BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penggerak kegiatan sektor riil untuk semakin terpacu sekaligus juga berperan
usaha yang berbeda dengan lembaga non bank pada umumnya. Diantara
kepercayaan.2 Karakteristik lain dari bisnis bank adalah sebagian besar usaha
bank dibiayai dengan utang (simpanan masyarakat dan utang lainnya). Sementara
modal bank lebih kecil akan gampang habis bahkan menjadi negatif tatkala bank
mengalami kerugian cukup besar, akibatnya bank pun akan mengalami masalah
solvabilitas.3
1
Azis S. Lapadengan, Analisis Fungsi Penggunaan Lembaga Kepailitan Dalam Penyelesaian Kredit
Macet Perbankan, Jurnal Law Review Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus, 2013. hal.1.
2
Sentosa Sembiring, “Sinopsis Hukum Perbankan”, dalam Percikan Gagasan tentang Hukum II:
Kumpulan Tulisan Ilmiah Hukum Alumni dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Parayangan, A.F
Erawaty, dkk, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 104.
3
Bank Indonesia, Menyingkap Tabir Seluk Beluk Pengawasan Bank, Bank Indonesia, Jakarta, 2010,
hal. 20.
2
Pada saat bank mengalami masalah dari bisnis yang dijalankan akan
berdampak pada utang (simpanan masyarakat dan utang lainnya). Sehingga yang
mengalami kerugian tidak hanya bank tapi juga pihak-pihak lain yang memiliki
kaitan dengan utang bank yaitu pihak kreditur (masyarakat yang menaruh
tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan. Peraturan ini lahir pada saat
Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1998 yang mengakibatkan sejumlah
undang ini dalam penjelasan umumnya disebutkan memiliki cakupan yang lebih
luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian
4
Ronald Saija, Kadek Agus Sudiarawan. Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Debitur Pailit dalam
Menghadapi Pandemi Covid 19, Jurnal Batulis Civil Law Review, volume 2 nomer 1, 2021. hal. 67.
3
yang selama ini berlaku belum memadai sebagai sarana hukum untuk
hak para kreditor yang menjadi tanggung jawab dari pihak debitor atas utang-
utangnya.
terhadap bank sebagai kunci dalam pelaksanaan konflik utang piutang atau dalam
kepailitan yang melibatkan bank dimana bank sebagai debiturnya, dan sejauh
5
Ibid.
6
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan (Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan) Cet. II, Penerbit
Kencana Prenadamedia Group, Jakarta. 2009. hal. 1.
4
para pihak yang berhubungan erat dengan bank sebagai penghimpun dan
Saat ini kewenangan pengawasan bank telah beralih kepada Otoritas Jasa
pailit terhadap bank karena lembaga tersebut yang mengetahui kondisi bank
apakah insolven atau tidak, serta apakah bank tersebut telah menjalankan prinsip
7
Ricardo Simanjuntak, Tinjauan Kritis Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Likuidasi Bank, Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 23 No. 3 Tahun 2004, hal 89.
8
Sylvia Janisriwati, Kepailitan Bank (Aspek Hukum Kewenangan Bank Indonesia dalam Kepailitan
Suatu Bank), Logoz Publishing, Bandung, 2011. hal 166.
5
berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada Otoritas Jasa Keuangan,
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 55 ayat (2) yang berbunyi : “Sejak tanggal
koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam
keuangan. Pada Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, telah
pengawasan Bank Indonesia, sehingga ada konflik norma yang timbul dalam
B. Rumusan Masalah
2. Apakah Bank Indonesia tetap dapat mengajukan pailit terhadap bank pasca
Keuangan ?
3. Apa akibat hukum dari putusan pailit oleh bank menurut hukum positif
Indonesia ?
