarkan dan terus mempelajari
perkembangan dan pengalaman bank-bank Islam yang diperkirakan akan menjadi
sebuah trend baru dalam sistem keuangan dunia (Ikhwan Abidin Basri; Sistem
Keuangan Islam sebuah Alternatif; 2002) Prospek perdagangan internasional yang
terus mengalami perkembangan dewasa ini, antara lain melalui kegiatan ekspor
impor, merupakan salah satu peluang yang besar bagi perbankan syariah untuk
ikut menggembangkan bisnisnya dalam tingkat internasional.
Ada banyak hal yang dapat dikembangkan oleh perbankan syariah melalui
kegiatan ekspor – impor ini diantaranya ikut ambil bagian dalam pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, maupun sebagai sarana pembayaran.
Secara umum terdapat 4 (empat) metode pembayaran dalam perdagangan
internasional : (Edward G. Hinkelman ; 2002)
a. Cash in Advance (Pembayaran di muka) ; importir membayar sebelum barang
yang dipesannya dikirim. Persyaratan ini menuntut agar pembeli memiliki
tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan dan kemauan penjual
untuk menyerahkan barang yang dipesannya. Pada pembayaran sistem ini,
memberi keamanan yang terbesar kepada eksportir tetapi memberi risiko
terbesar bagi importir.
b. Open Account ( Perhitungan Kemudian ); Eksportir sepakat untuk membayar
dalam waktu yang telah ditetapkan, biasanya dalam waktu 30, 60, atau 90 hari.
Dengan demikian eksportir mengandalkan kemampuan dan kemauan importir
untuk membayar barang yang telah dikirimkannya. Pada sistem pembayaran
ini, memberi risiko yang kecil bagi importir, tetapi eksportir menanggung
risiko yang besar.
c. Documentary Collection ; adalah cara pembayaran yang sama dengan metode
cash on delivery (COD/tunai begitu barang diserahkan). Ekspotir menyerahkan
barang kepada importir tetapi juga menyerahkan dokumen, termasuk bill of
lading (dokumen kepemilikan barang) melalui bank dengan instruksi untuk
menyerahkan dokumen tersebut setelah importir membayar melalui bank
tersebut. Setelah importir memperoleh dokumen kepemilikan (bill of lading),
dia memiliki hak untuk mendapatkan barang yang dikirimkan tersebut.
d. Letter of Credit ; adalah janji bank untuk membayar eksportir atas nama
importir sepanjang eksportir eksportir memenuhi persyaratan dan kondisi yang
ditetapkan dalam letter of credit. Letter of credit memberi kedudukan
keamanan dan risiko sama baik kepada eksportir maupun importir .
Letter of Credit merupakan salah satu metode pembayaran yang paling
sering digunakan dalam transaksi ekspor – impor . Hal ini dikarenakan L/C
menawarkan jaminan terbaik bagi pihak eksportir bahwa barang yang dijual
secara internasional akan dibayar. Jaminan ini timbul dari kenyataan bahwa
kewajiban membayar dengan L/C terletak ditangan bank pembeli bukan ditangan
pembeli.
Pada hakikatnya L/C adalah sebuah surat yang mengalihkan kelayakan
menerima kredit pembeli kepada sebuah bank. Sebuah L/C dapat dianggap
sebagai jaminan berkondisi yang dikeluarkan oleh bank atas nama pembeli
ditujukan kepada penjual untuk memastikan pembayaran bila penjual memenuhi
syarat yang tercantum dalam L/C (Warren J. Keegan diterjemah oleh Alexander
Sindoro; 1997 ).
Dalam pembukaan suatu L/C tersangkut beberapa pihak yakni importir
sebagai opener/applicant, Bank di dalam negeri sebagai opening bank, atau lazim
juga disebut issuing bank, koresponden bank di luar negeri yang disebut advising
bank, dan eksportir sebagai penerima L/C yang disebut beneficiary.
