Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kejahatan terjadi ketika seseorang melanggar hukum baik secara


langsung maupun tidak langsung, atau bentuk kelalaian yang dapat
berakibat pada hukuman. Dalam perspektif hukum ini, perilaku kejahatan
terkesan aktif, manusia berbuat kejahatan. Begitu banyaknya bentuk dan
macam kejahatan, maka menarik untuk mengetahui apa hal yang
menyebabkan orang bisa melakukan tindak kejahatan. Sebenarnya sejak
dulu manusia berusaha menjelaskan mengapa beberapa orang menjadi
penjahat. Penjelasan paling awal adalah Model Demonologi. Dulu
dianggap bahwa perilaku kriminal adalah hasil dari pengaruh roh jahat.
Maka cara untuk menyembuhkan gangguan mental dan perilaku jahat
adalah mengusir roh kejahatan, biasanya dilakukan dengan beberapa cara
menyiksa, mengeluarkan bagian tubuh yang dianggap jahat (misalkan
darah, atau bagian organ tubuh lainnya).
Dengan ini penegak hukum tidak hanya menangani kejahatan yang
diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana saja tetapi juga
kejahatan yang dikarenakan seiring semakin meningkatnya teknologi dan
informasi di tengah masyarakat. Kaidah-kaidah dan norma-norma yang
hidup di dalam masyarakat berfungsi untuk membentengi tingkah laku
masyarakat dalam melakukan perbuatanya sehari-hari, akan tetapi
dengan bergesernya waktu, maka perubahan perilaku masyarakat pun
semakin terlihat. Ketika berbicara tentang kejahatan, sebenarnya banyak
hal yang dapat diulas.
Media massa pada akhir-akhir ini diramaikan dengan marak nya
kasus penyelewengan ketentuan perbankan atau tipibank terhadap bank
central yang terdapat di indonesia contohnya kasus yang kami teliti pada

1
salah satu perbankan yaitu Bank Mandiri Cabang Tasikmalaya-Otista di
Jawa Barat dengan Nomor Laporan Kepolisian LPB/8/I/2019/JABAR,
tanggal 03 Januari 2019. Pelapor bernama Pelapor R DJOKO
POERWANTO, S.E., M.M; menjadi saksi dengan Kasus Dugaan
terjadinya Tindak Pidana Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 ayat 1 huruf a UU RI No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU RI
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang terjadi di Bank Mandir KCP
Tasikmalaya-Otista kepada korban nasabah bernama KH. ACEP
RIDWAN, MZ bahwa uangnya berkurang ditabungan yang seharusnya
sejumlah kurang lebih Rp. 1.400.000.000,- namum yang tertinggal
didalam Rekening nasabah tersebut tersisa sebesar kurang lebih Rp.
342.000.000 pada tanggal 21 November 2018 sekitar jam 11.00 Wib, di
Kantor Bank Mandiri Cab. Kota Tasikmalaya-Otista dan KH. ACEP
RIDWAN MZ melaporkan kepada Saksi secara tertulis. Nasabah an. K.H.
ACEP RIDWAN M.Z melaporkan pada tanggal 14 Desember 2018 pada
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cab. Kota Tasikmalaya dalam bentuk
tertulis yang dituangkan dalam Formulir Keluhan Nasabah dengan
melampirkan Copy Buku Tabungan dan Copy KTP.
Bahwa dengan adanya hasil yang Saksi peroleh tersebut diatas,
telah sesuai dan benar sebagaimana Laporan nasabah KH. ACEP
RIDWAN, MZ kepada Saksi. posisi saldo akhir sebelum dana milik KH.
ACEP RIDWAN, MZ berkurang yaitu sekitar bulan Juli 2018 tercatat
sebesar Rp. 1.289.388.598,- dan posisi saldo akhir setelah KH. ACEP
RIDWAN, MZ melaporkan kepada Saksi dalam hal ini Bank Mandiri Cab.
Tasikmalaya-Otista sekitar bulan Desember 2018 sebesar Rp.
342.742.235,- sehingga jumlah dana yang berkurang pada rekening KH.
ACEP RIDWAN, MZ periode antara bulan Juli s/d bulan Desember 2018
adalah sebesar Rp. 946.646.363,-.
bahwa transaksi yang Saksi temukan sebagaimana data pada Bank
Mandiri yang tercatat dalam Rekening Koran milik an. K.H. ACEP

