Anda di halaman 1dari 16

MEDIASI SEBAGAI PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG-UNDANG


NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN

TEMA
PENANGANAN SENGKETA PERBANKAN
OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

DOSEN PENGAJAR

Dr. Aktris Nuryanti, S.H., M.Hum


NIP. 196103031987032002

NAMA KELOMPOK:

MEDI, S.H. (A2031221011)

NORMAN, S.H. (A2031221016)

DEEA RIZKY FAMULA, S.H ( A2031221023)

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
MEDIASI SEBAGAI PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SETELAH
DIKELUARKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN

Norman , Medi , Deea Rizky Pamula

Abstract

Dispute Settlement Through Mediation After the issuance of Law Number 21 of 2011
concerning the Financial Services Authority where the functions, duties and authorities for
regulating financial services activities in the banking sector were transferred from Bank
Indonesia to the Financial Services Authority (OJK). OJK regulations mandating the
establishment of an Alternative Dispute Resolution Institution in the banking sector. Not only
serving banking mediation, Alternative Dispute Resolution Institutions in the banking sector
must also have dispute resolution in the form of mediation, adjudication and arbitration. The
dispute resolution mechanism in the form of mediation after the issuance of Law Number 21
of 2011 places more emphasis on the principles of accessibility, independence, fairness, and
efficiency and effectiveness, a series of customer protection systems will increase customer
trust in the Bank and have a positive impact on the development of the banking industry in
realizing A financial system that grows continuously and stably. The emergence of banking
mediation is basically to be able to provide a way and bridge/or mediate between banks and
customers in the form of mutual interests. so that it can solve a problem or a legal problem
that occurs properly, especially for a problem in the form of banking disputes.

Keywords: Mediation, Disputes, Banking

Abstrak
Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Setelah Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mana fungsi, tugas dan wewenang
pengaturan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peraturan OJK yang mengamanatkan pembentukan Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Disektor perbankan. Tidak hanya untuk melayani mediasi
perbankan, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sektor perbankan juga harus memiliki
penyelesaian sengketa berupa mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. Mekanisme penyelesaian
sengketa berupa mediasi setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
lebihmenekankan pada prinsip-prinsip aksesibilitas, idenpendensi, keadilan, dan afisiensi
dan efektifitas, rangkai system perlindungan nasabah akan meningkatkan kepercayaan
nasabah kepada Bank dan Membawa dampak positif bagi perkembangan industri perbankan
dalam mewujudkan Sistem keuangan yang tumbuh secara berlanjut dan stabil. Munculnya
mediasi perbankan pada dasarnya adalah untuk dapat memberi jalan dan menjembatani /atau
memediasi antara bank dan nasabah berupa kepentingan anata pihak. sehingga dapat
menyelesaikan permasalahan atau sebuah problem hukum yang terjadi dengan baik,
terkhusus untuk sebuah permasalahan berupa sengketa-sengketa perbankan.

Kata Kunci: Mediasi, Sengketa, Perbankan

I. PENDAHULUAN
Perbankan merupakan bagian yang amat penting dalam perekonimian di suatu
negara termasuk di Indonesia, peran perbankan yang sangat penting tersebut tidak
terlepas dari suatu fungsi dari sarana permodalan dan perantara keuangan bagi
masyarakat. Seiring perkembangan dalam sektor perbankan maka mencul pula risiko-
risiko dalam dunia perbankan di Indonesia.

Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa


perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa
perbankan, berada pada pilihan yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka
berada. 1
Hubungan antara pihak bank dengan nasabahnya adalah hubungan yang
bersifat keperdataan. Pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan dalam
dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah.

Fungsi dari lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki


kelebihan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara
bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa
perbankan. Dalam interaksi antara bank dengan nasabahnya pada setiap masalah yang
terjadi dapat menurunkan kualitas bank tersebut dalam hubungannya dengan
kepercayaan masyarakat.

