Anda di halaman 1dari 11

Otoritas Jasa Keuangan

DISUSUN OLEH :

Indah Faridz Novia Safitri

A1B019141

Manajemen D

UNIVERSITAS MATARAM
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan atau yang lebih dikenal dengan sebutan OJK berdasarkan Pasal 1
Angka 1 Undang – Undang Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang – undang
Otoritas Jasa Keuangan tersebut. Pendorong dibentuknya lembaga pengawas sektor jasa
keuangan yang salah satunya Otoritas Jasa Keuangan yakni untuk sektor jasa keuangan yang
bekerja secara efisien sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masa sekarang. Oleh sebab itu
berdasarkan Pasal 4 Undang – Undang Otoritas
Jasa Keuangan tujuan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ini dipertegas yakni agar
keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
Tugas Otoritas Jasa Keuangan dilihat berdasarkan Pasal 6 Undang – Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa :
“Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian,Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.”
Pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan
dilaksanakan berdasarkan beberapa kewenangan yang diatur pada Pasal 8 dan Pasal 9 Undang –
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan pasal 9 huruf c
dalam pelaksanaan tugas pengawasan Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk melakukan
perlindungan Konsumen terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan
jasa keuangan di sektor jasa keuangan.
Berdasarkan Penjelasan Umum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013
tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, tujuan dari perlindungan Konsumen di
sektor jasa keuangan yakni untuk menciptakan sistem perlindungan Konsumen yang andal,
meningkatkan pemberdayaan Konsumen, dan menumbuhkan kesadaran Pelaku Usaha Jasa
Keuangan mengenai pentingnya perlindungan Konsumen sehingga mampu meningkatkan
kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan. Salah satu kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan jika melihat berdasarkan Pasal 29 Undang – Undang Otoritas Jasa Keuangan yakni
Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan untuk melakukan layanan aduan Konsumen,
sehingga sehubungan dengan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan tersebut maka penerimaan
pengaduan Konsumen lebih lanjut telah diatur di dalam Pasal 39 Ayat (3) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan.
Pada Januari hingga Juli 2016, persoalan yang paling banyak dikeluhkan Konsumen adalah
di sektor perbankan dan industri keuangan non-bank . Adapun jumlah aduan yang dicatat oleh
Layanan Nasabah Keuangan Otoritas Jasa Keuangan, terdapat 2.042 aduan atau 53% aduan dari
sektor perbankan yang mana ini merupakan jumlah aduan terbanyak. pasar modal 118 aduan
atau 3% dan sektor lain ada 141 aduan atau 4%. Aduan yang paling sering dikeluhkan oleh
nasabah dari sektor perbankan adalah mengenai restrukturisasi kredit yang mana terkait
dengan kredit bermasalah dan barang atau sertipikat yang dijaminkan oleh nasabah ke bank
dalam proses mendapatkan pinjaman.
Melihat dari banyaknya aduan yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan, tentunya
diperlukan adanya peraturan yang mumpuni untuk melindungi kepentingan Konsumen
khususnya mengenai pengaduan Konsumen. Berdasarkan aturan yang ada yakni Undang –
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
memang tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan sudah dapat memberikan perlindungan
terhadap Konsumen dan dapat dikatakan sudah mumpuni, hanya saja masih terdapat
kelemahan di dalam aturan tersebut salah satunya adalah tidak adanya aturan mengenai jangka
waktu pemberian tanggapan untuk penindaklanjutan penyelesaian aduan yang diberikan
Konsumen terhadap Otoritas Jasa Keuangan, sehingga hal tersebut memunculkan adanya
ketidakpastian dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi kepentingan dari Konsumen.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini
yaitu bagaimanakah pengaturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013
tentang Perlindungan Konsumen pada permasalahan e-banking Sektor Jasa Keuangan ditinjau
dari tujuannya untuk memberikan perlindungan kepada Konsumen ?
PEMBAHASAN

