Anda di halaman 1dari 25

SUMMARY NOTES

Bank dan Lembaga Keuangan

Sesi 2 Bagian 1 Bank Sentral

Definisi
Menurut UU RI No. 3/2004, Bank Sentral Republik Indonesia adalah Bank Indonesia
(BI). BI adalah lembaga negara berbadan hukum yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah
dan/atau pihak lain, bertujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah,
melalui kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Dasar undang-undang yang mengatur Bank Indonesia terus mengalami evolusi.
a. UU RI No. 11/1953 tentang Penetapan Undang-undang Pokok Bank Indonesia
b. UU RI No. 23/1999 yang mengatur sistem perbankan
c. UU RI No. 3/2004 yang mengatur sistem makro
d. Perppu UU RI No 2/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23/1999
e. UU RI No. 6/2009 yang mengatur stabilitas sistem

Ruang Lingkup
Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah
undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan
berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan
kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas
Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau
mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 1


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia
dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih
efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan
hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik
Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang
merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas
sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank
Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar
pengadilan.

Pengawasan terhadap Bank Indonesia

Fungsi pengawasan terhadap Bank Indonesia tidak terlepas dari kedudukan


Bank Indonesia sebagai lembaga publik yang independen dalam tatanan kenegaraan
Indonesia. Pengawasan terhadap Bank Indonesia dilakukan sebagai perwujudan
mekanisme saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) antar
lembaga negara. Hal tersebut diperlukan untuk mewujudkan akuntabilitas
pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia kepada publik.
Undang-Undang tentang Bank Indonesia menuntut adanya akuntabilitas dan
transparansi dalam setiap pelaksanaan tugas, wewenang, dan anggaran Bank
Indonesia. Akuntabilitas dan transparansi yang dituntut dari Bank Indonesia tersebut
dimaksudkan agar semua pihak yang berkepentingan dapat ikut melakukan
pengawasan terhadap setiap langkah kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia
(checks and balances).
Sesuai amanat Undang-Undang, DPR merupakan pihak yang diberikan
kewenangan secara konstitusi untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap
lembaga negara lain, termasuk Bank Indonesia. Sesuai hakikatnya, kontrol legislatif
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan melalui peningkatan
respons terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat, mengawasi penyalahgunaan
kekuasaan Pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja lembaga negara.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 2


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Untuk membantu DPR melakukan fungsi pengawasan di bidang tertentu
terhadap Bank Indonesia, maka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Bank Indonesia, dibentuk Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). BSBI dibentuk
berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia dan bertanggung jawab
langsung kepada DPR-RI, serta tidak berada dalam struktur organisasi Bank
Indonesia. BSBI menyampaikan hasil telaahannya terkait dengan kegiatan
operasional dan keuangan Bank Indonesia kepada DPR-RI setiap triwulan, dan tidak
mengevaluasi kinerja Dewan Gubernur Bank Indonesia. Keberadaan BSBI
diharapkan memperkuat fungsi pengawasan DPR-RI terhadap Bank Indonesia dalam
rangka meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank
Indonesia.
Bank Indonesia wajib menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Bank Indonesia kepada DPR-RI dan Pemerintah secara triwulanan dan
tahunan sesuai dengan amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Diseminasi
laporan tersebut juga dilakukan kepada masyarakat melalui media massa dengan
mencantumkan ringkasannya dalam berita negara. Laporan Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Bank Indonesia dapat diakses di laporan kepada DPR.
Di bidang keuangan Bank Indonesia, mekanisme checks and balances menjadi
hal yang penting. Hal ini mengingat Bank Indonesia memiliki keistimewaan sebagai
lembaga independen yang melakukan pengelolaan anggaran yang terpisah dari
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara. Terkait dengan transparansi anggaran,
Bank Indonesia berkewajiban menyampaikan anggaran tahunannya kepada DPR
yang meliputi anggaran untuk kegiatan operasional dan anggaran untuk kebijakan.
Dalam penyampaian anggaran tersebut, Bank Indonesia juga menyampaikan
evaluasi terkait penggunaan anggaran tahun berjalan dalam bentuk Laporan Evaluasi
Pelaksanaan Anggaran Operasional dan Rencana Investasi Bank Indonesia.
Pengawasan terhadap Bank Indonesia dari sisi keuangan dilakukan dalam
bentuk pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI)
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI). Hasil audit BPK-RI tersebut disampaikan
kepada DPR-RI dan diumumkan kepada masyarakat melalui media massa. Adapun
dalam penyusunan dan pemeriksaan LKTBI, Bank Indonesia dan BPK-RI mengacu
pada standar akuntansi bank sentral sebagaimana direkomendasikan oleh Komite
Akuntansi dan Keuangan Bank Indonesia.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 3


