Anda di halaman 1dari 38

DESAIN

PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
ANALISIS LALU LINTAS (TRAFFIC)
◦ JENIS, BERAT, DAN DISTRIBUSI BEBAN KENDARAAN
◦ VOLUME KENDARAAN (VOLUME LALU LINTAS HARIAN ATAU TAHUNAN)
◦ PERTUMBUHAN LALU LINTAS KENDARAAN
JAWA SUMATERA KALIMANTAN RATA-RATA
INDONESIA
ARTERI DAN 4,80 4,83 5,14 4,75
PERKOTAAN
KOLEKTOR 3,50 3,50 3,50 3,50
RURAL
JALAN DESA 1,00 1,00 1,00 1,00

KETERANGAN:

Sumber: Manual Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No. 01/MN/BM/83
ANALISIS LALU LINTAS (TRAFFIC)
◦ Umur rencana (time constraint) ◦ umur rencana menurut AASHTO 1993:
◦ Performance period = rentang waktu hingga
perkerasan membutuhkan rehabilitasi atau
rentang waktu antar rehabilitasi.
◦ Analysis period = rentang waktu strategi
perencanaan
ANALISIS LALU LINTAS (TRAFFIC)
◦ Faktor distribusi arah
Faktor distribusi arah (DD) = 0,3 – 0,7 dan
umumnya diambil 0,5 (50%) (AASHTO Jumlah Lajur per Arah Nilai Faktor Distribusi Lajur (%)
1993) 1 100
2 80 – 100
◦ Faktor distribusi lajur
3 60 – 80

nilai faktor distribusi lajur (DL) dapat 4 50 – 75

dilihat pada Tabel 2.8 berikut:


ANALISIS LALU LINTAS (TRAFFIC)
◦ PERHITUNGAN ESAL/EQUIVALENT SINGLE AXLE LOAD (METODE AASHTO DAN AUSTROAD)
◦ AASHTO 1993
Setiap perkerasan harus dirancang untuk mengakomodasi akumulasi lalu lintas selama beberapa tahun kedepan (sesuai
dengan umur rencana). Karena adanya lalu lintas campuran di jalan, yaitu berupa mobil penumpang, semi-trailer, bus,
truk dan lain sebagainya, maka akumulasi volume lalu lintas harus disajikan dalam 18-kip Equivalent Single Axle Load
(ESAL)/sumbu standar dengan beban 18 kip (80 kN). AASHTO 1993 mendefinisikan ESAL (Equivalent Single Axle Load)
sebagai 18,000 lbs (80 kN), yang dilambangkan dengan simbol w18.
KONSEP EALF (Equivalent Axle Load Factor – AASHTO Equivalent Factor)
ANALISIS LALU LINTAS (TRAFFIC)
◦ AUSTROAD
Menurut AUSTROAD 2017, beban pada tiap konfigurasi gandar menghasilkan kerusakan yang sama dengan konfigurasi
gandar standar (SADT) sebesar 80 kN terhadap perkerasan. Dalam metode AUSTROAD, perhitungan traffic dilakukan
dengan konsep EALF (Equivalent Axle Load Factor).
Perhitungan EALF diperlihatkan pada Persamaan 2.9 berikut:
𝐿 4
EALF =
𝑆𝐿

Dengan:
EALF = Equivalent Axle Load Factor;
L = Load on the axle group type (kN)
SL = Standard Load for axle group type (kN);
ANALISIS LALU LINTAS (TRAFFIC) METODE
AUSTROAD
◦ Nilai SL (Standard Load for axle group type / Tabel 2.10 Beban pada Kelompok Gandar dengan
faktor ekivalen beban standar) dapat dilihat Ban Tunggal yang Menyebabkan Kerusakan yang
pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10 Sama seperti Gandar Standar
Tabel 2.9 Beban pada Kelompok Gandar
dengan Ban Ganda yang Menyebabkan Standard
Axle Group Type Nominal Tyre Section Width
Load (kN)
Kerusakan yang Sama seperti Gandar Standar

