Anda di halaman 1dari 15

HUKUM SURAT BERHARGA

JENIS-JENIS SURAT BERHARGA DILUAR KUHD

DISUSUN OLEH :

NAMA : PRAJNA VIMALANINGRUM

NIM : 02011381621384

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUKUM

2018
1. BILYET GIRO
A. PENGERTIAN
Bilyet giro merupakan warkat berharga yang pengaturannya di luaar KUHD.
Pengaturan bilyet giro dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku otoritas system
pembayaran. Dalam system moneter Indonesia, Bilyet Giro digolongkan sebagai
uang giral dan menjadi salah saatu unsure dalam menghitung uang beredar dan
tidak ditemukan dalam system pembayaran di banyak Negara.
Dalam riwayatnya, Bilyet Giro berasal dar kebiasaan masyarakat bisnis pribumi
dalam menggunakan warkat, yang disebut “cek putih” dalam melakukan
pemindahan hak tagih dari pihak yang berutang kepada pihak yang berpiutang.
Cek putih beredar dari satu tangan ke satu tangan, yang pada akhirnya diuangkan
kepada bandar. Cek putih tersebut semata-mata diterbitkan untuk menhindari
pembayaran dalam bentuk uang tunai, dan telah menjadi usansi atau kebiasaan di
kalangan pedagang.
Fakta menunjukan bahwa Bilyet Giro yang berfungsi sebagai instrument alat
bayar telah diedarkan melalui mekanisme perbankan sebelum pemerintah
memberikan pengertian formal tentang definisi Bilyet Giro. Regulasi yang adda
baru sebatas tingkta pengawasan yang kedudukannya dipersamakan dengan surat
cek. Keputusan Dewan Moneter Nomor 53 tanggal 23 februari 1962 menetapkan
“Bank-bank dilarang untuk mempertahankan sebagai relasi giro, setiap orang atau
badan yang terhitung mulai berlakunya keputusan ini menarik cek/bilyet giro
untuk penarikan mana tidak cukup tersedia fondsnya”. Sedangkan pengertian
Bilyet giro secara formal ditetapkan oleh pemerintah setelah dikeluarkan Surat
Edaran Direksi Bank Indonesia Nomor 4/670/UPPB/PbB tanggal 24 januari 1972.
Namun secara yuridis formal, istilah Bilyet Giro mulai digunakan secara tegas
dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 10 Tahun 1998. UU Perbankan sebelumnya yaitu UU No 14 Tahun 1967
tentang pokok-pokok Perbankan tidak mencantumkan istilah Bilyet Giro sebagai
instrument atau warkat penarikan giro.
Secara etimologi Bilyet Giro berasal dari bahasa Belanda, kata bilyet berarti kertas
atau surat. Giro berasal dari bahasa prancis yang berarti edar. Giro merupakan
salah satu bentuk simpanan pada bank, secara terminology adalah simpanan yang
mempunyai tingkat peredaran yang tinggi. Jadi Bilyet Giro secara harafiah
diartikan sebagai kertas atau surat yang diedarkan, terkait dengan
pemindahbukuan dari satu rekening ke satu rekening lain, baik pada bank yang
sama maupun pada bank yang berbeda.
Sejatinya fungsi Bilyet Giro adalah warkat untuk pemindahbukuan, tetapi dapat
dijadikan sebagai alat bayar, khusus pada penerima yang mempunyai rekening
pada suatu bank. Dengan demikian Bilyet Giro dikelompokan menjadi salah satu
kompnen surat berharga. Persoalnnya adalah penerbitan Bilet Giro hanya dapat
diserahkan kepada satu pihak; secara tegas Bilyet Giro hanya dapat
dipindahtangankan atau diendosnmentkan kepada pihak lain. Hal mana, kata-kata
“tidak dapat dipindahtangankan atau diendosnmenkan” secara tegas dan terang
tercantum di punggung setiap Bilyet Giro dan merupakan satu syarat Bilyet Giro.
Soesatyo Reksodiprodjo menyebutkan bilyet giro adalah alat unutk melunaso
utang piutang dengan melaluo clearing. Mohammad Amien mengatakan, pada
hakikatnya Bilyet Giro adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah suatu bank
yang memelihara dananya selaku penarik, perintah mana bentuk dan isinya sudah
distandarisir, untuk memndahbukukan sejumlah dana penarik kepada pihak
penerima yang namanya telah disebutkan, penerima mana memelihara rekening
pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Imam Prayogo Suryohadibroto dan
Djoko Prakoso menyimpulkan, Bilyet Giro adalah suatu surat printah
pemindahbukuan tanpa syarat yang dilkeluarkan oleh penerbit yang ditujukan
kepada tersangkut, bank dimana penrtbit mempunyai rekening giro denga
permintaan agar sejumlah dana disediakan untuk kepentingan pemegang atau
penerima yang namanya tercantum dalam Bilyet Giro.