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Di samping melakukan audit terhadap LKTBI, BPK-RI dapat melakukan
pemeriksaan khusus terhadap Bank Indonesia atas permintaan DPR-RI apabila
diperlukan. Pemeriksaan khusus atas permintaan DPR-RI terhadap Bank Indonesia
dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu permasalahan atau
suatu kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan
pelaksanaan anggaran oleh Bank Indonesia. Dengan proses audit ini diharapkan
dapat mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dengan pengelolaan keuangan
dan pelaksanaan anggaran yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.

Tata Kelola Bank Indonesia

Bank Indonesia sebagai otoritas yang mengeluarkan peraturan/kebijakan perlu


memastikan proses perumusan kebijakan dilakukan melalui prosedur dan mekanisme
yang terstruktur dan sistematis guna menghasilkan output kebijakan yang kredibel
dan memenuhi prinsip akuntablitas publik. Untuk meningkatkan kualitas kebijakan,
perumusan kebijakan harus memenuhi prinsip-prinsip yakni: (i) berdasarkan riset, (ii)
berorientasi ke depan, (iii) tata kelola yang baik, (iv) mempertimbangkan dampak
antar kebijakan, dan (v) memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

Untuk memastikan proses perumusan kebijakan di Bank Indonesia telah


dilaksanakan secara sistematis, Bank Indonesia menetapkan kerangka kerja
kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter, makroprudensial, sistem
pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, serta dukungan kebijakan ekonomi
daerah dan kebijakan internasional. Terkait proses perumusan kebijakan,
peningkatan fokus pada aspek governance diharapkan dapat menghasilkan kebijakan
Bank Indonesia yang lebih efektif, kredibel, dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik.

Di samping itu, proses perumusan kebijakan dikomunikasikan kepada publik


untuk meningkatkan kredibilitas pengaturan/kebijakan yang dihasilkan. Guna
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, dibuka
kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan terhadap
rumusan pengaturan. Hal tersebut diharapkan dapat menjembatani komunikasi

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 4


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
kebijakan di awal dan meningkatkan efektivitas dalam implementasi kebijakan ke
depan.

Proses Pengambilan Keputusan


Proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan di Bank Indonesia
dilaksanakan melalui prosedur dan mekanisme yang terstruktur dan sistematis untuk
meningkatkan kredibilitas kebijakan, menciptakan mekanisme checks and balances,
dan memastikan termitigasinya risiko (rule making rules). Pengambilan keputusan
dilakukan dengan mempertimbangkan:
1. Kepentingan umum.
2. Tujuan yang hendak dicapai.
3. Azas manfaat.
4. Hasil asesmen/kajian yang matang.
5. Risiko dan mitigasinya.
6. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Rapat Dewan


Gubernur (RDG) merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di Bank
Indonesia. Melalui forum ini, Dewan Gubernur menetapkan atau melakukan evaluasi
kebijakan yang bersifat prinsipil dan strategis. RDG dilaksanakan berdasarkan prinsip
musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan
keputusan akhir. Untuk menjaga tata kelola pengambilan keputusan, RDG
diselenggarakan apabila telah kuorum yakni dihadiri oleh separuh atau lebih jumlah
Anggota Dewan Gubernur.
Guna meningkatkan efektivitas proses pengambilan keputusan dalam RDG,
materi yang diajukan harus dikaji dan dibahas secara matang dalam forum
pembahasan/koordinasi antar satuan kerja, rapat bidang, dan/atau rapat komite. Di
Bank Indonesia, terdapat 5 komite yakni:
1. Komite kebijakan moneter.
2. Komite kebijakan stabilitas sistem keuangan.
3. Komite kebijakan sistem pembayaran.
4. Komite pengelolaan cadangan devisa.
5. Komite sumber daya manusia.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 5