Standard
Axle Group Type Less than 375 mm 53
Load (kN) Single Axle with
Single Axle with Dual Tyres (SADT) 80 At least 375 mm but less than 450 mm 58
Single Tyres (SAST)
Tandem Axle with Dual Tyres (TADT) 135 450 mm or more 71
Triaxle with Dual Tyres (TRDT) 182 Less than 375 mm 89
Quad-Axle with Dual Tyres (QADT) 226 Tandem Axle with At least 375 mm but less than 450 mm 98
Single Tyres (TAST) 450 mm or more
119
Less than 375 mm 121
Triaxle with Single
At least 375 mm but less than 450 mm 132
Tyres (TRST)
450 mm or more 162
Less than 375 mm 150
Quad-Axle with
At least 375 mm but less than 450 mm 164
Single Tyres (QAST)
450 mm or more 201
ANALISIS LALU LINTAS (TRAFFIC) METODE
AUSTROAD
◦ Jumlah kumulatif ESAL dihitung berdasarkan kategori ◦ Tahapan selanjutnya adalah menghitung nilai ESAL rencana
kendaraan. Akumulasi EALF untuk masing-masing (w18) berdasarkan Persamaan 2.12 berikut:
jenis kendaraan disebut faktor truk. Perhitungan faktor w18 = DD . DL . w
ෝ 18
truk diperlihatkan pada Persamaan 2.10 berikut:
Dengan:
Faktor truk = ෍ EALF D = Faktor distribusi jalur
D

DL = Faktor distribusi lajur


Dengan:
w
ෝ 18 = Nilai ESAL open traffic
σ EALF = Jumlah Equivalent Axle Load Factor
kendaraan rencana
◦ Selanjutnya dilakukan perhitungan ESAL open traffic
(ෝ
w18 ). Perhitungan ESAL open traffic (ෝ w18 )
diperlihatkan pada Persamaan 2.11 berikut:
w
ෝ 18 = Faktor truk . N . R
Dengan:
N = Volume kendaraan rencana
R = Pertumbuhan kendaraan
ANALISIS TANAH DASAR (SUBGRADE)
◦ Dalam metode AASHTO 1993, modulus resilien (MR) digunakan untuk menyatakan
kekuatan subgrade (tanah dasar). Modulus resilien (MR) adalah sebuah ukuran yang
menyatakan properti elastisitas dari subgrade (tanah dasar). Perhitungan modulus
resilien (MR) dilakukan berdasarkan Persamaan 2.1.
MR = 1500.CBR
Dengan:
MR = Modulus Resilien tanah dasar (psi)
CBR = California Bearing Ratio (%)
Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas (E) adalah sifat dasar yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan jalan
menggunakan metode AASHTO 1993. Nilai modulus elastisitas (E) berbeda, tergantung dari jenis material.
*It is important to note, that, although resilient modulus can apply to any type of material, the notation MR
as used in this Guide applies only to the roadbed soil. Different notations are used to express the moduli for
subbase (ESB), base (EBS), (EBs), asphalt concrete (EAc), and portland cement concrete (Ec).

Tipe Material Nilai Modulus Elastisitas (psi)

Cement Treated Granular Base 1,000,000 – 2,000,000


Cement Aggregate Mixtures 500,000 – 1,000,000
Asphalt Treated Base 350,000 – 1,000,000
Bituminous Stabilized Mixture 40,000 – 300,000
Lime Stabilized 20,000 – 70,000
Unbound Granular Material 15,000 – 45,000

Fine Grained or Natural Subgrade


3,000 – 40,000
Materials
Modulus Elastisitas Beton
𝐸𝑐 = 57000 𝑓 ′ 𝑐
Dimana:
Ec = Modulus elastisitas beton (psi)
fc’ = Kuat tekan beton, silinder (psi)
Kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai pada Spesifikasi pekerjaan
(jika ada dalam spesifikasi)
Di Indonesia saat ini umumnya digunakan : fc’ = 350 kg/cm2
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU METODE AASHTO 1993

Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah berupa satu lapis beton
semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah (subbase berupa cement treated subbase
maupun granular subbbase) berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau pelengkap.
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU METODE AASHTO 1993

