Anda di halaman 1dari 5

Gambaran Umum Lembaga Keuangan Perbankan

Regulator Sektor Keuangan

Sebelumnya, pengawasan dan pengaturan industri perbankan Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia.
Namun, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK (UU OJK), kewenangan
pengawasan dan pengaturan industri perbankan Indonesia (selain kebijakan moneter) dialihkan ke OJK.
Berdasarkan UU OJK, OJK bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi bank dan lembaga
perbankan, serta aspek solvabilitas(kesanggupan untuk melunasi hutang) dan kehati-hatian bank.

Selain perbankan, OJK juga bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan pengaturan kegiatan
di:

 Pasar modal
 Penyedia layanan pinjaman fintech (P2P / peer-to-peer)
 Jasa keuangan non perbankan lainnya (seperti asuransi dan dana pensiun)

Perbankan di Indonesia terutama diatur oleh UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta peraturan pelaksanaannya.
Bank Indonesia (“BI”) memiliki fungsi dan wewenang untuk mengatur dan mengawasi industri
perbankan di Indonesia. Kewenangan tersebut diberikan kepada OJK per 31 Desember 2013, kecuali
fungsi moneter dalam menjaga stabilitas mata uang Rupiah dan pelaksanaan kebijakan moneter yang
masih melekat pada BI. Secara lebih khusus, OJK mempunyai kewenangan sebagai berikut:

1. Mengatur dan mengawasi lembaga perbankan yang meliputi:

(a) perizinan pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan,
kepengurusan dan sumber daya manusia, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan bank
serta pencabutan izin usaha bank
(b) kegiatan usaha bank; antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hybrid dan kegiatan di
bidang jasa;

2. Mengatur dan mengawasi tingkat solvabilitas bank, yang meliputi:

(a) likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan reservasi bank;
(b) laporan bank terkait dengan peringkat dan kinerja solvabilitas bank;
(c) sistem informasi debitur;
(d) pengujian kredit; dan
(e) standar akuntansi bank;
3. Mengatur dan mengawasi aspek kehati-hatian bank, meliputi:

(a) manajemen risiko;


(b) prosedur tata kelola bank;
(c) prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang
(d) pencegahan terorisme dan tindak pidana perbankan

4. Pemeriksaan bank.

Jenis Bank Indonesia mengenal 2 (dua) jenis bank:

(a) Bank Umum


Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran; (seperti menyediakan layanan lalu lintas pembayaran dan layanan seperti
memberikan pinjaman dan tabungan) dan/atau kegiatan perbankan prinsip Syariah.

Berdasarkan kegiatannya, Bank Umum dibagi menjadi empat kategori yang disebut “BUKU”.
1. BUKU 1: Bank umum dalam kategori ini memiliki modal terendah dalam tingkatan
kepemilikan modal, Tier 1 (di bawah Rp 1 triliun) hanya diperbolehkan melakukan
kegiatan perbankan umum dalam Rupiah dan bertindak sebagai penukar uang.
Perbedaannya adalah:
2. BUKU 2: Sementara, Bank dalam kategori BUKU 2 berwenang untuk melakukan
kegiatan perbankan Rupiah dan valuta asing dengan cakupan yang lebih luas,
(kepemilikan modal inti Tier 1, antara Rp 1 trilliun – Rp 5 Trilliun) penyertaan
modalnya hanya terbatas pada lembaga keuangan Indonesia; termasuk:
(a) kegiatan keagenan dan kerjasama,
(b) sistem pembayaran dan perbankan elektronik,
(c) penyertaan modal pada lembaga non keuangan untuk penyelamatan kredit,
(d) dan penyertaan modal pada lembaga keuangan lainnya.

3. BUKU 3: (kepemilikan modal inti Tier 1, antara Rp 5 trilliun – Rp 30 Trilliun)


diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam lembaga keuangan di Asia;
4. BUKU 4: (kepemilikan modal inti Tier 1, mulai dari Rp 30 Trilliun) partisipasi terbuka
untuk lembaga keuangan di seluruh dunia. Bank Umum pada umumnya dilarang
melakukan kegiatan sebagai berikut: - penyertaan modal pada lembaga
nonkeuangan (dengan pengecualian sementara tertentu, misalnya dalam hal
pemulihan kegagalan kredit lembaga nonkeuangan); - bisnis asuransi; dan - hal-hal
di luar yang ditentukan oleh undang-undang.

(b) Bank Perkreditan Rakyat (“BPR")


Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Berbeda dengan Bank Umum, BPR tidak menyediakan layanan lalu lintas
pembayaran. BPR berfokus pada pemberian pinjaman kepada usaha kecil dan menengah.
Persyaratan

Bank dapat didirikan dalam bentuk Badan Hukum Indonesia (BHI), termasuk bank perantara yang
didirikan khusus untuk menerima harta dan/atau kewajiban bank yang pailit. Bentuk badan hukum yang
memungkinkan antara lain perseroan terbatas dan koperasi.

Bank BHI dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia; ataupun oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dalam kemitraan
dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing. Dengan kepemilikan oleh pihak asing
(WNA/badan hukum asing) paling banyak 99% dari modal disetor Bank BHI.

