NIM : 043323714
1.Cadangan (reserve)
Cadangan (pripnan' reserve), ditunjukan untuk memenuhi
cadangan pritner juga dituiukan untuk memenuhi keper!uan operas' bank sehali-hari termasuk
untuk memenuhi penarikan Rimpanan dan pellilintaan kredit. Cadangan primer (lapat berupa
kas. saldo rekening giro pada bank sentral dan Pada bank Iain, dan warkat-warkat yang sinp
dicairkan. Aset-aset ini sering disebut aset likuid atau cash asset,
Cadangan sekunder (secondary reserve) ditujukan untuk memenuh) keperluan likuiditas dalam
jangka kurang dari setahun. dan sebaza' tambahan apabila cadangan primer tidak mencukupi.
Cntuk mengoptimalkan penerimaan, cadangan ini dapat ditanamkan dalam surat-surat berharga
jangka pendek.
3. Investasi (investment)
Penggunaan dana untuk investasi adalah berupa penanaman dana dalam bentuk surat berharga
yang bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan. Penanaman dana ini bisa menggunakan
instrumen saham dan obligasi dengan berbagai jenisnya, serta bentuk-bentuk penyertaan.
Jika dilihat dari Sisi produktivitas aktiva, penggunaan dana bisa dibedakan menjadi aktiva tidak
produktif dan aktiva produktitl Aktiva tidak Produktif berupa alat liquid (cash asset), yaitu aktiva
yang dapat digunakan setiap saat untuk memenuhi likuiditas bank. Bentuk teknis dart cash asser
berupa kas, giro pada bank sentral, dan giro pada bank Iain. Sementara aktiva Pr0duktif (earning
asset) adalah semua penanaman dana yang ditujukan untuk memperoleh penghasilan sesuai
dengan fungsinya. Bentuk-bentuk aktiva produktif meliputi kredit, penempatan pada bank Iain,
surat-surat berharga, dan penyertaan.
Perbedaan berikutnya dari kedua jenis bank ini bisa ditinjau dari bentuk simpanan dana
yang dihimpun dari masyarakat. Jika Bank umum menghimpun dananya dalam bentuk giro
dan sertifikat deposito, maka BPR tidak menghimpun dananya dalam bentuk giro dan
sertifikat deposito, namun BPR hanya menerima dalam bentuk tabungan dan deposito. Dari
sini maka dapat disimpulkan bahwa BPR tidak dapat melakukan transaksi giral, namun bank
umum dapat melakukan transaksi giral. Adapun kesamaan dari kedua jenis bank ini adalah
adanya larangan untuk melakukan penyertaan modal dan melakukan usaha perasuransian.
Perbedaan bank umum dan bank bpr secara lebih detail sebagai berikut
Dalam pembahasan lebih lanjut, antara bank umum dan bank perkreditan rakyat ini
terdapat perbedaan yang lebih mendetail yaitu :
Dalam memberikan kredit, BPR juga wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa,
yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait,
termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut.
Batas maksimum dalam hal tersebut sendiri tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
BMPK, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada
pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota
dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta
perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham
(dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris
(dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum
tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia.
Pokok-pokok yang diatur dalam pengawasan kesehatan bank sesuai POJK No. 4 Tahun 2016 sebagai
berikut.
a. Bank (termasuk kantor cabang bank asing) wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan
bank baik secara individual maupun konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risikoe
Penilaian tingkat kesehatan bank secara konsolidasi dilakukan bagi bank yang melakukan
pengendalian terhadap perusahaan anak.
b. Faktor-faktor penilaian tingkat kesehatan bank terdiri dari: profil risiko (risk profile), Good
Corporate Governance (GCG), rentabilitas (earnings) dan permodalan (capital).
c. Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assesment) tingkat kesehatan bank dan hasil
self assesment tingkat kesehatan bank yang telah mendapat persetujuan dari direksi wajib
disampaikan kepada dewan komisaris. Selanjutnya, hasil self assesment dimaksud waft
disampaikan kepada Bank Indonesia.
d. Periode penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan paling kurang setiap semester (untuk
posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila
diperlukan,
e. Apabila dari hasil identifikasi dan penilaian Bank Indonesia ditemukan Permasalahan atau
pelanggaran yang secara signifikan memengaruhi atau akan memengaruhi operasional
dan/atau kelangsungan usaha bank maka Bank Indonesia berwenang menurunkan peringkat
komposit tingkat kesehatan bank.