Didalam dunia perbankan terdapat permasalah-permasalahan perbankan yang


seringkali terjadi antara nasabah dan bank, pemerintah melalui Bank Indonesia

1
Muhammad Djumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra, Bandung,
hal.282
kemudian mengeluarkan kebijakan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005
tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Ketika dalam pelaksanaanya dirasa masih
kurang dapat memuaskan nasabah, Bank Indonesia kemudian merespon dengan
mengeluarkan Kembali Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Jo Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan (PBI Mediasi Perbankan)
sebagai salah satu bentuk tawaran alternatif yang dapat digunakan dalam
menyelesaikan sengketa perbankan di Indonesia. 2

Pertimbangan hukum keluarnya PBI No.8 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1. Bahwa penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat


memuaskan nasabah dan berpotensi menimbulkan sengketa di bidang
perbankan antara nasabah dengan bank;
2. Bahwa penyelesaian sengketa di bidang perbankan yang berlarut-larut dapat
merugikan nasabah dan meningkatkan risiko reputasi bagi bank; dan
3. Bahwa penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara nasabah dengan
bank dapat dilakukan secara sederhana, murah, dan cepat melalui cara
mediasi.

Mediasi menjadi salah satu alternatif dalam penyelesaian sengketa perbankan


diluar pengadilan. Mediasi adalah suatu proses dimana adanya penunjukan seorang
yang netral untuk membantu pihak-pihak yang bersengketa menyelesaikan
masalahnya. Dasar hukum dari mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di
Indonesia adalah:

4. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase


Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa .
5. Pasal 130 HIR/154 r.BG
6. KUH Perdata Pasal 1851
7. Peraturan Makamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

2
Kadek Agus Sudiarawan, 2018, Kedudukan Lembaga Mediasi Perbankan Sebagai Pilihan
penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah Perbankan Indonesia, Volume 1, No. 1, April 2018, jurnal
analisis hukum, hal. 154 http://journal.undiknas.ac.id/index.php/JAH/index
Mediasi perbankan adalah wadah untuk melakukan penyelesaian sengketa
antara nasabah dan bank setelah melalui jalur penyelesaian pengaduan di Bank
tidak berhasil dilakukan.

Data yang dihimpun oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa jumlah


penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi masih relatif minim. Hal ini
menunjukkan masih lemahnya tingkat penyelesaian kasus atau sengketa perbankan
melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia di tengah maraknya kasus atau
sengketa yang terjadi di dunia perbankan Indonesia saat ini. 3

Pengambilan langkah melalui jalur mediasi antara pihak-pihak yang


bersengketa dinilai sebagai langkah yang terbaik dalam menyelesaikan masalah antara
bank dengan nasabah, mediasi memiliki banyak kelebihan bila di banding dengan
proses ligitasi di Pengadilan dan arbitrase. Melalui proses mediasi tidak ada istilah
yang menang dan yang kalah, yang ada hanya menang-menang (win-win solution),
artinya bahwa pihak yang bersengketa sama-sama menerima penyelesaian yang
dilakukan oleh mediator. Selain itu, jangka waktu proses mediasi leboh singkat dan
biaya lebih ringan bila dibandingkan dengan arbitrase. 4

Kemudian penyelesaian sengketa perbankan di perkuat dengan lahirnya


Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya
disebut Undang-Undang OJK) yang memberikan kewenangan pengaturan dan
pengawasan lembaga keuangan perbankan dan bukan perbankan beralih dari Bank
Indonesia ke OJK. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 6 Undang-Undang OJK di bawah
ini:

1. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan


terhadap:
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
4. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

3
Bank Indonesia, Data Bank Indonesia terhadap Kasus-Kasus Perbankan melalui mediasi tercantum
dalam http://www.bi.go.id, diakses tgl 24 Maret 2023
4
Tiur Tamara,2008, Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank
Dengan Nasabah Dalam Rangka Perlindungan Nasabah. Thesis Universitas Indonesia. Hal 7
Pada Pasal 29 Undang-Undang OJK mengatur terkait pelayanan pengaduan
konsumen yang meliputi:

1. Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan


Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;
2. Membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di
Lembaga Jasa Keuangan; dan
3. Memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh
pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.

Dengan demikian terdapat perubahan dalam , fungsi, tugas dan wewenang


pengaturan dan pengawasan termasuk kegiatan mediasi perbankan dialihkan dari BI
ke OJK. Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan peneletian lebih
lanjut mengenai penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi setelah
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan.

