Anda di halaman 1dari 10

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Bank merupakan lembaga yang telah ada sejak lama dan bahkan telah dikenal sejak
4000 tahun lalu di Babilonia yang bahkan tercatat dalam sejarah memiliki bank termegah
pada tahun 700-300 SM.1 Perbankan juga telah dipraktikkan bahkan oleh Romawi kuno
khususnya mengenai hubungan antara bank dengan nasabahnya2 hingga perkembangannya
saat ini. Bank memiliki peran dan fungsi yang penting bagi suatu negara dimana Bank
menjadi pihak perantara antara mereka yang memiliki dana lebih dengan mereka yang
membutuhkan dana, 3 yang membuat bank kemudian menjadi suatu faktor pendorong
berkembangnya suatu negara.

Karena pentingnya Perbankan pula lah orang-orang yang curang melihat adanya
suatu oportunitas untuk mengambil keuntungan dari bank dan memperkaya diri sendiri
dengan cara-cara yang tidak dibenarkan secara hukum, sehingga timbul yang namanya
Korupsi. Korupsi menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
memiliki unsur-unsur di antaranya melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pelaku
tindak pidana korupsi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan oleh pihak perbankan
dalam kegiatan perbankan atau perkreditan seperti kasus PT Central Steel Indonesia dengan
Bank Mandiri yang terjadi sejak sekitar tahun 2016 lalu dan kasusnya masih dikembangkan
sampai sekarang yang ternyata ada juga pihak-pihak Bank Mandiri yang ikut serta dalam
penggelapan uang kredit (fraud) tersebut.

Makalah kami akan mengkaji tindak pidana korupsi PT Central Steel Indonesia
dengan Bank Mandiri dan melihat bagaimana kasus tersebut bila dikaitkan dengan
kejahatan perbankan.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana hubungan Kasus PT Central Steel Indonesia dikaitkan dengan Kejahatan


Perbankan?

1
Munir Fuady, Sejarah Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hlm.33.
2
Neni Sri Imaniyati & Panji Adam Agus Putra, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Penerbit Refika
Aditama, Bandung, 2016, hlm.206.
3
Ibid, hlm 15.

1
BAB II Pembahasan

A. Kasus PT Central Steel Indonesia

Kasus bermula sejak 2011 ketika PT Central Steel Indonesia (CSI) mengajukan
fasilitas pinjaman ke bank Mandiri pada 2011 yang mana pinjaman tersebut rencananya
akan digunakan untuk pembangunan pabrik dan modal kerja. Bank Mandiri kemudian
mengucurkan dana senilai Rp 350 Miliar. Awalnya proses kredit tersebut berlangsung
lancar, pembayaran kredit dari PT CSI pun tak mengalami masalah. Hanya saja, seiring
berjalannya waktu, di tubuh perusahaan manufaktur itu terjadi masalah. Konflik antara
pemegang saham terjadi di perusahaan itu dan bahkan PT CSI ini diduga menggelapkan
aset yang menjadi jaminan kredit bank.

Saat ini utang perusahaan yang memproduksi baja ini pada Bank Mandiri telah
membengkak menjadi sebesar Rp. 480 Miliar. Nilai tersebut merupakan akumulasi utang
pokok, bunga, dan denda yang dihitung hingga 22 Juli 2016.

Akhirnya tim penyidik Kejaksaan Agung mengungkap otak dugaan korupsi


pemberian kredit dari PT Bank Mandiri (Tbk) kepada PT CSI dan menetapkan dua
tersangka yakni Mulyadi Supardi, seorang Karyawan Swasta dan Erika Widiyanti Liong,
Direktur PT CSI.

Kejagung Moh Rum mengatakan dari pemeriksaan saksi-saksi penyidik


menemukan ada dugaan perbuatan melanggar hukum dalam proses penyaluran kreditnya
yang saat ini macet. PT CSI dari segi pemenuhan karakter sebagai syarat analisa pemberian
kredit sebenarnya tidak terpenuhi, namun kredit tetap dikucurkan. Sementara itu
pemeriksaan pada saksi-saksi terkait sebagai pemegang saham PT CSI mengaku mendapat
aliran dana melalui tersangka. Jadi uang yang seharusnya untuk proyek pembangunan
pabrik dan modal kerja ini malah dibagi-bagikan kepada para pemegang saham.

