Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER

SEMESTER GASAL 2020/2021


MATA KULIAH : EKONOMI MONETER
KODE MATA KULIAH : EKM 19406
HARI/TANGGAL : SABTU/24 – 10 – 2020
WAKTU : 10.00 – 24.00
RUANG : ON LINE
DOSEN : HASRIL HASAN, S.E, M.E

Nama : Yohana Novia Armanda


NPM : 2012070439

SOAL:
1a. Wewenang pengawasan OJK?
1) Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang
meliputi:
 Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi
dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
 Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi,
dan aktivitas di bidang jasa;
 Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan
bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem
informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
 Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian
uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta
pemeriksaan bank.
2) Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
 Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
 Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
 Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
lembaga jasa keuangan;
 Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara,
dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
3) Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) Meliputi:
 Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
 Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
 Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan
tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan;
 Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau pihak
tertentu;
 Melakukan penunjukan pengelola statuter;
 Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
 Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
 Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan
usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

1b. Bagaimana ruang lingkup pengawasan OJK terhadap Bank di bandingkan Bank
Indonesia?
Berdasarkan pasal 39 UU Nomor 21 tahun 2011, OJK dan Bank Indonesia dapat
berkoordinasi dalam pengaturan dan pengawasan Perbankan, misalnya dalam hal kewajiban
pemenuhan modal minimum bank, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, dan hal lain
yang terkait. BI dan OJK juga dapat bersinergi dalam hal:
 Koordinasi dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan. Hal ini
dimaksudkan agar tercapainya kesamaan persepsi antara BI dan OJK.
 BI dan OJK berkoordinasi dalam tukar menukar informasi Perbankan, sehingga
informasi tersebut dapat menunjang efektivitas pelaksanaan tugas kedua lembaga.
 BI dan OJK akan terus melakukan hubungan timbal balik dalam hal pemeriksaan
Perbankan, sehingga penanganan yang tepat dapat diambil dengan cepat.
Perbedaan BI dan OJK:
1. BI akan berfokus pada menjaga kestabilan nilai rupiah, sedangkan OJK berfokus pada
pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan di Indonesia.
2. BI mengatur Perbankan secara makro melalui berbagai peraturan BI, SE (Surat
Edaran) dan Undang-Undang yang berdampak secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kestabilan moneter. OJK akan mengatur Perbankan secara
langsung (mikro) melalui kegiatan pengawasan, peraturan OJK, SE dan Undang-
undang yang berdampak terhadap Perbankan.
3. Nasabah yang mengalami keluhan terhadap pelayanan terkait industri keuangan dapat
melaporkannya ke OJK, bukan ke BI. Termasuk keluhan terhadap pelayanan Bank,
Leasing, Pasar Modal, hingga Investasi Bodong. Karena salah satu tugas utama OJK
adalah melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
4. Per 1 Januari 2018, BI Checking akan dialihkan ke SLIK OJK (Sistem Layanan
Informasi Keuangan) OJK.