Letter of Credit merupakan salah satu jenis produk jasa yang dapat
diterapkan pada bank syariah. Mekanisme L/C pada bank syariah dan bank
konvensional pada umumnya sama seperti mekanisme pada bank konvensional.
Namun demikian, terdapat perbedaan mendasar antara mekanisme bank syariah
dan bank konvensional, yakni terletak pada akadnya serta kesepakatan jumlah
upah atau ujrah atau fee pada awal kesepakatan antara importer dengan bank yang
merupakan imbalan atau jasa yang dilakukan pihak bank pengurus L/C .
Akad penerbitan L/C melalui bank syariah harus ditentukan dari awal oleh
bank syariah sebagai opening bank dan importir sebagai applicant. Penentuan
jenis akad tersebut akan mempengaruhi bentuk dan tanggung jawab masing-
masing pihak. Disamping itu pula ada penerapan bunga pada bank konvensional
tidak dapat diterapkan pada penerbitan L/C pada bank syariah.
Praktek penerbitan L/C pada bank syariah merupakan suatu mekanisme
yang bersifat komperhensif. Komperhensif berarti syariah Islam merangkum
seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah) (M.
Syafi’I Antonio ; 2000) .
Pada setiap tahapan penerbitan L/C, para pihak harus konsisten
menerapkan prinsip – prinsip syariah. Permasalahan dapat timbul berkaitan
dengan praktek pelaksanaannya yang dapat menimbulkan benturan dengan
ketentuan syariah.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34 /DSN – MUI/ IX/2002
tentang L/C Impor Syariah, bahwa membolehkan bank syariah menerapkan
pembiayaan dengan penerapan L/C, yaitu :
1. Wakalah bil Ujrah
2. Qard
3. Murabahah
4. Salam / Istisha
5. Mudharabah
6. Musyarakah
7. Hawalah
Penerbitan L/C diawali dengan perjanjian ekspor impor yang
mencantumkan dalam salah satu klausa perjanjiannya bahwa metode pembayaran
dalam transaksi tersebut akan menggunakan L/C. Dihubungkan dengan ketentuan
Pasal 1338 KUHPerdata yang menganut asas kebebasan berkontrak, maka para
pihak bebas untuk menentukan isi perjanjian, sepanjang memenuhi ketentuan
Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan – ketentuan dalam buku III KUHPerdata
hanya berlaku bila para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjiannya.
Dengan demikian, penerbitan L/C sebagai metode pembayaran dalam
perjanjian ekspor impor sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata,
mengikat sebagai undang – undang bagi para pihak yang membuatnya.
Ada beberapa pihak yang terkait dalam penerbitan. Ditinjau dari segi
hukum, hubungan masing-masing pihak yang terkait dari transaksi tersebut
meliputi hubungan-hubungan yang akan dijelaskan berikut ini :
a. Hubungan hukum Pemohon (importer/applicant) dan Penerima
(eksportir/beneficiary ), adalah perjanjian atau kontrak dasar yang mendasari
penerbitan L/C ialah kontrak penjualan yang memuat hak dan kewajiban
eksportir dan importer. Klausul pembayaran dengan L/C harus terlebih dahulu
dimuat dalam kontrak tersebut.
b. Hubungan hukum Pemohon ( applicant ) dan Bank Penerbit ( Issuing Bank ) ,
hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit didasarkan pada kontrak
yang dinamakan permintaan penerbitan L/C. Permintaan penerbitan L/C
diperlukan dalam rangka merealisasi cara pembayaran sebagaimana yang
diatur dalam kontrak penjualan. Jika bank penerbit setuju melaksanakan
permintaan pemohon, maka bank penerbit menerbitkan L/C. Permintaan
penerbitan L/C dan kontrak penjualan antara eksportir dan importer terpisah
satu sama lain.
c. Hubungan hukum Bank penerbit ( Issuing Bank ) dan penerima ( beneficiary ),
adalah hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima lahir atas dasar
L/C yang diterbitkan bank penerbit yang disetujui penerima. Persetujuan
penerima terhadap L/C diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen
yang dipersyaratkan L/C kepada bank penerbit. Tetapi, penerima tidak
berkewajiban untuk untuk menyetujui L/C yang diterbitkan oleh bank penerbit.
