Anda di halaman 1dari 5

TINDAK PIDANA BERKAITAN DENGAN RAHASIA BANK

A. Pembukaan Rahasia Bank dalam Tindak Pidana Korupsi

Bank yang merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara dan
dalam era globalisasi sekarang ini bank telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem
pembayaran dunia.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara, dalam Pasal 1 dan Pasal 2, diuraikan
tentang “kerugian keuangan negara“ yaitu: Hilang atau berkurangnya sesuai baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
akibat perbuatan sengaja melawan hukum dalam bentuk:

a. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan/atau kepentingan umum;

b. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah 1

pengecualian pihak-pihak serta kepentingan tertentu untuk mendapatkan keterangan yang wajib
dirahasiakan mengenai nasabah bank :

1) bagi pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;

2) bagi pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
(BUPLN/PUPN) untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN;

3) bagi polisi, jaksa atau hakim untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana;

4) bagi pengadilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;

5) bagi bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;

6) bagi pihak lain yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan atas permintaan, persetujuan atau kuasa
Nasabah Penyimpan;

7) bagi ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal
dunia2.

Di samping 7 (tujuh) pihak tersebut di atas, masih terdapat pihak-pihak lain yang dapat
dikecualikan dari ketentuan rahasia bank, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Akuntan Publik, dan
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Namun karena adanya kondisi khusus pengaturan bagi
pengecualian terhadap pihak-pihak tersebut, terutama berkenaan dengan BPK dan Bapepam, maka akan
dibahas tersendiri dalam bagian Pengecualian Bagi BPK dan Bapepam. Selanjutnya dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin
Tertulis Membuka Rahasia Bank, disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa pada prinsipnya pihak bank
wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan
1
Hernold Ferry Makawimbang. Kerugian Keuangan Negara. Dalam Tindak Pidana Korupsi, Suatu Pendekatan
Hukum Progresif. Thafa Media. Yogyakarta 2014. hal. 13
2
Pasal 41 UU Nomor 10 Tahn 1998 tentang Perbankan
dan Simpanan Nasabah. Namun demi kepentingan pembuktian maka dalam Pasal 2 ayat (4) huruf c,
menyebutkan apabila untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, maka rahasia bank dapat di
periksa dalam rangka penyidikan dalam tindak pidana korupsi.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, yakni perbuatan pidana yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A.
Dengan adanya ketentuan ini berarti bank dan pihak terafiliasi bukan saja bertanggung jawab untuk tidak
mengungkapkan rahasia bank kepada pihakpihak yang tidak berwenang, melainkan juga bertanggung
jawab untuk memberikan keterangan mengenai rahasia bank bilamana telah dipenuhi syarat-syarat dan
prosedur pengecualian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

B. Akibat Pembukaan Rahasia Bank

dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU
No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal
tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana
karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

1) Kerugian keuangan negara

2) Suap-menyuap

3) Penggelapan dalam jabatan

4) Pemerasan

5) Perbuatan curang

6) Benturan kepentingan dalam pengadaan.

7) Gratifikasi

Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak
pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No.31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi itu adalah:

1) Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi

2) Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar

3) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka

4) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5) Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan palsu

6) Saksi yang membuka identitas pelapor.

akibat Pembukaan Rahasia Bank terutama hubungannya antara nasabah dengan bank
merupakan bagian dari rahasia bank dan itu adalah salah satu bagian yang dilindungi hukum
kerahasiaan. Dengan demikian bila terjadi pembocoran atau pembukaan informasi serta melawan
hukum atau menyalahgunakan informasi tersebut maka ketentuan hukum dapat dikenakan
kepada si pelaku pembocoran atau penyalahgunaan informasi tersebut.

TINDAK PIDANA BERKAITAN DENGAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN BANK

Pada dasarnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-
kurangnya satu tahun sekali setiap bank. Disamping itu, pemeriksaan dapat dilakukan setiap waktu jika
dipandang perlu untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya
penyimpangan dari praktek perbankan yang sehat. Terhadap keuangan negara yang dikelola oleh bank,
BPK dapat melakukan pemeriksanaan pada bank.