2a. Sebutkan dan jelaskan Tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan mata
uang rupiah!
Kestabilan Nilai Rupiah itu terdiri atas 2 Aspek yaitu:
1) Kestabilan terhadap Barang dan Jasa: Kestabilan nilai Rupiah terhadap barang dan
jasa tercermin pada perkembangan Laju Inflasi.
2) Kestabilan terhadap Mata Uang Negara lain (kurs): Kestabilan nilai Rupiah terhadap
mata uang negara lain tercermin pada perkembangan Nilai Tukar (kurs) Rupiah
terhadap mata uang negara lain.
Penetapan tujuan memelihara stabilitas nilai Rupiah memberikan batas tanggung jawab
yang jelas bagi Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dan dalam menetapkan sasaran
yang harus dicapai. Untuk mencapai tujuan, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Pilar 1: Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter.
Tugas ini diarahkan dalam rangka mengendalikan jumlah uang yang beredar dan atau
suku bunga agar dapat mendukung pencapaian tujuan kestabilan nilai uang, sekaligus
mendorong perekonomian nasional.
 Mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar dan suku bunga) untuk
mencapai sasaran inflasi.
 Memerlukan dukungan kelancaran sistem pembayaran yang cepat, aman, efisien.
 pencapaian tujuan kestabilan nilai uang, sekaligus mendorong perekonomian nasional
Pendekatan pengendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983
dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang
di dalam negeri, diantaranya:
1. Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di
pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT
dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
dan Intervensi Rupiah.
2. Penetapan Cadangan Wajib Minimum
Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang
besarnya adalah persentase tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini
tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak
ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia.
3. Peran sebagai Lender of The Last Resort
Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan
fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang
disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
4. Pengelolaan Cadangan Devisa
Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan
tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi.
Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang
terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya
pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.
5. Kredit Program
Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian
kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup tugas
Bank Indonesia. Tugas pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan
agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-
sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara
Pemerintah dan Bank Indonesia.
Pilar 2: Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu
tugas dari Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Yang mencakup sekumpulan kesepakatan, aturan, standar, dan prosedur yang digunakan
dalam mengatur peredaran uang. Sistem pembayaran dapat berlangsung, baik secara tunai
maupun nontunai. Sistem pembayaran tunai menyangkut pencetakan dan pengedaran uang
agar jumlah, denominasi, kelayakan, ataupun keamanan uang sebagai alat pembayaran yang
sah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi.
Adapun sistem pembayaran nontunai menyangkut peredaran uang yang pada umumnya
dalam bentuk giral dan produk-produk perbankan lainnya, baik melalui proses kliring antar
bank, kartu kredit, ataupun anjungan tunai mandiri (ATM).
 Mengatur dan menyelenggaran sistem pembayaran secara tunai (menyangkut
pencetakan dan pengedaran uang agar jumlah, denominasi, kelayakan, ataupun
keamanan uang sebagai alat pembayaran yang sah dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi) dan nontunai
(menyangkut peredaran uang yang pada umumnya dalam bentuk giral dan produk-
produk perbankan lainnya, baik melalui proses kliring antarbank, kartu kredit,
ataupun anjungan tunai mandiri (ATM) ) untuk kelancaran ekonomi.
 Memerlukan sistem perbankan yang sehat, kuat dan stabil.
 Menjaga kelancaran sistem pembayaran, yang mencakup sekumpulan kesepakatan,
aturan, standar, dan prosedur yang digunakan dalam mengatur peredaran uang.
Pilar 3: Mengatur dan Mengawasi Perbankan.
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan
peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari
bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Peran penting perbankan terutama terletak pada fungsinya sebagai lembaga kepercayaan
dalam memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan alternatif
pembiayaan lainnya untuk dunia usaha. Perbankan mempunyai peran vital dalam pelaksanaan
kebijakan moneter karena sebagian besar peredaran uang dalam perekonomian berlangsung
melalui perbankan.
 Mengatur dan mengawasi bank baik secara individual maupun sebagai sistem.
 Mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter dan kelancaran sistem pembayaran.
 Peran penting perbankan terutama terletak pada fungsinya sebagai Lembaga
kepercayaan dalam memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk
kredit dan alternatif pembiayaan lainnya untuk dunia usaha.

2b. Apa dampak Covid 19 terhadap Jumlah Uang Beredar?


 Jumlah uang yang beredar di masyarakat melonjak di ujung tahun lalu. Bank
Indonesia (BI) mencatat, jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) selama Desember
2020 mencapai Rp 6.900 triliun atau naik 12,4% dibanding Desember 2019 atawa
year on year (yoy). Kenaikan likuiditas perekonomian tersebut lebih tinggi dari
peningkatan di November 2020 sebesar 12,2% yoy.
 Peningkatan M2 pada Desember 2020 didorong oleh komponen uang beredar dalam
arti sempit (M1).
 Uang beredar dalam arti sempit pada Desember tahun lalu tercatat Rp 1.855,6 triliun
atau meningkat 18,5% yoy. Pertumbuhannya lebih tinggi ketimbang November 2020
sebesar 15,8% yoy.
 Ini sejalan dengan tambahan peredaran uang kartal di masyarakat serta giro rupiah.
 Adapun jumlah uang kartal yang beredar di masyarakat, di luar perbankan dan BI,
sebanyak Rp 760,0 triliun atau tumbuh 16,1% yoy. Raihan ini lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 14,5% yoy.
 Peningkatan peredaran uang kartal memang kerap terjadi akhir tahun. Sebab, ada
momentum Natal dan Tahun Baru, yang mendorong kenaikan konsumsi.