II. METODE PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif dimana penelitian
dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
mediasi sebagai penyelesaian sengketa perbankan setelah dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Metode pendekatan yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode


Kepustakaan (library research). Diaman penelitian ini dilakukan dengan mencari
bahan-bahan yang diperoleh melalui buku-buku, jurnal, internet, serta peraturan
perundang-undangan dan ketentuan- ketentuan yang berhubungan dengan masalah
yang dibahas.
Jika dilihat dari bahan hukumnya, maka penulisan ini memggunakan berbagai
sumber hukum yang terkait, yaitu:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan, seperti peraturan Bank Indonesia , Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan lainnya.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan- bahan yang memberikan penjelasan,
terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal, artikel, serta
internet yang terkai dengan topik permasalahan.
3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer maupun sekunder seperti kamus dan
ensiklopedia.

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


A. Pengaturan Mediasi sebagai Penyelesaian Sengketa Perbankan
Penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi pada awalnya dilakukan
oleh Bank Indonesia, dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.
8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, kemudian dirubah dengan PBI No.
10/1/PBI/2008. Pengaturan tentang Mediasi Perbankan tersebut, karena perbankan
masih menjadi bagian dari kewenangan pengaturan dan pengawasan oleh Bank
Indonesia, kemudian beralih menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan di dalam
pengaturan dan pengawasan perbankan.

Dalam pengaturan Undang-Undang Bank Indonesia (PBI) No. 8/5/PBI/2006


tentang Mediasi Perbankan, yang kemudian dirubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008.
Pengaturan tentang cara penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi perbankan
oleh Bank Indonesia tersebut, dalam implementasinya dianggap tidak berjalan seperti
yang diharapkan. makadari itu dikeluarkanlah peraturan baru sehingga diharapkan
penyelesaian sengketa melalui mediasi tersebut menjadi lebih baik.

Abdul Ghifur Anshori menjelaskan bahwa: “Mediasi sebagai lembaga hukum


berdasarkan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan akan diinstitusionalkan
melalui pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Independen (LMPI) yang
sedianya akan dibentuk pada tanggal 21 Desember 2007 dan untuk sementara
fungsinya dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Sampai tenggat waktu yang diberikan
ternyata pembentukan LMPI belum dapat dilaksanakan sehingga kemudian
dikeluarkan PBI No. 10/1/PBI/2008 yang merupakan perubahan atas PBI No.
8/5/PBI/2006”.5

5
Abdul Ghofur Anshori, 2009 ,Hukum Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008), Refika Aditama,
Bandung, hal.110
Ketentuan mengenai pengaturan Bank Indonesia No:8/5/PBI/2006, Pasal (1)
angka 5 menyebutkan bahwa mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang
melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai
penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap Sebagian ataupun seluruh
permasalahan yang disengketakan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam akta
kesepakatan yaitu dokumen tertulis yang memuat kesepakatan yang bersifat final dan
mengikat nasabah dan Bank. Sedangkan mediator adalah pihak yang tidak memihak
dalam membantu pelaksanaan mediasi.

Kemudian dalam Pasal 3 ayat (4) PBI Mediasi Perbankan menyatakan bahwa,
sepanjang lembaga Mediasi perbankan independen belum dibentuk, fungsi mediasi
perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Namun, sampai pada tahun 2008
lembaga mediasi perbankan independen yang diamanatkan PBI Mediasi Perbankan
belum juga terbentuk. Hal ini memaksa Bank Indonesia untuk mengamandemenkan
PBI Mediasi Perbankan.

Kemudian dengan beralihnya tugas, fungsi dan kewenangan mengatur dan


mengawasi perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan karena
berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
beralih pula kelembagaan yang berfungsi mengatur dan mengawasi perbankan,
termasuk dan terpenting di antaranya ialah pengaturan tentang penyelesaian sengketa
perbankan.

