Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN

Lembaga bank sebagai suatu lembaga keuangan merupakan salah satu


pendukung dunia usaha. Hal ini tidak terlepas dari peran bank itu sendiri
sebagai tempatdimana sirkulasi serta transaksitransaksi keuangan terjadi dan
juga merupakan sarana pendukung dalam perkembangan perekonomian
nasional. Lembaga bank dalam melaksanakan segala kegiatan lebih
mengedepankan mutu pelayanan dengan memberikan perlindungan terhadap
konsumen atau nasabahnya. Bentuk perlindungan yang diberikan bank itu
sendiri antara lain: penjaminan keamanan terhadap nasabah, pelaporan
keadaan keuangan nasabah dalam bentuk rekening koran yang diberikan
terhadap nasabah sebagai bentuk transparansi laporan keuangan, kerahasiaan
terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi nasabah.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa


Keuangan (yang untuk selanjutnya disebut dengan UU OJK),
memperlihatkan bahwa Indonesia akan bergeser dalam menerapkan model
pengawasan terhadap industri keuangannya. Pasal 5 UU OJK menjelaskan
bahwa OJK memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor
jasa keuangan, maka seluruh fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap
sektor keuangan yang kini masih tersebar di Bank Indonesia dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan
menyatu kedalam OJK.

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia merupakan
dasar terbentuknya OJK di Indonesia sebagai lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2004 memberi penjelasan, OJK bersifat independen dalam menjalankan
tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban
menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya, OJK mutlak dibentuk guna
mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global dari ancaman krisis.
Pembentukan OJK dilandasi motivasi yang baik yaitu untuk meningkatkan
kualitas pengawasan lembaga keuangan secara terintegrasi.

II. PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Bank
Indonesia ?

III. PEMBAHASAN MASALAH

A. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang
dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti
perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
asuransi.
Menurut UU No. 21 tahun 2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud
dengan OJK “adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.”
Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya mengatur mengenai
pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang
memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.
Diharapkan dengan dibentuknya OJK ini dapat dicapai mekanisme koordinasi
yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem
keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan
dan agar adanya pengaturan juga pengawasan yang lebih terintegrasi.

Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah:

1. Meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa


keuangan.
2. Menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.
3. Meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.
Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun
sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada
tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali.

Fungsi Otoritas Jasa Keuangan

a. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas


keuangan
b. Menjaga stabilitas sistem keuangan;
c. Melakukan pengawasan non-Bank dalam struktur yang sama seperti
sekarang
d. Pengawasan Bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan
dipegang oleh lembaga baru

B. Pengertian Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank


sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yakni mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah mengandung dua
aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek


kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang
negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas
sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung
jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini
kelak akan dapat diukur dengan mudah.

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia :

Sebagai bank sentral, BI memiliki satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan
memelihara nilai rupiah. Kestabilan ini bisa mengandung 2 aspek, yakni:

1. Kestabilan nilai mata uang pada barang dan jasa.

2. Kestabilan nilai mata uang pada mata uang negara lain.

Aspek pertama dapat diukur lewat perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek
kedua tercermin dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Keberadaan tujuan tunggal ini diharapkan dapat memperjelas sasaran apa yang
harus dicapai BI dan batas-batas tanggung jawabnya.

Dalam upaya mencapai tujuan tunggalnya, BI didukung oleh 3 pilar yang


merupakan 3 bidang tugasnya, yakni:

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

3. Menjaga stabilitas sistem keuangan.

C. Hubungan OJK dengan Bank Indonesia

Menurut Pasal 39 UU Nomor 21 tahun 2011, OJK bisa berkoordinasi


dengan Bank indonesia dalam pengaturan dan pengawasan perbankan,
misalnya, dalam hal kewajiban pemenuhan modal minimum bank ataupun
kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing
maupun pinjaman komersial luar negeri.