B. MEKANISME
a. Dasar Hukum
Sebelum pemerintah dalam Bank Indonesia mengeluarkan pengaturan resmi
tentang Bilyet Giro , dalam beberapa ketentuan lain istilah warkat Bilyet Giro
telah disebut bersamaan dengan surat cek yaitu dalam keputusan Dewan
Moneter Nomor 53 yang dikeluarkan pada tanggal 23 Februari 1962.
Pengaturan tersebut berkaitan denga sanksi pidana nasbah bank yang
melakukan penarikan cek atau biyet giro kosong. Bilyet giro pertam kali diatur
berdasarkan surata edaran Bank Indonesia Nomor 4/6/70/UPPB/PbB tanggal
24 Januari 1972. Memperhatikan pengaturan tersebut tampak bahwa tidak
mempunyai dasar hukum yang kuat, Karena Surat Edaran Bank Indonesia
merupakan petunjuk teknis dari suatu produk hukum. Pada tanggal 4 Juli
1995, pengaturan Bilyet Giro ditingatkan menjadi Surat Kepututsan Direksi
Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR. Dalam SK Dir BI ini rumusan bilyet
Giro disederhanakan menajdi surat perintah dari nasabah kepada bank
penyimpanan dana untuk memidahbukukan sejumlah dana dari rekening yang
bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namnya.
Pengaturan lain yang terkait dengan Bilyet Giro adalah mengenai penarikan
Bilyet Giro kosong, pertama kali merujuk pada surat edaran bank Indonesia
No. 4/43/UPPB/PbP tanggal 5 Oktober 1970.

b. Syarat formal
Pasal 2 SK Dir BI No. 28/32/Kep/DIR/1995 menyebutkan syarat formal Bilyet
Giro adalah sebagai berikut.
1. Nama bilyet giro dan nomor biyet giro yang bersangkutan
2. Nama tertarik
3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukuan dana atas
beban rekening penarik
4. Nama dan nomor rekening pemegang
5. Nama bank penerima
6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam
huruf selengkap-lengkapnya
7. Tempat dan tanggal penarikan
8. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap stempel sesaui
dengan persyaratan pembukuan rekening

c. Personil bilyet giro


Keterbatasan fungsi bilyet giro adalah bahwa warkat ini tidak dapat
dipindahtangankan atau diendosemenkan. Dengan demikian personil bilet giro
hanya terdiri dari penerbit, pemegang dan bank pemnayar. Secara rinci
personel bilyer giro adalah sebagai berikut.
1. Penerbit, adalah pihak yang menerbitkan bilyet giro yang berkedudukann
sebagai debitur atau pembayar dan pihak yang memiliki rekening giro
pada bank
2. Pemegang, adalah pihak yang memegang bilyet giro yang mana nama dan
nomor rekeningnya disebut dalam bilyet giro tersebut. Nomor rekening
yang dimasud boleh yang trdapat pada bank yang sama dengan bilyet giro
maupun pada bank lain. Bilyet Giro ini oleh pemegang disetrokan kepada
bankernya untuk dilakukan pengambulan dengan cara pemindahbukuan.
3. Bank pembayar, adalah bank dimana penertbit Bilyet Giro memiliki
rekening giro. Bank pembyara akan melakukan pemindahbukuan jika
bilyet giro diajukan kepadanya ssepanjang syarat formal terpenuhi dan
dana penarik cukup. Bank pembayar akan menolak untuk mengambilalih
bilyet giro dimaksud jika syarat formal tidak terpenuhi dan atau dana
penarik tidak cukup atau kosong dalam beberapa literature.