Tata cara permohonan izin perbankan diatur dalam Peraturan OJK No. 12/POJK.3/2021 tentang Bank
Umum. Permohonan harus diajukan ke Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan OJK melalui
sistem perizinan online OJK oleh minimal salah satu pemegang saham bank serta, bank harus memiliki
modal disetor minimal Rp10 triliun.

Selain itu, pemohon Izin usaha untuk melakukan kegiatan perbankan Bank BHI harus menyerahkan
berbagai dokumen, antara lain:

(a) Studi kelayakan pendirian bank, disiapkan oleh pihak independen, yang juga memuat rencana
bisnis.
(b) Pedoman manajemen risiko, sistem pengendalian intern dan sistem teknologi informasi, serta
pedoman pelaksanaan tata kelola bank.
(c) Bukti setoran modal paling sedikit 40% dari modal disetor minimum berupa slip setoran pada
suatu bank di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner OJK qq. nama salah satu pendiri bank"
dan yang menyatakan bahwa pencairannya memerlukan persetujuan tertulis dari OJK.

Calon pemegang saham, serta anggota direksi dan dewan komisaris bank juga harus lulus uji
kemampuan dan kepatutan. OJK kemudian akan menilai dan mengevaluasi pendaftaran yang diserahkan
oleh pelamar dan memutuskan apakah aplikasi tersebut disetujui atau ditolak.

Persetujuan diberikan untuk jangka waktu enam bulan, dan bank tidak boleh melakukan kegiatan
perbankan selama jangka waktu tersebut. Bank harus mengajukan permohonan izin usaha dalam jangka
waktu enam bulan, jika tidak maka persetujuan prinsip menjadi tidak berlaku.

Untuk permohonan izin usaha, bank harus menunjukkan kesiapannya untuk beroperasi dengan
menyerahkan berbagai surat pernyataan dan salinan izin umum. Bank juga harus memberikan bukti
bahwa pemegang saham telah membayar 100% dari modal disetor minimum dengan memberikan bukti
setoran transfer kepada bank di Indonesia.

Bagi Bank Umum, Peraturan OJK No 56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum
mengatur maksimal kepemilikan saham:

(a) Bank atau lembaga keuangan non perbankan lainnya: 40% dari modal bank.
(b) Setiap individu badan hukum non-keuangan: 30% dari modal bank.
(c) Pemegang saham individu: 20% dari modal bank (atau 25% dari modal bank syariah).
Setiap pemegang saham yang berbagi hubungan berikut dianggap bersama sebagai satu pihak:

(a) Kepemilikan.
(b) Hubungan keluarga sampai derajat kedua.
(c) Kerjasama atau perbuatan untuk mencapai tujuan yang sama dalam menguasai bank (acting in
concert) dengan atau tanpa persetujuan tertulis, sehingga perbuatan atau kerjasama tersebut
menimbulkan pilihan atau hak untuk memiliki saham bank.

Namun pembatasan tersebut tidak berlaku bagi bank yang memiliki pemegang saham di atas ambang
batas sebelum diterbitkannya Peraturan Kepemilikan Saham Bank, selama bank tersebut memiliki
peringkat kesehatan 1 atau 2. Namun, pengecualian ini dibatalkan jika salah satu peristiwa berikut
terjadi:

Peringkat kesehatan bank menurun ke level 3, 4 atau 5 selama tiga periode penilaian berturut-turut.

Seorang pemegang saham di atas ambang batas secara sukarela menjual sahamnya kepada pihak lain.

Pada saat terjadinya salah satu peristiwa di atas, bank harus menyesuaikan komposisi kepemilikan
sahamnya agar sesuai dengan batasan kepemilikan saham berdasarkan Peraturan Kepemilikan Saham
Bank.

Peringkat Kesehatan Bank

Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual dengan menggunakan
pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating) dengan cakupan penilaian terhadap faktorfaktor sebagai
berikut:

a. Profil risiko (risk profile)


b. Good Corporate Governance (GCG);
c. Rentabilitas (earnings); dan
d. Permodalan (capital).

Peringkat Kesehatan bank dijabarkan sebagai berikut:

Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat sehingga
dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya.

Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat sehingga dinilai
mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal
lainnya.

Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum cukup sehat sehingga
dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya.
Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang sehat sehingga
dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya.

Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai
tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor
eksternal lainnya/

Kewajiban Penyedian Modal Minimum bedasarkan Profil Risiko Bagi Bank Umum

Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko

Bank Umum harus memiliki modal minimal:

(a) 8% dari aset tertimbang menurut risiko: peringkat profil risiko 1.


(b) 9% sampai 10% dari aset tertimbang menurut risiko: peringkat profil risiko 2.
(c) 10% sampai 11% dari aset tertimbang menurut risiko: peringkat profil risiko 3.
(d) 11% hingga 14% dari aset tertimbang menurut risiko: peringkat profil risiko 4 atau 5.

KODE KBLI

Kategori K

64121,

Kelompok ini mencakup kegiatan usaha bank secara konvensional, meliputi penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/
atau bentuk-bentuk lainnya, serta menyelenggarakan kegiatan jasa dalam sistem pembayaran.

Anda mungkin juga menyukai