Anda di halaman 1dari 10

HKUM4308/Hukum Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang

1. Pemerintah mempunyai kewajiban melindungi dana nasabah di bank,

berikan pendapat anda bagaimana skema penjaminan dana nasabah di bank

yang dilakukan oleh pemerintah ?

Jawab :

Dalam Pasal 1 Perpu Nomor 3 Tahun 2008 menyatakan bahwa nilai yang

dijaminkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebesar Rp 100.000.000,- (serratus juta

rupiah). Pada tahun 2009 Perpu ini diperkuat menjadi Undang-Undang Nomor 7 tahun

2009 untuk merubah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan. Tanggal 17 Oktober 2008 terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor

66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin

Simpanan yang dalam Pasal 1 menyatakan bahwa nilai simpanan yang dijaminkan oleh

Lembaga Penjamin Simpanan diubah menjadi paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua

Miliar rupiah) dan diberlakukan hingga saat ini.

Jika nasabah memiliki beberapa rekening dalam satu bank, maka simpanan

yang dijamin dihitung dari jumlah saldo seluruh rekening. Nilai simpanan yang dijamin

berupa simpanan pokok ditambah bunga untuk bank konvensional dan simpanan pokok

ditambah bagi hasil untuk bank syariah. Dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin

Simpanan dan Undang-Undang Perbankan, terdapat salah satu jenis simpanan yang
tidak jelas apa yang dimaksudkannya, yakni “bentuk lain yang dipersamakan dengan

simpanan itu”.

Maksud dari dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, merupakan

frase yang telah disebutkan sebelumnya yakni giro, deposito, sertifikat deposito,

beserta tabungan. Bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan simpanan dalam Pasal-

Pasal pada kedua Undang-Undang tersebut memuat rumusan yang terlalu umum.

Segala sesuatu yang dibukukan sejajar dengan klasifikasi dana masyarakat, seperti:

a. Simpanan wajib kasir;

b. Setoran margin pembukaan L/C;

c. Rekening-rekening jaminan; dan Rekening-rekening perantara milik pihak

ketiga lainnya

Layak tidaknya suatu klaim penjaminan untuk dibayarkan oleh Lembaga

Penjmain Simpanan didasarkan kepada hasil rekonsiliasi atau verifikasi yang dilakukan

oleh Lembaga Penjamin Simpanan terhadap pembukuan bank yang ditangani.

Verifikasi biasanya melibatkan akuntan publik dan due diligence oleh pihak luar yang

independen seperti konsultan hukum. Hal ini dikaitkan dengan angka-angka sebagai

hasil rekonsiliasi atau verifikasi menjadi besaran yang menentukan jumlah yang harus

dibayarkan kepada kreditur bank, yang pada akhirnya akan membebani APBN

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia).


Langkah-langkah jika simpanan ingin dijamin oleh Lembaga Penjamin

Simpanan:

a. Memeriksa saldo tabungan di bank (rekonsiliasi) dengan mencetak buku

tabungan secara periodik (misal: sebulan sekali), hal tersebut juga dapat

mengurangi kemungkinan ketidakcocokan catatan kita dengan bank.

b. Cek bunga di www.Lembaga Penjamin Simpanan.go.id dan di bank, lalu

meminta ke bank agar bunga yang diberikan tidak melebihi bunga penjaminan

Lembaga Penjamin Simpanan.

c. Tidak memiliki kredit macet, dengan melunasi kewajiban tepat waktu.

2. Berdasarkan kasus di atas, silahkan analisa berkaitan dengan nasabah

penyimpan. Menurut anda apakah nasabah yang sudah meninggal dunia

wajib dilindungi oleh bank! kaitkan jawaban anda dengan aturan yang

berlaku !

Jawab :

Status kepemilikan rekening orang yang sudah meninggalkan sudah diatur

dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 yang direvisi dalam UU Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan. "Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris

yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan

mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut," bunyi Pasal 44A ayat (2) UU

Nomor 10 Tahun 1998.


Bank sendiri wajib memberikan informasi rekening nasabah yang meninggal,

termasuk membantu proses pencairannya oleh ahli waris. "Atas permintaan,

persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib

memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang

bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut," bunyi

Pasal 44A ayat (1).

Persyaratan yang harus dilengkapi oleh ahli waris menghubungi Pihak Bank.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mencairkan dana orang yang sudah

meninggal adalah dengan menghubungi pihak bank yang berkaitan. Keluarga perlu

mencari tahu di bank mana saja mendiang memiliki uang dan tabungan.

Kemudian pihak keluarga dapat mendatangi pihak bank untuk berkonsultasi

tentang penutupan rekening dan pencairan dana pada ahli waris. Kantor cabang yang

didatangi sebaiknya adalah kantor cabang tempat pembukaan rekening dilakukan agar

proses pencairan dapat berjalan dengan lebih cepat.

Jika pihak keluarga masih belum mengetahui syarat-syarat apa saja yang perlu

dibawa ke bank, maka tidak perlu membawa apapun karena sifatnya sebatas

berkonsultasi dengan pihak bank.

Agar komunikasi dapat berjalan lancar, sebaiknya datangi langsung bank yang

bersangkutan. Namun apabila lokasi bank terlalu jauh dan pihak keluarga sulit untuk
mendatangi langasung, dapat menelpon atau mengirim email kepada pihak bank.