Keterangan saksi Artanta Padmadewa selaku Relationship Manager juga


menyebutkan jika agunan PT CSI sebenarnya tidak mencukupi untuk membayar kredit.
Agunan berupa piutang PT CSI yang telah diikat jaminan fidusia juga tidak berlaku lagi.
Hal ini memunculkan modus baru kejahatan perbankan dengan permohonan kredit dengan
memanipulasi syarat-syarat pemberian kredit supaya diacc padahal jaminan yang
sesungguhnya tidak mencukupi atau tidak memenuhi syarat pemberian kredit.

Perkembangan kasus ini pada 2018 April, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
memutuskan tersangka Erika WIdiyanti dan Mulyadi Supardi bersalah dan divonis atas
tindak pidana korupsi.

2
Perkembangan selanjutnya muncul di akhir tahun 2018 yang mana Mantan
Relationship Manager Bank Mandiri berinisial AP menjadi tersangka baru kasus dugaan
korupsi terkait pemberian kredit Bank Mandiri kepada PT CSI yang disidik Kejaksaan
Agung. Kapuspenkum Kejaksaan Agung Mukri di Jakarta mengatakan bahwa peran AP
dalam kasus ini yaitu membuat Nota Analisa Kredit (NAK) tanpa melakukan verifikasi dan
validasi terhadap dokumen laporan keuangan PT CSI yang tidak benar dan tidak akurat.
Selain itu, tersangka tidak memonitor kredit yang diberikan kepada CSI. Antara lain
meliputi rekening dan aktivitas usaha debitur, pemenuhan kewajiban dan persyaratan kredit
debitur dan mengambil langkah pencegahan atas penurunan kredit.

Perkembangan terbarunya pada Januari 2019 bahwa enam pegawai Bank Mandiri
menjadi tersangka baru kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit dari Bank Mandiri
kepada PT CSI yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 201 Miliar. Dua di
antara enam pegawai tersebut berperan sebagai pengusul kredit kepada PT CSI sedangkan
empat sisanya selaku Komite Kredit. Saat ini kasus masih belum berakhir dan
kemungkinan masih dalam proses persidangan.

B. Tindak Pidana Ekonomi, Kejahatan Perbankan, dan Korupsi

Tindak Pidana Ekonomi

Moeljatno memberikan pengertian terhadap tindak pidana yaitu bahwa tindak


pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut.4 Maka unsur dari tindak pidana bisa dipecah menjadi:

1. Ada Perbuatan;

2. Ada Pelaku;

3. Perbuatan tersebut dilarang dan diancam sanksi pidana oleh hukum.

Maka untuk mencari apakah tindak pidana ekonomi merupakan suatu tindak pidana,
harus merujuk kepada peraturan terkait yang memang melarang dan memberikan sanksi
pada tindakan tertentu yang bisa dikategorikan tindak pidana ekonomi.

Di dalam Undang-Undang yang kita miliki tentang Tindak Pidana Ekonomi yakni
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1955, tidak ditemukan
definisi mengenai tindak pidana ekonomi. Tetapi dalam jurnal ditemukan bahwa Kejahatan
ekonomi secara umum dirumuskan sebagai kejahatan yang dilakukan karena atau untuk

4
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm.54.

3
motif-motif ekonomi. 5 Kejahatan ekonomi dapat dilihat secara sempit yang hanya
berdasarkan UU Darurat tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak
Pidana Ekonomi, dan secara luas yakni mencakup semua tindak pidana di luar UU TPE
yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang dapat mempunyai pengaruh negatif
terhadap kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang sehat seperti yang diutarakan
Barda Nawawi Arief.6

Kegiatan perekonomian dan keuangan yang sehat yaitu dapat meliputi bidang yang
sangat luas dan saling terkait, antara lain dalam bidang usaha perdagangan, industri, dan
perbankan.7 Selain itu juga dengan perkembangannya sekarang, ruang lingkup kejahatan
ekonomi meliputi bidang yang sangat luas terutama kejahatan di bidang perbankan, money
laundering, kejahatan komputer, kejahatan korporasi, dan lain-lain. 8

Conklin memberikan Unsur-Unsur Tindak Pidana Ekonomi yaitu9:

1. Suatu perbuatan melawan hukum yang diancam dengan sanksi pidana;

2. Dilakukan oleh perorangan atau korporasi di dalam pekerjaannya yang sah atau dalam
usahanya di bidang industri atau perdagangan;

3. Tujuannya memperoleh uang, kekayaan, menghindari pembayaran uang atau


menghindari kekayaan/kerugian/keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi.

