7. Dalam hal pengiriman barang telah terjadi, sedangkan pembayaran belum dilakukan, akad
yang digunakan adalah:
Alternatif 1:
Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang
diimpor.
b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-
dokumen transaksi impor.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
dalam bentuk prosentase.
d. Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah untuk pelunasan pembayaran
barang impor.
Alternatif 2:
Wakalah bil Ujrah dan Hawalah dengan ketentuan:
a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang
diimpor.
b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen
transaksi impor.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
dalam bentuk prosentase.
d. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank dengan
meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
Latar belakang munculnya fatwa DPS tersebut di sebabkan karena mekanisme
transaksi L/C impor maupun L/C ekspor yang merupakan salah satu jasa perbankan di nilai
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dalam menetapkan akad pembiayaan L/C syariiah, proses analisis yang perlu dilakukan oleh
bank adalah sebagai berikut ;
1. Mengidentifikasi kebutuhan nasabahh, apakah ingin melakukan pembiayaan ekspor atau
impor.
2. Jika nasabah melakukan pembiayaan impor, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi
apakah nasabah memiliki dana atau tidak.
3. Jika nasabah tidak memiliki dana, akad yang dapat digunakan oleh bank adalah akad
mudharobah atau murabahah.
4. Jika nasabah memiliki dana, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah nasabah
memiliki dana yang cukup atau tidak.
5. Jika nasabah memerlukan pembiayaan ekspor, langkah selanjutnya dalah
mengidentifikasi apakah nasabah memiliki dana atau tidak.
6. Jika nasabah tidak memiliki dana, akad yang dapat dilakukan oleh bank islam adalah
adalah akad mudharobah atau murrabahah.
7. Jika nasabah memiliki dana, langkah selanjutnya adalah mengideentifikasi apaka barang
tersebut ready stock atau bukan.
8. Jika nasabah memiliki danan langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah dana
yang dimiliki nasabah tersebut cukup atau tidak.
Proses terbentuknya L/C dalam bank syariah sedikitt banyak sama dengan proses
terbentuknya L/C dalam bank konvensional. Hanya saja, dalam proses terbentuknya L/C
dalam bank syariah transaksinya harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah itu sendiri.
Dilihat dari proses terbentuknya L/C tersebut, maka dapat dikatakan bahwa L/C juga
merupakan pengalihan penanggungan resiko dari penjual dan pembeli yang kemudian
diemban oleh pihak bank. Untuk mengantisipasi resiko yang diemban maka bank penerbit
mewajibkan kepada importir untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai jaminan sebesar
10% dari nilai L/C, juga menyerahkan agunan tambahan dari importir. Adapun proses terjadi
kontrak dengan menggunakan sarana L/C secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Eksportir/ penjual menandatangani kontrak jual beli atau sales contract dengan pembeli
atau importir luar negeri.
b. Importir/ pembeli/ account meminta kepada bank nya (bank devisa) untuk membuka
suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Importir bertindak sebagai opener. Bila
importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan
adanya surat izin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir
dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak
sebagai opening atau issuing bank. Pembukaan L/C dilakukan melalui salah satu
koresponden bank luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara
kedua ini disebut sebagai advising bank atau notifying bank. Advising bank
memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang
menerima L/C disebut beneficiary.
c. Eksportir menghubungi instantsi terkait dalam rangka pengiriman atau pengapalan
barang dan pengurusan perizinan serta dokumen- dokumen yang diperlukan.
d. Eksportir menerima konosemen (Biil of Lading) setelah menyerahkan barang ke
carrier.
e. Eksportir menyerahkan dokumen yang disyaratkan dalam L/C (wesel, faktur,
konosemen/ Airway Biil, sertificate of origant, sertificate of quality, dll) kepada
negotiating bank.
f. Bank membayar kepada eksportir setelah melakukan pemeriksaan dokumen yang
diserahkan oleh eksportir, bahwa semua persyaratan L/C dipenuhi (tidak ada
discrepancy).
g. Bank dalam negeri (sebagai negotiating bank) mengirimkan dokumen ke bank
pembuka L/C di luar negeri dan menginstruksikan untuk membayar dan mentransfer
pembayaran kepada bank yang ditunjuk.
h. Bank di luar negeri memeriksa dokumen dan menyerahkannya kepada importir untuk
mnegambil barang di pelabuhan tujuan. Penyerahan dokumen dilakukan setelah
importir memenuhi kewajibannya.
F. KESIMPULAN
Letter of Credit/LC dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai surat kredit
berdokumen. Letter of credit/LC dalam bank syariah termasuk jasa dan produk pembiayaan,
yaitu Pembiayaan Letter of credit import/eksport syariah. LC Import Syariah adalah surat
pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaan
imprortir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan
LC Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang
diterbitkan oleh Bank Umum untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan
persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Perdagangan internasional saat ini
melibatkan jasa bank sebagai perantara, yaitu dengan dikeluarkannya LC yang termasuk
dalam pembiayaan Bank.
http://www.slideshare.net/yusufelbugizy/letter-of-credit-impor-syariah-41690092