Setelah itu melengkapa dokumen yang di minta oleh pihak bank.

Dana yang dicairkan oleh pihak bank dapat diterimakan langsung kepada ahli

waris, baik itu dalam bentuk tunai ataupun pemindahan buku. Ketika dana sudah jatuh

ke tangan ahli waris dan rekening sudah ditutup, maka kewajiban pihak bank sudah

selesai.

Keputusan selanjutnya murni diserahkan pada pihak keluarga atau

notaris/pengacara jika mendiang telah meninggalkan surat warisan. Namun jika tidak

membuat atau belum sempat membuat surat warisan, maka pembagian harta

peninggalan mendiang sepenuhnya adalah tanggung jawab pihak keluarga.

3. Berdasarkan kasus di atas, silahkan analisa nasabah yang telah meninggal

dunia tersebut. Bagaimana dengan simpanannya, apakah ahli waris berhak

mengetahui simpanan nasabah yang telah meninggal dunia? kaitkan

jawaban anda dengan aturan yang berlaku !

Jawab :

Status kepemilikan rekening orang yang sudah meninggalkan sudah diatur

dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 yang direvisi dalam UU Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan. "Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris

yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan
mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut," bunyi Pasal 44A ayat (2) UU

Nomor 10 Tahun 1998.

Bank sendiri wajib memberikan informasi rekening nasabah yang meninggal,

termasuk membantu proses pencairannya oleh ahli waris. "Atas permintaan,

persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib

memberikan keterangan mengenai simpan Nasabah Penyimpan pada bank yang

bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut," bunyi

Pasal 44A ayat (1).

4. Berdasarkan laporan yang diterima oleh pihak kepolisian megenai tindak

pidana perbankan diatas, jelaskan bagaimana unsur tindak pidana

perbankan yang terdapat dalam pasal 48 ayat (1) Undang-undang No 10

tahun 1998 tentang Perbankan ?

Jawab :

Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank sebagaimana ketentuan

dalam Pasal 48 UU Perbankan yang menyatakan:

“Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja

tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana

penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta
denda sekurang kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak

Rp100.000.000,000,00 (seratus miliar rupiah)”.

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai

memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana

kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau

denda sekurang-kurangnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau

dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,

laporan transaksi atau rekening suatu bank;

b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya

pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen

atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan

adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam

dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu

bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,

menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan

pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima


belas) tahun serta denda sekurang-kurangnyaRp10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar

rupiah).

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a. Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu

imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk

keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka

mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh

uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka

pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes,

cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka

memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana

yang melebihi batas kreditnya pada bank;

b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan

ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan

peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam

dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8

(delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar

rupiah).”
5. Dengan banyak kasus tindak pidana perbankan dewasa ini maka ada

konsekuensi yang dihadapi oleh perbankan. Bagaimana konsekuensi

perbankan tersebut, kaitkan jawaban anda dengan kepercayaan masyarakat

terhadap perbankan?

Jawab :

Terjadinya tindak pidana dalam dunia perbankan sangat merugikan perbankan

itu sendiri karna dengan menurun tingkat kepercayaan masyarakat maka

konsekuensinya adalah menurunnya dana dan transaksi masyarakat terhadap

perbankan . Makandari itu masyarakat buth kepastian dan jaminan terhadap segala

bentuk lalu lintas perbankan yang meraka lakukan.

Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih sangat minim, tak

terkecuali di sektor perbankan. Ancaman guncangan ekonomi makro yang tidak

dipahami secara holistik bukan tidak mungkin akan disikapi nasabah dengan

mengambil keputusan secara gegabah. Misalnya saja, penarikan uang skala besar

karena rasa panik dan khawatir sehingga dapat berpotensi mengganggu kinerja

ekonomi secara keseluruhan.

Oleh karena itu, semua lembaga keuangan dan stakeholders terkait harus terus

meningkatkan literasi keuangan agar publik semakin tercerahkan dengan fenomena

ekonomi yang terus bergerak dinamis setiap saat. Tentu saja, sebagai langkah mitigasi
dari berbagai ancaman risiko, lembaga keuangan harus mengedepankan prinsip kehati-

hatian dalam menjalankan operasi keuangannya.

Khusus sektor perbankan memegang peranan penting sebagai lembaga

intermediasi atau akselerator perekonomian bangsa yang paling inklusif di antara

lembaga keuangan lain. Dengan bantuan teknologi, fasilitas layanan perbankan

menjadi sangat mudah diakses oleh publik setiap saat dengan tingkat likuiditas sangat

tinggi.

Namun, tingginya aksesibilitas itu harus tetap menjadi perhatian serius dari sisi

keamanan. Pasalnya, terdapat banyak ancaman di balik kemajuan teknologi dan

digitalisasi tersebut. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam Laporan Monitoring

Keamanan Siber 2022 menyebutkan, keuangan dan perbankan masuk dalam lima besar

sektor yang terancam e-mail phishing atau e-mail palsu.

Kemajuan teknologi yang sangat masif harus diimbangi dengan jaminan

keamanan bagi segenap penggunanya, termasuk dalam memanfaatkan jasa layanan

keuangan. Hal ini perlu dilakukan demi merawat kepercayaan masyarakat pada

lembaga keuangan perbankan dan juga penjaminan simpanan yang begitu tinggi.

Anda mungkin juga menyukai