Kejahatan Perbankan

Kejahatan Perbankan atau Tindak Pidana Perbankan belum memiliki kesamaan


pendapat terkait peristilahannya. Meski begitu kasarnya Kejahatan perbankan bisa dibilang
bagian dari kejahatan ekonomi karena memenuhi unsur mempengaruhi secara negatif
terhadap kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang sehat.

Namun Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman memberikan


pengertian yang berbeda antara Tindak Pidana Perbankan dengan Tindak Pidana di Bidang
Perbankan, yakni10:

a. Tindak Pidana Perbankan


5
Supriyatna, “Ruang Lingkup Kejahatan Ekonomi”, Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol. 7 No. 1,
Fakultas Hukum Universitas Slamet RIyadi Surakarta, 2007, hlm.42.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Ibid, hlm.52.
9
Neni Sri Imaniyati, Op. Cit, hlm.167.
10
BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan
Perbankan, BPHN, Jakarta, 1992, hlm.68.

4
1. Setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.11
2. Tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya sebagai
bank berdasarkan Undang-Undang Perbankan.12

b. Tindak Pidana di bidang Perbankan

1. Segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan


dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun sebagai
sarana.
2. Tindak pidana yang tidak hanya mencakup pelanggaran terhadap Undang-
Undang Perbankan saja, melainkan mencakup pula tindak pidana penipuan,
penggelapan, pemalsuan dan tindak pidana lain sepanjang berkaitan dengan
lembaga perbankan.

Dapat kita simpulkan bahwa tindak pidana Perbankan yakni terbatas pada UU
Perbankan saja dan dilakukan oleh bank. Sementara tindak pidana di bidang perbankan
yakni mencakup perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan
perbankan. Jadi pengertian tindak pidana di bidang Perbankan lebih luas daripada tindak
pidana perbankan.

Tindak Pidana di bidang Perbankan dapat dikategorikan sebagai White Collar


Crime. Istilah White Collar Crime (WCC) pertama kali dikemukakan oleh seorang
kriminolog Amerika Serikat yang bernama Edwin Hardin Sutherland yang ia rumuskan
WCC sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial
yang tinggi dan terhormat dalam pekerjaannya.13

Kejahatan Perbankan merupakan salah satu bentuk kejahatan WCC. Salah satu
perumusan kejahatan perbankan menurut Munir Fuady dalam bukunya tahun 2004
menyebutkan kejahatan perbankan adalah suatu jenis kejahatan yang secara melawan
hukum pidana dilakukan baik dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja yang ada
hubungannya dengan lembaga, perangkat dan produk perbankan sehingga menimbulkan
kerugian materiil dan atau imateriil bagi perbankan itu sendiri maupun bagi nasabah atau
pihak ketiga lainnya. 14 Sederhananya Tindak Pidana di bidang Perbankan bisa juga
merupakan suatu kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, seperti korupsi,

11
Ibid,hlm.18.
12
Ibid, hlm.8.
13
Supriyatna, Op. Cit, hlm.43.
14
Ibid, hlm.44.

5
penyalahgunaan kekuasaan, dan pelanggaran hak warga negara yang secara khusus dengan
perangkat, lembaga dan produk perbankan sehingga menimbulkan suatu kerugian tertentu.

Adapun Tipologi Kejahatan Perbankan yang secara sederhana dapat berbentuk15:

1. Penggelapan dana masyarakat (embezzlement of public fraud);


2. Penyelewengan atau penyalahgunaan dana masyarakat (misapropriation of public
funds);
3. Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan keuangan (violation of currency regulations);
dan
4. Pencucian uang (money laundering).

Korupsi

Korupsi merupakan suatu kejahatan yang sangat kompleks. 16 Dari sudut politik,
korupsi merupakan faktor yang mengganggu dan mengurangi kredibilitas pemerintah. Dari
sudut ekonomi, korupsi merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kerugian keuangan
negara dalam jumlah besar. Dari sudut budaya, korupsi merusak moral dan karakter bangsa
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. 17 Korupsi dalam KBBI Edisi ke V
diartikan sebagai “Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.”18

Sementara itu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan


batasan-batasan tentang korupsi yaitu:

1. Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
2. Pasal 3: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau korporasi menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara.
3. Pasal 5-12: setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 209, 210, 387, 415, 416, 417, 418 KUHP.

15
Neni Sri Imaniyati, Op. Cit. hlm. 168.
16
Edi Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm.3.
17
Y. Lewerissa, “Korupsi di Bidang Perbankan”, Kompilasi Pemikiran Tentang Dinamika Hukum Dalam
Masyarakat, Universitas Pattimura, Ambon, 2013.
18
Badan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, KBBI V, Aplikasi Smartphone,
Google Playstore, 2016 (Terakhir update 12 April 2018).