Sebelum L/C disetujui penerima, maka L/C merupakan kontrak sepihak dari
bank penerbit yang tidak mengikat penerima. L/C diterbitkan atas dasar
permintaan penerbitan L/C, tetapi kedua kontrak ini terpisah satu sama lain.
d. Hubungan hukum Bank Penerbit ( Issuing Bank ) dan Bank Penerus
( Advising / Negotiating Bank ) , adalah hubungan hukum antara bank penerbit
dan bank penerus didasarkan pada instruksi bank penerbit kepada bank penerus
yang disetujui bank penerus. Bank penerbit memberi instruksi kepada bank
penerus untuk meneruskan L/C. Hubungan hukum antara bank penerbit dan
bank penerus adalah hubungan keagenan, dimana bank penerbit bertindak
sebagai principal dan bank penerus sebagai agen. Hak dan kewajiban kedua
bank ini diatur dalam instruksi bank penerbit yang dimuat dalam L/C.
e. Hubungan Hukum antara bank penerus ( Advising / Negotiating Bank ) dan
penerima (beneficiary ), adalah hubungan hukum antara bank penerus dan
penerima tergantung dari fungsi yang dilakukan oleh bank penerus sesuai
dengan persyaratan L/C. Bank penerus dapat berfungsi sebagai penerus
semata-mata, bank pengkonfirmasi, bank penegosiasi, bank pembayar, atau
bank pengaksep.
Mekanisme L/C pada bank syariah dan bank konvensional pada umumnya
sama seperti mekanisme pada bank konvensional. Namun demikian, terdapat
perbedaan mendasar antara mekanisme bank syariah dan bank konvensional,
yakni terletak pada akad serta tidak diperbolehkan adanya bunga dalam
pelaksanaannya. Menurut istilah, akad yaitu pertalian ijab dengan qabul menurut
cara-cara yang diisyaratkan yang berpengaruh terhadap objeknya serta tanggung
jawab masing-masing pihak yang terkait dalam penerbitan L/C tersebut.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34 /DSN – MUI/ IX/2002
tentang L/C Impor Syariah, bahwa membolehkan bank syariah menerapkan
pembiayaan dengan penerapan L/C, yaitu :
1. Wakalah bil Ujrah , adalah pelimpahan, pendelegasian wewenang atau kuasa
dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu atas nama
pihak pertama dan untuk kepentingan dan tanggungjawab sepenuhnya oleh
pihak pertama. Dalam pendelegasian tersebut ditentukan upah (ujrah/fee) atas
pelaksanaan tugas oleh pihak yang mewakili.
2. Qard, adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan.
3. Murabahah, adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati.
4. Salam/Istisha adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari,
sementara pembayarannya dilakukan di muka. Istisha hampir
menyerupai salam, namun pada Istisha tidak wajib mempercepat pembayaran
dan tidak ada penjelasan jangka waktu pembuatan dan penyerahan, serta tidak
adanya barang seperti itu di pasar.
5. Mudharabah, adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan bila rugi ditanggung oleh pihak pemberi
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
6. Musyarakah, adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.
7. Hawalah, adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya.

DAFTAR PUSTAKA
Hinkelman, Edward G. 2002. Metode Pembayaran Bisnis Internasional. Jakarta:
Penerbit PPM.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dan Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press.
Usman, Rachmadi. 2002. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti.
Suharto,dkk. 2003. Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah.
Jakarta: Penerbit Djambatan

Anda mungkin juga menyukai