POTONGAN MEMANJANG
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
Struktur Lapisan Perkerasan:
1. Subgrade (tanah dasar)
2. Lapis Pondasi (subbase) : Yaitu lapis perkerasan yang diletakkan diantara tanah dasar (sub grade) dan
pelat beton.
3. Pelat Beton (lapisan Rigid)
4. Sambungan : sambungan pada perkerasan jalan beton terdiri dari sambungan arah melintang dan
sambungan arah memanjang. Pada sambungan arah melintang menggunakan besi polos (dowel)
yang berfungsi sebagai pemindah beban (transfer loading device). Sedang pada sambungan arah
memanjang menggunakan besi berprofil (deformed steel) yang disebut tie bar dan berfungsi sebagai
pengikat pelat beton pada arah memanjang.
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU METODE
AASHTO 1993
Persamaan Penentuan Tebal Pelat
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Nilai reliability dan standard normal deviate
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Nilai Deviasi Standar (So) : 0,30-0,40
◦ Modulus of repture/flecural strength (Sc’) : 650 Psi (4,5 MPa) (Berdasarkan Pavement Analysis and Design
(Yang H. Huang) yang mengacu pada Portland Cement Association Method, nilai Moduli of rupture
(Sc’) untuk beton normal sebesar 650 psi (4,5 MPa).
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Design serviceability loss (∆PSI) (Po – Pt)
Serviceability adalah kemampuan bagian tertentu dari perkerasan untuk melayani lalu lintas dalam
kondisi eksisting. Present Serviceability Index (PSI) adalah ukuran utama dari serviceability. Nilai initial
serviceability (Po) : 4,5 (AASHTO 1993). Rentang kemampuan terendah yang dapat mentolerir, sebelum
rehabilitasi, pelapisan ulang atau rekonstruksi, disebut terminal serviceability (Pt). Ada beberapa minimum
kadar Pt , yang diperoleh dari uji jalan AASHTO yang dapat dilihat pada Tabel berikut:

Percent of People stating


Terminal Serviceability Level (Pt)
Unacceptable

3,0 12 %

2,5 55 %

2,0 85 %
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Modulus reaksi tanah dasar (k) : Pci
𝑀𝑟
𝑘=
19,4
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Loss of support factor (LS) : 0 - 1
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Load transfer coefficient (J) : 2,5 – 3,1

Pendekatan penetapan parameter load transfer :