6
4. Pasal 13: Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri
dengan menggunakan kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan,
kedudukannya.
5. Pasal 14: Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas
mengatakan bahwa pelanggaran terhadap tindak pidana korupsi berlaku ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini.

Unsur-Unsur korupsi yang dapat kita pecahkan dari sekumpulan batasan tentang
korupsi berdasar UU Pemberantasan Tipikor tersebut meliputi:

1. Perbuatan Melawan Hukum

2. Tujuan Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi

3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Penilaian

Tindak Pidana Ekonomi secara luas berarti seluruh tindak pidana atau kejahatan
yang berkaitan dengan masalah perekonomian serta dapat merusak atau memberi dampat
negatif bagi perekonomian dan keuangan negara yang sehat. Tindak Pidana Ekonomi atau
Kejahatan Ekonomi merupakan pengategorian yang paling luas di antara ketiga tindak
pidana tersebut di bagian Pembahasan.

Tindak Pidana Perbankan atau Tindak Pidana di bidang Perbankan atau Kejahatan
Perbankan mencakup seluruh tindak pidana yang diatur baik di dalam UU Perbankan atau
pun di luar UU Perbankan selama ada bank yang terkait dalam kasus yang dipergunakan
entah sebagai pelaku, perantara, dan sasaran. Ruang Lingkup Bank pasti masuk ke pada
Kejahatan Ekonomi karena Kejahatan Perbankan berpotensi memberi dampak negatif pada
perekonomian dan keuangan negara yang sehat. Maka Tindak Pidana Perbankan
merupakan penyempitan/pengkhususan/bagian dari Tindak Pidana Ekonomi.

Tindak Pidana Korupsi memiliki unsur perbuatan melawan hukum, memperkaya


diri sendiri, orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara. Salah satu unsur dari Tindak Pidana Korupsi sama dengan ruang lingkup Tindak
Pidana Ekonomi yakni merugikan perekonomian atau keuangan negara. Maka Tindak
Pidana Korupsi merupakan bagian dari Tindak Pidana Ekonomi. Tetapi belum tentu Tindak
Pidana Korupsi adalah bagian dari Tindak Pidana Perbankan. Tergantung dari pelaku atau
sarana yang dipakai dari pelaku Korupsi, apabila ia adalah Bank atau menggunakan sarana
Bank maka bisa juga Tindak Pidana Korupsi yang menyertakan elemen Bank di dalamnya
sebagai Tindak Pidana Perbankan atau Tindak Pidana di Bidang Perbankan.

7
C. Analisis

Penetapan Unsur-Unsur Relevan dalam Kasus

Dari penilaian di bagian Pembahasan, maka unsur-unsur yang harus ada bagi analisis
apabila dibuat secara kasar dapat menjadi:

1. Suatu Perbuatan melawan hukum yang diancam sanksi pidana, dalam hal ini UU
Perbankan dengan UU Pemberantasan Tipikor;
2. Dilakukan oleh perseorangan atau korporasi yang di dalamnya ada elemen bank
entah pelakunya adalah bank atau pelaku menggunakan sarana bank dalam
melakukan tindakannya tersebut;
3. Bertujuan untuk Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi;
4. Menimbulkan kerugian tertentu yang pada kasus ini kerugian yang dimaksud
ditekankan pada perekonomian dan keuangan negara;

Kiranya Tim Penulis sepakat bahwa kasus ini mencakup kepada Tindak Pidana Ekonomi,
Perbankan, dan Tipikor dan nantinya ada dua perspektif pelaku yang bisa digunakan dalam
kasus CSI ini, yaitu perspektif dari Bank Mandiri, dan perspektif dari PT CSI.

1. Perbuatan Melawan Hukum yang diancam sanksi pidana berdasar UU Perbankan


dengan UU Tipikor.

Perspektif PT CSI:

a) Berdasar UU Perbankan
Berdasarkan UU Perbankan tidak dapat dikenai Pidana apapun karena UU
Perbankan secara khusus mengatur tentang Bank sementara PT CSI bukan bank.
b) Berdasar UU Pemberantasan Tipikor
Berdasarkan UU Pemberantasan Tipikor PT CSI, yang di sini DIRUT nya dapat
dikenakan ancaman Pasal 2. Memenuhi unsur “tiap orang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri yang dapat merugikan keuangan negara.
Alasannya karena Bank Mandiri adalah bank milik Negara.