2
RIDWAN M.Z dengan No Rek 1310007900865 berdasarkan hasil
investigasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
- Berdasarkan data Transaksi dengan cara penarikan tunai melalui mesin
ATM dengan menggunakan Kartu ATM sebanyak 95 kali dengan total
dana penarikan sebesar Rp. 163.100.000,-,
-Berdasarkan data Transaksi dengan cara transfer via
ATM/pemindahbukuan sebanyak 60 kali dengan total dana Rp
606.270.000,-
- Berdasarkan data Transaksi dengan cara penarikan tunai melalui Teller
sebanyak 1 kali dengan total dana Rp 100.000.000,-
- Berdasarkan data Transaksi dengan cara penarikan melalui mesin EDC
(Elektronic Data Capture) di Merchant sebanyak 12 kali dengan total
dana Rp 46.577.000,-
bahwa yang mengalihkan dana tersebut adalah Sdr. BIAN SUKMA
(tersangka) dengan cara melakukan penggantian kartu ATM beberapa kali,
yang merupakan pegawai PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk bagian CSA
(Customer Service Administration).
Mencermati apa yang diuraikan dari hasil penyidikan sebagaimana
dipaparkan merujuk kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 49
ayat (1) a UU Nomor 10/98 perubahan UU No. 7/92 tentang Perbankan,
bahwa perbuatan pegawai bank yang dengan sengaja membuatatau
menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam
proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dan palingbanyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).

BANK sebagai lembaga intermediasi sering digunakan sebagai


sarana dan/atau sasaran untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, atau

3
kelompok tertentu secara melawan hukum yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan bank mengalami permasalahan struktural. Perbuatan
tersebut dapat dilakukan baik oleh komisaris, direksi, pegawai, pihak
terafiliasi, pemilik/pemegang saham bank, atau pihak lain sehingga dapat
menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat (distrust) terhadap
sistem perbankan.

Peranan perbankan dalam perekonomian di Indonesia sangat besar.


Sebagai lembaga intermediasi, perbankan mampu mengatur dan mengelola
lalu lintas dan transaksi keuangan secara cepat dibandingkan dengan
lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu jumlah dana yang dikelola
oleh perbankan tidak sedikit, resiko yang dihadapi juga sangat besar, baik
resiko hukum, likuiditas, managemen dan risiko lainnya. Dari sisi hukum
resiko yang dihadapi adalah pelanggaran terjadinya tindak pidana di
bidang perbankan oleh para bankir dan stakeholder terkait.  Resiko ini
jelas ada mengingat secara keseluruhan uang yang dititipkan nasabah
sangat besar. Berbagai kasus penyimpangan, penyalahgunaan dana
nasabah banyak terjadi, seperti kasus diatas.

1.2 Tujuan Studi Kasus

Adapun tujuan dari studi kasus yang Peneliti laksanakan pada

objek berikut ini:

1. Bagaimana Ruang Lingkup Tindak Pidana Perbankan ?

2. Cara penegakan hukum dan pencegahan kejahatan

perbankan ?

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pembahasan Ruang Lingkup Tindak Pidana Perbankan

Ruang Lingkup TIPIBANK :

Ruang lingkup pasal penanganan tindak pidana perbankan :

∙ UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

UU No. 10 Tahun 1998 : Pasal 46 – 50A

∙ UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah : Pasal 59-66

Tindak Pidana berkaitan dengan :