3a. Pada saat ini perekonomian Indonesia mengalami resesi. Apa itu resesi?
Resesi adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjadi selama dua triwulan
berturut-turut. Ini terjadi karena menurunnya kegiatan ekonomi yang berlangsung selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Faktor Penyebab Resesi Resesi disebabkan oleh
banyak hal mulai dari guncangan ekonomi secara tiba-tiba hingga inflasi yang tidak
terkendali. Berikut fenomena umum yang menyebabkan terjadinya resesi:
1. Guncangan Ekonomi Secara Tiba-Tiba
Inflasi merupakan proses meningkatnya harga secara terus-menerus. Inflasi
sesungguhnya bukan hal yang buruk, namun inflasi yang berlebihan masuk ke dalam
kategori berbahaya sebab akan membawa dampak resesi.
2. Deflasi Berlebihan
Meskipun inflasi yang tak terkendali dapat menyebabkan resesi, deflasi dapat
memberikan dampak yang lebih buruk. Deflasi merupakan kondisi saat harga turun
dari waktu ke waktu dan yang menyebabkan upah menyusut, kemudian menekan
harga.
3. Gelembung Aset
Merupakan salah satu faktor penyebab resesi. Banyaknya investor yang panik
biasanya akan segera menjual sahamnya yang kemudian memicu resesi. Hal ini
disebut juga sebagai “kegembiraan irasional”.
4. Guncangan Ekonomi yang Mendadak
Guncangan ekonomi yang mendadak dapat memicu resesi serta berbagai masalah
ekonomi yang serius. Mulai dari tumpukan hutang yang secara individu maupun
perusahaan.
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Berkembangnya teknologi juga menyumbang faktor terjadinya resesi. Sebagai contoh
pada abad ke-19, terjadi gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.
6. Pertumbuhan Ekonomi Merosot selama Dua Kuartal Berturut-turut
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikasi yang digunakan dalam menentukan
baik tidaknya kondisi ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonomi mengalami
kenaikan maka negara tersebut masih dalam kondisi ekonomi yang kuat begitu pula
sebaliknya. Bruto,sebagai acuan produk. Jika produk domestik bruto mengalami
penurunan maka dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang
bersangkutan mengalami resesi.
7. Nilai Impor Lebih Besar dari Ekspor
Negara yang tidak dapat memproduksi kebutuhannya sendiri kemudian mengimpor
dari negara lain. Sebaliknya, negara yang memiliki kelebihan produksi dapat
mengekspor ke negara yang membutuhkan komoditas tersebut. Sayangnya nilai impor
yang lebih besar dari nilai ekspor dapat berdampak pada perekonomian yaitu
defisitnya anggaran negara.
Dampak resesi sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi suatu
negara. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas
ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Menurut NBER, jika
resesi terjadi, angka pengangguran akan naik, kebiasaan belanja berubah, penjualan retail
melambat, dan peluang ekonomi berkurang. Ketika resesi terjadi, investasi bisa anjlok dan
secara otomatis akan menghilangkan sejumlah lapangan pekerjaan. Melambatnya konsumsi
akan membuat produksi manufaktur turun dan membuat angka PHK naik signifikan. Kondisi
ini akan membuat angka pengaguran dan kemiskinan meningkat.
Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional. Jika tak
segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit
perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi. Neraca
perdagangan yang minus akan berimbas langsung pada cadangan devisa. Akan banyak orang
kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah. Akan banyak
bisnis yang terpaksa harus tutup. Ujungnya memungkinkan terjadinya krisis ekonomi.

3b. Bagaimana BI melalui Kebijakan Moneternya mengatasi resesi ekonomi tersebut?