 Joint dengan dowel :
J = 2,5 – 3,1 (diambil dari AASHTO 1993 halaman II-26).
 Untuk overlay design :
J = 2,2 – 2,6 (diambil dari AASHTO 1993 halaman III-132).
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Drainage Coefficient (Cd):
AASHTO memberikan 2 variabel untuk menentukan nilai koefisien drainase.
◦ Variabel pertama : mutu drainase, dengan variasi excellent, good, fair, poor, very
poor.
Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air dapat dibebaskan dari pondasi perkerasan.
◦ Variabel kedua : persentasi struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air sampai
tingkat mendekati jenuh air (saturated), dengan variasi < 1 %, 1 – 5 %, 5 – 25 %, > 25 %
ANALISIS TEBAL PERKERASAN KAKU
METODE AASHTO 1993
◦ Drainage Coefficient (Cd) :
TULANGAN
◦ TULANGAN SAMBUNGAN
Tulangan sambungan ada dua macam yaitu tulangan sambungan arah melintang dan arah
memanjang. Sambungan melintang merupakan sambungan untuk mengakomodir kembang susut ke
arah memanjang pelat. Sedangkan tulangan sambungan memanjang merupakan sambungan untuk
mengakomodir gerakan lenting pelat beton.
 TULANGAN SAMBUNGAN MELINTANG
Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel
Berbentuk polos, bekas potongan rapi dan berukuran besar.
 TULANGAN SAMBUNGAN MEMANJANG
Tulangan sambungan memanjang disebut juga Tie Bar.
Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.
TULANGAN
◦ TULANGAN PELAT
Tulangan pelat pada perkerasan beton semen mempunyai bentuk,
lokasi dan fungsi yang berbeda dengan tulangan pelat pada
konstruksi beton yang lain seperti gedung, balok dan sebagainya.
Adapun karakteristik dari tulangan pelat pada perkerasan beton
semen adalah sebagi berikut:
◦ Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau
gulungan. Pada pelaksanaan di lapangan tulangan yang
berbentuk lembaran lebih baik daripada tulangan yang
berbentuk gulungan. Kedua bentuk tulangan ini dibuat oleh
pabrik.
◦ Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah atas.
◦ Fungsi dari tulangan beton ini yaitu untuk “memegang beton”
agar tidak retak (retak beton tidak terbuka), bukan untuk
menahan momen ataupun gaya lintang. Oleh karena itu tulangan
pelat beton tidak mengurangi tebal perkerasan beton semen.
PERENCANAAN TULANGAN
SAMBUNGAN
PARAMETER:
◦ TEBAL PELAT BETON (h)
◦ LEBAR PELAT BETON : tergantung lebar badan jalan
◦ PANJANG PELAT BETON (L) : 8 – 15 m (PD T-14-2003)
◦ KOEFISIEN GESEK / FRICTION (F)
◦ KUAT TARIK IZIN BAJA (fs) : Mpa
Perhitungan Rencana Sambungan
Dowel (digunakan baja polos)
Alat pemindah beban yang biasa dipakai adalah dowel baja bulat polos.
Syarat perancangan minimum dapat mengacu pada Tabel 3.27, atau
penentuan diameter dowel dapat menggunakan pendekatan formula:
𝐷
𝑑=
8
Dimana:
d = Diamater dowel (inches).
D = Tebal pelat beton (inches)
Perhitungan Rencana Sambungan
Atau:
• Diameter (diperoleh dari tabel)
• Jarak (diperoleh dari tabel)
• Panjang (diperoleh dari tabel)
Perhitungan Rencana Sambungan
Tie Bar (Batang Pengikat/digunakan baja ulir)
◦ Diameter (diperoleh dari tabel)
◦ Jarak (diperoleh dari tabel)
◦ Panjang (diperoleh dari tabel)
Perhitungan Tulangan Pelat
Tulangan pada perkerasan rigid digunakan ◦ Perhitungan As Minimal
apabila mutu beton yang digunakan adalah
As min. menurut SNI 1991 untuk segala keadaan =
bermutu tinggi.
0,14 % dari luas penampang beton.
Tulangan Memanjang
As min =0,14% . ℎ . 1000
• Perhitungan As Perlu
• Perhitungan Jumlah Tulangan
Luas tulangan pada pekerasan ini dihitung 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
menggunakan persamaan: Jumlah tulangan = 1
𝜋𝑑2
4
11,76. 𝐹. 𝐿. ℎ
𝐴𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = • Perhitungan Jarak Tulangan
𝑓𝑠 1000
Jarak Tulangan =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
As perlu = luas tulangan yang diperlukan (mm2/m
lebar) • Perhitungan As Terpasang
F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan 1000 1
lapisan di bawahnya As terpasang = . . 𝜋. 𝑑 2
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 4
L = jarak antara sambungan arah memanjang Syarat: As terpasang > As Minimal
(m)
h = tebal pelat (mm)
fs = tegangan tarik baja ijin (MPa)
Perhitungan Tulangan Pelat
Tulangan Melintang ◦ Perhitungan As Minimal
• Perhitungan As Perlu As min. menurut SNI 1991 untuk segala
keadaan = 0,14 % dari luas penampang beton.
Luas tulangan pada pekerasan ini dihitung
menggunakan persamaan: As min =0,14% . ℎ . 1000
11,76. 𝐹. 𝐿. ℎ • Perhitungan Jumlah Tulangan
𝐴𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 =
𝑓𝑠
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
As perlu = luas tulangan yang diperlukan Jumlah tulangan = 1
𝜋𝑑2
4
(mm2/m lebar)
• Perhitungan Jarak Tulangan
F = koefisien gesekan antara pelat beton 1000
dengan lapisan di bawahnya Jarak Tulangan =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

L = jarak antara sambungan arah melintang • Perhitungan As Terpasang


(m)
1000 1
As terpasang = . 4 . 𝜋. 𝑑 2
h = tebal pelat (mm) 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘

fs = tegangan tarik baja ijin (MPa) Syarat: As terpasang > As Minimal


TABEL LUAS PENAMPANG TULANGAN BAJA
CONTOH
CONTOH
CONTOH

Anda mungkin juga menyukai