Anda di halaman 1dari 8

A.

Rahasia Bank
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai rahasia bank selalu ditentukan
dalam undang-undang yang mengatur tentang kelembagaan perbankan. Sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat rumusan tentang rahasia
bank itu pun mengalami perubahan. Ketentuan rahasia bank mula mula diatur
dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU No. 7/1992)
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan (UU No. 14/1967). Sebelumnya rahasia bank diatur tersendiri dalam
bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu), yaitu Perpu
Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank (Perpu No. 23/1960) Terakhir
konsep rahasia bank diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (UU No. 10/1998).
Hubungan bank dengan nasabah tidak sebatas hubungan kontraktual, tetapi
terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya
kepada pihak lain manapun, kecuali jika ditentukan lain oleh perundang undangan
yang berlaku. Menurut Undang-undang Perbankan, rahasia yang bukan
merupakan rahasia antara bank dengan nasabahnya, tidak tergolong ke dalam
istilah rahasia bank. Rahasia rahasia lain itu misalnya, rahasia mengenai data
dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 33 Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan. Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-undang Perbankan, pengertian
rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Dengan adanya undang-undang tersebut, bertujuan untuk menghindari
terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah, maka dibuatlah aturan khusus yang
melarang bank untuk memberikan informasi tercatat kepada siapapun berkaitan
dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya, kecuali
dalam hal-hal tertentu yang disebutkan secara tegas di dalam undang undang
tersebut. Terkait dalam aturan tersebut, pelanggaran terhadap ketentuan
kerahasiaan bank juga merupakan suatu tindak pidana dan pihak pihak yang tidak
memegang teguh ketentuan kerahasiaan bank tersebut dapat dikenakan sanksi
pidana. Perlindungan terhadap rahasia bank yang dianggap prima dirasakan
penting untuk diatur dalam aturan perundang undangan. Kewajiban merahasiakan
informasi mengenai nasabah diatur dalam Pasal 40 Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang berbunyi: "Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai
Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A". 16 Dari
bunyi pasal tersebut secara jelas dinyatakan bahwa prinsip rahasia bank di
Indonesia mengenal pembatasan dan pengecualian dalam penerapannya atau
disebut juga rahasia bank yang bersifat relatif. Sifat relatif atas rahasia perbankan
ini diartikan bahwa terdapat kemungkinan kemungkinan untuk membuka rahasia
bank dengan cara tertentu demi untuk kepentingan umum.1
Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola uang masyarakat, maka
bank wajib menjamin keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar
keamanan nasabahnya terjamin pihak perbankan dilarang untuk memberikan
keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain
dari nasabahnya. Dengan kata lain, bank harus menjaga rahasia tentang keadaan
keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan
dikenakan sanksi.
Namun dalam kasus tertentu kerahasiaan bank tidak berlaku untuk nasabah.
Misalnya:
a. Untuk kepentingan perpajakan pimpinan Bank Indonesia atas permintaan
menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tentang keuangan
nasabah penyimpanan tertentu kepada pejabat pajak.
b. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan urusan
piutang negara/panitia urusan piutang negara. Pimpinan bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat badan urusan piutang negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.
c. Untuk kepentingan peradilan ddalam perkara pidana, pimpinan Bank
Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk

1
Siregar, P. A., Supitriyani, S., Parinduri, L., Astuti, A., Azwar, K., Simarmata, H. M. P., ... & Arfandi, S. N.
(2021). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Yayasan Kita Menulis. 33.
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau
terdakwa pada bank.
d. Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank bisa
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.2
2. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank
Seiring dengan perubahan yang mengglobal, undang-undang perbankan
terbaru, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
memberikan pengecualian terhadap rahasia bank yang diperbolehkan untuk
dibuka di hadapan publik. Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan
Undang undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi.
Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi (Yasin, 2019):
a. Kepentingan perpajakan
Pimpinan bank Indonesia atas permintaan menteri keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti bukti tertulis serta surat surat mengenai
keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah
tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah
wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak bank wajib
memberikan keterangan keterangan yang diminta.
b. Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN Pimpinan
bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank
wajib memberikan keterangan yang diminta. Ijin sebagaimana dimaksud
diatas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
Permintaan tertulis tersebut diatas harus menyebutkan nama dan jabatan
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang
Negara, nama nasabah debitor bersangkutan dan alasan diperlukannya
keterangan.
c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa,
atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan
2
Kasmir. (2010). Pemasaran Bank (Jakarta, Kencana), 24.
tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan
keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud diatas diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
d. Perkara perdata antara bank dan nasabahnya
Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada
pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan
memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam
situasi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang
dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa
izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
e. Tukar menukar informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabah
kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk
memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna
mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank lain.
Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum
melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan
yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur
mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan
jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara
garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitur
yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar
menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
f. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan Bank wajib
memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank
yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan
tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah
penyimpan yang dibuat secara tertulis.
g. Nasabah penyimpan telah meninggal Apabila nasabah penyimpan telah
meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang
bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah
penyimpan tersebut.3
3. Sanksi Pelanggaran Rahasia Bank
Dunia perbankan mengelola uang dari masyarakat, maka bank wajib menjaga
kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga keamanan uang
masyarakat agar benar-benar aman. Agar keamanan uang nasabah terjamin maka
pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang telah tercatat pada
bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Bank harus
menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar
kerahasiaan ini perbankan akan dikenai sanksi (Fahrurrozi, Murwadji and
Rukmini, 2020). Bagi pihak yang merasa di rugikan oleh keterangan yang
diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan
meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.
Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan
bank, maka akan dikenakan sanksi sesuai yang tercantum dalam Undang- Undang
Nomor 10 Tahun 1998, sebagai berikut:
a. Sanksi juga diberikan kepada siapa saja yang melakukan kegiatan perbankan
seperti menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk. Simpanan tanpa izin
usaha dari pimpinan Bank Indonesia.
b. Sanksi juga diberikan kepada anggota diberikan kepada anggota dewan
komisaris, direksi, atau pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan seperti
memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.
c. Perbankan juga harus menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan
laporan laba/rugi serta penjelasannya secara berkala dalam waktu dan bentuk
yang telah ditetapkan dan telah diaudit oleh akuntan publik. Selanjutnya
apabila anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank dengan sengaja:
1) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan
atau dalam laporan keuangan maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.

