Anda di halaman 1dari 8

A.

Tujuan Bank central (Bank Indonesia)

Berbeda dengan Undang‐undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral


yang tidak merumuskan secara tegas mengenai tujuan Bank Indonesia, dalam UU‐BI
secara tegas dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank
Indonesia. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam
bentuk single objective ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang akan dicapai
dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Bank Indonesia. Hal ini berbeda
dengan tujuan Bank Indonesia dalam Undang‐undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang
Bank Sentral yang dirumuskan secara umum yaitu “meningkatkan taraf hidup rakyat”.
Ketidaktegasan perumusan tersebut menimbulkan implikasi antara lain peran Bank
Indonesia sebagai otoritas tidak jelas dan tidak terfokus bahkan timbul conflicting
karena antara tugas menjaga kestabilan nilai rupiah dengan tugas mendorong
pertumbuhan seringkali tidak dapat berjalan seiring. Disamping itu, ketidakjelasan
tujuan juga menjadikan tanggung jawab terhadap kebijakan yang diambil tidak jelas.

UU no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara tegas memberikan


landasan bagi independensi bank indonesia dalam mencapai target yang ditetapkan,
yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah dengan menggunakan beberapa instrumen
kebijakan. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa yang diukur berdasarkan atau tercermin pada perkembangan
laju inflasi, serta terhadap perkembangan mata uang asing yang diukur berdasarkan
pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain.

Penetapan tujuan tunggal diatas menjadikan sasaran dan batas tanggung jawab
Bnak Indonesia semakin jelas dan terfokus. Selanjutnya sebagai implikasi terfokusnya
tujuan tersebut, Bank Indonesia perlu mengarahkan kebijakan untuk menyeimbangkan
kondisi ekonomi internal, khususnya keseimbangan antara permintaan dan penawaran
agregat, dengan kondisi ekonomi ekdternal yang tercermin pada kinerja neraca
pembayaran. Perwujudan keseimbangan internal adalah terjaganya nilai rupiah pada
tingkat perkembangan yang cukup kuat dan stabil. Dengan terjaganya keseimbangan
internal dan eksternal tersebut, sasaran tunggal kebijakan moneter yaitu kestabilan
rupiah akan dapat tercapai.

B. Fungsi Bank Indonesia

Bank Indonesia merupakan satu-satunya bank di Indonesia yang mengemban fungsi


sebagai bank sentral. Pelaksanaan fungsi dari suatu bank sentral memegang peranan
yang sangat penting dan sangat menentukan dalam kehidupan perekonomian suatu
negara. Demikian berpengaruhnya bagi kehidupan perekonomian negara, sehingga
Bank Indonesia sebagai bank sentral harus berkiprah sejalan dengan perubahan tatanan
perekonomian yang sedang berlangsung, yaitu dari command economy" kepada market
economy.

1
Dalam market economy yang terbuka, tugas bank sentral menyangkut dua
bidang, yaitu bidang moneter dan bidang perbankan. Dalam hubungan dengan
kebijaksanaan bidang moneter, Bank Indonesia melakukan pengaturan mengenai
jumlah uang beredar. Selain itu Bank Indonesia juga bertugas menjaga dan memelihara
nilai tukar mata uang. Sedangkan di bidang perbankan, Bank Indonesia sebagai bank
sentral bertugas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan bank dalam rangka
pengerahan dana masyarakat melalui perbankan, yang untuk tujuan itu harus dicapai
melalui pemeliharaan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. 13
Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan juga akan tumbuh bila Bank Indonesia
sebagai bank sentral memiliki kemandirian. Independensi Bank Indonesia merupakan
faktor yang penting dan sangat menentukan di dalam bidang moneter dan perbankan di
Indonesia.

