Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TERSTRUKTUR

1. Peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan adalah:
 Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia
dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan
berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak
langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui
penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan
kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan
stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut
inflation targeting framework.
 Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga
perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang
dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk
mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan
perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum
(law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-
negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang
kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan
untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong
kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor
perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur
Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
 Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu
peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang
cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut
dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga
menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan
mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran
yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem
pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real
Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan
sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia
memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam
sistem pembayaran.
 Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam
stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia
dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan
(potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset,
Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential
untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan
tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor
keuangan.
 Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam
mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.
Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal
maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah
likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada
kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami
kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk
membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank
Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu,
pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.

2. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi


terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sementara berdasarkan
pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas utama dari OJK adalah melakukan pengaturan
dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan,
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal,
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:
a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang
meliputi:
i. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank,
ii. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa,
iii. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan
kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit
(credit testing); dan standar akuntansi bank,
iv. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
a) manajemen risiko
b) tata kelola bank
c) prinsip mengenal nasabah
d) anti-pencucian uang
e) pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan
f) pemeriksaan bank.
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non Bank) meliputi:
i. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK,
ii. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan,
iii. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK,
iv. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu,
v. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada lembaga jasa keuangan,
vi. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban,
vii. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:
i. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan,
ii. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif,
iii. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan
atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,
iv. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau
pihak tertentu,
v. Melakukan penunjukan pengelola statute,
vi. Menetapkan penggunaan pengelola statute,
vii. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan,
viii. Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan
melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran dan penetapan lain.

3. a. Produk bank Konvensional:


1) Tabungan
Produk keuangan ini merupakan kegiatan operasional bank yang paling dikenal
oleh masyarakat. Tabungan tidak hanya terdiri atas satu produk, namun kini telah
berkembang menjadi banyak jenis, mulai dari tabungan rencana, tabungan haji,
tabungan berjangka, dan lain sebagainya.
2) Giro
giro adalah salah satu produk perbankan berupa simpanan dari nasabah
perseorangan ataupun badan usaha dalam rupiah ataupun mata uang asing.
Menurut peraturan, penarikan giro dapat dilakukan kapan saja, selama jam kerja,
dengan menggunakan warkat cek dan bilyet giro. Semua warga negara Indonesia
dan warna negara asing serta badan usaha dan institusi lain yang sah menurut
hukum yang berlaku dapat membuka rekening giro.
3) Deposito
Deposito merupakan salah satu produk simpanan yang disediakan perbankan
untuk nasabahnya selain tabungan. Meski sama-sama simpanan, deposito dan
tabungan bukan produk bank yang sama. Deposito adalah salah satu bentuk
investasi yang ditawarkan bank.
4) Kredit
Setiap kredit memiliki karakteristik yang tidak pernah terlepas, yakni ada jangka
waktu, suku bunga yang telah disepakati, cara pembayaran, jaminan, biaya
administrasi, sampai asuransi jiwa dan tagihan yang dibuat sebagai antisipasi jika
terjadi kredit macet atau peminjam meninggal dunia. Semua karakteristik itu
dibuat untuk memaksimalkan manfaat yang bisa diperoleh dari produk perbankan
yang satu ini.
5) Layanan Jasa
Berbagai produk layanan jasa dihadirkan pula oleh bank untuk menjalankan
fungsinya. Layanan jasa tersebut mulai dari pengiriman uang, pembayaran,
pembelian, sampai penagihan. Contohnya adalah layanan transfer, pembayaran
asuransi, pembelian pulsa internet, sampai penagihan listrik. Semua itu dapat
terlayani dengan produk ATM, SMS Banking, Internet Banking, Mobile Banking,
ataupun transaksi langsung melalui teller.

b. Jasa bank konvensional

1) Transfer
Transfer adalah jasa pengiriman uang antardaerah atau antarnegara yang
dilaksanakan oleh bank atas permintaan nasabah, baik dalam bentuk rupiah
maupun valuta asing. Uang itu ditujukan kepada pihak lain (perorangan atau
lembaga).
2) Penyewaan Tempat Penyimpanan Barang atau Surat Berharga
Jasa perbankan ini dilakukan dengan cara menyewakan kepada nasabah tempat
penyimpanan barang-barang berharga dalam sebuah kotak (safe deposit box).
3) Valuta Asing
Bentuk usaha ini disebut juga money changer, yaitu bank melaksanakan kegiatan
tukar-menukar mata uang asing menjadi mata uang rupiah atau sebaliknya atau
pertukaran antarmata uang asing lainnya.

4. Prinsip Bank Syariah dalam menghimpun dana:


1) Prinsip wadi'ah
Prinsip wadi'ah yang diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan
pada produk rekening giro. Wadiah dhamananh berbeda dengan wadia'ah amanah.
Dalam wadia'ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan
oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi'ah yad dhamanah, pihak yang
dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut.
Ketentuan umum dari produk ini adalah :
 Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada
pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi
tiak boleh diperjanjikan di muka.
 Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup
izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik
rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit
card.
 Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat menggunakan
penggantibiaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-
benar terjadi.
 Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan
tabungan tetap berlaku selama tidak bertenatangan dengan prinsip syariah.

2) Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan
bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib
(pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau
ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan
bank untuk melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk
melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas
kerugian yang terjadi.
Rukun mudharabah terpenuhi semua (ada mudharib-ada pemilik dana, ada usaha
yang dibagihasilkan, ada nisbah, dan ada ijab Kabul). Prinsip mudharabah ini
diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dari deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip
mudharabah terbagi dua yaitu:
 Mudharabah mutlaqah
 Mudharabah Muqayyadah

Prinsip Bank Syariah dalam menyarlurkan dana:

1) Prinsip jual Beli (Ba'i)


Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan
waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:
 Pembiayaan murabahah
Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja.
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual belil
di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli
bank dari pemasok ditambah keuntungan (marjin).
 Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan
belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara
pembayaran dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli,
sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli
ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
 Pembiayaan Istishna'
Produk istishna' menyerupai produk salam, tapi dalam istishna'
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istishna' dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

2) Prinsip Sewa (jarah)


Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada
objek transaksinnya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa.

3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai
berikut:
 Pembiayaan musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau
syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak
yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh
bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
 Pembiayaan Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam produk
perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja
sama anatara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal kepada
pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal
kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.

Alur operasional Bank Syariah:

1) Bank syariah menghimpun dan menyalurkan dana


2) Bank syariah memperoleh imbalan atas penyaluran dana yang diberikan
3) Bank syariah membagikan imbalan kepada nasabah penghimpun dana sesuai
nisbah yang disepakati di awal perjanjian
4) Bagian dari nisbah bank dipergunakan oleh bank untuk membiayai operasional
bank dan sisanya menjadi laba usaha bank
5) Bank syariah juga menyelenggarakan berbagai jasa keuangan & memperoleh
imbalan berupa fee (fee based income).
5. Peran BPR dalam perekonomian Indonesia
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
2) Memberikan kredit
3) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah
sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami
overlikuiditas.

Anda mungkin juga menyukai