Menurut Pasal 6 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa


Keuangan, disebutkan bahwa “Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga


Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. 6

Kemudian dijelaskan pulang mengenai wewenang OJK meliputi :

6
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 6)
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan

b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;7

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas


Jasa Keuangan maka jelas tanggung jawab apabila terjadi sengketa perbankan serta
penyelesaiannya termasuk peyelesaian sengketa melalui mediasi di ambil alih oleh
Otoritas Jasa Keuangan, walaupun peraturan mengenai OJK ini tidak mencabut
keberlakuan dari peraturan Bank Indonesia selama tidak bertentangan dengan
peraturan OJK. Kemudian OJK menerbitkan beberapa peraturan pelaksananya yaitu:

1. Peraturan OJK No. 1/PJOK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen


Sektor Jasa Keuangan.
2. Peraturan OJK No. 1/PJOK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaia Sengketa.
3. Surat Edaran OJK No. 2/SJOK.2017/2014 tanggal 14 Februari 2014
tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku
Usaha Jasa Keuangan.

Berdasarkan peraturan- peraturan yang berlaku dalam proses penyelesaian


sengketa antar bank dengan konsumen terbagi kedalam dua tahapan yaitu pengaduan
konsumen tetap pada bank dan tahapan pada penyelesaian sengketa melalui OJK.

B. Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Mediasi Setelah Dikeluarkannya


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan pada tanggal 31 Desember 2012 maka fungsi, tugas, dan wewenang pada
Lembaga jasa keuangan di dunia perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Maka kaitannya dalam perlindungan konsumen dan
masyarakat dibidang keuangan, baik Bank maupun non Bank mewajibkan adanya
devisi pengaduan konsumen yang efektif dan mulai berlaku pada bulan Agustus 2014.

7
Adistya Dinna, 2017, Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Mediasi Menurut Uu Nomor 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017, hal 68
Pengaturan mengenai Pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa terdapat dalam Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 1/POJK.07/2014, yang menyatakan bahwa “ Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang ditetapkan oleh OJK meliputi Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang: 8

a. Mempunyai layanan penyelesaian sengketa paling kurang berupa:

1). Mediasi;

2). Ajudikasi; dan

3). Arbitrase.

b. Mempunyai peraturan yang meliputi:

1). Layanan penyelesaian sengketa;

2). Prosedur penyelesaian sengketa;

3). Biaya penyelesaian sengketa;

4). Jangka waktu penyelesaian sengketa;

5).Ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi mediator,


ajudikator dan arbiter; dan

6). Kode etik mediator, ajudikator dan arbiter;

c. Menerapkan prinsip aksebilitas, independensi, keadilan, dan efisiensi dan


efektivitas dalam setiap peraturannya;

d. Mempunyai sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan


penyelesaian sengketa; dan

e. Didirikan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi


dan/atau didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi self regulatory
organization.

8
Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor
Jasa Keuangan (Pasal 4) diakses pada tanggal 25 maret 2023.
Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat bahwa peraturan OJK
mengamanatkan pembentukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di sektor
perbankan. Tidak hanya untuk melayani mediasi perbankan, tapi juga memiliki
penyelesaian sengketa lainnya seperti ajudikasi, dan arbitrase. Penyelesaian sengketa
ini menerapkan prinsip aksesibilitas, indenpendensi, keadilan, efisiensi, serta
efektifitas. Yang mana diharapkan akan meningkatkan kepercayaan nasabah kepada
Bank.

Mediasi dalam perbankan baru terlaksana apabila tahap dalam pengaduan


konsumen yang bersengketa tidak dapat diselesaikan oleh pihak Bank, maka
konsumen dapat mengajukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa dalam sektor perbankan. Terjadinya sengketa para
pihak memberikan pilihan kepada masing-masing pihak untuk memilih cara yang
akan digunakan untuk memecahkan masalah dari sengketa yang terjadi. Masing-
masing pihak dapat memilih penyelesaian sengketa yang diambil bisa melalui
pengadilan ataupun diluar pengadilan , penyelesaian sengketa melalui pengadilan
umunya diambil berdasarkan inisiatif dari salah satu pihak. Sedangkan penyelesaian
sengketa diluar pengadilan hanya dapat ditempuh oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan yang diambil oleh para pihak, salah satunya adalah melalui mediasi.
Mediasi sebagaimana yang disebutkan pada pasal 4 peraturan PJOK adalah cara
penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang ditunjuk para pihak yang
bersengketa untuk menjatuhkan putusan atau sengketa yang timbul diantara pihak
yang maksud.