C. Tugas Bank Indonesia

Bank sentral pada umumnya merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dan mengawasi (mengontrol) sistem
keuangan dan perbankan. Dalam perkembangannya peranan dan fungsi bank sentral
telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi menuju ke
bank sentral yang mempunyai fungsi sebagai pelaksana kebijakan moneter, pengatur
perkreditan, dan pengawas perbankan. Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank
sentral selain sebagai bankers’ bank yaitu sebagai sumber dana bagi bank-bank dan
lender of last resort yaitu sumber dana pinjaman terakhir bagi bank-bank yang
mengalami kesulitan likuiditas, juga sebagai penjaga stabilitas moneter melalui
membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan moneter, termasuk mengatur,
mengawasi, serta mengendalikan sistem moneter.
Untuk dapat melaksanakan perannya, bank sentral mempunyai beberapa kewenangan
antara lain:
1. mengedarkan uang sekaligus mengatur jumlah uang beredar;
2. mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan;
3. mengembangkan sistem pembayaran; dan
4. mengembangkan sistem perkreditan
Tugas Bank Indonesia Sebelum Terjadinya Pengalihan Tugas Pengaturan dan
Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa keuangan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
a. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh
Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang
dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan/atau suku
bunga. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, dalam hal tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang :
1) Menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkan;
2) Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk
tetapi tidak terbatas pada operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah maupun

2
valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum,
pengaturan kredit atau pembiayaan.

Selain itu, dalam rangka lebih memfokuskan pelaksanaan tugas di bidang


pengendalian moneter, berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999, telah dilakukan
penyesuaian terhadap beberapa tugas Bank Indonesia.

1) Bank Indonesia tidak lagi diperkenankan memberikan kredit kepada Pemerintah dan
kredit likuiditas dalam rangka kredit program. Hal inidimaksudkan untuk
menghindari terjadinya ekspansi moneter atau penambahan uang beredar yang
berlebihan, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan terjadinya inflasi sehingga
mengurangi efektifitas pengendalian moneter untuk memelihara kestabilan nilai
rupiah. Selanjutnya, pengelolaan kredit likuiditas yang sedang berjalan dialihkan
kepada: 1) Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi
dan Kredit Koperasi untuk Anggotanya (KKPA); 2) Bank Tabungan Negara (BTN)
untuk Kredit Perumahan Rakyat Sederhana (KPRS) dan KPR-Sangat Sederhana
(KPRSS); dan 3) PT Permodalan Nasional Madani untuk KKPA, Kredit Pengusaha
Kecil dan Mikro (KPKM), Kredit Kecil, Mikro dan Menengah (KMKM)- Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) dan Kredit untuk Usaha Angkutan.
2) Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan yang
sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugasnya.

Selanjutnya, pelaksanaan kebijakan moneter tidak dapat dilepaskan dari sistem


nilai tukar dan sistem devisa yang ditetapkan. Dalam hal sistem nilai tukar, Bank
Indonesia melaksanakan kebijakan berdasarkan sistem nilai tukar yang telah
ditetapkan. Bank Indonesia antara lain dapat melakukan:
a. Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing pada saat sistem nilai tukar
yang dianut adalah nilai tukar tetap;
b. Intervensi pasar pada saat sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai tukar
mengambang; dan
c. Penetapan nilai tukar harian dan lebar pita intervensi pada saat sistem nilai tukar
yang dianut adalah mengambang terkendali. Hingga saat ini Indonesia pernah
menerapkan ketiga sistem nilai tukar tersebut, dan sejak 14 Agustus 1997
Pemerintah menetapkan sistem nilai tukar yang dianut adalah sistem nilai tukar
mengambang.

Selain itu, pelaksanaan kebijakan moneter juga tidak dapat dilepaskan dari sistem
devisa yang dianut. Secara umum terdapat tiga sistem, yaitu:

1) sistem devisa kontrol;


2) sistem devisa semikontrol; dan
3) sistem devisa bebas.

Pada sistem devisa kontrol, setiap perolehan devisa oleh masyarakat harus
diserahkan kepada negara, dan setiap penggunaan devisa harus memperoleh izin
dari negara. Dalam sistem devisa semikontrol, perolehan devisa tertentu wajib
diserahkan kepada negara, dan penggunaannya diperlukan izin dari negara,
sementara jenis devisa lainnya dapat secara bebas diperoleh dan dipergunakan. Pada

3
sistem devisa bebas, masyarakat dapat secara bebas memperoleh dan menggunakan
devisa. Sementara itu, pemilihan sistem devisa yang dianut akan tergantung pada
kondisi negara yang bersangkutan, khususnya keterbukaan ekonominya dalam arti
seberapa jauh negara yang bersangkutan ingin mengintegrasikan ekonominya
dengan ekonomi global. Dapat dikemukakan bahwa pada saat ini sistem devisa yang
dianut Indonesia adalah sistem devisa bebas.

