Anda di halaman 1dari 4

Tugas 1 Hukum Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang HKUM4308

Nama : NARROTAMABUDI ARTO PUTRA


NIM : 042018129

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Legian, Bali karena bank ini tak kunjung mampu memperbaiki rasio kecukupan modal atau
capital adequacy ratio (CAR) sesuai dengan aturan minimal di angka 8%.

1. Berdasarkan artikel di atas, apakah rancangan anggaran dasar badan hukum dalam
pendirian BPR merupakan syarat yang wajib ada? Uraikan disertai dasar hukumnya!
2. Berdasarkan artikel di atas, apakah PT. BPR Legian termasuk dalam katagori jenis bank
berdasarkan fungsinya, jelaskan!
3. Berdasarkan artikel di atas, uraikan kewenangan yang dilakukan oleh OJK berkaitan
dengan BPR?

Jawaban :

1. Sesuai dengan Pasal 5 Ayat (1) dan (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 62 /Pojk.03/2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat yang berbunyi,
“(1) BPR harus memiliki anggaran dasar yang memenuhi persyaratan anggaran dasar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memuat pernyataan untuk:
a. penambahan modal disetor yang mengakibatkan perubahan PSP;
b. perubahan kepemilikan saham yang mengakibatkanperubahan PSP; dan
c. pengangkatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, berlaku setelah
mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
(2) BPR yang belum memenuhi ketentuan mengenai muatan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan cakupan anggaran dasar pada saat RUPS
yang dilaksanakan pertama kali setelah berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini.”
Berdasarkan POJK tersebut bahwa setiap BPR harus memiliki anggaran dasar dan juga
menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2015 tentang Bank
Perkreditan Rakyat pasal 2, dalam rangka pendirian sektor usaha berupa BPR diperlukan
bentuk hukum dari BPR yang dapat berupa perseroan terbatas,koperasi, ataupun
perusahaan daerah.

2. Disadur dari Otoritas Jasa Keuangan. 2019. Buku Seri Literasi Keuangan untuk Perguruan
Tinggi-Perbankan, Bank dikelompokkan menjadi tiga jenis ditinjau dari tugas atau
fungsinya. Ketiga jenis Bank tersebut adalah Bank Sentral, Bank Umum Konvensional
atau Syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS).
Bank Sentral
Bank sentral ini hanya ada satu di tiap-tiap negara karena Bank sentral punya peran
penting bagi perekonomian suatu negara. Bank Indonesia ditunjuk oleh undang-undang
menjadi bank sentral-nya Indonesia. Bank sentral punya tujuan untuk menjaga stabilitas
harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut. Berdasarkan tujuan
tersebut, Bank Indonesia punya tiga tugas utama yaitu:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Tugas ini diarahkan dalam rangka
mengendalikan jumlah uang yang beredar dan /atau suku bunga agar dapat mendukung
pencapaian tujuan kestabilan nilai uang, sekaligus mendorong perekonomian nasional.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, yang mencakup sekumpulan
kesepakatan, aturan, standar, dan prosedur yang digunakan dalam mengatur peredaran
uang.
3. Mengatur dan mengawasi bank. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, tugas pengawasan perbankan yang dilakukan Bank
Indonesia difokuskan pada pengawasan macroprudential.
Bank Umum Konvensional atau Syariah
Sesuai namanya -bank “umum”- memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dengan
kata lain dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Berikut jenis usaha bank-
bank umum tersebut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan;
2. Memberikan kredit/ pembiayaan;
3. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah;
4. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan
5. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Kegiatan usaha BPR/BPRS jauh lebih sempit bila dibandingkan dengan bank umum,
karena BPR/BPRS tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Meskipun begitu
BPR/BPRS yang tersebar di seluruh Indonesia tetap berperan penting bagi usaha mikro
dan kecil (UMK) serta masyarakat berpenghasilan rendah terutama di pedesaan sebagai
penyedia jasa keuangan. kegiatan usaha BPR/BPRS antara lain :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,
tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan/ atau tabungan pada bank lain.
Bank BPR Legian berdasarkan fungsinya termasuk ke dalam Bank Perkreditan Rakyat
yang dimana kegiatan usahanya berpusat disektor mikro dan kecil (UMKM).

3. BPR adalah sektor usaha yang termasuk ke dalam kategori perbankan. Dalam laman
OJK.go.id Pengaturan dan pengawasan bank oleh OJK meliputi wewenang sebagai
berikut:
a. Kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan (right to license) dan pendirian
suatu bank, meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas
kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
b. Kewenangan untuk menetapkan ketentuan (right to regulate) yang menyangkut aspek
usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat guna
memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
c. Kewenangan untuk mengawasi meliputi:
1. pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang
berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank; dan
2. pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat
pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil
pemeriksaan, dan informasi lainnya.
d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan
untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank
apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung
unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
e. Kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate), yaitu kewenangan
untuk melakukan penyidikan di Sektor Jasa Keuangan (SJK), termasuk perbankan.
Penyidikan dilakukan oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (RI) dan
pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan OJK. Hasil penyidikan disampaikan kepada
Jaksa untuk dilakukan penuntutan.
f. Kewenangan untuk melakukan perlindungan konsumen (right to protect), yaitu
kewenangan untuk melakukan perlindungan konsumen dalam bentuk pencegahan
kerugian Konsumen dan masyarakat, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan
hukum.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di
sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa
keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas
Jasa Keuangan. Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi
bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan
bank;
2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. sistem informasi debitur;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank;
c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati- hatian bank, meliputi:
1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. pemeriksaan bank.

Sumber referensi :
OJK.go.id
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2015 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 62 /Pojk.03/2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat
UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Anda mungkin juga menyukai