d. Tenggang waktu pembayaran


Yang dimaksud dengan tenggang waktu pembayaran adalah jangka waktu
kewajoban penerbit bilyet giro menyediakan dana yang hitung sejak tangal
penarikan sampai 70 hari ke depan sebaimana ditetapkan dalam pasal 6 ayat
(1) SK Dir BI. Pasal 2 ayat (2) SK Dir BI menyebutkan bilyet giro yang
ditawarkan kepada bank pembayar sebelum tanggal efektif atau sebelum
tanggal penarikan tersedia atau tidak tersedianya dana dalam rekening penarik.

e. Kewajiban Penyediaan Dana


Pasal 6 SK Dir BI mewajibkan kepada setiap penarik bilyet giro menyediakan
dana untuk sitiap bilyet giro yang dibukanya. “penarik wajib menyediakan
dana yang cukup dalam rekeningnya pada tertarik sejak tanggal efektif smapai
dengan tanggal mulainya daluwarsa sebagaiman dimaksud dalam pasal 11,
kecuali bilyet giro yang bersangkutan dibatalkan sesauo dengan ketentuan
pasal 7 ayat (2). Pasal 11 SK Dir BI, terkait dengan hapusnya kewajbian
penarik bilyet giro menyediakan dan akarena daluawarsa, sedangkan pasal 7
ayat (2) SK Dir BI, berkatian dengan batalnya Bilyet giro, karena telah
melbihi tenggang waktu pembayaran.

f. Bilyet giro yang dibatalkan


Pasal 7 ayat (1) SK Dir BI menetapkan “penarik tidak boleh membatalkan
bilyet giro selama dalam tenggang waktu penawatan sebaimana dimaksud
dalam pasal 6 ayat (1)”. Pasal 6 ayat (1) menyebutkan penetapan masa
tenggang waktu penawaran bilyet giro adalah 70 hari. Tujuan pasal ini adalah
agar penarik bilyet giro tidak melakukan spekulasi dalam membuka bilyet
giro. Dengan pengertian, bahwa setiap biltet giro yang dibuka oleh penarik,
telah dijamin dengan danayang cukup pada rekening yang bersangkutan di
bank.
Disamping itu, pasal 5 ayat (2) SK Dir BI, menetpakan “penarik wajib
membuta catatan-catatan mengenai keuangan dalam rekeningnya sehingga
dapat diketahui kemampuan untuk pemenuhan kewajiban sehubugan dengan
penarikan bilyet giro”.

g. Lewat Waktu
Setiap bilyet giro yang telah melampaui masa tenggang waktu penyediaan
dana yaknii 70 hari, warkat bilyet giro tersebut masih dapat difungsikan
sebagai instrument pemindahbukuan atau penarikan, sepanjang tidak
dibatalkan oleh penarik. Bilyet giro yang telah melewati masa atau waktu
penwaran, jika masih tetap digunakan sebagia warkat perintah
pemidahbukuan, pihak bank meminta kepada pemegang bilyet giro untuk
menghubungi penarik meminta persetujuan. Persetujuan dilakukan dengan
cara membubuhi tanda tangan tambahan di lembar bilyet giro tersebut, dapat
di halaman muka atau belakang sebagi tanda persetujuan.