1. Perizinan (Ps 46 UUP dan Ps. 59 UU PS)

2. Rahasia Bank (Ps. 47-47A UUP dan Ps. 60-61 UU PS)

3. Pengawasan Bank (Ps. 48 UUP dan Ps. 62 UU PS)

4. Kegiatan Usaha Bank (Ps. 49 UUP dan Ps. 63 UU PS)

5. Pihak Terafiliasi (Ps. 50 UUP dan Ps. 64 UU PS)

6. Pemegang Saham (Ps. 50A UUP dan Ps. 65 UU PS)

7. Prinsip Kehati-hatian (Ps. 66 UU PS)

a. Tindak Pidana yang berkaitan dengan Perizinan

1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan BI sebagaimana dimaksud dalam

pasal 16 (“setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin

5
usaha sebagai Bank Umum atau Bank Penkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank

Indonesia kecuali apabila kegiatan dimaksud diatur dengan Undang-undang

tersendiri”), diancam dengan pidana penjara min 5 th & max 15 th serta dendan

min Rp 10 M & max Rp 200 M.

2) Apabila kegiatan dilakukan oleh Badan hukum berbentuk PT.

Perserikatan, yayadan atau koperasi, maka penuntutan dilakukan terhadap

pemberi perintah dan atau pimpinan perbuatan di dalam badan tersebut.

b. Tindak Pidana berkaitan dengan rahasia bank

Pasal 47 UUP

1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis / izin dari pimpinan BI

sebagaimana dimaksud dalam pasal 41,41A dan 42, dengan sengaja memaksa

bank/ pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 40 , diancam dengan pidana penjara min 2 th & max 4 th serta

dendan min 10 M dan Max Rp 200 M.

2) Anggota dewan komisaris , direksi, pegawai bank / pihak terafiliasi

lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan

menurut pasal 40, diancam dengan pidana penjara min 2 th & max 4 th serta

dendan min Rp 4 M & max Rp 8 M.

Pasal 47 A UUP

Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan

sengaja tidak memberikan keterangan wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud

6
pasal 47 A dan 44A diancam dengan pidana penjara 2 th & max 7 th serta

dendan min Rp 4 M & max 15 M.

(Pasal 40, 41, 41A, & 42 merupakan pasal-pasal yang mengatur mengenai

rahasia bank serta pengecualian terhadap ketentuan dimaksud)

c. Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank

1) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan

sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) & (2) dan pasal 34 ayat (1) &(2), diancam

dengan pidana penjara min 2 th & max 10 th serta dendan min Rp 5 M dan

Max Rp 100M.

2) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang lalai

memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam

pasal 30 ayat (1) & (2) dan pasal 34 ayat (1) & (2) , diancam dengan pidana

kurungan min 1 th & max 2 th dan atau denda min Rp 1 M dan max Rp 2 M.

d. Tindak pidana berkaitan dengan kegiatan usaha bank

1) Angota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan

sengaja :

a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu;

b. menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya

pencatatan;

7
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau

menghilangkan adanya suatu pencatatan …, atau dengan sengaja mengubah,

mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan/ merusak catatan pembukuan

tersebut, dalam pembukuan, laporan, dokumen, laporan kegiatan usaha, laporan

transaksi, rekening suatu bank;

diancam dengan pidana penjara min 5 th max 15th serta denda min Rp 10 M

dan max Rp 200 M.

2) a. Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan

sengaja :

∙ meminta, menerima, mengizinkan, menyetujui untuk menerima suatu

imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang

berharga.

∙ untuk kepentingan pribadinya atau untuk kepentingan keluarganya

∙ dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang

lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit

dari bank, atau

∙ dalam rangka pembelian atau pendikontoan oleh bank atas surat-surat

wesel, surat promes, cek & kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya

ataupun

∙ dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk

melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada

bank ;

8
Diancam dengan pidana penjara min 3 th & max 8 th serta denda min Rp 5 M

& max Rp 100 M.

b. Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan

sengaja :

tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk

memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam UU ini dan ketentuan

peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank;

diancam dengan pidana penjara min 3 th & max 8 th serta denda min Rp 5 M &

max Rp 100 M.

e. Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi dan pemegang saham

bank

pasal 50 :

pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah

yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam

UU ini & peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank,

diancam dengan pidana penjara min 3 th max 8 th serta denda min Rp 5 M &

max Rp 100 M.

pasal 50A :

pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi atau

pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang

9
mengakibatkan bank tidak melaksanakan…., diancam dengan pidana penjara

min 7 th & max 15 th serta denda min Rp 10 M & max Rp 200M

cth :

penyimpangan terhadap prosedur pemberian kredit yang sehat, tidak

melaksanakan action plan pelanggaran BMPK, pelanggaran CDO, setoran

modal fiktif, dsb.