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
lingkup penelitian yang sesuai dengan latar belakang yang menjadi dasar
pemikiran serta perumusan masalah yang menjadi fokus utama kajian dalam
penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada persoalan
pengaturan permohonan pailit oleh bank menurut hukum positif Indonesia dan
akibat hukumnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kepailitan
Kata pailit yang dalam bahasa Inggris bankrupt berasal dari undang-
undang di Italia yang disebut dengan banca rupta.9 Dalam bahasa Belanda
yaitu disebut dengan failliet yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata
benda dan sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu
dalam bahasa Indonesia pailit diartikan bangkrut. Pailit adalah suatu keadaan
Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan Kepailitan (PK), yang
9
Suparji, Kelaplitan, UAI Press. Jakarta. 2018. hal. 2.
10
Victor Situmorang & Soekarso. Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.
1994. hal. 18.
11
Zaeny Asyhadie. Hukum Bisnis Proses dan Pelaksanaannya di Indonesia. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2005. hal. 225.
9
atas pelaporan sendiri maupun atas permohonan seorang penagih atau lebih,
kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak
12
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Rajawali pers, Jakarta.
2002, hal. 24-25
13
Victor Situmorang & Soekarso. Lok.cit.
14
Imran Nating, Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Penggurusan dan Pemberesan Harta
Pailit. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2004. hal. 6.
10
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
ditagih.
2. Asas Kepailitan
15
Ibid. hal. 9.
11
a. Asas Keseimbangan
lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur, di lain pihak terdapat
c. Asas Keadilan
d. Asas Integrasi
16
Rachmadi Usman. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2004,
hal. 12.
12
yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
terlibat dalam proses kepailitan, yaitu pemohon pailit, debitor pailit, Hakim
17
Anton Suyatno, Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Ctk.Pertama, Kencana,
Jakarta, 2012, hal. 37.
13
debitor pailit adalah debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor
dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan
dapat ditagih.
c. Hakim Niaga
terdapat juga hakim Ad Hoc yang diangkat dari kalangan para ahli
d. Hakim Pengawas
sebagai berikut :
e. Panitia Kreditor
Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang disebut
Kepailitan, yaitu :
pailit).
(3) orang yang dipilih dari Kreditor yang dikenal dengan maksud
kreditor.
f. Kurator
16
1. Pengertian Bank
tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
18
Ibid. hal. 38.
19
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2013.
hal. 7-8.
17
Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau
balas jasa lainnya. Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari
dengan istilah kredit, dan juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain,
giral.21
banyak yang dipengaruhi oleh keadaan kondisi lingkungan, baik dari segi
20
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, hal. 25.
21
Hermansyah. Op.cit. hal. 8.
18
corak perbankan yang lazim di negara lain, tetapi secara umum corak
berikut:23
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD NRI
pembangunan;
22
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. 2012, hal. 3.
23
Ibid.
19
kekurangan dana.25
24
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama, Bandung. 2010, hal.
16.
25
Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015. hal. 4.
20
antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial. 26 Selain itu fungsi
negara dengan mata uang negara lainnya sesuai dengan permintaan para
(interest);
uang emas atau perak yang berasal dari titipan pemegang rekening, kini
bank tidak lagi meminjamkan uang dalam bentuk emas dan perak, tetapi
dalam bentuk bukti kepemilikan emas atau perak berupa sertifikat yang
26
Hermansyah. Op.cit. hal. 20.
27
Muhammad Djumhana, Op.cit. hal. 105.
21
ditukarkan dengan mudah dengan emas atau perak yang ada di bank,
masyarakat umum.
2. Asas Perbankan
prinsip kehati- hatian”. Dengan adanya prinsip kehati-hatian ini, maka bank
mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan
sebagai leader of last resort. Bank yang berfungsi dan menjalankan kewenangan
penjelasan Pasal 23 UUD NRI 1945 bahwa Bank Indonesia yang akan
selanjutnya akan diatur dalam Undang- Undang dan saat ini Undang-Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor
Sentral. Bank Indonesia mengemban amanat UUD NRI 1945 khususnya Pasal 23
ayat (3) bahwa Bank Indonesia agar dapat menjaga uang sebagai alat tukar tetap,
28
Djiwandono. Mengelola Bank Indonesia dalam Masa Krisis. LP3ES. Jakarta. 2001. hal. 44-45.