Berikut ini berbagai bentuk nyata sinergi antara Bank indonesia dan OJK :

a. OJK berkoordinasi dengan Bank indonesia dalam membuat peraturan


pengawasan di bidang perbankan. Hal tersebut merupakan salah satu
contoh bahwa kesatuan langkah kedua lembaga harus selalu ada.
Kombinasi kompetensi dari personel masing-masing lembaga dimaksud
akan mampu menciptakan suatu tatanan aturan perbankan yang lebih
sempurna. Penyamaan persepsi antara Bank dan OJK dalam menentukan
kebijakan atau pengaturan perbankan akan menghasilkan tatanan sistem
perbankan yang tangguh dalam menghadapi segala kondisi.
b.  Tidak hanya dalam pembuatan aturan, Bank indonesia dan OJK juga
harus terintegrasi dalam tukar menukar informasi perbankan. Melalui
penggabungan sistem informasi ini, Bank indonesia dan OJK akan lebih
mudah mengakses informasi perbankan yang disediakan masing-masing
lembaga setiap saat (timely basis). Informasi strategis yang dimiliki
masing-masing lembaga dan aksesibilitas yang mudah sangat menunjang
efektivitas pelaksanaan tugas.
c. Dalam rangka pemeriksaan bank, Bank indonesia dan OJK juga terus
melakukan hubungan timbal balik. Bank indonesia dalam kondisi tertentu
akan melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank setelah berkoordinasi
dengan OJK. Begitupun sebaliknya, dalam hal OJK mengidentifikasikan
bank tertentu mengalami kondisi yang memburuk maka OJK akan segera
menginformasikan kepada Bank indonesia. Kerja sama reciprocal
dimaksud sangat bermanfaat untuk mengantisipasi dampak sistemik
negatif dari suatu kondisi perbankan. Dengan kerja sama itu pula
tindakan penanganan yang tepat dapat diambil dengan cepat.
D. Kebijakan Ojk Bersama Bank Indonesia
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan OJK bersama Bank indonesia
untuk menjaga stabilitas sektor keuangan serta untuk mendukung upaya
pemulihan ekonomi nasional antara lain :
a. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya
berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan bunga untuk kredit s/d 10
miliar.
b. Restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi
lancar setelah direstrukturisasi ketentuan restrukturisasi ini dapat
diterapkan Bank indonesia tanpa batasan plafon kredit.
c. Relaksasi berlaku untuk debitur Non UMKM dan UMKM diberlakukan
sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan.
d. Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-
masing Bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur.
e. Restrukturisasi kredit/pembayaran dilakukan sesuai peraturan OJK.

Mengenai penilaian kualitas aset antara lain dengan cara :

1. Penurunan suku bunga


2. Perpanjangan jangka waktu
3. Pengurangan tunggakan pokok
4. Pengurangan tunggakan bunga
5. Penambahan fasilitas kredit/pembiayaan
6. Konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara

IV. PENUTUP

Kesimpulan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen yang


mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan. OJK dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun
2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
[1] OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan
dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta menggantikan peran
Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk
melindungi konsumen industri jasa keuangan.

Tugas Pengaturan dan Pengawasan Perbankan dilakukan antara Bank


Indonesia bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan. Bank Indonesia saat
ini menerapkan pengawasan bank secara konsolidasi, untuk itu integrasi
pengawasan jasa keuangan akan memperkuat kebijakan moneter dan
memperkokoh kestabilan sistem keuangan di Indonesia.

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan akan berdampak pada perubahan


dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam sektor perbankan yang
harus dilakukan dengan secara optimal. Walaupun tugas pengaturan dan
pengawasan perbankan telah beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa
Keuangan, namun Bank Indonesia tetap memiliki kewenangan dan akses
terhadap data dan informasi dari perbankan.

V. SARAN

Dengan terbentuknya sistem pengaturan dan pengawasan perbankan oleh


Otoritas Jasa Keuangan, maka harus ada pedoman atas prinsip kehati-hatian
secara jelas terhadap Otoritas Jasa Keuangan agar tidak terjadi risiko terhadap
kestabilan sistem perbankan mengingat prinsip kehati-hatian harus dimaknai
sebagai sarana untuk mencegah terjadinya dampak sistematik, dan moral
hazard, karena Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga baru yang belum
mempunyai pengalaman seperti Bank Indonesia. Keberadaan Otoritas Jasa
Keuangan membutuhkan banyak biaya, untuk peningkatan sumber daya
manusia, mengingat lembaga di luar Bank Indonesia dananya berasal dari
anggaran negara, akibat keterbatasannya biaya yang dapat mengganggu sistem
pengawasan perbankan sedangkan Bank Indonesia yang anggarannya berasal
dari dana sendiri. pengawasan perbankan tidak akan terhalang oleh keterbatasan
anggaran.

Anda mungkin juga menyukai