2.2 Penegakan Hukum dan Pencegahan Kejahatan Perbankan

Penegakan hukum dalam bidang perbankan dan kejahatan perbankan

bisa dilakukan dengan berbagai cara baik dalam bidang hukum perdata, hukum

administrasi dan hukum pidana maupun dalam bentuk lain. Khusus penegakan

hukum dalam bidang hukum pidana bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu

melalui sarana penal dan non-penal. Sarana penal caranya adalah

mendayagunakan hukum pidana dan hukum administrasi, sedangkan sarana

non penal bisa dilakukan melalui cara pengawasan, perbaikan sistem

pengawasan dan penguatan regulasi melalui prinsip kehati-hatian, menetapkan

jaringan pengaman sektor keuangan, pemantapan sistem perbankan kepada

praktik good coorporate governance serta pemenuhan prinsip kehati-hatian,

profesionalisme aparat terus ditingkatkan sehingga mempunyai kemampuan

integritas yang tinggi, mempunyai kompetensi yang cukup, serta mempunyai

reputasi keuangan yang baik ataupun langkah-langkah non yuridis dalam

bentuk tindakan opini masyarakat serta sosialisasi terhadap masyarakat.

10
Pendayagunaan semua cara untuk memberantas kejahatan di bidang

perbankan perlu dilakukan mengingat aparat penegak hukum seolah-olah tidak

berdaya atau tidak mempunyai kekuatan untuk melawann, dikarenakan:

a. The high economic or political status of their perpretators

(kedudukan ekonomi atau politik yang kuat dari pelaku).

b. The circumstance under which they had been commited were such as

to decrease the likelihood of their being reported and prosecuted

(keadaan-keadaan sekitar perbuatan yang mereka lakukan itu

sedemikian rupa sehingga mengurangi kemungkinan mereka untuk

dilaporkan atau dituntut).

Secara spesifik dalam rangka penegakan hukum dan pencegahan kejahatan

perbankan maka langkah-langkah yang harus ditempuh adalah:

a. Perlunya peningkatan kemampuan penyidik dalam bidang akunting dan

keuangan.

b. Sistem pengawasan dari pihak bank yang efektif dan ini bisa dilakukan kalau

rekruitmen pegawai lebih menekankan kepada mental ideologi.

c. Perluasan kewenangan penyidik dalam rangka menjalankan tugasnya, bukan

hanya sekedar menyangkut rahasia bank.

d. Perlu pembaharuan perundang-undangan dalam bidang ekonomi in casu

undang-undang perbankan.

11
Pasal 48 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa Anggota Dewan

Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan

keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat

(1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana

penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun

serta denda sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan

paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Ayat (2) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris,

Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib

dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) dan

Pasal 34 Ayat (1) dan Ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-

kurangnya 1 (satu) tahun danpaling lama 2 (dua) tahun dan atau denda

sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling

banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan Bank Berkembangnya kejahatan

di bidang perbankan di sinyalir karena lemahnya pengawasan internal Bank

dari Bank sentral. Hal ini bisa disebabkan oleh :

a. Ketidaktelitian melakukan pengawasan mengingat besarnya jumlah

transaksi harian di Bank dan kantor cabang.

12
b. Ketidaktahuan teknik dalam pengawasan internal bank (lemahnya

profesionalisme)

Dalam banyak kasus ebih dari 90% penyelewengan ketentuan perbankan

(PKP) di lakukan melalui kerja sama orang luar dan orang dalam bank.