Pencapaian sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender


of last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui
tetapi belom ditarik. Pada dasarnya lender of last resort adalah pemberian fasilitas
pinjaman kepada bank yang mengalami kesulitan . likuiditas dan berfungsi untuk
menghindarkan krisis keuangan yang sistemik. Dalam melaksanakan lender of last
resort Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi ketidakcocokan yang
disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
risiko manajemen dan risiko pasar. Sesuai dengan status Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program tidak lagi menjadi
tugas Bank Indonesia.

b. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang


efisien, cepat, aman dan handal merupakan salah satu syarat keberhasilan
pencapaian tujuan kebijakan moneter. Dalam rangka mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang:
1) Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran;
2) Mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan
laporan tentang kegiatannya;
3) Menetapkan penggunaan alat pembayaran, agar alat pembayaran yang
digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna.
Termasuk dalam membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka
prinsip kehati-hatian.

c. Mengatur dan Mengawasi Bank Pada hakikatnya pengaturan dan pengawasan bank
dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai
kepentingan dengan bank, bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong sehat,
bahwa bank dikelola dengan baik dan profesional, serta didalam bank tidak
terkandung segi-segi yang merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat
yang menyimpan dananya di bank. Tugas pengaturan dan pengawasan bank
merupakan tugas dari Bank Indonesia selaku bank sentral yang paling penting
dalam menciptakan sistem perbankan yang sehat yang pada akhirnya akan bermuara
pada terciptanya efektifitas moneter. Dalam hal pembinaan dan pengawasan
tersebut Bank Indonesia menetapkan kriteria kesehatan bank yang meliputi aspek
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan
aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan
usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Pengawasan terhadap bank oleh Bank
Indonesia sebagai bank sentral dapat bersifat pengawasan langsung atau
pengawasan tidak langsung.

4
Menurut penjelasan pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, pengawasan langsung adalah pengawasan dalam bentuk
pemeriksaan yang disertai dengan tindakan-tindakan perbaikan. Sedangkan
pengawasan tidak langsung adalah bentuk pengawasan dini melalui penelitian,
analisis, dan evaluasi laporan bank. Berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan
bank pada dasarnya hal-hal yang dapat dilakukan oleh otoritas pengawasan meliputi
empat kewenangan, yaitu kewenangan memberikan izin (power to license),
kewenangan untuk mengatur (power to regulate), kewenangan untuk
mengendalikan atau mengawasi (power of control), dan kewenangan untuk
mengenakan sanksi (power to impose sanction).

Tugas Bank Indonesia Setelah Terjadinya Pengalihan Tugas Pengaturan dan


Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan.

Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut
Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu
penyusunan Rancangan Undang-Undang (kemudian menjadi Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia) bertindak sebagai konsultan,
dimana belia mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.
Pada waktu Rancangan Undang-Undang tersebut diajukan muncul penolakan yang
kuat dari kalangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Bank Indonesia. Sebagai
kompromi, disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank Indonesia
dalam mengawasi bank tersebut juga bertugas mengawasi lembaga keuangan
lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlihat bahwa pemisahan fungsi
pengawasan tersebut adalah memangkas kewenangan bank sentral. Sekarang ini,
segala tugas, fungsi dan wewenang Bank Indonesia dalam hal pengaturan dan
pengawasan perbankan beralih ke OJK termasuk kasus dan sengketa perbankan
yang dalam penanganan Bank Indonesia juga dialihkan ke OJK. Terlihat dalam
ketentuan peralihan yang termuat dalam Pasal 55 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan bahwa :

1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih
dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan ke OJK;
2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewennag pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
beralih dari Bank Indonesia ke OJK.