Pola pembinaan dan pengawasan terhadap bank yang lazim dilakukan dalam dunia bisnis perbankan
dikaitkan dengan kelembagaannya, pada saat ini dalam dunia bisnis perbankan, dikenal ada tiga pola. 3

Pengawasan Bank adalah merupakan proses pemeriksaan dan monitoring untuk menjamin pelaksanaan
aturan mengenai pasar serta aturan prudensial industri perbankan untuk memelihara kesehatan industri
tersebut. Pemeriksaan itu dapat bersifat administratip, yakni untuk sekedar memenuhi aturan formal.
Dilain pihak, pemeriksaan juga bersifat antisipatip, yakni menganalisis kemungkinan kejadian dimasa
depan berdasarkan fakta yang tersedia hingga masa kinI.

Pemeriksaan bank dapat dibedakan antara pemeriksaan internal dan eksternal. Pemeriksaan internal itu
dilakukan oleh : (a) pemilik bank, (b) pimpinan usaha bank dan (c) deposan. Pemilik memiliki
kepentingan untuk mencegah terjadinya erosi modal investasi mereka dan mengupayakan agar modal
investasi tersebut memberikan balas jasa yang sebesar-besarnya. Pimpinan usaha bank digaji untuk
memelihara kesehatan bank sebagai badan usaha. Untuk mencegah erosi deposito mereka, deposan
menuntut kebenaran laporan keuangan bank. Dalam kaitan ini, hanya dibahas mengenai pengawasan
eksternal yang dilakukan pada industri perbankan. Selama ini, pembinaan dan pengawasan (eksternal)
bank di Indonesia adalah dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Tanggung jawab Bank
Indonesia semakin meluas karena pembinaan dan pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun
lembaga keuangan non-bank dialihkan kepada bank sentral setelah Pakto. Tadinya, pembinaan dan
pengawasan bank sekunder dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia sedangkan pembinaan dan
pengawasan lembaga keuangan non-bank diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan,
Departemen Keuangan.

3
Ibid, 21-26.
Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank diatur dalam pasal 48 ayat (1)
dan ayat (2). Selain yang diatur dalam UU Perbankan, tindak pidana di bidang perbankan juga berkaitan
dengan bidang lainnya sehingga perlu adanya suatu pengaturan khusus untuk bisa mengikuti perjalanan
tindak pidana di bidang perbankan, untuk kemudian menanggulanginya.

PENGATURAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN BANK

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Bank Indonesia sebagai otoritas pembina dan
pengawas perbankan di Indonesia mempunyai wewenang melakukan pembinaan dan pengawasan bank
yang salah satunya melakukan penilaian tingkat kesehatan bank. Untuk dapat melaksanakan wewenang
tersebut, diperlukan peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum bagi Bank Indonesia, yaitu :

a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia (LN. Tahun 1999 Nomor 66).

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 berikut penjelasannya,
Bank Indonesia diberi tugas untuk memajukan perkembangan yang sehat dari urusan perbankan serta
menjaga kepentingan masyarakat yang mempercayakan uangnya kepada bank-bank.

Selanjutnya dalam Pasal 15 s/d 23 UU No.23/1999 jo UU No.3 Tahun 2004, antara lain ditetapkan bahwa
Bank Indonesia membina perbankan dengan jalan :

· Memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan
clearing antar bank;

· Menetapkan ketentuan-ketentuan umum tentang solvabilitas dan likuiditas bank-bank;

· Memberikan bimbingan kepada bank-bank guna penatalaksanaan bank secara sehat.

Untuk menilai tingkat kesehatan bank, maka Bank Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 28
meminta laporan yang dianggap perlu dan mengadakan pemeriksaan terhadap segala aktivitas bank-
bank guna mengawasai pelaksanaan ketentuan yang telah dikeluarkan dalam bidang perbankan seperti
tercantum dalam pasal 29 dan pasal 30. b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah
diperbaharui dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472). Sejalan dengan Undang-Undang No.23 Tahun 1999,
maka Undang-Undang No.10 Tahun 1998 memberikan wewenang dan kewajiban bagi Bank Indonesia
untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik
yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk dan nasehat, bimbingan dan
pengarahan, maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan
perbaikan, sehingga pada akhirnya Bank Indonesia dapat menetapkan arah pembinaan dan
pengembangan bank baik secara individual maupun secara keseluruhan. Dalam UU N0. 10 Tahun 1998,

pada Pasal 29 (perubahan), ditetapkan bahwa : (1). Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan
oleh Bank Indonesia. (2). Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain
yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-
hatian.

Anda mungkin juga menyukai