2. SERTIFIKAT DEPOSITO
A. PENGERTIAN
Seritifkat deposito termasuk Surat Berharga yang diatur di luar KUHD.
Kewenangan pengaturan sertifikat deposito berada di bawah Bank Indonesia. UU
Perbankan setifikat deposito adalah simoanan dalam bentuk deposito yang
sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindah tangannkan. UU Bank Syariah
tidak memberikan definisi tentang sertifikat deposito. Hal ini terutama di
sebabkan perdagangan sertifikat deposito dilakukan dengan system diskonto
(bunga tetap), sedangkan oprasional perbankan syariah tidak mengenal
perhitungan bunga tetap.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/46/KEP/DIR tanggal 27
Oktober 1988, menyebutkan sertifikat deposito adalah surat berharga atas tunjuk
dalam rupiah yang merupakan surat pengakuan utang dari bank dan LKBB yang
dapat diperjualbelikan dengan pasar uang. Definisi ini mempertegas, bahwa
sertifikat deposito tidak sebagai bukti hak tagih dan sebagai alat pembayaran.
Pasal 1 angka 8 UU Perbankan menyebutkan, sertifikat deposito adalah simpanan
dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat
dipindahtangankan.
Para pakar keuangan dan bank memberikan definisi tentang sertifikat deposito
dalam pengertian yang sama. Tidak ada perbedaan yang tajam dari berbagai
definisi, karena sifat dan tujuannya yang jelas dan terang.
Djoni S. Gazali Cs. Mengmukakan, bahwa sertifikat deposito adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada dunia perbankan dengan karakteristik
sebagai berikut.
1. Surat berharga yang diterbitkan atas tunjuk atau atas bawa/pembawa, sehingga
dapat diperjualbelikan atau diperdagangkan dalam pasar uang.
2. Merupakan instrument pasar unang antar bank
3. Bunga dapat dibayar di muka atau dapat pula dibayar kemudian di belakang
pada saat jatuh tempo
4. Jangka wajtu dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan antara 1 bulan sampai 12
bulan
5. Dapat dijadikan jaminan kredit
6. Nilai nominalnya Rp.1000.000,00-

B. MEKANISME
a. Dasar Hukum
Pengaturan sertifikat deposito dapat dijumpai di antaranya dalam
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998.
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/46/KEP/DIR tanggal
27 oktober 1988 tentang penrbitan sertifikat deposito oleh bank dan lebaga
keuangan bukan bank.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 106/KMK.00/1998 tentang
penerbitan sertifikat deposito oleh lembaga keuangan bukan bank.
b. Sirkulasi
Untuk warkat sertifikat deposito hendaknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut.
1. Kertas yang digunakan sebagai bahan blanko sertifikat deposito sekurang-
kurangnya sama dengan mutu kertas untuk blanko cek, yang sesuaing
dengan yang ditentukan untuk the London clearing bank’s pepr
specification Nomor 1.
2. Dalam mencetak blanko sertifikat deposito dimkasdu hendaknya
diperhatikan benar unsure-unsur pengamannya, sehingga perlu diciptakan
cirri-ciri pengaman, missal bentuk tulisan, gambar dasar, tanda air dan
garis guilloche.
3. Pada halaman depan minimal dicantumkan hal-hal berikut.
a. Kata-kata serfitikat deposito dan dapan diperdagangkan dalam ukuran
besar, sehingga mudah terlihat
b. Nomor seri dan nomor urut
c. Nama dan tempat kedudukan penerbit
d. Nilai nominal dalam rupiah
e. Tanggal dan tempat penerbitan
f. Tingkat suku bunga atau diskonto
g. Pernyataan bahwa penerbit mengikat diri untuk membayar sejumlah
uang tertentu dalam rupiah pada tanggal dan tempat tertentu
h. Tanda tangan direksi atau pejabat yang berwenang dari penerbit
i. Tanda tangan pejabat dari kantor cabang di tempat sertifikat deposito
diterbitkan
4. Pada halaman belakang dicantumkan klausul minimal menyatakan bahwa:
a. Penerbit menjamin sertifikat deposito dengan seluruh harta dan
piutangnya
b. Sertifikat deposito dapat diperjual bellikan dan dapat
dipindahtangankan dengan cara penyerahan
c. Pelunasan dilakukan pada tanggal jatuh waktu atau sesudahya dengan
menyerahkan kembali warkat sertifikat deposito yang bersangkutan
oleh pembawa.
C. SISTEM PERDAGANGAN
Terdapat tujuan ganda bagi investor menanamkan dananya dalalm bentuk
sertifikat deposito. Pertama, adalah untuk memperoleh interes atay diskonto yang
relative baik, Karena besar proentasenya hamper sama dengan suku bungan
deposito berjangka. Kedua, adalah karena instrument ini dapat dialihkan atau
dijual jika memerlukan likuiditas dalam waktu segera.
Penjualan deposito, gensi-nya berbeda dengan pencairan deposito berjangka
sebelum jatuh tempo, walaupun pada dasarnya perlakuan transaksinya terhadap
kedua instrument ini relative sama, namun kesanya secara bisnis sangat berbeda.
Seorang deposan mencairkan deposito berjangka sebelum jatuh tempo
menimbulkan image bahwa yang bersangkutan terdesa dalam kebutuhan
likuiditas. Akan tetapi seoaran investor mengalihkan sertifikat depositonya kepada
investor lain, adalah dalam rangka trading, atau memang ada mempunyai
kemungkinan, sama kondisinya dengan deposan diatas.
Pada awalnya pihak bank menciptakan instrument serfitikat deposito yang
perlakuan sirkulasinya sama dengan surat berharga adalah untuk mengakomodasi
kepentingan investor yang memiliki dana idle agar besedia menanamkan dana
lebih tersebut kepada perbankan. Jiak deposito berjangka yang memberikan suku
bunaga yang lebih besar dari simpanan lain, membawa konsekuensi, harus
diendapkan dalam jangka tertentu. Akan tetapi serifikat deposito yang juga
menghasilkan pendapatan dalam bentuk diskonto sama denga deposito berjangka,
tetapi mempunyai mobilisasi yang tinggi, sehingga dapat dialihkan kepasa pihak
lain terutama ketika investor memerlukan likuiditas dalam jangka waktu segera.

3. SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH


A. PENGERTIAN
Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada awalnya bernama Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia. Penaturannya dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/9/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang sertifikat Wadiah Bank Indonesia.
Wadiah berarti perjanjiann penitipan anatar pemilik dana dengan pihak penerima
titipan yang terpercaya untuk menjaga dana tersebut. Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia didefinisikan adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip syariah,
Tujuan penciptaan instrument Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, adalah untuk
mengakomodasi keikutsertaan perbankan syariah yang memiliki kelebihan
likuiditas dalam pelaksanaan oprasi pasar terbuka yang diterapkan Bank Indonesia
dalam rangaka pengendalian moneter, atau lebih tegasnya pengaturan jumlah uang
beredar.
B. MEKANISME
a. Dasar Hukum
Sertifikat Bank Indonesia Syariah pertama kali diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/9/PBI/200 tanggal 23 februari 2000, kemudia diubah
dengan PBI Nomor 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004. Pada tanggal 31
Maret 2008, PBI 6/7/PBI/2004 dicabut dan diubah dengan PBI
10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah.

b. Mekanisme Penerbitan Sertifikata Bank Indonesia Syariah


Pasal 6 ayat 1 PBI 10/11/2008, menjelaskan bahwa bank Indonesia menerbitka
SBIS melalui lelang. Klausul ini mengandung pengertian bahwa Bank Umum
Syariah(BUS) atau Unit Usaha Syariah(UUS) tidak dapat sewaktu-waktu
membeli SBIS. Untuk mendapatkan BUS atau UUS perlu
mempunyaiperhitungan yang cermat terutama terkait dengan penefiktifan atau
pemberdayaan dana idle yang dimilikinya.
Pasa 6 ayat 2 PBI 10/11/PBI/2008, menyebutkan penerbitan SBIS
sebagaimana dimaksud ayat 1 menggukan BI-SSSS adalah Bank Indonesia-
Scriples Securities Settlement System, sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahanya. Penatausahaan Surat Berharga secaara elektronik
tersebut terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan system Bank
Indonesia- Real Time Gross Settlement.
Pihak yang dapat membeli atau memiliki SBIS adalah BUS atau UUS yang
telah memenuhi persyaratan Fnancing to Deposit Ratio (FDR) yang telah
ditetapkan Bank Indonesia. Procedure BUS atau UUS mendapat SBIS, dapat
dilakukan secara langsung dan/atau melalui perusahaan pialang pasar uang
rupiah dan valuta asing.
Yang dimaksud dengan perusahaan pialang Pasar Uang rupiah dan valuta
asing adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan jasa
perantara bagi kepentingan nasabahnya dibidang pasar uang rupaiah atau
valuta asing adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan
kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya dibidang pasar uang
rupiah dan valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya

4. SURAT UTANG NEGARA


A. PENGERTIAN
Surat Utang Negara atau SUN adalah surat berharga Negara berupa surat
pengakuan utang dalam mata uang rupiah dan valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokok nya oleh Negara Republik Indonesia. Tujuan
penerbitan SUN adalah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan
untuk menutup deficit Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Oleh
karena itu, penerbitan SUN terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat dan persetujuan tersebut diberikan pada saat
pengesahan APBN.
Dalam kegiatan pasar keuangan, peranan instrument SUN sangat strategis. Artinya
tingkat keuntungan (yield) dari SUN sebagai instrument keuangan bebas resiko,
digunakan oleh para pelaku pasar sebagai acuan atau referensi dalam menentukan
tingkat keuntungan suatu investasi atau asset keuangan lainya. Dengan demikian
penerbitan SUN secara teratur dan terencana diperlukan untuk membentuk suatu
tolak ukur yang dapat digunakan dalam menilai kewajaran suatu harga asset
keuangan atau surat berharga.
SUN merupakan instrument yang lazim digunakan olelh banyak Negara dalam
rangka membiayai anggaran belanja Negara baik yang bersifat rutin maupun
proyek. SUN merupakan surat berharga yang diatur di luar KUHD. Sifat SUN
berbeda dengan surat berharga sebagaimana yang ditetapkan dalam bagian 6 dan7
KUHD, diterbitkan tanpa adanya perikatan dasar sebelumnya.

B. MEKANISME
a. Dasar Hukum
Surat Utang Negara diterbitkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2002 tanggal 22 Oktober 2002. Pasal 1 angka 1 menyebutkan, SUN
adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, SUN diterbitkan dalam bentuk warkat atau
tanpa warkat. Pasal 3 tentang pembagian SUN. Pasal 11 tentang yang
tercantum dalam SUN.

b. Penjualan Surat Berharga Negara


Penjualan SUN dapat dilakukan melalui lelang dan atau tanpa lelang. Dalam
hal penyelenggaraan kegiatan penjualan SUN dipasar perdana melalui lelang,
pemerintah menunjuk Bank Indonesia sebagai Agen Lelang. Agen
Penatausaha dan Agen Pembayaran. Pelaksanaan penjualan tersebut meliputi
instrument SUN dan SBSN yang dikelompokan dalam surat berharga Negara,
cakupan kegiatan tersebut meliputi pencatatan kepemilikan, kliring, dan
setelmen, serta agen pembayaran bunga atau imbalan dan pokok atau nilai
nominal surat berharga Negara.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/13/PBI/2008, menyebutkan fungsi
Bank Indonesia dalam lelang dan panatausaha surat berharga Negara adalah
memberikan masukan dalam rangka penerbitan SUN, termasuk penyusunan
ketentuan dan persyaratan penerbitan SUN, bertindak sebagai agen lelang
dalam penerbitan SUN dipasar perdana, dan menatausahakan SUN.

c. Piñatausahaan Surat Utang Negara


Bank Indonesia melakukan piñatausahaan SBN yang terdiri dari SUN dan
SBSN mencakup:
1. Pencatatan kepemilikan, kliring, setelmen SBN
2. Agen pembayaran bunga atau imbalan dan pokok atau nilai nominal SBN

Disamping itu, Bank Indonesia melakukan penatausahaan SBN atas transaksi


penerbitan SBN dipasar Perdana dan transaksi SBN di Parsar Sekunder.

d. Publikasi Surat Utang Negara


Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2005, menetapkan bahwa
Menteri wajib secara berkala mempublikasikan informasi menganai
pengelolaan SUN, yang antara lain meliputi :
1. Kebijakan pengelolaan utang dan rencana penerbitan SUN yang meliputi
perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan
2. Jumlah SUN yang beredar berserta komposisinya, termasuk jenis valuta,
struktur jatuh tempo dan tingkat bunga;
3. Perkiraan dan realisassi pembayaran bunga dan pokok SUN
4. Jumlah dan jenis SUN yang telah dibeli kembali dan atau telah
dipertukarkan sebelum jatuh tempo.