Dihapuskannya Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank Dari Bank Indonesia

Pada perkembangannya, sesuai dengan amanah yang tertuang dalam Pasal 34


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tugas Bank Indonesia berupa pengawasan
terhadap perbankan dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
bersifat independen yang dikenal dengan nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

5
Independensi OJK tercermin dalam definisinya menurut Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 yang menyebutkan OJK adalah lembaga yang
independen yang bebas dari campur tangan pihak lain. Yang mempunyai fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini. Tugas pengaturan dan pengawasan yang diemban
oleh OJK tidak hanya meliputi pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan,
namun juga sektor jasa keuangan lainnya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 6
undang-undang OJK.

Yang menyebutkan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan


pengawasan terhadap:

1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;


2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Dalam hal pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada industri keuangan baik
bank maupun non bank berada di satu atap atau sistem pengawasan terpadu, sehingga
sistem pengawas bisa bertukar informasi dengan mudah. Hal ini dapat menghindari
untuk terjadi putusnya informasi antara badan pengawas bank dan non bank yang telah
ada di Indonesia sebelumnya.

Perbankan Dalam Lingkup Makroprudensial Dihapuskan serta dialihkannya tugas


pengaturan dan pengawasan perbankan kepada OJK ternyata tidak membuat Bank
Indonesia terlepas sepenuhnya dari kepentingan pengaturan dan pengawasan bank.
Dalam penjelasan Pasal 7 undang-undang OJK menyebutkan bahwa pengaturan dan
pengawasan yang dilakukan oleh OJK mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek
kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan
microprudential. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential yakni
pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam Pasal 7 yang memuat tentang
wewenang OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
perbankan ini merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Menurut Bismar
Nasution, macroprudential supervision adalah mengarahkan dan mendorong bank serta
sekaligus mengawasinya agar dapat ikut berperan dalam program pencapaian sasaran
ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan lapangan kerja,
kestabilan moneter, maupun upaya pemerataan pendapatan dan kesempatan berusaha.
Sedangkan tujuan dari microprudential supervision adalah mengupayakan agar setiap
bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industri perbankan menjadi
sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Ini berarti setiap bank dari sejak
awal harus dijauhkan dari segala kemungkinan risiko yang akan timbul. Tugas
pengawasan Bank Indonesia terhadap perbankan dalam lingkup makroprudensial,
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan langsung kepada bank tertentu yang tergolong
ke dalam Systemically Important Bank dan/atau bank lainnya sesuai dengan
kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial. Kemudian Bank Indonesia
juga dapat melakukan langkah-langkah penyehatan terhadap bank yang mengalami
kesulitan likuiditas atau kondisi kesehatan yang semakin memburuk.

6
Hal ini sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 41 ayat (2) undang-undang OJK
yang berbunyi: “Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan
likuiditas dan/atau kondisi kesehatan yang semakin memburuk, OJK segera
menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai
dengan kewenangan Bank Indonesia.” Adapun langkah-langkah yang sesuai dengan
kewenangan Bank Indonesia yang dimaksud adalah pemberian fasilitas pembiayaan
jangka pendek dalam menjalankan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last
resort. Hal ini juga termasuk kedalam tugas Bank Indonesia dalam lingkup
makroprudensial.

7
Daftar Pustaka

Bimantoro,suarpika, endang R. Budiastuti.Kelembagaan Bank Sentral. Modul 1


Chandra,M Jefri,(2015).Pengaturan Bank Indonesia Dalam Pengaturan Dan
Pengawasan Perbankan Setelah Terbitnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan . Jurnal Hukum Sehasen,1,33.
cicilia_el.staff.gunadarma.ac.id
Firmansyah,Herlan.2014.Buku Panduan Guru Muatan Kebanksentralan Ekonomi.
Jakarta: Bank Indonesia.
lista.staff.gunadarma.ac.id
Muchda,M&Maryati,B.(2004). Pengalihan Tugas Pengaturan Dan Pengawasan
Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Jurnal Ekonomi,2,78-83.
Rivai,Veithzal,Dkk.2007. Bank And Financial Institution Management Conventional
&Syar’i System.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
SMA/MA, Jakarta: Bank Indonesia.
www.e-jurnal.com>2013/12tugas-bank-indonesia
Zaini,Z.(2013).Hubungan Hukum Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Dengan
Otoritas Jasa Keuangan Pasca Pengalihan Fungsi Pengawasan
Perbankan.Jurnal Media Hukum,20,376.

Anda mungkin juga menyukai