Meskipun dalam Undang-Undang tentang Perbankan, yaitu 'UU No.l() Tahun 1998 dan dalam
Peraturan Bank Indonesia, yaitu PBI No.2/19/PBI/2000 dinyatakan bahwa bank wajib melindungi
rahasia nasabah simpanan dan simpanannya, namun dalam peraturan tersebut ditetapkan
beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut meliputi sebagai berikut,
a. Kepentingan Perpajakan
Berkaitan dengan perpajakan bank tidak lagi diwajibkan melindungi rahasia nasabahnya, Untuk hal
ini dalam UU No. 10 Tahun 1998 diatur dalam Pasal 41 ayat I yang berbunyi: Untuk kepentingan
perpajakan„ Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang
/nengeluarkan perintah tertulis kepacla bank agar memberikan kelerangan clan memperlihatkan
bukti-bukti lertulis sertasurat-surat mcngcnai keuaaan kcvangan Nosaha/i Penyimpan tertentu
kcpada .pciabat pajak
b. penyclesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara hal penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan
kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara UU NO. 10 Tahun
1998 pasal 41 A ayat I mengatur bahwa: pcnyclcsaian piutang bank .vang sudah diserahkan kepada
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara. pimpinan Bank Indonesia
'nemberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. Atas dasar
ketentuan ini bank tidak diwajibkan lagi merahasiakan informasi tentang simpanan nasabah, apabila
bank yang bersangkutan sedang dalam proses penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan
kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negaraæanitia Urusan Piutang Negara.
Dalam peradilan perkara pidana bank juga wajib memberi keterangan tentang simpanan nasabah
yang menjadi tersangka. Dalam hal ini UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 42 ayat 1 mengatur bahwa:
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan
izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk mempero/eh keterangan dari bank mengenai simpanan
tersangka atau terclakwa pada bank.
Apa bila antara bank dan nasabahnya terjadi perkara perdata, maka bank juga bisa memberikan
informasi tentang keadaan keuangan nasabah pada pengadilan. Untuk masalah yang demikian UU
No. 10 Tahun 1998 Pasal 43 mengatur: Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,
direksi bank yang bersangkutan clapat menginformasikan kepada Pengadilan /entang keaclaan
keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan (ain yang relevan clengan
perkara tersebut. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan
Bank dapat membuka informasi tentang simpanan nasabah penyimpan apa bila ada permintaan,
persetujuan, atau kuasa nasabah penyimpan. UU NO.IO Tahun 1998 Pasal 44A ayat I mengatur:
C. Atas permintaan,persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis,
bank wajib nıemberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang
bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.
Selain beberapa hal di ataş, bank juga diwajibkan membukan informasi tentang simpanan nasabah,
apa bila nasabah penyimpan meninggal dunia. Informasi ini wajib diberikan pada ahli warisnya yang
syah, UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 4aA ayat 2 mengatur: Dalam hal Nasabah Penyimpan telah
meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabdh Penyimpan yang bersangkutan berhak
memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut,
Meskipun hal-hal tersebut merupakan pengecualian, namun bila ada pihak yang dirugikan karena
pembukaan rahasia nasabah berhak iltitllk mengetahui isi kelerangan, dan pembetulan jika terdapat
kesalahan dalanı keterangan tersebut. Hala ini diatur dalanı UU No, 10 Tahun 1998 Pasal 45 yang
berbunyi: Pihak yang metasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44, berhak unluk mengela/ıui isi kelercıngan
tersebııt dan memillta pembetulanjika terdapal kesalahan dalcım ketercıngan yang diberiKan.