3
Siregar, P. A., Supitriyani, S., Parinduri, L., Astuti, A., Azwar, K., Simarmata, H. M. P., ... & Arfandi, S. N.
(2021). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Yayasan Kita Menulis. 34.
2) Menghilangkan atau memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya
pencatatan dalam pembukuan atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank;
3) Mengubah, mengaburkan atau menyembunyikan, menghapuskan atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening atau dengan sengaja bank mengubah,
mengaburkan, menghilangkan. menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan.4
B. Kesehatan Bank
1. Tingkat Kesehatan Bank
Dengan semakin meningkatnya komplektitas usaha dan profil risiko, bank
perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional bank.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan
sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan
datang.
Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penelitian atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank. Penilaian terhadap faktor-
faktor tersebut dilakukan melalui penilaian secara kuantitatif dan atau kualitatif
setelah mempertimbangkan unsur judgment yang didasarkan atas materialitas dari
faktor-faktor penilaian, serta pengaruh dari faktor lain seperti kondisi industri
perbanka dan perekonomian.
Pokok-pokok pengaturan tingkat kesehatan bank diuraikan pada PBI No.
13/01/PBI/2011 tentang penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No. 8/POJK.03/2014 tentang penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, dengan ketentuan dasar sebagai
berikut:
1. Meningkatnya inovasi dalam produk, jasa, dan aktivitas perbankan
berpengaruh pada peningkatan kompleksitas usaha dan profil risiko bank yang
apabila tidak diimbangi dengan penerapan manajemen risiko yang memadai
dapat menimbulkan berbagai permasalahan mendasar pada bank maupun
terhadap sistem keuangan secara ke seluruhan.

4
Ibid., 36.
2. Pada prinsipnya, tingkat kesehatan, pengelolaan bank, dan kelang sungan
usaha bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari manajemen bank.
Oleh karena itu, bank wajib memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan
tingkat kesehatannya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya termasuk
melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala terhadap tingkat
kesehatannya dan mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif.
3. Disisi lain, pengawas akan mengevaluasi, menilai Tingkat Kesehatan Bank,
dan melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan dalam rangka menjaga
stabilitas sistem perbankan dan keuangan.
4. Penilaian tingkat kesehatan bank secara konsolidasi dilakukan bagi bank yang
melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak.
5. Dalam melakukan penilaian Tingkat Kesehatan secara konsolidasi, mekanisme
penetapan peringkat setiap faktor penilaian, penetapan peringkat komposit,
serta pengategorian peringkat setiap faktor penilaian dan peringkat komposit,
mengacu pada mekanisme pe netapan dan pengategorian peringkat bank
secara individual.5
2. Penilaian Kesehatan Bank
Kesehatan merupakan hal yang penting didalam berbagai bidang kehidupan,
baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan
gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Sama seperti halnya
manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu
dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank
yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi pihak
lain. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola
dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat
saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat dan bank harus sanggup
mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipecaya oleh nasabahnya.6
Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian
ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat,
cukup sehat, kurang sehat, ataupun tidak sehat. Bagi bank yang sehat agar tetap
mempertahankan kesehatannya, sedangkan bank yang sakit untuk segera

5
Indonesia, I. B. (2016). Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko. Gramedia Pustaka Utama. 10.
6
Kasmir, D. (2015). Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi 2014. Jakarta: Rajawali Pers. 46.
mengobati penyakitnya. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-
bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus
dijalankan atau bahkan kalau perlu dihentikan kegiatan operasinya.
Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh
pemerintah melalui Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat
laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seluruh
aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari lapor an ini dipelajari dan
dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi suatu bank. Dengan diketahui kondisi
kesehatannya akan memudahkan bank itu sendiri untuk memperbaiki
kesehatannya.
Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap periode. Dalam setiap penilaian
ditentukan kondisi suatu bank. Bagi bank yang sudah dinilai sebelumnya bisa pula
dinilai apakah ada peningkatan atau penurunan kese hatannya. Bagi bank yang
menurut penilaian sehat atau kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah,
karena itulah yang diharapkan dan supaya tetap dipertahankan terus. Tetapi, bagi
bank yang terus-menerus tidak sehat, maka harus mendapat pengarahan atau
bahkan sanksi se suai dengan peraturan yang berlaku.
Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina perbankan bisa saja
menyarankan untuk melakukan berbagai perbaikan. Perbaikan-perbaik an yang
akan dilakukan meliputi perubahan manajemen, melakukan penggabungan seperti
merger, konsolidasi, akuisisi, atau malah dilikui dasi (dibubarkan) keberadaannya
jika memang sudah parah kondisi bank tersebut. Pertimbangan untuk hal ini
sangat tergantung dari kondisi yang dialami bank yang bersangkutan. Apabila
kondisi bank sudah sedemikian parah, namun masih memiliki beberapa potensi,
maka sebaiknya dicari kan jalan keluarnya dengan model penggabungan usaha
dengan bank lainnya. Sedangkan langkah likuidasi merupakan jalan keluar
terakhir dalam rangka menyelamatkan uang masyarakat.7

7
Kasmir. (2010). Pemasaran Bank (Jakarta, Kencana), 40.

Anda mungkin juga menyukai