Gary Goodpaster dalam bukunya mengatakan bahwa mediasi sebagai proses


negosisasi pemecahan masalah yaitu bahwa pihak luar yang tidak memihak
(impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu
mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. 9

Lembaga yang menaungi mediasi dijelaskan dalam pasal 1 ayat (2) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No 1/PJOK.07/2014 tentang lembaga alternatif penyelesaian
sengketa diluar pengadilan (LAPS). Pada dasarnya OJK dapat memfasilitasi
penyelesaian sengketa yang diajukan oleh konsumen. OJK menetapkan kebijakan

9
Gary Goopaster, 1993,Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian
Sengketa Melalui Negosiasi, ELIPS Project, Jakarta, hal. 201.
bahwa setiap sektor jasa keuangan memiliki satu LAPS. Lembaga ini dibutuhkan
apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian sengketa antara Bank dan konsumen.
Kemudian dalam pasal 2 mengatakan bahwa : “ pengaduan wajib diselesaikan
terlebih dahulu oleh Lembaga Jasa Keuangan”.

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)


menjalankan fungsinya sebagai mediator dalam mediasi perbankan setelah menerima
terlebih dahulu pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah, kemudian lembaga
yang berwenang tersebut melalukan panggilan kepada bank yang bersangkutan untuk
melakukan klarifikasi terkait dengan pokok dari permasalahan yang dilaporkan
tersebut oleh nasabah. Kemudia apabila telah terjadi kesepakatan mengeenai
penyelesaian sengketa yang diinginkan barulah LAPSPI memanggil kedua belah
pihak dan menjelaskan tatacara penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan.
Apabila prosedur mediasi telah di disepakati oleh kedua belah pihak sebagai upaya
dari penyelesaian sengketa yang diajukan, maka terlebih dahulu kedua belah pihak
menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate).

Dalam melaksanakan fungsi dari mediasi, maka OJK menunjuk seorang


medator dari LAPSI. Yang mana mediator yang ditunjuk adalah pegawai dilingkingan
Bank Indonesia yang berpengalaman dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan. Pelaksanaan mediasi perbankan sampai penandatanganan akta
kesepakatan membutuhkan waktu 30 hari kerja yaang dimulai dari penandatanganan
perjanjian mediasi yang difasilitasi oleh OJK, dan dapat di perpanjang sampai 30 hari
kerja berikutnya sesuai dengan Pasal 45 Peraturan OJK No. 1/PJOK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Mediator dalam mediasi adalah memberikan jasa penawar terhadap dasar-


dasar penyelesaian sengketa tetapi mediator tidak memberikan putusan atau pendapat
terhadap sengketa yang berlangsung. 10
seorang mediator tidak memiliki kewenangan
untuk memberikan ataupun memaksakan solusi atas sengketa. 11

Unsur- unsur yang terkandung dalam mediasi adalah:

1. Sebuah proses penyelesaian sengketa yang berdasarkan perundingan.

10
John Daniel Et Al, 1983, Law For Bussunes, Irwin Homewood Illinois, Hal.21
11
Geri goodpaster, 1999, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Elips, hal 241
2. Pihak ketiga netral yang disebut sebagai pihak yang diterima dan terlibat
oleh para pihak yang bersengketa atau disebut sebagai mediator.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian atas sengketanya.
4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
prosesp erundingan berlangsung.
5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan
yang dapat diterima pihak-pihak yang bersangkutan guna penyelesaian
sengketa.

Kemudian apabila telah terjadi kesepakatan dalam proses mediasi tersebut


maka kesepakatan antara nasabah dengan Bank yang dihasilkan dari proses mediasi
kemudian dituangkan dalam Akta kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak dengan demikian tahapan mediasi berakhir. Akta yang telah ditandatangani
oleh kedua belah pihak tersebut bersifat final dan mengikat, maka tidak dapat
diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang.