OJK adalah lembaga yang berperan menyelenggarakan sistem dan pengawasan terhadap
seluruh kegiatan di sektor keuangan. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan yang ada di sektor
perbankan, pasar modal, hingga sektor jasa keuangan non bank seperti asuransi, dana pensiun,
lembaga pembiyaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas utama dari OJK adalah melakukan
pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:


a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:
Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank;
Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas
di bidang jasa;
Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit,
rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan
kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan
standar akuntansi bank;
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko;
tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian uang; dan pencegahan
pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan bank.
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
• Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
• Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
• Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
lembaga jasa keuangan;
• Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:
Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
• Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau pihak tertentu;
• Melakukan penunjukan pengelola statuter;
• Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
• Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
• Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,
pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
Dunia perbankan telah mengalami perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi
yang sangat pesat. Perkembangan teknologi informasi telah membawa banyak perubahan
dalam kehidupan manusia, salah satunya dalam bidang industri perbankan. Adapun salah satu
bentuk kemajuan teknologi informasi tersebut adalah internet. Sehingga muncullah istilah
electronic banking yang menggunakan internet yang merupakan salah satu layanan perbankan
tanpa cabang berupa fasilitas yang akan memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi
perbankan seperti pengecekan informasi rekening, transfer maupun pembayaran yang
kesemuanya dilakukan secara online melalui media elektronik e banking sehingga nasabah tidak
perlu datang langsung ke kantor cabang bank.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bank dalam meyelenggarakan layanan
berbasis internet, dapat menggunakan pihak ketiga selaku penyedia jasa teknologi informasi.
Dalam halterjadi kerusakan komponen penyelenggara e-banking disebabkan oleh pihak ketiga
tersebut, maka pertanggungjawaban terhadap penyedia jasa teknologi informasi tersebut
dapat berdasarkan hukum perjanjian.
Ditinjau berdasarkan teori tanggung jawab hukum, dalam kaitannya dengan kerugian yang
dialami oleh konsumen perbankan akibat penggunaan e-banking, OJK berupaya dalam
menyelesaikan sengketa antara pihak bank dengan konsumen perbankan (nasabah).
Penyelesaian sengketa tersebut terbagi menjadi 2 (dua) yaitu penyelesaian sengketa yang
dilakukan di internal lembaga jasa keuangan (internal dispute resolution) dan penyelesaian
melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa (external dispute resolution). Langkah
pertama penyelesaian sengketa konsumen perbankan secara internal dispute resolution adalah
pelayanan pengaduan konsumen sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pihak bank
terlebih dahulu menyelesaikan pengaduan dari nasabah. Apabila penyelesaian tersebut tidak
berhasil, maka konsumen dapat memilih proses penyelesaian sengketa melalui jalur external
dipute resolution dengan mengajukan permohonan fasilitas dari OJK dan memilih untuk
menggunakan jalur litigasi atau non litigasi. Dalam jalur litigasi, OJK dapat berperan sebagai
pendamping hukum (legal standing), sedangkan dalam jalur nonlitigasi atau melalui jalur
Lembaga Alternatif Sengketa OJK berperan sebagai fasilitator. Apabila jalur Lembaga Aternatif
Sengketa juga tidak menemukan penyelesaian, maka OJK akan melakukan guggatan ganti
kerugian untuk mengembalikan kerugian yang diderita oleh konsumen.
OJK memberikan perlindungan hukum represif kepada konsumen yang mengalami kerugian
yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa baik melalui internal bank dengan Pelayanan
Pengaduan Nasabah maupun secara eksternal yaitu melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa (LAPS) dan gugatan ganti kerugian oleh OJK.
1. Pelayanan Pengaduan Nasabah