Perspektif Bank Mandiri: (Pegawainya (AP) yang menjadi tersangka)

a) Berdasar UU Perbankan
Berdasarkan UU Perbankan dapat dikenakan pasal 49 Angka 1 huruf a. Memehuni
unsur “membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank”. Serta pasal 49 angka 2 huruf b. Memenuhi unsur “tidak melaksanakan

8
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap UU yang
berlaku”19. Alasannya karena tersangka AP membuat Nota Analisa Kredit (NAK) palsu,
serta ia tidak memastikan atau memverifikasi jaminan yang ditawarkan PT CSI. Atau
mungkin bahkan sudah tahu tetapi tetap dana dikucurkan.
b) Berdasar UU Tipikor
Berdasar UU Tipikor ini dia dapat dikenai Pasal 3. Memenuhi unsur “tiap orang
berdasarkan kewenangan jabatan melakukan tindakan memperkaya diri secara melawan
hukum. Kecuali apabila jabatan yang dimaksud di sini terbatas pada jabatan pemerintah
negara. Kecuali lagi apabila jabatannya di BUMN termasuk jabatan pemerintah negara.

2. Dilakukan oleh perseorangan atau korporasi yang di dalamnya ada elemen bank.

Perspektif PT CSI:

Dari perspektif PT CSI, kejahatan yang ia lakukan menjadi Kejahatan di bidang


Perbankan dan bukan Kejahatan Perbankan. Alasannya adalah karena ia menggunakan
bank sebagai sarana untuk mendapatkan dana dengan cara memberi data jaminan yang
palsu atau dimanipulasi.

Perspektif Bank Mandiri:

Dari perspektif Bank Mandiri, kejahatan yang ia lakukan menjadi Kejahatan


Perbankan karena ia (tersangka AP dan enam tersangka lain) melakukan pelanggaran atau
perbuatan melawan hukum yang diancam ketentuan Pidana UU Perbankan dalam
melaksanakan fungsinya sebagai Bank.

3. Bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.

Perspektif PT CSI:

Memenuhi unsur ini karena uang kredit yang ia peroleh dipergunakan untuk
memperkaya diri dan dibagikan kepada para pemegang saham.

Perspektif Bank Mandiri:

Memenuhi entah karena kesengajaan atau karena kelalaian ia memperkaya orang


lain atau korporasi. Bila kemudian terbukti ia akan diberi imbalan untuk perbuatannya itu
dari PT CSI maka ia juga berusaha memperkaya diri sendiri.

19
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Udang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, BAB VIII, Pasal 49.

9
4. Menimbulkan kerugian tertentu pada perekonomian negara.

Baik dari perspektif PT CSI maupun dari Bank Mandirinya sendiri memenuhi unsur
ini karena dana yang diperoleh adalah dari Bank Mandiri yang mana Bank Mandiri
merupakan Bank milik negara atau istilahnya Bank dengan plat merah.

BAB III Kesimpulan

Terkait pertanyaan di BAB I dalam identifikasi masalah yakni: Bagaimana hubungan Kasus
PT Central Steel Indonesia dikaitkan dengan Kejahatan Perbankan?

Kasus PT Central Steel Indonesia atau disingkat PT CSI ini memang memenuhi
unsur-unsur Kejahatan Perbankan. Tergantung dari perspektif mana yang diambil apakah
pendekatan dari PT CSI sendiri atau dari Bank Mandirinya tetap masuk kedalam kategori
Kejahatan Perbankan.

Namun muncul perbedaan peristilahan yang berbeda, apabila ditinjau dari perspektif
PT CSI sebagai pelaku, maka istilah yang digunakan yaitu Tindak Pidana di Bidang
Perbankan, karena dasarnya bukan UU Perbankan tetapi berhubungan dengan Tindak
Pidana Ekonomi dan Tindak Pidana Korupsi yang mana sasarannya adalah dengan Bank,
terlebih lagi bank milik negara.

Namun apabila ditinjau dari pendekatan Bank Mandiri sebagai pelaku, yang di sini
dibatasi pada tersangka AP selaku pejabat Bank Mandiri dengan enam tersangka lain
sebagai pegawai Bank Mandiri pula, maka peristilahan yang digunakan yakni Tindak
Pidana Perbankan. Karena UU yang bisa digunakan yaitu UU perbankan yang mengatur
tindak pidana yang dilakukan oleh anggota direksi, komisaris atau bahkan pemegang saham
dari bank.

10

Anda mungkin juga menyukai