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Tujuan dari komite ini adalah memastikan rekomendasi atas usulan kebijakan
prinsipil dan strategis yang diajukan kepada Dewan Gubernur telah dilakukan
berdasarkan analisis dan pembahasan yang mendalam dengan mempertimbangkan
aspek risiko dan mitigasinya, serta aspek tata kelola yang baik.
Penyelenggaraan RDG terdiri atas RDG Bulanan dan RDG Mingguan. RDG
Bulanan merupakan RDG yang diselenggarakan paling kurang 1 kali dalam sebulan.
Untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, sejak 2016, pelaksanaan RDG
Bulanan dilakukan dalam waktu 2 hari berturut-turut.
RDG Bulanan hari pertama memiliki agenda pemaparan hasil asesmen
terhadap kondisi perekonomian dan outlook kebijakan moneter, stabilitas sistem
keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, dan membahas
serta mengintegrasikan opsi bauran kebijakan. Selanjutnya, RDG Bulanan hari kedua
membahas rekomendasi dan menetapkan kebijakan umum di bidang moneter,
makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah.
Sedangkan RDG Mingguan diselenggarakan paling kurang 1 kali dalam
seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter,
perkembangan stabilitas sistem keuangan, perkembangan sistem pembayaran dan
pengelolaan uang rupiah dan/atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil
dan strategis yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Sebagai bentuk transparansi kebijakan kepada stakeholders, keputusan yang
ditetapkan dalam RDG Bulanan disampaikan kepada masyarakat pada hari yang
sama dengan penyelenggaraan RDG guna membangun ekspektasi positif
stakeholders. Di samping itu, Bank Indonesia juga mempublikasikan jadwal RDG
Bulanan selama satu tahun ke depan, sebelum berakhirnya tahun berjalan.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 6


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan

Sumber Pustaka:
Gup, Benton. 2011. Banking and Financial Institutions: A Guide for Directors, Investors, and
Counterparties. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons
Thamrin, Abdullah; Wahjusaputri Sintha. 2018. Bank dan Lembaga Keuangan Edisi 2.
Jakarta: Mitra Wacana Media
www.bi.go.id
www.OJK.go.id

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 7


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan

Sesi 2 Bagian 2 Bank Sentral

Struktur Bank Indonesia

Sebagai bank sentral, BI mempunyai tujuan tunggal, yaitu mencapai dan


memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua
dimensi, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa domestik ( yakni
inflasi), serta kestabilan terhadap mata uang negara lain (kurs). Untuk mencapai
tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya.
Ketiga tugas ini adalah:

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter


2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
3. Mengatur dan mengawasi perbankan (tugas ini masih berlaku pasca-UU
OJK namun difokuskan pada aspek makroprudensial dalam rangka
menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia).

Ketiga tugas tersebut dijalankan secara terintegrasi agar tujuan mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Setelah
tugas mengatur dan mengawasi perbankan secara mikroprudensial dialihkan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI dalam mengatur dan mengawasi
perbankan tetap berlaku, namun difokuskan pada aspek makroprudensial sistem
perbankan.

BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk


mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI
dipimpin oleh Dewan Gubernur yang diketuai oleh seorang Gubernur Bank Indonesia

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh


Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu
oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat
atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi
Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk
sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.

Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 8


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh
Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila
mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.

Pengambilan keputusan

Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan


Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk
menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali
dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau
menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan
keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah
demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.

Kinerja Dewan Gubernur beserta anggotanya dalam melaksanakan tugas


maupun dan wewenangnya dinilai oleh DPR. Untuk dapat melaksanakan fungsi
pengawasan dengan benar, DPR melakukan telaah pada beberapa hal, yakni laporan
keuangan tahunan BI, anggaran operasional dan investasi BI, serta prosedur
pengambilan keputusan kegiatan operasional di luar kebijakan moneter dan
pengelolaan aset BI. Untuk saat ini, struktur organisasi Bank Indonesia terdiri dari 21
direktorat. 2 biro independen (berdiri sendiri), 5 biro dalam koordinasi Direktorat, 4 unit
khusus serta 1 pusat pendidikan & studi Kebanksentralan di Kantor Pusat, 37 unit
Kantor Bank Indonesia (KBI), dan 4 Kantor Perwakilan (KPW) yang masing-masing
berposisi di London, New York, Tokyo, dan Singapura.
Bank Indonesia melakukan tugasnya melalui 4 sektor satuan kerja (sektor
moneter, sektor perbankan, sektor sistem pembayaran, dan sektor manajemen
intern), KBI, maupun KPW yang kesemuanya bertanggung jawab pada Dewan
Gubernur.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 9


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan

Ruang Lingkup
Hubungan dengan Lembaga Lain
Dilihat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai
lembaga negara yang independen, tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti
Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung.
Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di
luar pemerintahan. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen,
dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang
baik dengan DPR, BPK, Pemerintah, dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, setiap awal tahun anggaran
BI menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan
moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR,
pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta
oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan
kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib
menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 10


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Hubungan BI dengan Pemerintah
Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu
menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-
surat hutang negara tersebut. Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir
Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas
permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama
Pemerintah Indonesia. Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia
benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu,
pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama
ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak
dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.