Adapun sisi kemanfaatan yang diambil dari adanya langkah mediasi atau
lembaga mediasi sebagai pilihan penyelesaian permasalahan atau sengketa-sengketa
perbankan. Yang mana mediasi perbankan mampu membantu mencarikan jalan keluar
atau alternatif penyelesaian sengketa atas sengketa yang timbul di antara para pihak
yang disepakati dan dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.

Dalam proses Mediasi ditekankan bahwasanya yang hendak dicapai bukanlah


mencari kebenaran dan atau dasar hukum yang diterapkan namun lebih kepada
penyelesaian masalah secara tuntas diantara para pihak. Melalui proses mediasi
diharapkan dapat dicapai terjalinnya komunikasi yang lebih baik di antara para pihak
yang bersengketa. Menjadikan para pihak yang bersengketa dapat mendengar,
memahami alasan, penjelasan, argumentasi, yang menjadi dasar pertimbangan pihak
yang lain. Adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengarungi rasa marah
atau bermusuhan antara pihak yang satu dengan yang lain, yang dalam kontek ini
antara pihak bank dan nasabah.

IV. PENUTUP
Penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melalui pihak ketiga yang ditunjuk para pihak yang bersengketa untuk
menjatuhkan putusan atau sengketa yang timbul diantara pihak yang maksud.
Penyelesaian sengketa perbankan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan teirkait dengan tanggung jawab apabila
terjadi sengketa perbankan serta penyelesaiannya termasuk peyelesaian sengketa
melalui mediasi di ambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan, walaupun peraturan
mengenai OJK ini tidak mencabut keberlakuan dari peraturan Bank Indonesia selama
tidak bertentangan dengan peraturan OJK. OJK menetapkan kebijakan bahwa setiap
sektor jasa keuangan memiliki satu lembaga alternafir penyelesaian sengketa
perbankan indonesia (LAPS), penyelesaian sengketa melalui mediasi yang dilakukan
oleh LAPSPI tidak jauh berbeda dengan mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank
Indonesia, tetapi yang berbeda hanya fungsi pengawasannya yang dipegang oleh OJK.

Mengingat keberadaan dari peraturan mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


dalam bidang perbankan dan tidak dicabutnya keberlakuan dari peraturan Bank
Indonesia (BI), maka seharusnya ada regulasi yang secara tegas menyatakan tidak
berlakunya peraturan dari Bank Indonesia. Agar terdapat kepastian terhadap hal-hal
yang mejadi tugas dan wewenang dari Otoritas Jasa Keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori Abdul Ghofur, 2009 ,Hukum Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008), Refika
Aditama, Bandung.
Djumhana Muhammad, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra,
Bandung.
Goopaster Gary, 1993,Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian
Sengketa Melalui Negosiasi, ELIPS Project, Jakarta.
Muhammad Abdul Khadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, , PT, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Soekanto Soerjono, Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

JURNAL

Adistya Dinna, Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Mediasi Menurut Uu Nomor 21


Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lex et Societatis, Vol. V/No.6 Agustus
2017
Albertus Bambang Sulaksmono, Penyelesaian Alternatif Sengketa Perbankan Pasca Beralih
Kewenangan Bank Indonesia Ke Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Private Law ,Vol II
No. 5, Juli 2014.
Andika Persada Putra, Enyelesaian Sengketa Perbankan Dengan Mediasi, Vol 28, No 1,
Jurnal Yuridika , Januari 2013.

Kadek Agus Sudiarawan, Kedudukan Lembaga Mediasi Perbankan Sebagai Pilihan


penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah Perbankan Indonesia, Vol 1, No. 1,
, jurnal analisis hukum, April 2018.
Muhammad Kholid, Nyelesaian Sengketa Perbankan Pasca Keluarnya Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Uinsgd, Vol 10 No.
1, Juni 2016
Rini Winarsih, Telaah Mediasi Sengketa Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Vol.9. No. 1, Jurnal Yusticia Fakultas Hukum Universitas
Darul’ Ulun , Agustus 2020.
Tiur Tamara,2008, Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara
Bank Dengan Nasabah Dalam Rangka Perlindungan Nasabah. Thesis Universitas
Indonesia.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan


Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan Yang Telah
Diubah Dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor :10/1/PBI/2008
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/PJOK.07.2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/PJOK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai