Anda di halaman 1dari 6

SUMMARY NOTES

Bank dan Lembaga Keuangan

Sesi I Industri Keuangan

Definisi
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang dimaksud dengan industri jasa
keuangan adalah kumpulan perusahaan ataupun institusi, termasuk lembaga pendukungnya,
yang bergerak di bidang jasa keuangan.
Industri jasa keuangan merujuk pada pelayanan jasa di bidang industri keuangan.
Industri ini juga bisa mengacu pada sejumlah organisasi yang memiliki wewenang untuk
pengelolaan dana. Segala aktivitas di Industri Jasa Keuangan atau IJK termasuk dalam
kegiatan ekonomi. Aktivitas tersebut diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang
merupakan lembaga independen untuk mengawasi, memeriksa serta menyelidiki sesuai
ketentuan di dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang diharapkan dapat
memajukan kesejahteraan umum dan berdaya saing global. Agar hal ini terwujud, dalam
pelaksanaannya harus senantiasa diawasi oleh lembaga OJK.

Ruang Lingkup
Industri jasa keuangan memiliki tiga atau empat ruang lingkup besar, yaitu:
1. Industri perbankan
Menurut Hermansyah (2020), perbankan merupakan segala hal yang berkaitan
dengan bank, mulai dari kelembagaan hingga proses pelaksanaan kegiatan usahanya.
Industri perbankan berkaitan erat dengan sistem kerja bank yang merupakan salah satu
lembaga keuangan. Maka industri perbankan juga meliputi proses pengelolaan dana
keuangan, mulai dari uang tunai hingga kredit. Contoh industri perbankan ialah Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembangunan Daerah (BPD),
dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

2. Industri keuangan non bank


Berbeda dengan industri perbankan, industri keuangan non bank merupakan kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan, namun sistem dan cara kerjanya tidak seperti
bank. Karena biasanya jenis industri ini menarik dananya secara tidak langsung. Contoh
industri keuangan non bank ialah lembaga asuransi (misalnya perusahaan asuransi jiwa),
pengelolaan dana pensiun (misalnya BPJS Ketenagakerjaan), lembaga keuangan mikro, dan
lembaga pembiayaan (misalnya perusahaan modal ventura).

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 1


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
3. Industri pasar modal dan pasar keuangan lainnya
Industri pasar modal juga termasuk dalam ruang lingkup industri jasa keuangan.
Dikutip dari buku Pengetahuan Pasar Modal untuk Konteks Indonesia (2015) karya Sawidji
Widoatmodjo, pasar modal adalah tempat untuk melakukan transaksi modal jangka panjang
yang mana ada permintaan oleh penerbit surat berharga dan penawaran oleh investor.
Contohnya ialah Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pasar keuangan lainnya termasuk pasar uang, pasar/bursa berjangka, pasar valas,
pasar modal ventura, pasar derivatif, dan pasar lainnya. Peran pasar ini juga sama pentingnya
dengan pasar uang, yakni turut serta mengembangkan perekonomian di Indonesia.

4. Pasar keuangan digital


Pasar keuangan digital merupakan bentuk pasar yang baru lahir dalam dekade terakhir,
secara umum belum ada pemisahan khusus atas pasar ini, umumnya dikategorikan sebagai
pasar uang karena sifatnya yang berjangka pendek. Termasuk dalam produk-produk
keuangan digital adalah e-money, e-wallet, paylater, digital currency, e-payment, e-cash, dan
lainnya.

Sudut Pandang Pola Pembelajaran Studi Bank dan Lembaga Keuangan

Macro &
Fundamental
industrial
concept
view

Recent Firm &


studies product view

Individual
view

Gambar 1 Sudut Pandang Pola Pembelajaran Studi

Pola pembelajaran dalam Studi Bank dan Lembaga Keuangan bersifat komprehensif dan
structural, yakni dipahami atas konsep fundamentalnya terlebih dahulu, kemudian diperdalam
pada aspek makroekonomi dan industrinya. Setelah itu pemahaman akan dilanjutkan pada

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 2


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
aspek yang lebih terperinci meliputi sudut pandang perusahaan, unit bisnis, hingga produk-
produk yang melingkupinya. Pada akhirnya dampak atas pemahaman tersebut di atas dapat
diaplikasikan kepada tiap individu yang mengikuti pembelajaran. Aspek-aspek tersebut di atas
makin relevan dan memiliki nilai penting jika dikaitkan dengan studi-studi terbaru di bidang
Perbankan dan Lembaga Keuangan.

Studi Terbaru Industri Keuangan


Shadow Economy

Shadow economy adalah semua aktivitas ekonomi yang berkontribusi terhadap


perhitungan Produk Nasional Bruto maupun Produk Domestik Bruto tetapi aktivitas itu sama
sekali tidak terdaftar. Schneider dan Enste (2000). Shadow economy merupakan salah satu
kegiatan ekonomi yang sulit untuk dikenakan pajak. Hal ini dikarenakan keberadaannya yang
sulit terdeteksi oleh otoritas yang berwenang sehingga luput dari pengenaan pajak.
Selain itu, shadow economy juga telah membuat bias perhitungan PDB (Produk
Domestik Bruto). Shadow economy sendiri memiliki julukan yang berbeda-beda, ada yang
menyebutnya black economy, underground economy ataupun hidden econonomy.
Keberadaan shadow economy yang sulit terdeteksi oleh otoritas yang berwenang
menyebabkan munculnya informasi asimetris yang mana satu pihak memiliki informasi lebih
lengkap dibandingkan pihak lain. Informasi asimetris akan mengakibatkan transaksi yang
tidak seimbang sehingga dapat merusak tatanan sistem yang ada. Salah satu pihak yang
dirugikan akibat keberadaan shadow economy adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
sebagai otoritas yang berwenang mengumpulkan penerimaan negara. Shadow
economy telah memunculkan informasi asimetris antara DJP dengan wajib pajak. Informasi
asimetris menyebabkan pengenaan pajak yang tidak berimbang. Akibatnya, terdapat
beberapa pelaku ekonomi yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sebagaimana
mestinya.

OECD (2002) membagi non-observed economy ke dalam empat jenis aktivitas, yaitu:
a. Produksi bawah tanah (underground production), yakni aktivitas produktif yang
bersifat legal, tetapi sengaja disembunyikan dari otoritas publik dengan tujuan
mengelak dari pajak dan peraturan lainnya. Underground production lebih cenderung
tidak taat aturan administratif.
b. Produksi ilegal (illegal production), yakni aktivitas produktif yang menghasilkan barang
dan jasa yang dilarang oleh hukum. Pelanggaran hukum yang dimaksud meliputi dua
hal, yakni kegiatan ekonomi ilegal dan kegiatan ekonomi legal tetapi dilakukan oleh
pihak yang tidak berwenang. illegal production lebih cenderung termasuk tindakan
kriminal.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 3


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
c. Produksi sektor informal (informal sector production), yakni aktivitas produktif yang
legal yang menghasilkan barang dan jasa dalam skala produksi kecil yang umumnya
dilakukan oleh usaha rumah tangga yang tidak berbadan hukum. informal sector
production sebagai kegiatan produktif dilakukan oleh pelaku usaha tidak terorganisasi
dan tidak terdaftar secara resmi atau tidak memenuhi ukuran yang ditentukan (pada
umumnya usaha skala kecil).
d. Produksi rumah tangga untuk digunakan sendiri (production of households for own
final use). Berbeda dengan informal sector, household production for own final
use didefinisikan sebagai kegiatan produktif yang menghasilkan barang dan jasa
untuk dikonsumsi atau dikapitalisasi oleh pihak yang menghasilkan/memproduksinya.

Keempat area non observed economy memiliki wujud yang berbeda-beda di setiap
negara. Di Indonesia, underground production dapat ditemui dalam bentuk praktik tax
evasion maupun tax avoidance, sedangkan illegal production dapat berbentuk illegal
fishing, illegal logging, perdagangan obat-obatan terlarang, sampai dengan praktik
pengobatan ilegal.
Sementara itu, informal sector production biasa ditemui dalam bentuk UMKM, mulai
dari pedagang angkringan yang hanya muncul di malam hari sampai dengan pedagang sayur
yang keliling setiap hari. Selanjutnya, household production for final use dapat ditemui di
daerah pedesaan yang masih kental dengan nilai kekeluargaan dan gotong royong. Di
pedesaan, masih dapat ditemui rumah tangga yang senang menanam sayuran untuk
dikonsumsi sendiri atau dibagi dengan keluarga besarnya ketika panen besar. Lebih lanjut,
warga pedesaan juga biasa melakukan kegiatan membangun rumah sendiri yang dibantu oleh
sanak saudara/tetangga.
Dibalik keberadaan non observed economy ini, tersimpan berbagai motif yang
melatarbelakangi fenomena tersebut. Dilihat dari empat jenis area non observed economy,
menurut penulis, ada 3 motif yang nampak dominan, yaitu motif biaya, motif keuntungan, dan
motif kerumitan. Motif biaya dapat berupa dorongan untuk meminimalkan beban pajak atau
pun biaya usaha lainnya. Sementara itu, motif keuntungan bermula dari adanya tawaran
keuntungan yang luar biasa menggiurkan sehingga mendorong seseorang untuk
mendapatkannya walau harus melanggar hukum sekalipun. Yang terakhir, motif kerumitan
muncul ketika seseorang enggan untuk menghadapi mekanisme yang dianggapnya rumit,
misalnya adanya pelaku usaha yang lebih memilih masuk dalam sektor informal karena
enggan mengurus perizinan yang dianggap rumit.