Independensi dalam Interdependensi


Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap
diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas
Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan
ekonomi nasional secara keseluruhan. Koordinasi di antara Bank Indonesia dan
Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi,
perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam
sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat, serta
pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-
kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank
Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi
independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang
proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-
lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas
dan wewenang masing-masing.

Kerjasama BI dengan Lembaga Lain

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 11


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan
tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga
negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota
kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang
ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga
serta mendorong penegakan hukum yang lebih efektif.

Bank Indonesia selain berkewajiban menyusun struktur organisasi yang baik serta
hubungan kelembagaan dengan pemerintah dan pihak eksternal, Bank Indonesia
wajib mengembangkan system dan infrastruktur keuangan seperti sistem
pembayaran nasional serta sistem yang mendukung pasar keuangan nasional.

Sumber Pustaka:
Gup, Benton. 2011. Banking and Financial Institutions: A Guide for Directors, Investors, and
Counterparties. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons
Thamrin, Abdullah; Wahjusaputri Sintha. 2018. Bank dan Lembaga Keuangan Edisi 2.
Jakarta: Mitra Wacana Media
www.bi.go.id
www.OJK.go.id

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 12


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 13


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan

Sesi 2 Bagian 3 Bank Sentral

Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh bank
sentral dalam bentuk pengaturan persediaan uang untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan utama dari kebijakan moneter adalah mencegah terjadinya peningkatan uang
beredar secara berlebihan atau sangat kurang. Pihak yang dapat memberikan
kebijakan moneter ialah pemerintah suatu negara atau otoritas moneter. Kebijakan
moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, margin
requirement, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha
terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Pada dasarnya kebijakan moneter merupakan suatu kebijakan yang bertujuan
untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan
neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga
stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga
serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam
kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk
memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan
dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan
harga. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha
mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar
inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu
namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib
minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank
untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Tujuan Kebijakan Moneter

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 14


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai Rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No.
6 Tahun 2009 pada pasal 7. Kestabilan Rupiah yang dimaksud mempunyai dua
dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai Rupiah adalah kestabilan terhadap harga-
harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu,
dimensi kedua terkait dengan kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang
negara lain. Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating).
Namun, peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga
dan sistem keuangan.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005
menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF).
Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek
kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi
merupakan sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia terus
melakukan berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan
perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat
efektivitasnya.

Kerangka Kebijakan Moneter


Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut kerangka
kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). ITF merupakan suatu
kerangka kerja (framework) dengan kebijakan moneter yang diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan ke depan dan diumumkan kepada publik
sebagai perwujudan dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral. ITF
diimplementasikan dengan menggunakan suku bunga kebijakan sebagai sinyal
kebijakan moneter dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebagai sasaran
operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak 1 Juli 2005, setelah
sebelumnya menggunakan kerangka kebijakan moneter dengan uang primer (base
money) sebagai sasaran kebijakan moneter.
Berpijak pada pengalaman krisis keuangan global 2008/2009, salah satu
pelajaran penting yang mengemuka adalah perlunya fleksibilitas yang cukup bagi
bank sentral untuk merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan
peran sektor keuangan yang semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 15


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
makro. Berdasarkan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerangka
ITF menjadi Flexible ITF.

Apa itu Flexible ITF?


Flexible ITF dibangun dengan tetap berpijak pada elemen-elemen penting ITF yang
telah terbangun. Elemen-elemen pokok ITF termasuk pengumuman sasaran inflasi
kepada publik, kebijakan moneter yang ditempuh secara forward looking (kebijakan
moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi pada periode yang akan datang
karena mempertimbangkan adanya efek tunda/time lag kebijakan moneter).
Akuntabilitas kebijakan kepada publik tetap menjadi bagian inherent dalam
Flexible ITF. Kerangka Flexible ITF dibangun berdasarkan 5 elemen pokok, yaitu:
1. Strategi penargetan inflasi (Inflation Targeting) sebagai strategi dasar kebijakan
moneter.
2. Integrasi kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memperkuat transmisi
kebijakan dan sekaligus mengupayakan stabilitas makroekonomi.
3. Peran kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas
makroekonomi.
4. Penguatan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk
pengendalian inflasi maupun dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem
keuangan.
5. Penguatan strategi komunikasi kebijakan sebagai bagian dari instrumen kebijakan.

Mengapa Flexible ITF?


Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008/2009 mengharuskan bank
sentral untuk melakukan stabilitas sistem keuangan dan penyelamatan
perekonomian. Kebijakan yang hanya mengedepankan penerapan ITF dipandang
tidak lagi sesuai. Hal ini dikarenakan penerapan ITF secara ketat hanya fokus pada
mandat kebijakan moneter untuk menjaga inflasi sesuai dengan targetnya, tidak
cukup untuk menjaga stabilitas sistem perekonomian secara keseluruhan.
Peran sistem keuangan makin besar dalam perekonomian, sehingga dampak
ketidakstabilan sistem keuangan menjadi makin signifikan. Hal ini tercermin dari
besarnya biaya penyelamatan dan dampak yang ditimbulkan oleh krisis keuangan
global tahun 2008/2009. Hal ini menyadarkan pentingnya peran bank sentral untuk
turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Penerapan ITF untuk pencapaian stabilitas

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 16


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
harga hanya memenuhi syarat perlu, belum kondisi kecukupan (necessary but not
sufficient).
Pascakrisis keuangan global tahun 2008/2009, bank sentral dituntut untuk
semakin memperkuat stabilitas sistem keuangan untuk memastikan perekonomian
berada dalam kondisi stabil, baik dari sisi makroekonomi maupun sektor keuangan.
Untuk itu, keberhasilan penerapan ITF harus didukung dengan kerangka pengaturan
di sektor keuangan secara makro (macroprudential regulatory framework). Oleh
karena itu, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi flexible ITF dengan
makin memperkuat mandatnya dalam menjaga stabilitas harga dan turut mendukung
stabilitas sistem keuangan.

Bagaimana Flexible ITF diterapkan?


Pencapaian overriding objective ITF dan Flexible ITF adalah sama, yaitu
pengendalian inflasi. Dimensi baru sejak krisis keuangan global adalah
perkembangan peran bank sentral dalam turut menjaga stabilitas sistem keuangan
secara terintegrasi dengan mandat mencapai stabilitas harga. Pengejawantahan
Flexible ITF adalah adanya ruang fleksibilitas dalam mengintegrasikan kerangka
stabilitas moneter dan sistem keuangan melalui penerapan instrumen bauran
kebijakan moneter, makroprudensial, nilai tukar, aliran modal dan penguatan
kelembagaan untuk mengoptimalkan peran kordinasi dan komunikasi kebijakan.
Terkait dengan strategi penargetan inflasi (inflation targeting), Bank Indonesia
mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu. Sasaran inflasi
ditetapkan oleh pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk tiga tahun ke
depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Setiap periode Bank Indonesia
mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan berbagai informasi
yang tersedia untuk menggambarkan kondisi inflasi ke depan sebagai basis kebijakan
moneter yang ditempuh. Hal ini merupakan implikasi dari adanya efek tunda/time lag
kebijakan moneter sehingga target dalam pelaksanaan kebijakaan moneter
didasarkan pada perkiraan inflasi ke depan. Upaya pencapaian target tersebut
dilakukan melalui respons bauran kebijakan (policy mix) dengan memenuhi aspek
transparansi dan akuntabilitas.
Bank Indonesia melaporkan pelaksanaan tugas tersebut secara reguler
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga Pemerintah. Secara reguler, Bank

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 17


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Indonesia juga menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap kondisi
terkini dan outlook inflasi ke depan, keputusan yang diambil, serta arah kebijakan ke
depan yang akan diambil untuk menjaga inflasi sesuai dengan sasarannya (forward
guidance). Hal ini tidak hanya untuk memenuhi aspek transparansi namun juga
penting dalam memperkuat kredibilitas Bank Indonesia sehingga kebijakan yang
ditempuh menjadi lebih efektif.
Dalam rangka memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, pada 19
Agustus 2016 Bank Indonesia menetapkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate (BI 7DRR)
sebagai suku bunga kebijakan yang merepresentasikan sinyal respons kebijakan
moneter dalam mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran. Penggunaan BI 7DRR
sebagai suku bunga acuan merupakan bagian dari reformulasi kebijakan moneter
yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Sebelumnya, Bank Indonesia menggunakan BI Rate sebagai suku bunga
acuan yang setara dengan dengan instrumen moneter 12 bulan. Melalui penetapan
BI 7DRR sebagai suku bunga acuan, tenor instrumen menjadi lebih pendek yakni
setara dengan instrumen moneter 7 hari sehingga diharapkan dapat mempercepat
transmisi kebijakan moneter dan mengarahkan inflasi sesuai dengan sasarannya.
Reformulasi kebijakan moneter memiliki tiga tujuan utama. Pertama,
memperkuat sinyal arah kebijakan moneter. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi
kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan
suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya
transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di PUAB untuk tenor 3 bulan hingga
12 bulan.
Dalam implementasinya, reformulasi kebijakan moneter memegang empat
prinsip. Pertama, reformulasi tidak mengubah kerangka kebijakan moneter karena
Bank Indonesia tetap menerapkan Flexible ITF. Kedua, reformulasi tidak untuk
mengubah stance kebijakan moneter yang sedang ditempuh. Ketiga, reformulasi
membuat suku bunga kebijakan terefleksikan di instrumen moneter dan dapat
ditransaksikan dengan Bank Indonesia. Keempat, penentuan suku bunga sasaran
operasional berdasarkan pertimbangan dapat dipengaruhi oleh suku bunga kebijakan.
Sesuai dengan prinsip kedua, perubahan tersebut tidak mengubah stance kebijakan
moneter karena kedua suku bunga kebijakan BI Rate dan BI 7DRR berada dalam satu
struktur suku bunga (term structure) yang sama dalam mengarahkan inflasi agar
sesuai dengan sasarannya.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 18


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Implementasi flexible ITF juga didukung oleh kebijakan pengelolaan nilai tukar.
Kebijakan nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia dalam rangka mengelola
stabilitas nilai tukar Rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap
mendorong bekerjanya mekanisme pasar. Kebijakan nilai tukar dilakukan dalam
rangka mengurangi gejolak yang muncul dari ketidakseimbangan permintaan dan
penawaran di pasar valuta asing (valas), melalui strategi triple intervention. Strategi
triple intervention dilakukan melalui intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-
Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas serta pembelian Surat
Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Strategi triple intervention dilakukan
untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan sekaligus menjaga kecukupan likuiditas
Rupiah.
Implementasi Flexible ITF juga didukung oleh kebijakan pengelolaan nilai tukar.
Kebijakan nilai tukar ditempuh Bank Indonesia untuk mengelola stabilitas nilai tukar
Rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap mendorong
bekerjanya mekanisme pasar. Kebijakan nilai tukar dilakukan dalam rangka
mengurangi gejolak yang muncul dari ketidakseimbangan permintaan dan penawaran
di pasar valuta asing (valas) melalui intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-
Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas serta pembelian Surat
Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Strategi ini dilakukan untuk menjaga
kestabilan nilai tukar dan sekaligus menjaga kecukupan likuiditas Rupiah.
Berbagai kebijakan tersebut diperkuat oleh koordinasi kebijakan bersama
Pemerintah, khususnya dari sisi penawaran. Kebijakan pemerintah terutama
diarahkan untuk menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran
distribusi, dan komunikasi efektif untuk stabilisasi harga pangan guna mendukung
terkendalinya inflasi. Koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank Indonesia
dengan Pemerintah yang semakin kuat diwujudkan melalui forum Tim Pengendalian
Inflasi (TPI) baik di pusat maupun daerah. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah
juga dilakukan dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan. Melalui komite
Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia bersama dengan Kementerian
Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
menetapkan langkah koordinasi dan memberikan rekomendasi dalam rangka
pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan.

Transmisi Kebijakan Moneter

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 19


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan
nilai Rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Untuk mencapai tujuan itu, Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI-
7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebagai instrumen kebijakan utama untuk
memengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian
inflasi. Proses tersebut atau transmisi dari keputusan BI-7 Day Reverse Repo
Rate (BI7DRR) sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut melalui berbagai
channel dan memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini memerlukan waktu (time lag). Time
lag masing-masing jalur bisa berbeda. Dalam kondisi normal, perbankan akan
merespons kenaikan/penurunan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dengan
kenaikan/penurunan suku bunga perbankan. Namun demikian, apabila perbankan
melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respons perbankan terhadap penurunan
suku bunga BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) akan lebih lambat. Sebaliknya,
apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan,
penurunan suku bunga kredit dan peningkatan permintaan kredit tidak selalu
direspons dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku
bunga kredit perbankan juga tidak selalu direspons oleh meningkatnya permintaan
kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Efektivitas
transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh kondisi eksternal, sektor keuangan dan
perbankan, serta sektor riil.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI 7DRR memengaruhi suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan. Bank Indonesia dapat menggunakan
kebijakan moneter yang ketat melalui peningkatan suku bunga yang berdampak pada
permintaan agregat sehingga menurunkan tekanan inflasi. Sebaliknya, penurunan
suku bunga BI 7DRR akan menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan kredit
dari perusahaan dan rumah tangga meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga
menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Hal ini
meningkatkan aktivitas konsumsi dan investasi sehingga mendorong perekonomian.
Perubahan suku bunga BI 7DRR dapat memengaruhi nilai tukar (jalur nilai
tukar). Kenaikan BI 7DRR, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara
suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih
suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam
instrumen-instrumen keuangan di Indonesia, karena mereka akan mendapatkan