Uniknya, orang dalam tersebut terdiri dari para young urban profesional

(YUPPIES), dengan ciri-ciri yang sama, yaitu muda, pintar, gesit, workaholic,

ambisius, punya posisi baik, punya penghasilan, dan memiliki angan-angan

tinggi.

Selain yang berwenang OJK ada yang disebut Deteksi Fraud , yaitu :

1. pengawasan (offsite supervision)

a. Penelitian dan analisis laporan-laporan bank ;

∙ analisis vertical atas laporan keuangan bank

∙ analisis horizontal atas laporan keuangan bank

∙ rasio-rasio keuangan bank

b. penelitian dan tindak lanjut atas pengaduan nasabah/masyarakat.

2. pemeriksaan (onsite supervision)

a. penelitian / pengecekan kelengkapan dokumen

b. ketaatan terhadap system dan prosedur

c. On the spot (kunjungan ke nasabah)

d. klarifikasi / pengecekan ke instansi terkait

dll.

13
Adapun Upaya Pencegahan

1. Pelaksanaan Good Corporate Govermance (GCG)

a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris

b. pelaksanaan tugas komite-komite (khususnya komite audit ) dan

fungsi pengendalian intern

c. penerapan fungsi kepatuhan , auditor intern yang independen dan

konsisten, auditor ekstrem

d. penerapan menejemen resiko (khususnya untuk resiko hukum,

reputasi, kepatuhan )

e. transparansi kondisi keuangan

Tujuannya :

∙ untuk menghadapi risiko yang semakin kompleks

∙ melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan

terhadap peraturan per UU an yang berlaku serta nilai-nilai etika yang

berlaku umum pada industry perbankan.

∙ memperkuat kondisi internal perbankan nasional

Prinsip Dasar :

∙ Transparancy, keterbukaan informasi dan proses dalam pengambilan

keputusan

∙ Accountability, kejelasan fungsi dan tanggungjawab agar pengelolaan

bank efektif

∙ Firness, keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder

14
∙ Responsibility, kepatuhan terhadap per UUan dan prinsip pengelolaan

sehat

∙ Independency, pengelolaan yang professional tanpa pengaruh /

tekanan dari pihak manapun

2. Manajemen Resiko

Penerapan manajemen resiko

(khususnya untuk resiko hukum, reputasi, kepatuhan)

1. pengawasan aktif dari direksi dan komisaris

2. kecukupan, kebijakan, prosedur dan penetapan limit

3. kecukupan proses identifikasi, pengukuran dan pengendalian risiko

serta system informasi manajemen

4. system pengendalian informasi yang menyeluruh

(PBI No 5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank

umum)

3. Penerapan prinsip mengenal nasabah/ know your customer principles (KYC)

Penerapan prinsip mengenal nasabah dengan melakukan costumer due

diligent (CDD) dan atau Enhancing costumer due diligent

(ECDD) untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi

nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Hal ini dapat

membantu PJK memproteksi diri secara dini dari ancaman masuknya dana

15
illegal kedalam system keuangan (PJK sebagai garda terdepan pencegahan

pencucian uang)

Wajib dilakukan:

a. menetapkan kebijakan penerimaan nasabah

b. menetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah

c. menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan

transaksi nasabah

d. menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan

dengan penerapan KYC

4. Fit and proper test

Tujuan

1. memastikan industry perbankan dimiliki oleh orang yang berintegrasi

tinggi untuk pengembangan bank dan tidak memanfaatkan untuk

kepentingan pribadi dan grup

2. memastikan perbankan dikelola oleh pengurus yang berintegrasi

tinggi dan kompetensi yang memadai, sebagai tercipta perbankan yang

sehat

3. menyediakan informasi fit dan proper pemilik, pengurus, dan pejabat

eksekutif dalam rangka pengawasan dan pengaturan bank.