5. Surat Berharga Syariah Negara


A. PENGERTIAN
Perkembangan insturmen keuangan berbasis syariah, ditandai dengan makin
banyaknya ketentuan yang dikeluarkan Pemerintah di bidang ini, dan
diimplementasikan dalam banyak kegiatan usaha terutama dalam rangka
memobilisasi pendanaan. Salah satunya adalah Surat Utang Syariah Negara, yang
merupakan gandenga atau pasangan dari Surat Utang Negara yang diatur secara
kovesional. Dalam penjelasan umum UU No 19 Tahun 2008 tentang Surat Utang
Syariah Negara, dijelaskan, upaya pengembangan instrument pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah antara lain, bertujuan untuk;
1. Memperkuat dan meningkatkan perna system keuangan berbasis syariah di
dalam negeri
2. Memperluas basis pembiayaan anggaran Negara
3. Menciptakan benchmark instrumen keuangan syariah baik di pasar keuangan
syariah domestic maupun intrnasional
4. Memperluas dan mendiversifikasi basis investor
5. Mengembangkan alternative instrument investas
6. Mendorong perumbuhan pasar keuangan syariah di Indonesia

B. MEKANISME
a. Dasar Hukum
Surat berharga syariah Negara atau SBSN diatur dengan UU No 19 Tahun
2008 tentang surat berharga syariah Negara. Dalam penjelasan umum undang-
undang dimaksud, dikemukakan bahwa karakteristik lain dari penerbitan
instrument keuangan syariah yaitu memerlukan adanya transaksi pendukung,
yang tata cara keuangan padanya umumnya
Pasal 1 angka 1 UU No 19 Tahun 2008, menyebutkan surat berharga syariah
Negara selanjutnya di singkat SBSN atau disebut suku Negara adalah surat
berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti
atas bagian penyertaan terhadap asset sbsn, baik dalam mata uang maupun
valuta asing.
Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2008 menjelaskan, SBSN diterbitkan dalam bentuk
warkat atau tanpa warkat.
UU No 19 Tahun 2008 menjelaskan juga tentang pihak-pihak dalam
penerbitan SBSN yang diterbitkan antara lain
1. Menteri keuangan atas nama pemerintah
2. Bank Indonesia sebagai Agen Pembayaran
3. Perusahaan Penerbit SBSN sebagai special purpose vehicle
4. Dewan Syariah Nasional sebagai Sharia Advisor
5. investor

b. Pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara


Pasal 18 UU No 19 Tahun 2008 menjelaskan, pengelolaan SBSN baik yang
diterbitkan secara langsung oleh pemerintah maupun melalui perusahaan
penerbit SBSN diselenggarakan oleh meteri keuangan. Pengelolaan SBSN
antara lain meliputi;
1. Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan SBSN termasuk kebijakan
pengendaliana resiko
2. Perencanaan dan penetapan struktur portofolio SBSN
3. Penerbitan SBSN
4. Penjualan SBSN melalui lelang dan atau tanpa lelang
5. Pembelian kembali SBSN sebelum jatuh tempo
6. Pelunasan SBSN
7. Aktivtas lain dalam rangka pengembangan pasar perdana dan pasar
skunder
HUKUM SURAT BERHARGA

JENIS-JENIS SURAT BERHARGA DILUAR KUHD

DISUSUN OLEH :

NAMA : MEDLIN MARITO HARIANJA

NIM : 02011381621410

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUMUM

2018

Anda mungkin juga menyukai