29
Maqdir Ismail, Bank Indonesia dalam Perdebatan Politik dan Hukum, Navila Idea, Yogyakarta.
2009, hal. 32.
23
harganya jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur, dengan kata
lain uang rupiah harus memiliki kestabilan nilai, kestabilan nilai rupiah, yakni
kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa juga terhadap mata uang negara
kestabilan rupiah.
pembayaran maka tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga kestabilan
tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan tidak akan banyak artinya dalam
stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan,
30
Ibid. hal. 45.
31
Muhammad Djumhana, Op Cit, hlm. 110-111.
24
dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,
sangat jelas bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan, tanggung jawab, dan
represif.32
oleh Bank Indonesia terhadap bank dapat berupa pengawasan langsung, yaitu
dapat berupa pengawasan tidak langsung yaitu suatu bentuk pengawasan dini
Keuangan menyebutkan:
Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah
terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan
umum yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah setiap perusahaan yang
duanya.35
Secara normatif ada empat tujuan pendirian Otoritas Jasa Keuangan :36
Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
34
Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas Jasakeuangan
Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas
Jasa Keuangan, Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2013, hal.2.
35
Kasmir, Op.cit. hal.2.
36
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2014, hal.42.
27
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi bahwa OJK berfungsi
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi bahwa OJK melaksanakan
umum;
4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
perundang-undangan;
37
Bisdan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan
Bank Indonesia (Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara), Medan, 2013. hal.107.
29
6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar (Good Corporate
waktu;
kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang
ada;
intervensi dari pihak manapun maupun yang tidak sesuai dengan peraturan
yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan
BAB III
METODE PENELITIAN
Dengan menggunakan metode yang baik maka akan mendapatkan hasil yang
maksimal dari permasalahan yang diteliti. Metode ilmiah yang dimaksud adalah
segala proses ilmiah yang dilakukan oleh peneliti untuk dapat mencarikan solusi dari
A. Jenis Penelitian
B. Metode Pendekatan
39
H. Zainuddin Ali, M. A., Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. hal. 24.
40
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar Grafika,
Jakarta, 2014, hal 110.
32
hukum yang bersumber dari data kepustakaan yaitu bahan hukum yang
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat dan sesuai
41
Ibid, hal. 115.
33
Keuangan; dan
diteliti.
kualitatif, yaitu data yang disusun dan disajikan berupa rangkaian kalimat-
dihadapi.42
42
Muhaimin, 2020. Metode Penelitian Hukum. Mataram University Press. Mataram. Hal. 71.
35
BAB IV
Faillissement Verordening Stbl. Tahun 1905 Nomor 217 jo. Stbl. Tahun 1906
Nomor 348 oleh Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia yang pada waktu
berdasarkan asas konkordansi sesuai dengan politik hukum kolonial pada waktu
ditujukan kepada golongan Eropa dan golongan Timur Asing dan bagi orang-
pada saat itu tidak dirasakan manfaat keberadaan Faillissement Verordening bagi
43
Tami Rusli, 2019, Hukum Kepailitan Di Indonesia, Universitas Bandar Lampung Press, Lampung.
Hal. 1.
36
kepailitan tersebut tetap sebagai hukum Belanda dan melindungi dan berlaku
demikian sudah tidak sesuai lagi, setelah Indonesia merdeka perlu adanya
tidak hanya bersifat sederhana, lokal dan nasional, kegiatan ekonomi telah
44
Ibid.
45
Sunarmi, 2010, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Edisi 2, Softmedia,
Jakarta, hal. 6-7.