16
5. Penugasan compliance director

a. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan kepatuhan

bank terhadap peraturan BI/OJK , peraturan per UUan yang berlaku dan

perjanjian serta komitmen dengan OJK

b. memantau dan menjaga agar kegiatan usaha bank tidak menyimpang dari

ketentuan yang berlaku

c. memantau dan menjaga kepatuhan bank terhadap komitmen bank kepada

OJK

d. mencegah direksi agar tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku

e. melaporkan kepada OJK atas keputusan direksi yang menyimpang dari

ketentuan yang berlaku

6. Internal audit yang independen dan konsisten

a. menganalisis dan menilai seluruh kegiatan bank melalui pemeriksaan

langsung dan pengawasan tidak langsung

b. mengidentifikasi kemungkinan perbaikan dan efisiensi

c. memberikan saran perbaikan dan informasi yang obyektif atas kegiatan yang

diperiksa pada setiap tingkatan manajemen

d. melaporkan kepada OJK pelaksanaan audit dan pokok-pokok hasil audit,

serta setiap temuan audit yang diperkirakan mengganggu kelangsungan usaha

bank

17
7. Pengelolaan SDM

a. peningkatan akuntibilitas, integritas dan kompetensi SDM secara berkala

b. pemberian reward yang memadai

c. penegakan hukum berupa pemberian sanksi yang tegas dan konkrit

d. penerapan system restorasi/mutasi secara berkala.

18
BAB III

KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan

Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh


suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Terdapat dua
istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun maksud dan ruang
lingkupnya bisa berbeda. Pertama, adalah “Tindak Pidana Perbankan” dan
kedua, “Tindak Pidana di Bidang Perbankan”.
Tindak Pidana Perbankan adalah pelanggaran terhadap ketentuan
perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan yang sudah di
atur dalam UU Perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
undang-undang tersebut telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan).
Adapun jenis-jenis tindak pidana di bidang perbankan sebagai berikut:
- Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, diatur dalam Pasal 46;
- Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, diatur dalam Pasal
47 ayat (1) ayat (2) dan Pasal 47 A; \
- Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank
diatur dalam pasal 48 ayat (1) dan ayat (2); dan
- Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank diatur dalam pasal 49
ayat (1) huruf a,b dan c, ayat (2) huruf a dan b, Pasal 50 dan Pasal 50A.
(2) Dengan dikeluarkannya UU Perbankan yang baru terdapat banyak
perubahan terutama menyangkut ketentuan pidana dan sanksi
administratif terhadap suatu perbuatan melawan hukum dalam dunia
perbankan. Perubahan-perubahan dalam Bab VII Tentang Ketentuan
Pidana Dan Sanksi Administratif yang terdapat dalam UU Nomor 7
Tahun 1992 terdapat dalam Pasal 46 ayat (1), Pasal 47, Pasal 48, Pasal
49, Pasal 50, Pasal 51 ayat (1) dan pasal 52 Undang-Undang tersebut.

19
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tindak
pidana di bidang perbankan terdiri dari tiga belas (13) macam. Dari
ketiga belas macam itu, kemudian di kelompokan lagi menjadi lima
kelompok utama, yaitu Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan,
Tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, Tindak pidana yang
berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank, Tindak pidana yang
berkaitan dengan usaha bank, dan Tindak pidana yang dengan sikap
atau tindakan dari pemegang saham. Pengurus, pegawai, dan pihak
terafilisasi.

B. Saran
1. Tindak pidana di bidang perbankan harus lebih diperjelas dan lebih
transparan dikemukakan kepada semua pihak termasuk nasabah bank yang
bersangkutan;
2. Untuk menekan angka tindak kejahatan di bidang perbankan maka
sebaiknya pemerintah dan lembaga terkait harus terus mengawasi semua
pihak yang terlibat, baik pihak dalam maupun pihak luar.
3. Upaya yang harus dilakukan agar UU No.10 Tahun 1998 dapat
mengatasi kejahatan dan pelanggaran di bidang perbankan yaitu,
memperluas formulasi perbuatan pidana, jenis sanksi dan
pertanggungjawaban pidana. Mengingat kejahatan di bidang perbankan
merupakan extraordinary crimes, maka untuk memudahkan pembuktian
harus diterpkan sistem pembuktian terbalik.

20

Anda mungkin juga menyukai