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 20


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya
akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga
barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal
atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor.
Apresiasi nilai tukar tersebut akan berdampak pada penurunan tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI 7DRR juga memengaruhi perekonomian makro
melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset
seperti saham dan obligasi, sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan
yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan
ekonomi seperti konsumsi dan investasi. Hal ini akan mengurangi permintaan agregat
sehingga menurunkan tekanan inflasi.
Dampak perubahan suku bunga pada kegiatan ekonomi juga memengaruhi
ekspektasi publik terhadap inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga akan
mendorong aktivitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi akan mendorong pekerja
untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah
ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan
harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini memerlukan waktu (time lag). Time
lag masing-masing jalur bisa berbeda. Dalam kondisi normal, perbankan akan
merespons kenaikan/penurunan BI 7DRR dengan kenaikan/penurunan suku bunga
perbankan. Namun demikian, apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup
tinggi, respons perbankan terhadap penurunan suku bunga BI 7DRR akan lebih
lambat. Sebaliknya, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk
memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan peningkatan permintaan
kredit tidak selalu direspons dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan,
penurunan suku bunga kredit perbankan juga tidak selalu direspons oleh
meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian
sedang lesu. Efektivitas transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh kondisi
eksternal, sektor keuangan dan perbankan, serta sektor riil.

Transparansi dan Akuntabilitas


Transparansi dan Komunikasi

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 21


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 3 tahun 2004 dan UU No. 6 tahun 2009, pada pasal 4 ayat 2
tertera bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari
campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam Undang-Undang. Pemberian independensi tersebut,
diimbangi dengan pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas.
Transparansi
Prinsip yang mendasari transparansi kebijakan moneter adalah agar informasi yang
disampaikan memungkinkan publik untuk memahami dan mampu mengantisipasi
keputusan-keputusan bank sentral untuk mencapai target akhir yang ditetapkan.
Berdasarkan hal tersebut, cakupan informasi yang disampaikan kepada publik
meliputi aspek berikut:
1. Tujuan
Bank sentral menyampaikan secara jelas dan konsisten mengenai apa yang
akan dicapai dari kebijakan moneter, baik mengenai tujuan akhir maupun
tujuan jangka pendek, serta rasionalitas dari penetapan tujuan tersebut.
2. Metode
Bank sentral transparan terkait aktivitas prosedural dalam kebijakan moneter
(a.l menyampaikan operasi moneter yang dilakukan, hasil prakiraan dan model
ekonomi yang dipergunakan termasuk gambaran pokok dan asumsi-asumsi
yang digunakan). Hal tersebut untuk membentuk ekspektasi di pasar keuangan
serta menghindari dan meminimalkan gejolak yang terjadi di pasar. Selain itu,
hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan pemahaman publik terhadap
kebijakan moneter bank sentral.
3. Pengambilan keputusan
Bank sentral mengumumkan kebijakan yang ditempuh dengan pertimbangan
yang mendasarinya, misalnya keputusan mengenai suku bunga kebijakan,
segera setelah keputusan tersebut diambil.

Selain itu, ada beberapa pokok cakupan transparansi mengenai kebijakan


moneter yang baik yang tertuang dalam “Code of Good Practices on Transparency in
Monetary and Financial Policies”. Dokumen tersebut dikembangkan oleh IMF sejak
tahun 1999 dan kini telah diikuti oleh banyak negara anggotanya. Beberapa pokok
cakupan transparansi tersebut antara lain:

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 22


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
1. Kejelasan mengenai peran, wewenang, dan tujuan otoritas kebijakan moneter.
2. Keterbukaan mengenai proses perumusan dan pelaporan kebijakan moneter.
3. Ketersediaan informasi kebijakan moneter kepada publik.
4. Akuntabilitas dan jaminan integritas dari otoritas moneter.

Komunikasi Kebijakan Moneter


Efektivitas kebijakan moneter dapat ditingkatkan melalui komunikasi yang
efektif, terlebih dalam kondisi meningkatnya ketidakpastian. Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter hanya dapat memengaruhi secara langsung suku bunga jangka
pendek, sementara suku bunga jangka panjang lebih ditentukan oleh ekspektasi
kebijakan moneter ke depan yang dapat diarahkan melalui komunikasi kebijakan.
Komunikasi turut berperan dalam penguatan transparansi dan akuntabilitas
Bank Indonesia dengan cara memberikan pemahaman kepada publik terkait
kebijakan moneter secara keseluruhan, membantu menggerakkan ekspektasi publik
dan pelaku pasar, serta mengurangi ketidakpastian ke depan. Komunikasi kebijakan
moneter Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai media antara lain:
1. Siaran Pers dan Konferensi Pers
2. Publikasi berupa Laporan Kebijakan Moneter, Indonesia: Perekonomian
Terkini dan Respons Kebijakan, Laporan Perekonomian Indonesia, Laporan
Triwulanan DPR RI dll.
3. Website Bank Indonesia
4. Talkshow di radio dan televisi
5. Seminar/Diskusi dengan stakeholders
6. Diseminasi di daerah

Akuntabilitas
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah diamandemen dengan UU
No. 3 Tahun 2004 (sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik
Indonesia No. 6/2009) mengamanatkan akuntabilitas Bank Indonesia dalam
pelaksanaan tugas, wewenang, dan anggaran. Prinsip akuntabilitas dari pelaksanaan
tugas dan wewenang Bank Indonesia diterapkan dengan cara menyampaikan
informasi langsung kepada masyarakat luas melalui media massa pada setiap awal
tahun, mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya,
serta rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 23


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada
Presiden dan DPR. Akuntabilitas juga terkait erat dengan independensi. Semakin
besarnya independensi yang diberikan kepada bank sentral menuntut pula pentingnya
akuntabilitas.

Koordinasi dan Pengendalian Inflasi


Inflasi yang rendah dan stabil diperlukan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat, sesuai dengan tujuan kebijakan makro. Namun, sumber tekanan inflasi
tidak hanya berasal dari permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia, tetapi
juga berasal dari sisi penawaran, yakni berkaitan dengan produksi dan distribusi
barang. Selain itu, shocks dari inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah
terkait dengan barang-barang yang termasuk ke dalam kelompok administered
price (kelompok barang yang harganya diatur oleh Pemerintah) seperti harga BBM
dan komoditas energi lainnya. Oleh karena itu, diperlukan bauran kebijakan untuk
dapat mencapai tujuan tersebut.
Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah dalam melakukan
pengendalian inflasi, baik dalam ruang lingkup daerah maupun nasional. Sementara
itu, Pemerintah berperan dalam mengendalikan ekspektasi inflasi dan mengelola
penawaran, diantaranya pengelolaan terhadap pasokan, distribusi, konektivitas,
rantai perdagangan, dan subsidi. Sinergi dibentuk untuk mengendalikan inflasi agar
tetap berada pada kisaran sasaran akhir yang telah ditetapkan dengan cara
membentuk Tim Pengendalian Inflasi (TPI). TPI di level pusat terbentuk sejak tahun
2005, kemudian diperkuat dengan pembentukan TPI di level daerah sejak tahun 2008.
Koordinasi pengendalian inflasi diperkuat dengan landasan hukum berupa
Perpres No.23/2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). Keppres
tersebut menaungi mekanisme koordinasi pengendalian inflasi melalui pembentukan
Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
Provinsi, dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten/Kota.
Produk turunan dari dasar hukum ini selanjutnya ditindaklanjuti melalui
diterbitkannya Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.10 Tahun
2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja TPIP, TPID Provinsi, dan TPID
Kabupaten/Kota, Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.148 tahun
2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat Tim
Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.500.05-

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 24


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
8135 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Fokus program
pengendalian inflasi adalah 4K, yakni:
1. Keterjangkauan harga
2. Ketersediaan pasokan
3. Kelancaran distribusi
4. Komunikasi efektif

Sumber Pustaka:
Gup, Benton. 2011. Banking and Financial Institutions: A Guide for Directors, Investors, and
Counterparties. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons
Thamrin, Abdullah; Wahjusaputri Sintha. 2018. Bank dan Lembaga Keuangan Edisi 2.
Jakarta: Mitra Wacana Media
www.bi.go.id
www.OJK.go.id

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 25

Anda mungkin juga menyukai