1. Suku Bunga Acuan Dipangkas Jadi 5,25 Persen
Dalam RDG yang digelar kemarin, BI kembali menurunkan suku bunga acuannya
atau 7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) sebesar 25 basis poin, ke posisi 5,25 persen
pada September ini. Sementara, tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending
facility juga diturunkan ke 4,5 persen dan 6 persen.
2. BI Minta Perbankan Segera Ikuti Aturan Terbaru
Bank Indonesia meminta perbankan segera memangkas bunga kredit, menyusul
penurunan suku bunga acuan atau BI 7 BI7DRRR oleh bank sentral. diturunkannya bunga
kredit bank akan mengerek konsumsi masyarakat, investasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Sepanjang tahun ini, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak tiga
kali. Hari ini, suku bunga acuan Bank Indonesia turun 25 basis poin menjadi 5,25 persen
3. DP KPR dan Kendaraan Bermotor Bisa 15 Persen
Seiring dengan pemangkasan BI 7DRRR, BI juga memutuskan untuk menurunkan
aturan uang muka alias DP (down payment) melalui skema Loan To Value (LTV) pada
kredit properti seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hingga kendaraan bermotor. Saat
ini, aturan DP KPR ditetapkan sebesar 20 persen. Artinya, dengan pelonggaran LTV
tersebut, DP KPR bisa lebih murah menjadi 15 persen. Sementara DP kendaraan
bermotor juga bisa lebih rendah. Saat ini, DP kendaraan bermotor ditetapkan 20 persen.
Pelonggaran LTV itu bertujuan untuk menumbuhkan kredit sehingga berimplikasi
terhadap perekonomian Indonesia yang lebih baik, mulai dari peningkatan konsumsi
hingga mengantisipasi gejolak global agar permintaan domestik tetap terjaga.

4a. Bagaimana motif permintaan uang di Indonesia?


Permintaan uang ditentukan oleh motif penggunaan uang, yaitu yaitu untuk transaksi,
berjaga-jaga, dan memperoleh keuntungan.
Transaksi
Perlunya seseorang ataupun masyarakat (pemerintah) selalu menginginkan memegang
uang kas untuk tujuan-tujuan ini disebabkan karena penerimaan tidak selalu selaras (sepadan)
dengan pengeluaran. Hal ini disebabkan karena adanya kesenjangan waktu atau time lag
antara penerimaan dan pengeluaran uang.
Permintaan uang untuk tujuan transaksi meningkat jika penerimaan dan pengeluaran tidak
sinkron pada berbagai keadaan, hutang-hutang tidak secara sempurna dapat dibagi atau ada
biaya (transaksi) untuk membuat hutang. Permintaan uang untuk transaksi dianggap
tergantung pada tingkat pendapatan
Berjaga-jaga
Permintaan uang untuk berjaga-jaga merupakan refleksi dari ketidaktentuan yang
menyangkut (berkaitan dengan) pendapatan dan pengeluaran. Mengikuti pendapat Keynes,
kita anggap bahwa permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga adalah fungsi daripada tingkat
pendapatan (Y).
Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga dikaitkan dengan pendapatan adalah sejalan
bahwa cadangan untuk sesuatu hal yang tak terduga dikaitkan dengan skala operasinya.
Fungsi Permintaan Uang → Md = k. P. Q
Spekulasi
Uang kas diinginkan untuk dipegang karena uang ini dapat melakukan spekulasi pada
tingkat bunga yang akan datang. Spekulasi ini dikaitkan dengan ketidaktentuan harapan
(Uncertainty expectation) dari tingkat bunga yang akan datang. Tujuan spekulasi
pemegangan uang kas adalah: mencari untuk atau menghindari kerugian dari perubahan nilai-
nilai obligasi.
4b. Stabilitas permintaan uang di Indonesia sebelum dan setelah perubahan system
nilai tukar?
Untuk M1 tidak terjadi perubahan stabilitas parameter baik sebelum dan sesudah
perubahan sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem
nilai tukar mengambang bebas. Sedangkan untuk M2 terjadi perubahan stabililtas parameter
setelah terjadi perubahan sistem nilai kurs. Hal ini dikarenakan difinisi uang M2 lebih luas
dibanding dengan M1. Banyak faktor-faktor eksternal (seperti fluktuasi perekonomian dunia)
yang mempegaruhi M2, sehingga otoritas moneter lebih sulit dalam mengendalikannya.

5a. Bagaimana dampak Covid 19 terhadap Inflasi di Indonesia?