Money Laundering
Money Laundering atau pencucian uang adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan proses dimana penjahat menyamarkan kepemilikan asli dan kontrol dari
hasil tindak pidana dengan membuat hasil tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 4


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Proses dimana properti yang diperoleh secara kriminal dapat dicuci sangat luas. Meskipun
uang kriminal mungkin berhasil dicuci tanpa bantuan sektor keuangan, kenyataannya adalah
bahwa ratusan miliar dolar uang hasil kejahatan dicuci melalui lembaga keuangan, setiap
tahun. Sifat jasa dan produk yang ditawarkan oleh industri jasa keuangan (yaitu mengelola,
menguasai dan memiliki uang dan harta milik orang lain) berarti rentan disalahgunakan oleh
para pelaku pencucian uang.
Beberapa jenis kegiatan yang termasuk money laundering adalah:
A. Wildlife trade: Yakni perdagangan, penyelundupan, dan perburuan hewan langka,
satwa liar, dan flora fauna yang dilindungi oleh undang-undang dalam negeri dan
luar negeri
B. Environmental crime: Kegiatan perusakan dan aktivitas criminal terkait lingkungan
alam baik yang dilindungi oleh undang-undang secara eksplisit maupun perusakan
alam secara umum.
C. Terrorism: Tindakan kekerasan atau ancaman untuk melakukan tindakan
kekerasan yang ditujukan kepada sasaran acak (tidak ada hubungan langsung
dengan pelaku) yang berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan,
ketidakpastian dan keputusasaan massal.
D. Human Trafficking: adalah segala bentuk perekrutan, perpindahan, pengiriman
orang yang bertujuan eksploitasi sebagai bentuk perbudakan modern dan
merupakan kejahatan kemanusiaan yang sangat keji serta melanggar hak asasi
manusia
E. Corruption: Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah
tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Lembaga keuangan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media


pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta kegiatan illegal lainnya karena tersedia
banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam upaya
melancarkan tindak kejahatannya. Melalui berbagai pilihan transaksi tersebut, seperti
transaksi pengiriman uang, lembaga keuangan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang
merupakan hasil tindak pidana atau merupakan pendanaan kegiatan illegal ke dalam sistem
keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan.
Misalnya untuk pelaku pencucian uang, harta kekayaan tersebut dapat ditarik kembali sebagai
harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal usulnya. Sedangkan
untuk pelaku pendanaan kegiatan ilegal, harta kekayaan tersebut dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan ilegal.

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 5


SUMMARY NOTES
Bank dan Lembaga Keuangan
Seiring dengan perkembangan produk, model bisnis dan teknologi informasi yang
semakin kompleks, seluruh Penyedia Jasa Keuangan di bawah pengawasan Bank Indonesia
wajib menerapkan Program APU dan PPT secara optimal dan efektif. Penerapan program
APU dan PPT tidak saja penting untuk pemberantasan pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme dan kegiatan illegal lainnya melainkan juga untuk mendukung
penerapan prinsip kehati-hatian yang dapat melindungi Penyelenggara maupun pengguna
jasa dari berbagai risiko yang mungkin timbul.
Bank Indonesia melakukan penilaian risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) pada sektor Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran (PJSP) Selain Bank dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA)
Bukan Bank. Penilaian dilakukan berdasarkan pengguna jasa, negara atau wilayah geografis,
produk atau jasa, serta jalur atau jaringan transaksi. Penilaian risiko tersebut dituangkan
dalam Sectoral Risk Assessment (SRA) yang mengacu pada National Risk Assesment (NRA)
TPPU dan TPPT. Tujuan dari penyesuaian SRA antara lain: mengidentifikasi dan
menganalisis potensi dan kerentanan terjadinya TPPU/TPPT; serta menganalisis key risk
pencucian uang dan pendanaan terorisme yang mencakup pemetaan risiko pada pengguna
jasa, negara atau wilayah geografis, produk atau jasa, serta jalur atau jaringan transaksi.

Sumber Pustaka:
Hermansyah. 2020. Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Kencana Prenada Media Group:
Jakarta
Schneider, Friedrich, and Dominik H. Enste. 2000. "Shadow Economies: Size, Causes, and
Consequences." Journal of Economic Literature, 38(1):77-114.
www.OJK.go.id
www.bi.go.id/id/fungsi-utama/sistem-pembayaran/anti-pencucian-uang-dan-pencegahan-
pendanaan-terrorisme/default.aspx
www.int-comp.org/
www.pajak.go.id/id/artikel/shadow-economy

M AKHSANUR ROFI, ST, MM, NPDP, ATP 6

Anda mungkin juga menyukai