37
menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan
karena Kepailitan ada demi untuk menjamin para kreditur untuk memperoleh
sangat dominan melindungi kepentingan kreditor, hal tersebut dapat dilihat dari
persyaratan untuk dinyatakan pailit yaitu adanya dua utang atau lebih, dan salah
satunya telah jatuh tempo dan anehnya tidak satupun pasal yang mensyaratkan
bahwa Debitor harus dalam keadaan tidak lagi mampu membayar (insolvent),
keadaan ini bertentangan dengan filosofi universal dari kepailitan yaitu kepailitan
terhadap Debitor dapat dikabulkan apabila Debitor sudah berada dalam keadaan
46
Imran Nating, Op.cit, hal. 9.
47
Sunarmi, Op.cit. hal. 9.
38
Oktober 2004. Dimana tujuan dari pembuatan undang-undang itu sendiri adalah
Kepailitan & Penundaan Pembayaran Utang mengatur dalam hal kepailitan jika
debitur adalah bank maka permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank
Indonesia, begitu pula dalam rangka mengatur dan mengawasi bank, Undang-
Bank Indonesia Pasal 33 yang memaparkan bahwa dalam hal keadaan suatu
Bank yang bersangkutan dan / atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi
hak para kreditor yang menjadi tanggung jawab dari pihak debitor atas utang-
39
utangnya, apabila lembaga perbankan sebagai debitur pailit, kreditor dan kurator
Indonesia sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Indonesia yang salah satu tugasnya adalah untuk memelihara dan menjaga
perbankan yang bermasalah, hal ini menjadi ganjalan bagi para kreditor bank
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan bank memiliki karakreristik khusus yaitu dimana besar usaha bank
modal bank lebih kecil akan gampang habis bahkan menjadi negatif tatkala bank
mengalami kerugian cukup besar, akibatnya bank pun akan mengalami masalah.
Ketika bank mengalami masalah maka harus ditangani sesuai mekanisme dan
ketentuan peraturan yang ada agar dampaknya tidak merugikan nasabah bank,
40
perbankan. Karena pencabutan izin usaha bank merupakan keputusan yang tidak
pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang)
kepailitan pada umumnya yang menyatakan bahwa dalam hal debitor adalah
bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
bank adalah Bank Indonesia, tidak boleh diajukan langsung oleh nasabah
penyimpan (kreditor bank) karena tidak memiliki legal standing untuk dapat
1. Debitur,
2. Kreditur,
perusahaan efek,
(BUMN),
Kepailitan bank
dengan kedudukan hukum Bank Indonesia dalam kepailitan bank hanya karena
bermaksud untuk melindungi kepentingan yang lebih besar untuk tetap menjamin
42
Konsep kepailitan dalam kepailitan bank tidak lagi merupakan sita umum
pelunasan piutang semua kreditor. Tujuan kepailitan dalam kepailitan bank tidak
semata pembagian kekayaan debitor oleh kurator kepada semua kreditor dengan
sebagai pelaksanaan tugas dan fungsi otoritas moneter dari Bank Indonesia
Pada prinsipnya suatu bank dapat dipailitkan, hanya saja pihak yang dapat
bertindak sebagai pemohonnya dibatasi, tidak dapat diajukan pihak lain selain
diajukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan ini membatasi pihak yang dapat
bank), namun bukan meniadakan hak nasabah penyimpan (kreditor bank) untuk
48
M. Fauzi, “Kedudukan Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank (The Position of Bank Indonesia in
the Banking Bankruptcy”, dalam risalah.fhunmul.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/5.-Ked.., diunduh
pada tanggal 14 April 2013, hal. 5.
43
pailit ini tidak menghapus kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan
semestinya kepada bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peran yang
sangat penting dan sangat sensitif dalam aktivitas masyarakat dan Negara.
kepailitan bank ke wilayah kebijakan publik. Hal ini berkaitan dengan kedudukan
Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan, sehingga hak meng-ajukan pailit oleh
saja bagi kreditor tetapi juga bagi debitor. Sejalan dengan itu, Undang-undang
Kepailitan juga harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan
dapat memperoleh akses terhadap harta kekayaan dari debitor yang dinyatakan
boleh sampai merugikan kepentingan debitor dan para stakeholder debitor yang
bersangkutan.50
tidak mengatur masalah kepailitan bank. Oleh sebab itu, landasan hukum dalam
Pembayaran Utang.
debitur. Hal ini dimaksudkan dalam rangka melindungi kedua belah pihak yaitu
50
Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hal. 33-34.
45
Bagi setiap debitur pailit diluar dari Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek,
adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank
Indonesia.
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
diserahkan pada Bank Indonesia yang mengaturnya sebagai bank sentral. Namun
46
kepastian hukum bagi kreditur yang terdampak dari pailitnya bank perlu
mendapat kepastian dan jaminan untuk tidak dirugikan dengan palitnya suatu
jaminan bagi kreditur untuk mendapatkan pemenuhan hak dari perbuatan hukum
pailit suatu bank sehingga memegang peran kunci untuk mengatasi terkait utang
piutang atau dalam hal perkara kepailitan. Untuk itu karena kewenangannya yang
mana bank sebagai debiturnya. Karena fungsi bank untuk menghimpun serta
menyalurkan dana kepada masyarakat maka Bank Indonesia disini yang memiliki
kepentingan masyarakat.51
bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia”.
51
Saroinsong, A. N. 2014. Fungsi Bank dalam Sistem Penyaluran Kredit Perbankan. Lex Privatum,
Jakarta. hal. 3.
47
Hal tersebut merupakan kewenangan yang merupakan tugas dan fungsi Bank
Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia mengatur tentang tujuan
kestabilan nilai rupiah, maka Bank Indonesia mempunyai tugas untuk :52
52
Julius R Latumaerisa, 2011, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta. hal. 73.
48
Salah satu fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia dalam pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan adalah dalam hal
terhadap bank bukan lagi menjadi kewenangan atau otoritas Bank Indonesia.
wewenang:
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
1. manajemen risiko;
d. pemeriksaan bank.”
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang juga meliputi
terhadap kegiatan perbankan, pasar modal dan LNKB, dengan fungsi pengaturan
adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Pasal ini merupakan respon dari
krisis Asia yang terjadi pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 yang
53
Adrian Sutedi, Loc.cit.
54
Ibid.
51
Indonesia.55
memiliki peran yang cukup penting untuk melakukan pengawasan terhadap bank,
termasuk dalam hal penentuan kepailitan yang dialami oleh bank. Pengawasan
terhadap bank secara khusus dapat dibagi menjadi dua untuk menetapkan suatu
bank dapat dinyatakan pailit yaitu menetapkan status bank apakah berdampak
sistemik dan satu lagi tidak berdampak sistemik. Bank dapat dinyatakan pailit
jika bank tersebut tidak berdampak sistemik. Hal ini seperti pemberlakuan
likuidasi suatu bank yang mungkin untuk dilakukan. Tindakan pemberesan asset
jika telah dilakukannya keputusan mencabut izin usaha suatu bank dapat
dikatakan mengarah kepada likuidasi bank inilah yang menjadi perbedaan besar
dengan rangkaian kepailitan yang tidak dapat berujung pada mencabut izin usaha
sistemik suatu bank yang akan dinyatakan pailit. 57 Hal ini menunjukkan bahwa
55
Ibid. hal. 36.
56
I Komang Mudita, dkk. 2020, “Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Pemohon Pailit Setelah
Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan”. Jurnal Interpretasi Hukum. Hal. 49.
57
Ibid.
52
Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mengambil alih sebagian dari tugas Bank
bank yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Pasal 2 ayat
bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia”.
khusus terkait kewenangan permohonan pailit dari bank sebagai debitor dapat
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Namun Otoritas Jasa Keuangan dapat
yang akan dinyatakan pailit apakah berdampak sistemik atau tidak berdampak
Indonesia berdasarkan Ketentuan yang diatur oleh Pasal 2 ayat (3) Undang-
Dengan demikian dalam hal pengajuan pailit bank kreditor tidak bisa langsung
Indonesia sendiri yang akan mengajukan permohonan pailit atas bank yang
kepastian hukum dalam hal kewenangan menyatakan kepailitan dari suatu bank.
Karena sampai saat ini aturan dalam Otoritas Jasa Keuangan tidak mengaturnya
(3) belum berubah dan masih berlaku sehingga tidak dapat dilaksanakan lain.
54
pengajuan pailit terhadap bank itu masih merupakan kewenangan Bank Indonesia
sepanjang tidak ada aturan secara khusus yang menghapus kewenangan Bank
bank sudah berpindah kepada Otoritas Jasa Keuangan sehingga seluruh aktifitas
kepada bank dengan pengajuan pailit terhadap bank harusnya sudah dapat
peran yang sebelumnya ada di Bank Indonesia untuk masalah kepailitan dari
suatu bank karena seluruh pengaturan dan pengawasan terhadap bank yang
awalnya ada di Bank Indonesia sudah beralih dan tertuang di dalam Undang-
Undang Otoritas Jasa Keuangan. Namun amanat langsung dari Pasal 2 ayat (3)
adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank
Indonesia belum dirubah dan tinyatakan secara tegas oleh peraturan perundang-
undangan yang ada. Sehingga kekhususan dari permohonan pailit terhadap bank
C. Akibat Hukum Putusan Pailit Oleh Bank Menurut Hukum Positif Indonesia
kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala
tindakan yang dapat diambil oleh kurator dengan hakim pengawas terhadap
bank. Tindakan tersebut berupa diambil alihnya seluruh harta pailit dari bank
bertindak sebagai Kurator jika tidak ada penunjukan kurator. Hal tersebut
bank.
pailit:58
kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang
bertindak sebagai Kurator. Oleh sebab itu apabila bank telah dinyatakan
pailit, maka demi hukum bank kehilangan hak untuk menguasai dan
58
Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 50.
57
mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Harta pailit dari
bank dikuasai sementara oleh kurator atau Balai Harta Peninggalan (BHP)
balik tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
Mengenai hal ini, Pasal 36 UUK-PKPU menetapkan bahwa jika pada saat
belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak dengan siapa Debitor mengadakan
disepakati oleh Kurator dan pihak tersebut. Sehingga pihak yang sudah
hal bank telah menyewa suatu barang, maka baik Kurator maupun pihak
kebiasaan setempat. Selain itu, dalam waktu penghentian tersebut juga harus
perjanjian sewa.
waktu 45 (empat puluh lima) hari. Sejak pernyataan pailit berlaku, uang
Dampak positifnya bisa dilihat apabila sebuah bank dipailitkan maka bank yang
59
bersangkutan bisa lepas dari lilitan hutang yang dimilikinya seperti yang diatur
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tetapi kita lihat juga
menginvestasikan asetnya dalam bentuk lain diluar bank seperti halnya membeli
emas atau tanah sebagai tabungan karena dirasa sudah tidak aman apabila
lembaga perbankan tidak mempunyai dampak positif sama sekali. Hal ini bisa
ditinjau dari beberapa aspek yang telah dipaparkan akan membawa akibat negatif
sangatlah vital, uang yang beredar di masyarakat akan kembali ke bank untuk
dari perputaran uang tersebut, apabila sebuah bank dipailitkan maka akan
bank sehingga bank tidak mampu lagi menjalankan aktivitas usahanya yang
stabil.
60
maka Bank Indonesia akan mengajukan permohonan pailit atas bank yang
memutuskan bang yang diajukan permohonan pailit diputus bangkrut atau pailit
oleh Pengadilan Niaga, maka ada beberapa akibat hukum yang akan timbul yaitu
antara lain :
1. Bank sebagai debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan
pailit tidak memiliki kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta
beralih atau dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang
2. Segala bentuk perikatan bank sebagai debitor yang terbit setelah putusan
pernyataan pailit tidak dapat dibayarkan dari harta pailit, kecuali perikatan
periktan dari harta pailit yang ditujukan untuk terhadap debitor pailit, hanya
5. Suatu tuntutan hukum yang diajukan debitor dan yang yang sedang berjalan
kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan
oleh hakim.
debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan
sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga
8. Penjualan benda bergerak atau tidak bergerak yang dilakukan debitor, yang
kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotek atau jaminan fidusia yang telah
10. Putusan pernyataan pailit tidak mengikat perjanjian timbal balik yang
perjanjian timbal balik tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
11. Terhadap penyerahan barang yang telah diperjanjikan oleh debitor yang
12. Bank sebagai debitor pailit apabila telah menyewa suatu barang, maka baik
13. Pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja, atau
paling singkat empat puluh lima hari sebelumnya, dengan ketentuan bahwa
16. Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan
17. Setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta
pengawas.
bank kehilangan haknya atas penguasaan dan pengaturan hartanya yang menjadi
objek pailit sehingga bank tidak dapat lagi dengan mudah untuk menguasai dan
oleh Kurator atau Balai Harta Peninggalan (BHP) yang bertindak sebagai
Kurator untuk menjamin keadilan bagi kreditor terhadap harta Bank yang telah
dinyatakan pailit. Bank juga tidak dapat melakukan kegiatan usaha lain dengan
menggunakan harta pailitnya untuk kepentingan bank itu sendiri terhadap pihak-
pihak lain pasca putusan pailit itu berkekuatan hukum tetap. Jika bank
65
melakukan perbuatan hukum yang dilakukan sebelum dan sesudah putusan pailit
yang berkaitan dengan harta pailit perlu mendapat persetujuan dari Kurator
Pembayaran Utang.
kepastian hukum bagi pihak Kreditur dan pihak Debitur untuk menyelesaikan
belah pihak. Dari akibat hukum putusan pailit tersebut memberikan batasan
kepada Debitur Bank untuk melakukan perbuatan hukum yang dianggap dapat
perbuatan hukum yang kemudian berkaitan dengan harta kekayaan dari Debitur
bank tersebut.
hukum dari putusan pailit dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 64 yang
implikasinya juga berlaku pada Debitur bank. Dengan hadirnya Kurator atau
jaminan akan pengelolaan harta pailit dari bank untuk dapat diputuskan untuk
pengelolaan asest pailit dari bank oleh Kurator atau Balai Harta Peninggalan
(BHP) ini dapat menutup akses bank pailit untuk mengalihkan harta kekayaannya
66
yang berpotensi merugikan para krediturnya. Artinya bank sudah tidak dapat lagi
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
sebagai berikut :
2. Bank Indonesia tetap dapat melakukan pengajuan pailit terhadap bank pasca
objek pailit sehingga bank tidak dapat lagi dengan mudah untuk menguasai
diambil alih oleh Kurator atau Balai Harta Peninggalan (BHP) yang
sebelum dan sesudah putusan pailit yang berkaitan dengan harta pailit perlu
B. Saran
tugas antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam hal
suatu bank. Terlebih lagi pengajuan permohonan pailit terhadap bank hanya
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses,
Jakarta;
Bank Indonesia, 2010, Menyingkap Tabir Seluk Beluk Pengawasan Bank, Bank
Indonesia, Jakarta;
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal
Research), Sinar Grafika, Jakarta;
H. Zainuddin Ali, M. A., 2009. Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta;
Imran Nating, 2004. Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Penggurusan
dan Pemberesan Harta Pailit. RajaGrafindo Persada. Jakarta;
Maqdir Ismail, 2009. Bank Indonesia dalam Perdebatan Politik dan Hukum,
Navila Idea. Yogyakarta;
2. Jurnal
Rebekka Dosma Sinaga, 2013. Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan
Otoritas Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara;
3. Peraturan Perundang-undangan