Laju inflasi tahunan mempertegas kelesuan ekonomi yang terjadi sepanjang 2020.
Dalam basis tahunan, inflasi di 2021 dalam catatan Badan Pusat Statistik sebesar 1,68%. Itu
adalah angka inflasi tahunan terendah Indonesia selama tujuh tahun terakhir. Realisasi inflasi
di 2020 juga berada di bawah kisaran target inflasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu antara
2% hingga 4%. Rendahnya inflasi di tahun 2020 ini, sejalan dengan kecenderungan
penurunan permintaan dan daya beli akibat pandemi Covid 19.
Dampak Inflasi Covid-19:
 Kemiskinan Bertambah
Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah penduduk miskin di Indonesia
meningkat menjadi 27,55 juta orang pada September 2020. Badan Pusat Statistik
(BPS) melaporkan, persentase penduduk miskin pada September 2020 sebesar
10,19% dari populasi, meningkat 0,41% poin terhadap Maret 2020 dan meningkat
0,97% poin terhadap September 2019. Sehingga jumlah penduduk miskin pada
September 2020 menjadi 27,55 juta orang, meningkat 1,13 juta orang terhadap Maret
2020 dan meningkat 2,76 juta orang terhadap September 2019. Angka kemisikinan ini
dihitung dua kali dalam setahun di bulan Maret dan September.
 Nilai Tukar Rupiah Sempat Tembus Rp 16.500
Menurut data Reuters, nilai tukar rupiah dalam setahun terakhir ini sempat menyentuh
level terendah di Rp 16.550 pada 23 Maret 2020 lalu. Seiring dengan menurunnya
ketidakpastian di pasar keuangan global, dan persepsi positif investor terhadap
prospek perbaikan ekonomi domestik, rupiah kembali ke kisaran Rp 14.290 hari ini
dibanding level terendahnya setahun lalu.
 Daya Beli dan Inflasi Lemah
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Februari 2020 terjadi inflasi sebesar
0,10%. Secara tahunan (Februari 2021 terhadap Februari 2020), inflasi hanya naik
sebesar 1,38%, di bawah target Bank Indonesia 3% plus minus 1%.
 Pengangguran Meningkat
Pembatasan kegiatan ekonomi berdampak pada meningkatnya pengangguran. BPS
mencatat, hingga November 2020, tercatat 9,77 juta orang menganggur per Agustus
2020, naik 2,67 juta orang dari Agustus 2019. Sementara itu, tingkat pengangguran
terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 7,07%, meningkat 1,84% poin dibandingkan
dengan Agustus 2019.
 Kredit Perbankan Minus, Orang-orang Lebih Pilih Menabung
Terdampak pandemi, kredit perbankan sempat melambat hingga mengalami
kontraksi. Per Oktober 2020, pertumbuhan kredit Perbankan terus melambat hingga
terkontraksi 2,41% pada akhir 2020 dibanding tahun sebelumnya. Bertolak belakang,
masyarakat semakin rajin menabung, tercermin dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
cenderung meningkat 11,11% hingga posisi Desember 2020.

5b. Bagaimana BI mengatasi inflasi saat ini?


Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menyepakati lima langkah strategis untuk
memperkuat pengendalian inflasi dalam rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat
(TPIP). Lima langkah strategis tersebut termasuk, pertama, menjaga inflasi kelompok bahan
pangan bergejolak atau volatile food dalam kisaran 3,0% hingga 5,0%.
Berikut 5 langkah upaya BI:
1. Memperkuat empat pilar strategi mencakup keterjangkauan harga, ketersediaan
pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif (4K) di masa pandemi Covid-
19, termasuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi menjelang hari
besar keagamaan nasional. Implementasi strategi difokuskan untuk menjaga
kesinambungan pasokan sepanjang waktu dan kelancaran distribusi antardaerah, antar
lain lewat pemanfaatan teknologi informasi dan penguatan kerja sama antar daerah.
2. Memperkuat koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi
lewat penyelenggaraan rapat koordinasi nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi
2021 dengan tema mendorong peningkatan peran UMKM pangan lewat optimalisasi
digitalisasi untuk mendukung pemulihan ekonomi dan stabilitas harga pangan.
3. Memperkuat sinergi antar Kementerian/Lembaga (K/L) dengan dukungan pemerintah
daerah dalam rangka menyukseskan program kerja TPIP 2021.
4. Memperkuat ketahanan pangan nasional dengan meningkatkan produksi, antara lain
lewat program food estate, serta menjaga kelancaran distribusi melalui optimalisasi
infrastruktur dan upaya penanganan dampak bencana alam.
5. Menjaga ketersediaan cadangan beras pemerintah (CBP) dalam rangka program
ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) untuk mendukung pelaksanaan
pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Dengan upaya tyang dilakukan tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan daya
beli masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan program PEN. Inflasi yang rendah dan stabil
diharapkan mampu mendukung pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi
lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai