Anda di halaman 1dari 6

UTS HUKUM PERBANKAN

RESUME PERAN BANK INDONESIA TERHADAP BANK UMUM DI INDONESIA


BERDASARKAN UU BANK INDONESIA DAN UU PERBANKAN

NAMA : YURIKE ANDAM SARI DOSEN : RINIADI SASWATI,SH.,M.Hum

NIM : 1811111061 MATA KULIAH : HUKUM PERBANKAN

KELAS : B (SEMESTER 5)

A. SERTIFIKAT BANK INDONESIA


1. Pengertian

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/14/PBI/2018 Pasal 1 Angka 14


Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga
dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
utang berjangka waktu pendek.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yaitu dikeluarkan
oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3
bulan) dengan sistem diskonto/bunga dengan tujuan untuk mengontrol jumlah
uang beredar dalam masyarakat yang secara tidak langsung bisa mengendalikan
laju inflasi dan juga nilai tukar rupiah.
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk
mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat
menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh
mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI
menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga SBI), yaitu BI mengumumkan
target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode
tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar
dalam mengikuti pelelangan.
2. Tujuan Penertbitan SBI
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan
nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (kartal ditambah
dengan uang giral di Bank Indonesia) yang berlebihan dapat mengurangi
kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk
mengurangi kelebihan uang tersebut
3. Dasar Hukum Penerbitan SBI
Adapun dasar penerbitan Sertifikat Bank Indonesia adalah surat keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang penerbitan dan
perdagangan SBI serta intervensi Rupiah.
4. Pihak yang Berhak Memiliki SBI
Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu piranti operasi pasar
terbuka, penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan. Tetapi tidak
tertutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk
dapat memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara
langsung kepada Bank Indonesia, melainkan harus melalui bank umum serta
pialang pasar modal yang ditunjuk Bank Indonesia.
5. Karakteristik SBI
a. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan
untuk jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.
b. Denominasi dari yang terendah Rp. 50 juta sampai tertinggi Rp. 100
milyar.
c. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp. 100 juta dan selebihnya
dengan kelipatan Rp. 50 juta.
d. SBI diterbitkan dn diperdagangkan dengan sistem diskonto.
e. Nilai diskonto dihitung – hitung sebagai berikut :
Nilai diskonto : Nilai nominal – Nilai tunai.
6. Tata Cara Transaksi Penjualan SBI
a. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang..
b. BI mengumumkan rencana lelang selambat-lambatnya pada satu (1) hari
kerja sebelum pelaksanaan lelang SBI.
c. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari selasa..
d. Lelang SBI dilakukan setiap hari rabu atau pada hari kerja berikutnya dan
dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang, dan pialang
pasar modal dengan penyelesaian transaksi pada hari kamis.
e. Dalam pelaksanan lelang SBI, masing-masing peserta mengajukan
penawaran jumlah SBI yang ingin dibeli serta tingakt diskontonya.
Pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran tingkat
diskontonya yang terendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang
diumumkan tercapai.
f. Untuk menjaga keamanan dan kehilangan atau pencurianserta menghindari
pemalsuan, maka pihak SBI memperoleh Bilyet Depot simpanan sebagai
bukti atas penghimpunan fisik warkat SBI pada BI tanpa dipungut biaya
penghimpunan.
B. ANALISIS MASALAH 5C
Banyaknya kasus yang melanda lembaga perbankan jika Pakbo 88 dijalankan
menyebabkan pemerinth membentuk/mengeluarkan paket deregulasi februari 1991
(PAKTRI 91) ditambah dengan dilaksanakannya 5C untuk pemberian kredit bagi
nasabah.

Menurut Sutarno (2005) Untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang


dipercaya dapat untuk memperoleh kredit, pada umumnya dunia perbankan
menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan the fives of credit atau 5’c
analysis yaitu :
a. Character (watak)
merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko. Watak dapat diartikan
sebagai kepribadian, moral perilaku dan kejujuran pemohon kredit.
b. Capital (modal)
seorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif
atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal.
c. Capacity (kemampuan)
untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran Debitur harus memiliki kemampuan
yang mewadahi yang berasal dari pendapatan pribadi jika Debitur perorangan atau
pendapatan perusahaan bila Debitur berbentuk badan usaha.
d. Collateral (jaminan)
berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian
pelunasan hutang jika dikemudian hari Debitur tidak melunasi hutangnya
dengan jalan menjual jaminan itu.
e. Condition of Economy
(Kondisi Ekonomi) selain faktor-faktor diatas, yang perlu mendapat perhatian penuh
dari analisis adalah kondisi ekonomi Negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi
pada waktu dan jangka tertentu dimana kredit itu diberikan oleh Bank kepada
pemohon.

C. PENGATURAN PRUDENTIAL BANKING DALAM UU PERBANKAN.


Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau
prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan
usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana
masyarakat yang dipercayakan padanya.
Hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai perubahan
atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati - hatian.
Ada satu pasal dalam UU Perbankan yang secara eksplisit mengandung
substansi prinsip kehati-hatian, yakni pasal 29 ayat 2, 3 dan 4 UU Nomor 10 tahun
1998.
Pasal 29 :
2. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian
3. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara
yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
danannnyya kepada bank.
4. Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank.