Pasal 29 UU OJK telah mengatur perihal Pelayanan Pengaduan Nasabah. Pelayanan
Pengaduan Nasabah merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa melalui internal Bank
(Internal Dispute Resolution) dengan pengajuan pengaduan kepada Financial Customer Care
(FCC) Otoritas Jasa Keuangan. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014
tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan
mendefinisikan Penanganan Pengaduan yaitu meliputi pelayanan dan penyelesaian pengaduan
di sektor jasa keuangan. Pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan dari konsumen yang
memakai jasa keuangan yang disebabkan adanya kerugian dan/atau potensi kerugian yang
disebabkan kesalahan atau kelalaian Lembaga Jasa Keuangan. Konsumen yang ingin
menyampaikan pengaduan kepada OJK harus terlebih dahulu menyampaikan pengaduan pada
Bank yang bersangkutan.
Pihak bank akan menanggapi pengaduan tersebut secara internal sesuai dengan jangka
waktu yang diatur dalam POJK. Apabila belum dapat diselesaikan maka konsumen dapat
melakukan pengaduan ke OJK. Setelah bank menawarkan upaya untuk menyelesaikan
pengaduan konsumen, konsumen berhak untuk menerima ataupun tidak menerima
penyelesaian tersebut. Apabila konsumen tidak menerima penyelesaian dari bank, maka
konsumen dapat menyelesaikan sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
(LAPS) atau meminta permohonan fasilitasi penyelesaian sengketa. Dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
Keuangan mengatakan Lembaga Penyelesaian Sengketa adalah lembaga yang menyelesaikan
sengketa di luar pengadilan dengan layanan penyelesaian sengketa paling kurang berupa,
mediasi, ajudikasi, dan arbitrase yang dibentuk oleh bank yang dikoordinasi oleh asosiasi
perbankan, misalnya Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Himpunan Bank Milik Negara
(Himbara), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank
Pembangunan Daerah (Asbanda), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), dan Asosiasi
bank Asing Indonesia. Sedangkan dalam permohonan fasilitasi penyelesaian sengketa kepada
OJK, sesuai dengan ketentuan Pasal 45 POJK 1/2013, proses fasilitasi dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 30 hari kerja sejak konsumen dan bank menandatangani perjanjian fasilitasi.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari kerja berikutnya berdasarkan
kesepakatan konsumen dan bank.
2. Gugatan Ganti Kerugian
Ganti kerugian oleh OJK merupakan penyelesaian sengketa melalui lembaga-lembaga
di luar pihak-pihak yang bersengketa (External Dispute Resolution). Dalam Pasal 30 UU OJK
memandatkan kepada OJK untuk berperan aktif dalam menyelesaikan sengketa konsumen.
Gugatan Ganti Kerugian oleh OJK bermula dari sengketa antara konsumen dengan pihak bank
yang tidak dapat diselesaikan melalui Pelayanan Pengaduan Nasabah. OJK sendiri memberikan
pembelaan hukum kepada konsumen dengan bentuk pendampingan kepada konsumen dalam
proses hukum. Dalam pendampingan konsumen OJK tidak harus menjadi kuasa hukum
konsumen tetapi dapat berupa rekomendasi atau berdasarkan tindakan- tindakan lain
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Gugatan Ganti Kerugian yang diberikan oleh OJK semata-
mata dilakukan untuk mengembalikan kerugian yang diderita oleh konsumen. Jadi, dalam hal
konsumen memilih untuk memakai jalur litigasi dalam menyelesaikan sengketanya, OJK hanya
dapat berperan sebagai yang mendampingi saat persidangan. Namun apabila kasus tersebut
sudah diputus di persidangan, OJK tidak memiliki kewenangan dalam pelaksanaan eksekusinya.
KESIMPULAN

Pelaksanaan tanggung jawab OJK terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat
penggunaan layanan e-banking adalah dapat melakukan pendampingan bagi konsumen dan
sebagai fasilitator dalam rangka melakukan gugatan ganti kerugian terhadap bank dengan jalan
eksternal dispute resolution, baik melalui litigasi maupun non litigasi.
DAFTAR PUSTAKA

http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1484123&val=11481&title=PERAN
%20OTORITAS%20JASA%20KEUANGAN%20DALAM%20PERLINDUNGAN%20KONSUMEN
%20ELECTRONIC%20BANKING%20PADA%20PT%20BANK%20RAKYAT%20INDONESIA
%20PERSERO%20TBK%20CABANG%20SIGLI

https://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/pages/tugas-dan-fungsi.aspx

https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2020/11/19/132540469/ojk-
tujuan-pembentukan-tugas-fungsi-dan-wewenangnya

http://e-journal.uajy.ac.id/12196/1/HK113021.pdf

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan

https://accurate.id/ekonomi-keuangan/fungsi-otoritas-jasa-keuangan/

Anda mungkin juga menyukai