Jika memperhatikan judul Bab V UU Perbankan (terdiri dari pasal 29 s/d pasal
37B), maka pasal 29 merupakan pasal yang termasuk dalam ruang lingkup pembinaan
dan pengawasan. Artinya, ketentuan prudent banking sendiri merupakan bagian dari
pembinaan dan pengawasan bank. Lebih khusus lagi menurut Anwas Nasution,
ketentuan prudent banking termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti
sempit.
Sebenarnya pengaturan prinsip kehati-hatian ini ternyata termaktub juga pada
bagian pasal sebelumnya, seperti pasal 8, 10 dan 11 UU Perbankan.
Pasal 8 :
“Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajiib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan”.

Pasal 10 :
“ Bank Umum dilarang :
a. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam pasal
7 huruf b dan huruf c;
b. Melakukan usaha perasuransian;
c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6 dan pasal 7.”
Pasal 11 :

1. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian


kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi Surat Berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang
terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama
dengan bank yang bersangkutan.
2. Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi
30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada :
a. Pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh perseratus) atau lebih
dari modal disetor bank;
b. Anggota dewan komisaris;
c. Anggota direksi;
d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c;
e. Pejabat bank lainnya; dan
f. Perushaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari
pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf e.
4. Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi
10% (sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh BI.
5. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau
pembiaayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

Pengaturan prudent banking saat ini sudah cukup banyak, bahkan sudah
seringkali dilakukan revisi atau pergantian, baik stelah lahirnya UU No.7 tahun 1992
maupun ketika pemerintah mengundangkan UU No.10 tahun 1998. Regulasi tersebut
sebagian besar diwujudkan dalam bentuk Surat Edaran dan SK Direksi Bank
Indonesia. Aturan-aturan tersebut misalnya :
a. SK BI 30/11/KEP/DIR/1997, tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank.
b. SK BI 30/12/KEP/DIR/1997, tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat.
c. SK BI 30/46/KEP/DIR/1997, tentang pembatasan pemberian kredit oleh bank
umum untuk pembiayaan pengadaan dan atau pengolahan tanah.
d. SE BI 31/16/UPPB/1998 tentang batas maksimum pemberian kredit bank umum.
e. SK BI 31/177/KEP/DIR tentang batas maksimum pemberian kredit bank umum.
f. SE BI 31/17/UPPB/1998 tentang posisi devisa neto bank umum.
g. SE BI 31/18/UPPB/1998 tentang pemantauan likuiditas bank umum.
h. SK BI 31/179/KEP/DIR tentang pemantauan likuiditas bank umum.
i. SK BI 31/148/Kep/DIR/1998 tentang pembentukan penyisihan penghapusan
aktiva produktif.
j. SK BI 31/147/KEP/DIR/1998 tentang kualitas aktiva produktif.
k. SK BI 331/178/KEP/DIR/1998 tentang posisi devisa neto bank umum.
l. Peraturan BI 2/16/PBI/2000 tentang perubahan SK Direksi BI
31/177/KEP/DIR/1998 tentang batas maksimum pemberian kredit.
m. Peraturan BI 3/21/PBI/2001 tentang kewajiban penyediaan modal minimum
bank.
n. Peraturan BI 3/22/PBI/2001 tentang transparansi kondisi keuangan bank.
o. Peraturan BI 6/25/PBI/2004 tentang rencana bisnis bank umum.
p. Peraturan BI 7/4/PBI/2005 tentang prinsip kehati-hatian dalam aktivitas
sekuritisasi asset bagi bank umum.
q. Dll.

D. PENYEBAB DILAKUKANNYA
 BANK BEKU OPERASIONAL
Yaitu pemberhentian sementara operasi suatu bank oleh pemerintah karena
dianggap tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap pihak ketiga.
 BANK LIKUIDASI
Bank dalam likuidasi yaitu bank yang telah dicabut izin usahanya karena tidak
dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1996 tentang ketentuan dan tata cara
pencabutan izin usaha, pembubaran, dan likuidasi bank karena dianggap tidak
mungkin diselamatkan lagi meskipun telah dilakukan berbagai upaya
penyehatan.
 BANK TAKE OVER
Bank Terambil Alih yaitu bank yang manajemennya diambil alih oleh badan
khusus seperti BADAN PENYEHATAN telah memperoleh bantuan likuidatas
BI (Bank Indonesia) lebih dari jumlah tertentu dan selama jangka
waktu tertentu tingkat kesehatannya tergolong tidak sehat; bank tersebut tetap
beroperasi dengan pembatasan tertentu.

 BANK REKAPITALISASI
Rekapitalisasi yaitu perbaikan struktur dan/atau perubahan jumlah modal
dengan melakukan peningkatan permodalannya; dalam kaitan dengan bank,
rekapitalisasi dilakukan dengan jalan meningkatkan kembali permodalan bank
sehingga mencapal jumlah minimum yang dipersyaratkan melalui penerbitan
saham  baru oleh bank, penambahan setoran oleh pemilik, dan pencarian
investor baru.

Anda mungkin juga menyukai